• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 25 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 25 TAHUN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 25 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KABUPATEN SIMEULUE

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI SIMEULUE,

Menimbang :a. bahwa keselamatan jiwa dan harta benda masyarakat pengguna lingkungan bangunan dan bangunan gedung di Kabupaten harus menjadi pertimbangan utama khususnya mengenai perlindungan terhadap bahaya kebakaran, agar dapat melakukan kegiatannya, dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidupnya;

b. bahwa perlindungan terhadap ancaman bahaya kebakaran merupakan nilai tambah yang sangat penting bagi suatu daerah secara keseluruhan atau lingkungan bangunan dan bangunan gedung individu sehingga diharapkan dapat memberikan rasa aman, nyaman bagi segenap pelaku kegiatan pembangunan;

c. bahwa untuk lebih berdaya gunanya kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang berbasis pada lingkungan bangunan dan bangunan gedung secara berkesinambungan, diperlukan adanya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kabupaten Simeulue;

Mengingat : 1. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie Staatsblad

1926 Nomor 226 sebagaimana telah diubah beberapa kali,

terakhir dengan Staatblad 1940 Nomor 450);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 176, Tambahan lembaran Negara RI Nomor 3897);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung;

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Layak Fungsi Bangunan Gedung;

14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;

15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung;

16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran;

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang Pemerintahan Dalam Negeri;

19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan;

(3)

20. Qanun Kabupaten Simeulue Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Pertama Atas Qanun Kabupaten Simeulue Nomor 5 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Tempat Usaha (Lembaran Daerah Kabupaten Simeulue Tahun 2009 Nomor 5);

21. Qanun Kabupaten Simeulue Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 2 Kabupaten Simeulue);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KABUPATEN SIMEULUE

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Simeulue.

2. Bupati adalah Bupati Simeulue.

3. Badan adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD yang bertanggungjawab dalam bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lainnya. 4. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran yang selanjutnya

disingkat RISPK adalah pedoman yang harus digunakan untuk penanganan bahaya kebakaran dalam kurun waktu 10 tahun kedepan yang terintegrasi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku dan terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran (RSCK) dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran (RSPK) di Kabupaten. 5. Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran yang selanjutnya disingkat

RSCK adalah rencana yang memuat berbagai kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan pemeriksaan keandalan lingkungan bangunan dan bangunan gedung terhadap kebakaran; kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat (pemberdayaan masyarakat); dan kegiatan penegakan hukum (norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM)).

6. Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran yang selanjutnya disingkat RSPK adalah rencana yang memuat berbagai kegiatan penanggulangan kebakaran yang terdiri dari kegiatan pemadaman kebakaran dan kegiatan penyelamatan jiwa serta harta benda.

7. Pencegahan kebakaran adalah berbagai kegiatan proteksi terhadap bahaya kebakaran yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kebakaran atau meminimalkan potensi terjadinya kebakaran. 8. Penanggulangan kebakaran adalah berbagai kegiatan proteksi

terhadap bahaya kebakaran yang bertujuan untuk dapat ditekannya semaksimal mungkin kerugian kebakaran termasuk korban jiwa dan luka-luka.

(4)

9. Proteksi Kebakaran adalah upaya melindungi/mengamankan bangunan gedung dan fasilitas lainnya terhadap bahaya kebakaran melalui penyediaan/pemasangan sistem, peralatan, dan kelengkapan lainnya baik bersifat aktif maupun pasif.

10. Resiko Kebakaran adalah tingkat kondisi/keadaan bahaya kebakaran yang terdapat pada suatu obyek tertentu yang ditentukan berdasarkan aktivitas/kondisi manusia serta bahan atau proses yang berlangsung didalamnya; dan merupakan resiko murni yang dapat dikendalikan (controllable risk)

11. Intansi Pemadam Kebakaran yang selanjutnya disebut IPK adalah instansi pemerintah kabupaten yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran, serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

12. Wilayah Manajemen Kebakaran yang selanjutnya disingkat WMK adalah pengelompokan hunian yang memiliki kesamaan kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang ditentukan secara alamiah ataupun buatan, WMK adalah juga batas wilayah layanan sebuah Instansi Pemadam Kebakaran (IPK) di Kabupaten.

13. Lingkungan bangunan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis dan merupakan kumpulan bangunan gedung yang berada dalam satu pengelolaan berdasarkan aspek fungsionalnya serta memiliki ciri tertentu, seperti : lingkungan perdagangan, industri, superblok, penampungan dan pengolahan bahan yang mempunyai resiko kebakaran, pelabuhan laut/udara dan atau pangkalan militer.

14. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, maupun untuk kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya.

15. Sarana Penyelamatan Jiwa adalah sarana yang terdapat pada bangunan yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa dari kebakaran dan bencana lain.

16. Akses bagi Pemadam Kebakaran adalah akses/jalan atau sarana lain yang terdapat pada bangunan gedung yang khusus disediakan untuk jalan masuk petugas dan unit pemadam ke dalam bangunan. 17. Bencana Lain adalah kejadian yang dapat merugikan jiwa dan atau harta benda selain kebakaran, antara lain bangunan runtuh, gempa bumi, banjir, genangan air, gangguan instalasi, keadaan darurat medis, kecelakaan transportasi, dan kebocoran/ polusi bahan berbahaya.

18. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simeulue yang mengatur rencana struktur pola tata ruang wilayah kabupaten. 19. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. 20. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP

adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

(5)

21. Sistem Ketahanan Kebakaran Lingkungan yang selanjutnya disingkat SKKL adalah suatu mekanisme untuk mendayagunakan seluruh komponen masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran sebuah komunitas/lingkungan.

