• Tidak ada hasil yang ditemukan

aṣ-ṣibyan Jurnal Pendidikan Guru Raudlatul Athfal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "aṣ-ṣibyan Jurnal Pendidikan Guru Raudlatul Athfal"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

aṣ-ṣibyan

Jurnal Pendidikan Guru Raudlatul Athfal

Susunan Redaksi Jurnal

aṣ-ṣibyan

Penanggung Jawab: Subhan (Dekan FTK IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten) Redaktur: Umayah Penyunting: Hunainah, Imroatun, Yahdinil Firda Nadhirah, Uyu Mu’awanah, Tri Ilma Septiana Mitra Bestari: Fattah Hanurawan (UM Malang), Suyadi (UIN Yogyakarta), Eneng Muslihah (IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten), Heru Kurniawan (IAIN Purwokerto) Setting & Layout: Birru Muqdamien, Juhji Sekretariat: Sri Sugiyanti, Hujanil Karim,

aṣ-ṣibyan

, ISSN 2541-5549, diterbitkan enam bulan sekali oleh Jurusan Pendidikan Guru Raudhatul Athfal Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten berdasarkan Surat Keputusan Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten No. In.10/F.I/HK.00.5/1201/2016, tanggal 04 April 2016.

Penerbit:

Jurusan Pendidikan Guru Raudhatul Athfal Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Jl. Syekh Nawawi Al-Bantani Kp. Andamu'i Kel. Sukawana Kec. Curug Kota Serang Email: pgra.iainbanten@gm ail.com

(2)
(3)

Jurnal Pendidikan Guru Raudlatul Athfal

Vol.1, No.1, Tahun 2016, Hal. 1-105, Januari - Juni 2016

DAFTAR ISI

Membangun Karakter Anak Melalui Dongeng

Di’amah Fitriyyah... 1 - 10 Metakognisi dalam Pembelajaran RA

Fu`ad Arif Noor ... 11 - 20 Model Pengembangan Kurikulum PAUD

Hasbullah ... 21 - 28 Program Parenting untuk Membentuk Karakter Anak Usia Dini

di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

Heru Kurniawan, Risdianto Kurniawan ... 29 - 39

Bermain Sebagai Metode Pembelajaran Utama Anak Raudhatul Athfal

Imroatun ... 40 - 48 Pembelajaran Sains pada Anak Raudhatul Athfal

Juhji ... 49 - 59 Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini

Muhiyatul Huliyah ... 60 - 71 Pendidikan Pra Sekolah (Pendidikan Anak Usia Dini) dalam Islam

Nur Rohmah Hayati... 72 - 82 Mengembangkan Kemampuan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Melalui Pendidikan Dalam Keluarga

Sumiyati ... 83 - 95 Menanamkan Moral dan Nilai-Nilai Agama Pada Anak Usia Dini

Melalui Cerita

(4)
(5)

MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI DONGENG

Di’amah Fitriyyah

Dosen Bahasa Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email: diamahfitriyyah@ gmail.com

Abstract

Recently, the condition of socio-cultural of Indonesian increasingly tend to be worried. Moral crisis and violence case almost happened in every circle either adults, teenagers, or children. In liputan 6.com on March 3, 2012, reported homicide case which committed by an elementary student in Depok, West Java. On April 2, 2016. Fourteen teenagers in Bangkulu were reported to be rape suspects toward a girl. Some criminal cases often publish in mass media, the phenomenon show moral degradation of Indonesian. Character building comes to answer and reform moral crisis which happened in Indonesia. Character building better to introduce since childhood period, early childhood education is started from kindergarten. Therefore, one of the best way to convey character values is through storytelling. By using storytelling children will learn character values from characters, plot of story, and moral values from a story

Keywords: character building, storytelling

Abstrak

Kondisi sosial, kultural masyarakat Indonesia akhir-akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Krisis moral melanda negeri ini, kasus kekerasan hampir terjadi di semua kalangan, baik dewasa, remaja, maupun anak-anak. Dalam liputan 6.com tanggal 3 Maret 2012, diberitakan kasus pembunuhan yang dilakukan anak SD di Depok Jawa Barat. Tanggal 4 April 2016, 14 remaja di Bengkulu dilaporkan menjadi tersangka pemeekosaan terhadap anak perempuan. Berbagai kasus kriminal lain sering dimuat di surat kabar. Fenomena tersebut memperlihatkan kemorosotan moral. Pendidikan karakter hadir untuk menjawab dan memperbaiki krisis moral yang terjadi di Indonesia. Pendidikan karakter lebih baik disampaikan pada saat usia dini, pendidikan usia dini di Indonesia dimulai dari TK. Oleh karena itu, metode yang dianggap baik untuk menyampaikan nilai-nilai karakter yaitu metode dongeng. Melalui dongeng anak akan belajar nilai-nilai karakter dari tokoh-tokohnya, alur cerita, dan dari pesan yang yang dimuat dalam dongeng.

(6)

Pendahuluan

Pemerintah telah mencanangkan dengan jelas kebijakan mengenai pendidikan karakter yang tersirat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 3 menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membetuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.1

Berdasarkan pasal pada fungsi dan tujuan pendidikan, ada dua hal penting, pertama mengembangkan kemampuan dan kedua membentuk watak. Leonardy Harmainy dalam Agus Wibowo menyatakan bahwa “pendidikan karakter sebaikya dimulai sejak usia dini”.2 Usia 0-6 atau anak usia TK merupakan momen penting bagi tumbuh kembang anak yang sering disebut golden age atau usia keemasan, dengan demikian menjadikan usia dini sebagai penanaman utama karakter anak adalah langkah yang tepat.

Terkait dengan pendidikan karakter anak usiadini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati karena anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan pra-operasional kongkret, sebagaimana dikemukankan oleh Piaget. Sementara nilai-nilai karakter merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga anak belum bisa secara serta merta menerima apa yang diajarkan oleh guru ataupun orang tua dengan cepat. Guru atau orang tua harus cerdas memilih metode yang akan digunakan dalam menyampaikan pendidikan karakter. Dongeng hadir sebagai alternatif metode yang menyenangkan bagi anak.

Dongeng dapat dijadikan jembatan untuk tercapainya misi dan visi pendidikan karakter. Selain dapat mengasah fantasi dan imasjinasi anak, mendongeng juga merupakan metode penyampaian pesan moral yang sangat efektif kepada anak. Pendidikan karakter yang di dalamnya terdiri dari bayak tujuan positif seperti mendidik dan membina anak lebih kreatif, mandiri, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat berjalan dengan baik dengan kegiatan mendongeng sebagai salah satu metode penyampaian pesan-pesan moral kepada anak.

Karakter

Pada abad ke-14 istilah karakter yang dalam bahasa Perancis “caractere” sudah mulai digunakan, kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character” yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia “karakter”. Menurut kamus ilmiah popular karakter adalah watak, tabiat, pembawaan, pembiasaan. Senada dengan istilah karakter adalah “personality

(7)

diperagakan oleh seseorang, termasuk pola-pola perilaku, sifat-sifat fisik, dan ciri-ciri kepribadian”.3

Wynne dalam Raharjo menyatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter. Pertama, karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality, seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.4

Secara terminologi karakter adalah sifat, watak, pembawaan, atau kebiasaan yang mendarah daging yang kemudian menjadi ciri khas seseorang. Menurut Thomas Lickona karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral.5 Sifat

alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Menurut Kemendiknas, karakter adalah nilai-nilai unik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Dalam Islam karakter dikenal dengan istilah akhlak yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, dan muncul secara spontan tanpa memerlukan pertimbangan atau pemikiran, serta tanpa perlu dorongan dari luar,6 dan berkembang menjadi kebiasaan sedangkan nilainya diletakkan pada ajaran Islam.7

Pendidikan Karakter

Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.8

Bunyi pasal ini sejalan dengan gagasan John Dewey dalam Mansur Muslich menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.9 Socrates dalam Abdul Majid berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart.10

Pendidikan karakter secara eksplisit dapat dikatakan sebagai pendidikan moral yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang11. Pendidikan karakter berarti mengukir sifat hingga terbentuk pola memerlukan

proses yang panjang melalui pendidikan, maka pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan hingga sifat anak terukir sejak dini

Indonesia Heritage Foundation dalam Sri Narwanti mengidentifikasikan sembilan

karakter yang menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu: 1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayag, peduli, dan kerja sama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang

(8)

menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, dan 9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.12 Dewan sekolah di New York menyepakati ada sepuluh karakter, yaitu: 1) respect, 2) responsibility, 3) honesty, 4) empathy, 5) fairness, 6) initiative, 7)

courage, 8) perseverance, 9) optimism, 10) and integrity.13 Pusat kurikulum dalam rangka

lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung jawab.14

Pendidikan Karakter Anak Usia Dini

Budaya dan pendidikan memberikan pengaruh yang kuat pada perkembangan anak. Di lingkungan pendidikan guru yang luar biasa dapat membimbing dan memberikan pengalaman belajar siswa maka akan membantu mereka bergerak ke tahap kognitif yang lebih tinggi. Tingkat TK menjadi tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan dan menjadi dasar bagi pendidikan yang lain. Di tempat ini anak lebih cepat mendapat pengaruh dan mudah dibentuk pribadinya. Di sinilah pentingnya sekolah sebagai counter untuk menjauhkan anak dari pengaruh lingkungan yang buruk, baik secara jasmani, akal, moral, maupun kepekaan rasanya, sehingga dapat menempatkan pada lingkungan yang baik.15

Pendidikan yang diberikan pada anak tetap harus memperhatikan fase pertumbuhan anak. Ratna Megawati dalam Agus Wibowo, menyatakan bahwa fase 4-6 tahun anak sudah mulai bisa diajak kerja sama serta lebih penurut.16 Anak sudah dapat menerima pandangan orang lain, terutama orang dewasa, bisa menerima otoritas orang tua/guru, menganggap orang dewasa serba tau, serta senang mengadukan teman-temannya yang nakal. Pada fase ini anak sangat percaya pada orang tua dan guru, sehingga penekanan yang dilakukan oleh orang tua/guru akan pentingnya perilaku baik dan sopan sangan efektif. Pendidikan karakter harus memberi peluang bagi anak untuk memahami alasannya.

Penanaman pendidikan karakter bagi anak hendaknya memperhatikan fase perkembangan anak, agar tidak terjadi salah kaprah dalam pembentukan karakter anak. Pendidikan karakter pada fase yang tidak tepat akan memberikan konsep yang membingungkan bagi anak. Pendidikan karakter disesuaikan dengan fase perkembangan anak sebagimana sabda Rasulullah yang artinya: “Siapa yang memiliki anak yang masih kecil,

maka gaulilah mereka sesuai dengan tingkat akal mereka”. (HR. Ibnu Asakirdan Ibn

Badawih dari Muawiyah).

Mengenai pendidikan karakter, John Piaget dalam Masganti Sit menyatakan bahwa anak di bawah usia 7 tahun telah memiliki potensi untuk melakukan tindakan-tindakan

(9)

bermoral seperti kejujuran, keadilan, dan lain sebagainya.17 Pada usia ini anak-anak melakukan tindakan kejujuran berdasarkan pada pengetahuan yang diperolehnya bahwa berbohong itu dosa dan setiap dosa akan mendapat hukuman.

Pengetahuan anak tentang berbohong adalah dosa diperoleh melalui dua jalan. Pertama, kemampuan kognitif anak telah dapat menerima bahwa seseorang yang melakukan kesalahan seperti berbohong layak mendapatkan hukuman. Kedua, anak akan memahami bahwa jujur merupakan perbuatan baik atau buruk dari hubungan antara anak dengan orang dewasa di sekitarnya. Anak akan memahami konsep kejujuran secara benar jika mendapatkan bimbingan yang baik dari lingkungannya.18 Kohlberg dalam Ormord menyatakan bahwa anak

usia 4 tahun sudah dapat membedakan perbuatan benar dan salah karena adanya hadiah dan hukuman.19 Kemampuan kognitif anak untuk memahami pendidikan karakter dapat pula

ditingkatkan dengan interaksi anak dengan orang lain, seperti guru dan teman-temannya.20 Berdasarkan uraian di atas, bahwa anak usia TK melakukan perbuatan-perbuatan baik karena berorientasi pada takut hukuman dan mengharapkan pemberian hadiah. Oleh karena itu pendidikan karakter di TK hendaknya memanfaatkan metode reward and punishment untuk menanamkan karakter anak.

Pendidikan karakter yang mulai dibentuk pada diri peserta didik dapat juga terkikis oleh kebiasan buruk yang dilakukan oleh lingkungannya, yaitu pemberian label negatif pada anak. Perilaku labeling pada anak terkadang terjadi tanpa disadari. Labeling merupakan sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang, maka orang itu akan berproses menjadi seperti label itu. Misalnya anak yang diberi label “bandel atau bodoh” maka lingkungan akan memuculkan kecenderugan pada perlakuan seperti anak “bandel atau bodoh”, perlakuan yang secara terus menerus seperti ini akan benar-benar menjadikan anak yang memiliki karakter “bandel atau bodoh”.21 Berdasarkan pemikiran ini hendaklah orang tua dan guru menghidari

labeling yang negatif untuk anak.

Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Dongeng

Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan, selanjutnya dongeng adalah cerita prosa yang tidak dianggap benar-benar terjadi.22 Dongeng dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti cerita yang tidak benar-benar terjadi. Meskipun dongeng hanya cerita fiktif namun mampu mengajak anak untuk berfantasi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak yang melukiskan kebenaran, pelajaran moral, atau sindiran.23

Mendengarkan cerita adalah salah satu cara memotivasi anak untuk berpikir tentang karakter.24

Kemunculan dongeng yang sebagai bagian cerita rakyat berfungsi untuk menghibur dan juga sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada waktu itu. Dongeng sering mengisahkan penderitaan tokoh, namun karena

(10)

kejujuran dan kesabarannya tokoh tersebut mendapatkan imbalan yang menyenangkan dan tokoh jahat pasti mendapatkan hukuman. Jadi, pesan dalam dongeng dapat juga berwujud peringatan dan atau sindiran bagi orang yang berbuat jahat.25

Dilihat dari waktu kemunculannya dongeng dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dongeng klasik dan dongeng modern. Dongeng klasik termasuk dalam sastra tradisional, dongeng modern termasuk dalam sastra rekaan. Dongeng klasik di Indonesia antara lain adalah Bawang Merah dan Bawang putih dan Timun mas. Dongeng klasik dapat menambah wawasan tentang cerita-cerita dari pelosok dunia. Dongeng modern dapat dikategorikan sebagai genre cerita fantasi, cerita sengaja dikreasikan oleh pengarang dengan maksud untuk memberikan cerita menarik dan ajaran moral tertentu. Dongeng ini juga sebagai karya seni yang memiliki unsur keindahan.26

Unsur-Unsur Intrinsik Dalam Dongeng

Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berberda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karya sastra menciptakan dunianya sendiri, tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut. Pemahaman karya sastra termasuk dongeng dapat dilakukan melalui unsur-unsur intrinsik, yaitu:

Tokoh. Tokoh adalah individu yang berperan dalam cerita. Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanannya dalam cerita fiksi. Dalam dongeng tokoh cerita tidak harur berwujud manusia, tokoh dapat berupa binatang atau objek lain yang merupakan personifikasi manusia.27 Lewat tokoh cerita dapat dijadikan sebagai sarana strategis untuk memberikan pendidikan moral.

Tema. Tema adalah pokok pikiran atau pembicaraan dalam sebuah cerita yang hendak disampaikan pengarang melalui jalinan cerita. Tema sebagai sebuah gagasan yang ingin disampaikan, tema dijabarkan dan atau dikongkretkan lewat tokoh, alur, dan latar. Pemahaman terhadap tema suatu cerita fiksi adalah pemahamann terhadap makna cerita itu sendiri.28

Plot/Alur. Plot/Alur adalah jalan cerita atau rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebab akibat). Alur berhubungan dengan peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu yang digerakkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik, keterkaitan antar peristiwa dan hubungan sebab akibat yang menyebabkan cerita menjadi logis. Hal ini dapat memumuk perasaan dan pikiran kritis anak untuk mengikuti alur cerita.29

Gaya Bahasa. Gaya Bahasa adalah cara khas seorang pengarang dalam mengungkapkan ide, gagasannya malalui cerita. Bahasa cerita anak haruslah sederhana, maka penggunaan

(11)

berbagai bentuk bahasa seperti pemajasan, penyiasatan struktur, dan penceritaan dimanfaatkan sebagai keindahan bahasa tanpa mengurangi kejelasan dan kemudahan pemahaman cerita.30

Sudut pandang/Point of view. Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya, dalam menyuguhkan cerita, pengarang dapat mengambil atau memilih suatu posisi serta kedudukan tertentu terhadap suatu kisah yang dipaparkannya. Pada hakikatnya sudut pandang adalah sebuah cara, strategi, atau siasat yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya. Pemilihan sudut pandang dalam banyak hal akan mempegaruhi kebebasan, ketajaman, dan keobjektifan dalam bercerita, dan itu juga mempengaruhi kadar kemasukakalan cerita.31

Amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari cerita atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat merupakan pemecahan suatu tema yang mencerminkan pandangan hidup pengarang. Amanat sebuah cerita selalu berkaitan dengan berbgai hal yang berkonotasi positif, bermanfaat bagi kehidupan, dan mendidik, karena dongeng sebagai salah satu alternatif untuk memberikan pendidikan bagi anak lewat cerita.32

Latar/Setting. Latar/setting adalah pengambaran mengenai waktu, tempat, dan suasana yang terjadi dalam cerita. Namun ada juga latar yang menjelaskan latar sosial dan moral. Kejelasan deskripsi latar penting sebagai pijakan untuk mengikuti alur cerita dan mengembangkan imajinasi. Kesuaian antara persepsi dan deskripsi latar cerita akan memberi kesan yang lebih meyakinkan dan memberi kesan bahwa cerita sugguh ada dan terjadi. Kesan itu penting dalam rangka membangun kesadaran dan pengembangan imajinasi.33

Dongeng sebagai pembentukan Karakter Anak

Tujuan dari karya sastra termasuk di dalamnya dongeng adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, sebagai manusia yang berbudaya, berpikir, dan berketuhanan. Dengan demikian, kesusastraan harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia.

Berdasarkan tujuan karya sastra maka pendidikan karakter sangat tepat bila dimasukkan dalam cerita. Pendidikan karakter yang diintruksikan di kelas melalui medium sastra, dengan keteladanan para tokohnya menjadikan peserta didik memeriksa karakter yang menjelma dalam diri tokoh. Sifat luhur manusia yang digambarkan pengarang melalui sikap dan perilaku para tokoh dalam cerita dapat membantu pribadi peserta didik sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat dan berakhlak baik.

Pendidikan karakter yang disampaikan pengarang menyatu dalam alur cerita. Di dalam cerita peserta akan menemukan berbagai perbuatan para tokoh yang dilukiskan pengarang dalam berbagai peristiwa. Melalui alur cerita pengarang memberikan petunjuk, nasihat, pesan akhlak, dan budi pekerti.

(12)

Manfaat Dongeng Bagi Anak

Mengingat bahwa tahap perkembangan berpikir anak usia dini adalah tahap operasional kongkret,34 sedangkan pendidikan karakter adalah pengetahuan yang abstrak, maka dongeng ini memanfaatkan daya imajinasi anak untuk menjembatani pengetahuan pendidikan karakter yang abstrak. Lewat dongeng inilah pendidikan karakter dapat muncul secara kongkret dalam perilaku tokoh.

Unsur-unsur yang terdapat dalam dongeng juga membantu imajinasi anak dalam memahami alur cerita. Unsur yang terdapat dalam dongeng yaitu: 1) subjek atau tokoh dalam dongeng, 2) waktu dan latar belakang dongeng, 3) tujuan penggambaran suatu keadaan terutama tujuan nilai-nilai positif, 4) dialektika.35

Dongeng sebagai penanaman mungkin merujuk pada kisah atau qashash yang dicontohkan Allah dalam mendidik umat manusia. Kisah yang terdapat dalam al-Quran sering kali dimodifikasi menjadi dongeng bagi anak. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter anak yang berlandaskan al-Quran.

Hadirnya dongeng dalam sastra anak tentunya juga membawa manfaat bagi anak. Manfaat yang paling mendasar adalah dongeng sebagian media hiburan bagi anak. Adapun manfaat lain dari dongeng bagi anak adalah: 1) mengasah daya pikir dan imajinasi anak, 2) merupakan metode penyampaian pesan moral yang efektif, 3) menumbuhkan minat baca, dan 4) menjadi sebuah jembatan spiritual yang mengarah pada kedekatan emosional antara pendongeng dan anak, serta 5) memicu daya kreatifitas dan memancing wawasan luas bagi orang tua.

Catatan Akhir

1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003

2 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h.36

3 A.Z. Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2012), h.20

4 S.B. Raharjo, Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia, Jurnal Pendidikan

dan Kebudayaan, Vol.16 No.3, 229-239

5 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility,

(New York: Bantam Books, 1992), h.51

6 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam UMY,

2007), h.1

7 Duna Izfanna & Hisyam, N. A., A Comprehensive Approach in Developing Akhlaq. Diambil pada

tanggal 25 November 2012, dari http://search.proquest.com

8 Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003

9 Masnur Muslich, Pendidikan karakter menjawab tangtangan krisis multidimendional. Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2011), h.67

10 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam. (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2011), h.30

11 Darmiyati Zuchdi, Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Kultur

Sekolah, (Yogyakarta: UNY Press, 2011), h.19

12 Sri Narwanti, Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai pembentuk Karakter dalam Mata

(13)

13 Dimerman, Character is the Key: How to Unlock the Best in Our Children and Ourselves, (Canada:

John Wiley & Sons, 2009), h.9

14 Pusat Kurikulum, Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah.

(Jakarta: Puskur, 2010), hh.9-10

15 Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.4 16 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini, (Yogyakatya: Pustaka Pelajar, 2012), h.89)

17 Masganti Sit, Mengajarkan Kejujuran pada Anak Usia Dini. Jurnal pendidikan dan kebudayaan,

Vol.15 No.2, Tahun 2009, p.338-351

18 Ibid, h.344

19 Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, (New Jersey: Merrill Prentice Hall, 2003),

h.88

20 Masganti Sit, Opcit, h. 344 21 Agus Wibowo, Opcit, h.90

22 James Danandjaja, Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain, (Jakarta: Grafiti , 2007),

h.83

23 Ibid

24 Lickona, Character Maters, How To Help Our Children Develop Good Judgement, Integrity, And

Other Essential Virtues, (New York: Touchstoon, 2004), p.201

25 Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak, Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2005), h.200 26 Ibid, h.207 27 Ibid, h.223 28 Ibid, h.260 29 Ibid, h.237 30 Ibid, h.277 31 Ibid, h.269 32 Ibid, h.265 33 Ibid, h.249

34 Hetherington, E.M & Parke, R.D., Child Psychology, (Tuas Basin Lik: McGraw-Hill Book

Company, 1986), h.344

35 Suyadi, Membangun Karakter Anak dengan Metode Kisah Qur’ani, Jurnal PGMI Al-bidayah, Vol.2

No.2, Tahun 2010, 289-306

Daftar Pustaka

Danandjaja, James, Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain, Jakarta: Grafiti, 2007.

Dimerman, Character is the Key: How to Unlock the Best in Our Children and Ourselves, Canada: John Wiley & Sons, 2009.

Fitri, A.Z., Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Hetherington, E.M & Parke, R.D., Child Psychology, Tuas Basin Lik: McGraw-Hill Book Company, 1986.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam UMY, 2007.

Izfanna, Duna & Hisyam, N. A., A Comprehensive Approach in Developing Akhlaq. Diambil pada tanggal 25 November 2012, dari http://search.proquest.com

Lickona, Character Maters, How To Help Our Children Develop Good Judgement, Integrity,

And Other Essential Virtues, New York: Touchstoon, 2004.

Lickona, Thomas, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

(14)

Majid, Abdul & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2011.

Majid, Abdul, Mendidik Dengan Cerita, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.

Muslich, Masnur, Pendidikan Karakter Menjawab Tangtangan Krisis Multidimendional, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.

Narwanti, Sri, Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai pembentuk Karakter dalam

Mata Pelajaran, Yogyakarta: Familia Grup Relasi Inti Media, 2011.

Nurgiyantoro, Burhan, Sastra Anak, Pengantar Pemahaman Dunia Anak, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005.

Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, New Jersey: Merrill Prentice Hall, 2003.

Pusat Kurikulum, Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman

Sekolah, Jakarta: Puskur, 2010.

Raharjo, S.B., Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia, Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.16 No.3.

Sit, Masganti, Mengajarkan Kejujuran pada Anak Usia Dini. Jurnal pendidikan dan

kebudayaan, Vol.15 No.2, Tahun 2009.

Suyadi, Membangun Karakter Anak dengan Metode Kisah Qur’ani, Jurnal PGMI

Al-Bidayah, Vol.2 No.2, Tahun 2010.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003

Wibowo, Agus, Pendidikan Karakter Usia Dini, .Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Zuchdi, Darmiyati, Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Kultur

(15)

METAKOGNISI DALAM PEMBELAJARAN RA

Fu`ad Arif Noor

Dosen Tetap STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta Email: fuad.arif.noor@ gmail.com

Abstract

Based on the study, children 3 years old have the ability to organize his thoughts. Ability is called metacognitive, ie a cognitive awareness of itself, how cognitive work and how to set it. Metacognition relates to how a person uses his mind and is the highest cognitive processes and sophisticated. The expression "knowing what you know and what you do not know" is one example of a statement that explains the process of metacognition in the regulation of learning. Metacognition has two components, namely: (1) knowledge, which is the process of learning can be true or false, while the knowledge of one's self to survive long enough to change. For example, students can make a mistake in his thinking process, because he was taking enough time to prepare for the replay. (2) skill, the ability of a person to control their own cognitive skills, as metacognition in problem solving activity which is an activity plan, monitor, and reflect, including in metacognitive activities by students and teachers. Metacognition in learning activities by students and teachers consists of: (1) The process of planning, required students to predict what will be learned, how it is controlled and image problem than the problem being studied and planned the right way to solve a problem. (2) The process of monitoring, students need to ask yourself questions like "what am I doing ?, what is the significance of this problem ?, how I should solve it ?, and why I do not understand about this?". (3) The process of assessing / evaluation, students make a reflection to figure out how a skill, values and a knowledge mastered by the student. Why the students easy / hard to master, and what actions / improvements to be made.

Keywords: Metacognition, Learning, Child RA

Abstrak

Berdasarkan penelitian, anak 3 tahun memiliki kemampuan untuk mengatur pikirannya. Kemampuan inilah yang disebut metakognitif, yaitu suatu kesadaran tentang kognitif itu sendiri, bagaimana kognitif bekerja serta bagaimana mengaturnya.Metakognisi berhubungan dengan bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih. Pernyataan“mengetahui apa yang kamu ketahui dan apa yang tidak kamu ketahui” merupakan salah satu contohpernyataan yang menerangkan proses meta kognisi dalam regulasi pembelajaran. Metakognisi mempunyai dua komponen yaitu: 1) Pengetahuan,yang merupakanproses belajar dapat benar atau salah, sedangkan pengetahuan diri seseorang cukup lama bertahan untuk berubah. Misalnya, siswa dapat membuat kekeliruan dalam proses berpikirnya, karena ia merasa meluangkan cukup waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan. 2) Ketrampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan keterampilan kognitifnya sendiri, sebagai aktivitas metakognisi dalam memecahkan masalah yang merupakan aktivitas merencanakan, memantau, dan merefleksi, termasuk dalam aktivitas meta kognisi oleh siswa dan guru.

(16)

Aktivitas metakognisi dalam pembelajarannya oleh siswa dan guru terdiri dari: 1) Proses merencanakan, diperlukan siswa untuk meramal apakah yang akan dipelajari, bagaimana masalah itu dikuasai dan kesan daripada masalah yang dipelajari, dan merencanakan cara tepat untuk memecahkan suatu masalah. 2) Proses memantau, siswa perlu mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti “apa yang saya lakukan?, apa makna dari soal ini?, bagaimana saya harus memecahkannya?, dan mengapa saya tidak memahami soal ini?” 3) Proses menilai/evaluasi, siswa membuat refleksi untuk mengetahui bagaimana suatu kemahiran, nilai dan suatu pengetahuan yang dikuasai oleh siswa tersebut. Mengapa siswa tersebut mudah/sulit untuk menguasainya, dan apa tindakan/perbaikan yang harus dilakukan. Kata Kunci : Metakognisi, Pembelajaran, Anak RA.

Pendahuluan

Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan seseorang mengenai proses berpikiryang merupakan persepektif pribadi dari kemampuan orang lain. Pengalaman metakognisi adalah pengalaman kognisi atau afektif yang menyertai dan berhubungan dengan semua kegiatan kognitif. Dengan kata lain, pengalaman metakognisi adalah pertimbangan secara sadar dari pengalaman intelektual yang menyertai kegagalan atau kesuksesan dalam pelajaran.Tujuan atau tugas mengacu pada tujuan berpikir seperti membaca dan memahami suatu bagian untuk kuis mendatang, yang akan mencetuskan penggunaan pengetahuan metakognisi dan mendorong kepengalaman meta kognisi baru. Tindakan atau strategi menunjuk berpikir atau perilaku yang khusus yang digunakan untuk melaksanakannya, yang dapat membantu untuk mencapai tujuan.

Ketika seseorang mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses kognitifnya sendiri,mengetahui tugas-tugas mana saja yang dianggap berat atau mudah dan mengetahui apa yang diketahui, berarti seseorang tersebu ttelah menguasai metakognisinya. Metakognisi merupakan suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga, apa yang dilakukan dapat terkontrol secara optimal. Seseorang dengan kemampuan seperti ini dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan dalam setiap langkah yang dikerjakan senantiasa muncul pertanyaan apa yang dikerjakan?, mengapa mengerjakan ini?, hal apa yang bisa membantu dalam memecahkan masalah ini?.

Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehinggapemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini, menunjukkan bahwa pengetahuan kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dan regulasi kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognitifnya secara efektif. Sehingga uraian makalah ini akan membahas metakognisi dalam pembelajaran.

Metakognisi dalam Pembelajaran RA (Raudlatul Athfal) Pengertian Metakognisi

(17)

Istilah metakognisi (metacognition) pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976. Metakognisi terdiri dari imbuhan “meta” dan “kognisi”. “Meta” merupakan awalan untuk kognisi yang artinya “sesudah ”kognisi. Penambahan awalan“meta” pada kognisi untuk merefleksikan ide bahwa metakognisi di artikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang pengetahuan atauberpikir tentang berpikir.1 Laurens mengemukakan fungsi dari kognisi adalah untuk memecahkan masalah sedangkan fungsi dari metakognisi adalah untuk mengarahkan pemikiran seseorang dalam memecahkan suatu masalah.2

Matlin menjelaskan “metacognition is our knowledge, awareness, and control of our

cognitive procces”:metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran danpengontrolanseseorang terhadap proses kognitifnya yang terjadi pada diri sendiri, bahkan metakognisi juga sangat penting karena pengetahuan tentang proses kognisi dapat membantu seseorang dalam menyeleksi strategi–strategi pemecahan masalah.3 Sedangkan menurut McDevitt dan Ormrod “ the term metacognition refers both to the knowledge that peoplehave about their own

cognitive processes and to the intentional use of certain cognitive processes to improve learning and memory”.4 Maksudnya, pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya dan

sengaja digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dan ingatan.

Metakognisi berhubungan dengan bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih. Pernyataan” mengetahui apa yang kamu ketahui dan apa yang tidak kamu ketahui”,5 merupakan salah satu contoh

pernyataan yang menerangkan proses metakognisi.

Wellman menyatakan bahwa “meta cognition is a form of cognition,a second or

higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a person’s cognition about cognition”.6

Meta kognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir duatingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri.

Pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para pakar diatas sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pada pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Metakognisi ini memiliki arti yang sangat penting, karena pengetahuan tentang proses kognisi sendiri dapat memandu dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif dimasa datang. Sedangkan metakognisi pada makalah ini adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya.

Komponen Metakognisi

Menurut Flavell kemampuan seseorang untuk memantau berbagai macam aktivitas kognisinya dilakukan melalui aksi dan interaksi antara 4 komponen yaitu: 1) Pengetahuan

(18)

metakognisi (metacognitive knowledge), 2) Pengalaman metakognisi (metacognitive

experience), 3) Tujuan atau tugas-tugas (goals ortasks), 4) Aksi atau strategi (actions or strategies).7

Desoete menyatakan bahwa metakognisi mempunyai dua komponen yaitu: 1) pengetahuan meta kognisi, (2) ketrampilan meta kognisi. Sedangkan menurut Huitt juga berpendapat ada dua komponen metakognisi dalam pembelajaran yaitu apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, dalam regulasi pembelajaran.8

Berdasarkan pendapat para ahli tentang komponen metakognisi di atas, maka komponen yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah pengetahuan metakognisi dan keterampilan metakognisi:

Pengetahuan Metakognisi (metacognitive knowledge)

Pengetahuan metakognisi mengacu pada pengetahuan umum tentang bagaimana manusia belajar dan memproses informasi, seperti halnya pengetahuan individu mengenai proses memecahkan masalah. Veenman, menyatakan bahwa: “Metacognitve knowledge abut

our learning processes can becorrector incorrect, and this self-knowledgemay be quite resistant to change. For instance, a student may incorrectly think that (s)he invested enough time in preparation for math exams so hard to pas….”. Such misattribution spreven tstudents from amending their self- knowledge”.9

Pengetahuan metakognisi merupakan proses belajar dapat benar atau salah, sedangkan pengetahuan diri seseorang cukup lamabertahan untuk berubah. Misalnya, siswa dapat membuat kekeliruhan dalam proses berpikirnya, karena ia merasa meluangkan cukup waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Namun, kenyataannya ia berkali-kaligagal,sehingga ia beranggapan bahwa guru membuat soal yang demikian sulit untuk diketahuinya. Karenaitu, kesalahan proses berpikir yang dilakukan oleh siswa akan menghambat siswa untuk memperbaiki pengetahuan diri.

Menurut John Flavell, pengetahuan metakognisi secara umum dapat dibedakan menjadi 3 (Tiga) variabel, yaitu: 1) variabel individu, yang mencakup pengetahuan tentang persons,manusia (dirisen diri dan juga orang lain) memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses. Dalam variabel individu ini tercakuppulapengetahuan bahwa Seseorang itu lebih paham dalam suatubidang dan lemah dibidang lain. Demikian juga pengetahuantentang perbedaan kemampuan anda dengan orang lain, 2) variabel tugas, mencakup pengetahuantentangtugas- tugas(task), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan seseorang lebihsulit atau lebih mudah dalam memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas. Misalnya, semakin banyak waktuyang saya luangkan untuk memecahkan suatu masalah, semakin baiksaya mengerjakannya; sekiranya materi pembelajaran yang disampaikan guru sukar dan tidak akan diulangilagi, maka saya harus lebih konsentrasi dan mendengarkan keterangan guru dengan

(19)

seksama, 3) variabel strategi, mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan.10

Adkins menyatakan bahwa metakognisi berkaitan dengan ketiga tipe pengetahuan yaitu: (1) pengetahuan deklaratif, (2) pengetahuan prosedural (3) pengetahuan kondisional dalam pembelajaran. Pendapat ini juga diperkuat oleh para ahli lainnya, Crose, Paris dan Jacobs dalam Usman menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi berkaitan dengan ketiga tipe pengetahuan yang sama tersebut.11

Pengetahuan deklaratif mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-konsep yang dimiliki seseorang atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan perhatiannya dalam memecahkan masalah. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana melakukan langkah-langkah atau strategi- strategi dalam suatu proses pemecahan masalah. Pengetahuan kondisional mengacu pada kesadaran seseorang akan kondisi yang mempengaruhi dirinya dalam memecahkan masalah yaitu: kapan suatu strategi seharusnya diterapkan, mengapa menerapkan suatu strategi dan kapan strategi tersebut digunakan dalam memecahkan masalah.

Gamma dalam Usman menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang, berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan atau dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa sengaja yang secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu.12

Berdasarkan beberapa para ahli tentang pengetahuan metakognisi, maka pengetahuan metakognisi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kesadaran berpikir seseorang (peserta didik) tentang proses berpikirnya sendiri yang terdiri dari pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, pengetahuan kondisional dalam memecahkan masalah.

Keterampilan Metakognisi

Desoete menggambarkan keterampilan metakognisi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan keterampilan kognitifnya sendiri. Desoete dalam Usman menyatakan ada empat komponen dalam keterampilan metakognisi, yaitu: 1)

Orientation or prospective prediction skills guarantee working slowly when exercises a renew or complex and working fastwith easy or familiar tasks. 2) Planning skills make children thank in aduance of how, when and why to actinorderto obtaim their porpuse through a sequence of sub goals leading to the main problem goal. 3) Monitoring skills are the on-line, self-regulated control of used cognitive strategies through concurrent verbalizations during the actual performance ,in order to identify problems and to modify plans. 4) Evaluation skillscanbedefinedas theretrospective(oroff-line) verbalizations after the event has transpired, where chidren look at what strategies where used and whether or not they led to adesired result.13

(20)

Orientasi atau keterampilan prediksi berkaitan dengan aktivitas seseorang melakukan pekerjaan secara lambat, bila permasalahan (tugas) itu baru atau kompleks dan melakukan suatu pekerjaan cepat, bila permasalahan (tugas) itu mudah atau sudah dikenal. Keterampilan perencanaan mengacu pada kegiatan berpikir awal seseorang tentang bagaimana, kapan dan mengapa melakukan tindakan guna mencapai tujuan melalui serangkaian tujuan khusus menuju pada tujuan utama permasalahan. Keterampilan monitoring mengacu pada kegiatan pengawasan seseorang terhadap strategi kognitif yang digunakannya selama proses pemecahan masalah guna mengenali masalah dan memodifikasi rencana. Sedangkan keterampilan evaluasi dapat didefinisikan sebagai verbalisasi mundur yang dilakukannya setelah kejadian berlangsung, dimana seseorang melihat kembali strategi yang telah ia gunakan dan apakah strategi tersebut mengarahkannya pada hasil yang diinginkan atau tidak.

Keterampilan metakognisi yang dikemukakan olehkaune sebagai aktivitas metakognisi dalam memecahkan masalah sebagai “The three activities planning,

monitoring, and reflection are main categories…. That includes metacognitive activities of learners and teacher”.14 Maksudnya, aktivitas merencanakan, memantau, dan refleksi termasuk dalam aktivitas metakognisi oleh siswa dan guru.

Proses merencanakan. Pada proses ini diperlukan siswa untuk meramal apakah yangakan dipelajari, bagaimana masalah itu dikuasai dan kesan dari pada masalah yang dipelajari, dan merencanakan cara tepat untuk memecahkan suatu masalah.

Proses memantau. Pada proses ini siswa perlu mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti “apa yang saya lakukan?, apa makna dari soal ini?, bagaimana saya harus memecahkannya? dan mengapa saya tidak memahami soal ini?”

Proses menilai/evaluasi. Pada proses ini siswa membuat refleksi untuk mengetahuibagaimana suatu kemahiran, nilai dan suatu pengetahuan yang dikuasai oleh siswa tersebut. Mengapa siswa tersebut mudah/sulit untuk menguasainya, dan apa tindakan/perbaikan yang harus dilakukan.

Menurut Nort Central Regional Educational Laboratory (NCREL): “Metacognition

consist of three basic elements: 1) Develoving a plan of action, 2) Maintaining (monitoring the plan, 3) Evaluating the plan. Before-when you are developing the plan of action,ask your self: a) What in my prior knowledge will helpme with this particular task? b) In what direction do I want my thinking to take me? c) What should I do first? d) Why amI reading this selection? e) How much time do I have to complete the task? During-When you are maintaining/monitoring the plan of action, ask your self: a) How am I doing? b) Am I on the right track? c) How should I proceed? d) What information is important to remember? e) Should I move in a defferent direction? f) Should adjust the pacedepending on the difficulty? g) What do I need to do if I do not understand? After-in When you are evaluating the plan of action ask yourself: a) How well did I do? b) Did my particular course of thinking produce

(21)

apply this line ofthinking to other problems? e) Do I need to go back through the task to fillinany “blanks” in my understanding?15

NCREL mengemukakan tiga hal komponen dasar dalam meta kognisi yang secara khusus digunakan dalam menghadapi suatu masalahatau tugas yaitu: 1) mengembangkan rencana tindakan, 2) mengatur/memonitoring rencanatindakan, 3) mengevaluasi rencana tindakan. Selanjutnya NCREL memberikan petunjukuntuk melaksanakan ketiga komponen: Sebelum-siswa mengembangkan rencana tindakan perlu menanyakan kepada dirinya sendiri tentang hal-hal berikut: a) Pengetahuan awal apa yang membantu dalam memecahkan tugas ini? b) Petunjuk apa yang digunakan dalamberpikir? c) Apa yang pertama saya lakukan? d) Mengapa saya membaca pilihan (bagian) ini? e) Berapa lama saya mengerjakan tugas ini secara lengkap? Selama-siswa merencanakan tindakan perlu mengatur/memonitoring dengan menanyakan pada dirinya sendiri tentang hal berikut? a) Bagaimana saya melakukannya? b) Apakah saya berada pada jalur yang benar? c) Bagaimanasayameneruskannya? d) Informasi apa yang penting untuk diingat? e) Apakah saya perlu pindah pada petunjuk lain? f) Haruskah saya mengatur langkah–langkah yang sesuai dengan kesulitan? g) Apa yang harus saya lakukan jika saya tidak mengerti? Setelah-siswa selesai melaksanakan rencana tugas, siswa akan melakukan evaluasi yaitu: a) Seberapa baik saya melakukannya? b) Apakah saya memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang saya pikirkan? c) Apakah saya dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda? d) Apakah saya perlu kembali pada tugas itu untuk mengisi kekurangan pada ingatan saya?

Berdasarkan pendapat tentang keterampilan metakognisi yang dikemukakan para ahli, maka yang dimaksud keterampilan meta kognisi dalam tulisan ini adalah keterampilan berpikir seseorang untuk menyadari proses berpikirnya sendiri yang berkaitan dengan keterampilan perencanaan, monitoring dan evaluasi dalam memecahkan masalah. Keterampilan perencanaan adalah kegiatan berpikir awal seseorang tentang, bagaimana,kapan dan mengapa melakukan tindakan guna mencapai tujuan utama permasalahan. Keterampilan monitoring adalah kegiatan pengawasan seseorang terhadap strategi kognitif yang dipergunakannya selama memecahkan masalah, guna mengenali masalah dan memodifikasi rencana. Sedangkan keterampilan evaluasi didefinisikan sebagai pengecekan seseorang melihat kembali strategi yang telah digunakan dan apakah strategi tersebut mengarahkannya pada hasil yang diinginkan atau tidak.

Implementasi Metakognisi dalam pembelajaran RA

Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan yang di dalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas, sebagai berikut: a) mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar, b) mengidentifikasi kelebihan dan

(22)

kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar, c) menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide yang baru, d) mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber belajar, e) memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar, f) memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok, g) belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu, h) belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu, i) memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.16

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn maka hasil optimal akan mudah dicapai.Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar, maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif.

Guru sebagai sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, mempunyai tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi pembelajar. Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalalui kegiatan belajar dan pembelajaran, adalah sebagai berikut: a) membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan: 1) mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan berpikirnya, 2) membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif, 3) meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelejari, 4) membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya, dan 5) menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan keterampilan dari suatu situasi ke situasi yang lain; b) membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui: 1) pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri. Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan dengan: (a) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri (visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif), (b) memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan, mengelola waktu, dan memecahkan masalah), (c) memanfaatkan lingkungan belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasan, praktik di laboratorium, belajar kelompok, dan seterusnya), 2) mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif. Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan: (a) meningkatkan rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (b) mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar, 3) mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis. Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkhis dikembangkan dengan: (a) membuat keputusan dan memecahkan masalah dan (b)

(23)

memadukan dan menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru, dan 4) mengembangkan kebiasaan untuk bertanya. Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan: (a) mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung; (b) membangkitkan minat dan motivasi; dan (c) memusatkan perhatian dan daya ingat.17

Pengembangan metakognisi pembelajar dapat pula dilakukan dengan aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit

Kesimpulan

Perkembangan yang optimal pada segala aspek merupakan faktor kesuksesan seorang anak kedepan. Pola pengasuhan dan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, guru dan lingkungan akan berpengaruh terhadap kualitas anak. Dengan tanpa mengabaikan aspek lain, perkembangan kognitif menjadi salah satu fokus penting selain perkembangan fisik pada masa anak-anak.

Seiring dengan peningkatan kemampuan kognitif, anak mulai menyadari bahwa pikiran terpisah dari objek atau tindakan seseorang. Anak sudah dapat mulai mengatur pikirannya dalam bentuk yang sederhana. Berdasarkan penelitian Flavel, anak 3 tahun memiliki kemampuan untuk mengatur pikirannya. Kemampuan inilah yang disebut metakognitif, yaitu suatu kesadaran tentang kognitif itu sendiri, bagaimana kognitif bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”.

Siswa dapat menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga tahap berikuti, yaitu: merancang apa yang hendak dipelajari; memantau perkembangan diri dalam belajar; dan menilai apa yang dipelajari. Strategi metakognitif dapat digunakan untuk setiap pembelajaran bidang studi apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan mereka agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikir dalam pembelajaran.

Untuk meningkatkan kemampuan metakognitif siswa, guru dapat merancang pembelajaran berkaitan dengan kemampuan metakognitif tetapi secara infuse (tambahan) dalam pembelajaran atau bukan merupakan pembelajaran yang terpisah.

Catatan Akhir

1 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Anak Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.132 2 Anis Fauziana, Identifikasi Karakteristik Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah di

KelasVIII-F SMPN 1 Gresik, Skripsi, Tidak dipublikasikan, (Surabaya: UNESA, 2008), h.18

3 Ibid, h.18

4 Desmita, Opcit, h.132 5http://www.homestead.com

6 Usman Mulbar, Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah pada Pembelajaran, Makalah,

(24)

7 Theresia Kriswianti N, Profil Metakognisi Siswa Kelas Akselerasi dan Non Akselerasi SMA dalam

Memecahkan Masalah Ditinjau dari Perbedaan Gender, Disertasi, tidak dipublikasikan, (Surabaya: UNESA, 2008), h.21 8 Ibid, h.15 9 Usman, Opcit, h.24 10 Desmita, Opcit, h.134 11 Usman, Opcit, h.25 12 Ibid, h.26 13 Ibid, h.27

14 Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence, (Bandung:

Ar-Ruzmedia, 2007), h.59

15 (http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/atrisk/at71k5.html) 16 Taccasu Project, Metacognition, Tersedia pada laman:

http://www.careers.hku.hk/taccasu/ref/metacogn.htm, diakses pada Kamis 17 Desember 2015, h. 89

17 Ibid

Daftar Pustaka

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Anak Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.132

Fauziana, Anis, Identifikasi Karakteristik Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah di KelasVIII-F SMPN 1 Gresik, Skripsi, Tidak dipublikasikan, (Surabaya: UNESA, 2008), h.18

http://www.homestead.com

http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/atrisk/at71k5.html

Kriswianti N, Theresia, Profil Metakognisi Siswa Kelas Akselerasi dan Non Akselerasi SMA dalam Memecahkan Masalah Ditinjau dari Perbedaan Gender, Disertasi, tidak dipublikasikan, (Surabaya: UNESA, 2008), h.21

Masykur, Moch. dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence, (Bandung: Ar-Ruzmedia, 2007), h.59

Mulbar, Usman, Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah pada Pembelajaran,

Makalah, disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan di IAIN Sunan Ampel

Surabaya, tanggal 24 Mei 2008, h.14

Project, Taccasu, Metacognition, Tersedia pada laman:

http://www.careers.hku.hk/taccasu/ref/metacogn.htm, diakses pada Kamis 17 Desember 2015, h. 89

(25)

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM PAUD

Hasbullah

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Email: hasbullahiainbanten@g mail.com

Abstract

Early childhood education is a development effort which intended for early childhood, implemented by providing a stimulus to help growth and development of the physical and spiritual. Learning model in Early Childhood Education is thematic and implemented integratively, so learning in Early Childhood Education cannot be done with single model. The Early Childhood Education curriculum can be classified into five learning programs namely religious study and noble character, social study and personality, science and technology, aesthetics, and physical education.

Keywords: Curriculum, Model, Early Childhood Education

Abstrak

Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan pada anak anak usia dini, yang dilaksanakan melalui pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Model pemebalajaran di PAUD bersifat tematis yang dilakukan secara integratif, maka pemebalajaran di PAUD tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal. Muatan kurikulum PAUD dapat dikelompokan dalam lima cakupan program pembelajaran yaitu pembelajaran agama dan akhlak mulia, pembelajaran social dan kepribadian, pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pembelajaran estetika, pembelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.

Kata Kunci: Kurikulum, Model, PAUD

Pendahuluan

Kesadaran akan kebutuhan pendidikan kini cenderung meningkat. Pendidikan secara universal dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai nilai sosial budaya yang diyakini oleh sekelompok masyarakat agar dapat mempertahankan hidup dan kehidupan secara layak.

Sarana utama untuk membangun harkat, martabat dan derajat manusia adalah melalui jalur pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian,

(26)

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Salah satu komponen oprasional pendidikan sebagi suatu system adalah materi. Materi pendidikan adalah semua bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu system institusional pendidikan. Materi pendidikan ini lebih dikenal dengan istilah kurikulum, sedangkan kurikulum menunjuk kepada materi yang sebelumnya telah disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pada hakekatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptkan generasi yang berkualitas masyarakat sangat mengharapkan adanya pendidikan yang memadai untuk putra putrinya terlebih pada saat mereka masih berada dalam tataran usia dini.

Dewasa ini, isu hangat dalam dunia pendidikan adalah tentang penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia dini (PAUD). Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 20 tahun 2003, maka sistem pendidikan di Indonesia sekarang terdidri dari Pendidikan anak usia dini , Pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. PAUD diselenggrakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak kanak (TK) Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur non formal berbentuk kelompok bermain (KOBER) taman penitipan kanak kanak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga dan yang diselenggrakan oleh lingkungan masyarakat dimana ia tinggal.2

Hakikat Anak Usia Dini

Usia dini adalah masa keemasan anak yang juga tahap keemasan dari keseluruhan pendidikan setiap orang masa ini adalah masa terbaik untuk mengoptimalkan fungsi otak anak dengan memberikan stimulasi yang sesuai . karena itu pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan pada anak anak usia dini, yang dilaksanakan melalui pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani mereka agar mereka memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan dasar dan kehidupan berikutnya.

Masa ini saat yang sangat tepat untuk meletakan dasar dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa ,social emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai nilai agama, serta kecakapan hidup yang diberikan secara terintegrasi dalam pelaksanaan pendidikan.3

Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai.

Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar di sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini ditandai oleh

(27)

berbagai periode penting yang fundamental dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the golden age atau periode keemasan.

Prinsip prinsip Pembelajaran PAUD

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAUD meliputi: 1) Berorientasi pada perkembangan anak. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran, guru perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, maka perlu memperhatikan perbedaan anak. 2) Bermain sambil belajar. Bermain adalah keinginan anak secara alamiah. Mainan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Kadang kadang anak anak lebih mementingkan bermain daripada makan dan minum, maka seorang guru PAUD harus dapat mengarahkan anak kepermainan yang dapat meningkatkan perkembangan intelek (Kognitif) dan juga memilih permaian yang mengarah ke psikomotor. Bermain merupakan penedekatan dalam melaksanakan pembelajaran PAUD. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukandalam situasi yang menyenangkan dan menggunakan strategi/ bahan yang menarik serta mudah diikuti anak. 3) Lingkungan Kondusif. Lingkungan pemeblajaran harus diciptakan sedemikan menarik dan menyenagkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkunaga sekolah baik didalam maupun diluar kelas. Lingkunag belajar hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai nilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai nilai yamng dipelajari dirumah dan disekoalh ataupun dilingkungan sekitar, seorang guru PAUD harus peka terhadap karakteristik budaya masing masing anak. 4) Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Setiap kegaiatan untuk menstimulasi perkembanagan potensi anak perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, anatara lain lingkungan alam sekitar atau bahan yang dibuat yang disiapkan oleh guru.

Model Pembelajaran PAUD

Model pembelajaran adalah langkah-langkah pemebelajaran dengan memperhatikan karakteristik anak dan kompetensi yang akan dicapai, interaksi dalam proses pembelajaran, alat/media, dan penilaian. Karena model pemebalajaran di PAUD bersifat tematis yang dilakukan secara integrative, maka pemebalajaran di PAUD tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal, pembelajaran yang dikenalkan di PAUD adalah yang bersifat paduan (integral). Ada banyak model yang dapat digunakan diantaranya: 1) Model keterhubungan (connected). Pembelajaran yang dilakukan mengaitkan satu pokok bahasan dengan satu pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya,mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan lainnya. kelebihan dari konsep ini adalah konsep utama saling terhubung mengarah pada pengulangan dengan konsep lain. Kelemahannya disiplin disiplin ilmu tidak berkaitan konten tetap pada disiplin ilmu. 2) Model jaring laba laba.

(28)

Model jaring laba laba adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan penedekatan tematik, pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu

Struktur Kurikulum PAUD

Menurut Soemiarti dalam Anita Kurikulum adalah suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis. khusus yang berkaitan dengan PAUD. Ia mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh usaha / kegiatan sekolah untuk merangsang anak supaya belajar dalam rangka pengembangan seluruh aspek yang ada pada dirinya baik didalam maupun diluar kelas serta lingkungannya.4

Dari batasan ini dapat dikemukakan bahwa semua upaya yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan anak tertuang dalam kurikulum. Ini berarti dari kurikulum dapat diketahui gambaran pengalaman belajar apa yang akan diperoleh anak.

Ruang Lingkup kurikulum PAUD meliputi: 1) Program kegiatan pembentukan prilaku yang meliputi penegembangan moral dan agama, pengembangan sosial dan emosional, dan keterampilan hidup; 2) Program kegiatan pengembangan kemampuan dasar, yang meliputi: pengembangan kognitif, pengembangan bahasa, pengembangan motorik, dan penegembangan seni.

Tabel 1.

Perbandingan Menu Kurikulum PAUD

Tahun Usia Perkembangan Menu-Menu

2002 0 – 1 Tahun

1 – 2 Tahun 2 – 3 Tahun 3 – 4 Tahun 5 – 6 Tahun

Moral dan nilai nilai agama Fisik Bahasa Kognitif Sosial Emosional Seni 2006 0 – 1 Tahun 1 – 2 Tahun 2 – 3 Tahun 3 – 4 Tahun 5 – 6 Tahun Fisik Bahasa Kognitif Seni

Moral dan Nilai nilai agama Social dan emosional

Kemandirian 2009 0-3 bulan 1-2 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan 1-2 tahun 2-3 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun

Agama dan moral Motorik kasar Motorik halus Bahasa Kognitif Social emosional Seni Ketempilan hidup

Gambar

Tabel 1.2  Kegiatan Sains

Referensi

Dokumen terkait

RIAT PRO=INSI SULAWESI TENGA4 BULAN : $ Januari s/d 1 D!s!"#!r $01% BULAN : $ Januari s/d 1 D!s!"#!r

Alasan survey dilakukan pada siswa kelas tiga adalah (1) untuk mengetahui karakteristik empati siswa pelaku bullying, sehingga dapat dikembangkan kemampuan

Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh deskripsi tentang wujud alih kode dan campur kode, faktor yang melatarbelakangi pemilihan alih kode

16 Peneliti mengumpulkan data yang berupa tulisan ataupun hasil wawancara dari orang-orang terkait untuk mendapatkan data tentang penggunaan metode pembiasaan

pakan alami bagi ternak sangat mendukung untuk pengembangan ternak berkaki empat ini. Hasil analisis dengan pendekatan AHP dalam struktur hierarki arahan kebijakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II, maka penelitian tentang peran orang tua dalam perkembangan bahasa

Objek-objek penelitian yang berasal dari data berupa percakapan telepon di radio dalam acara HR dianalisis dengan teori pragmatik dengan spesifikasi pada prinsip kerja sama,

Penelitian tentang nyeri dan kualitas hidup masih sedikit di Palembang maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi intensitas nyeri dengan