22. Satuan Relawan Kebakaran yang selanjutnya disingkat Satlakar adalah organisasi sosial berbasis masyarakat yang bersifat nirlaba yang secara sukarela berpartisipasi mewujudkan keamanan lingkungan dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

23. Alat Pemadam Api Ringan yang selanjutnya disingkat APAR adalah alat berupa tabung yang diisi dengan media yang dapat mengatasi serta memadam kebakaran pada awal terjadinya api

24. Hydrant adalah koneksi di atas tanah yang menyediakan akses ke pasokan air untuk tujuan pertempuran pemadam kebakaran.

25. Perusahaan Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM adalah perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparat, eksekutif maupun legislatif daerah.

BAB II

MAKSUD DAN SASARAN RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN (RISPK)

Bagian Kesatu Maksud

Pasal 2

(1) Sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan skenario pengembangan yang dibutuhkan bagi kegiatan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

(2) Sebagai arahan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang fungsional sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(3) Sebagai upaya peningkatan komitmen pemerintah daerah, perencana, dan masyarakat dalam pemenuhan persyaratan keandalan kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung.

(4) Sebagai upaya peningkatan fungsi kelembagaan dinas/instansi yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung pada pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, termasuk didalamnya memuat jumlah ideal personil pemadam kebakaran, struktur organisasi, tupoksi, dan jenis pelatihan pemadaman kebakaran.

(5) Sebagai upaya peningkatan keefektivitasan pembangunan infrastruktur kota, pos dan mobil kebakaran, serta kelengkapannya sesuai dengan SNI/standar baku.

Bagian Kedua Sasaran

Pasal 3

(1) RISPK meliputi Kegiatan Pencegahan Kebakaran dan Kegiatan Penanggulangan Kebakaran

(2) Uraian lebih lanjut mengenai Kegiatan Pencegahan Kebakaran dan Kegiatan Penanggulangan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau SNI yang berlaku.

(6)

BAB III

WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN (WMK) Bagian Kesatu

Umum Pasal 4

(1) Wilayah Manajemen Kebakaran merupakan salah satu dasar pokok dalam perencanaan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

(2) Wilayah Manajemen Kebakaran dibentuk dengan mengelompokkan hunian yang memiliki kesamaan kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang ditentukan secara alamiah atau buatan. (3) Daerah layanan pemadam kebakaran dalam setiap Wilayah

Manajemen Kebakaran tidak melebihi jarak perjalanan 7,5 km (Travel Distance).

(4) Wilayah Manajemen Kebakaran harus mendapatkan perlindungan dari mobil pemadam kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.

(5) Wilayah yang berada diluar radius 7,5 km dikategorikan sebagai daerah yang tidak terlindung (Unprotected Area).

Bagian Kedua

Pembagian Wilayah Manajemen Kebakaran Pasal 5

(1) Pembagian Wilayah Manajemen Kebakaran di Kabupaten adalah sebanyak 3 WMK yang berada di Sinabang, Kampung Aie dan Sibigo.

(2) WMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikembangkan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun perencanaan.

(3) Daerah yang tidak terlindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal (4) ayat 5, pengembangannya akan dilakukan setelah 10 tahun perencanaan.

(4) Pembagian Wilayah Manajemen Kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (2) tercantum dalam lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Ketiga Waktu Tanggap

Pasal 6

(1) Waktu Tanggap (Respons Time) Instansi Pemadam Kebakaran terhadap pemberitahuan kebakaran adalah waktu perjalanan menuju lokasi kebakaran dan waktu menggelar sarana pemadam kebakaran sampai siap untuk melakukan pemadaman.

(2) Waktu Tanggap sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas waktu pengiriman pasokan air dan sarana pemadam kebakaran (Dispatch

Time).

(3) Waktu Tanggap sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) untuk masing-masing WMK di Kabupaten adalah tidak lebih dari 15 menit, yang terdiri atas:

(7)

a. Waktu dimulai sejak diterimanya pemberitahuan adanya kebakaran dan penyiapan pasukan serta sarana pemadaman; b. Waktu perjalanan dari pos pemadam terdekat menuju lokasi

kebakaran; dan

c. Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap operasi pemadaman.

Bagian Keempat Analisis Risiko Kebakaran

Pasal 7

(1) Tujuan penerapan analisis resiko kebakaran adalah untuk menentukan jumlah kebutuhan air yang diperlukan bagi keperluan pemadaman kebakaran di setiap WMK di Kabupaten.

(2) Jumlah kebutuhan air sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah jumlah pasokan air minimum (liter ) dan laju penerapan air yang dibutuhkan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun perencanaan. (3) Jumlah kebutuhan air di 3 WMK di Kabupaten tahun 2013

tercantum pada lampiran 2 yang tidak dapat terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

(4) Jumlah kebutuhan air sebagaimana dimaksud ayat (3) digunakan untuk menentukan jumlah prasarana dan sarana proteksi kebakaran.

BAB IV

PRASARANA DAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN Bagian Kesatu

Prasarana Proteksi Kebakaran Pasal 8

(1) Pasokan air untuk pemadaman kebakaran di Kabupaten diperoleh dari sumber alam.

(2) Sumber alam sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. sumber air baku Sungai meliputi:

a) Sungai Kuala Umo di Kecamatan Simeulue Timur; b) Sungai Labuah di Kecamatan Simeulue Timur; c) Sungai Tanjung Raya di Kecamatan Teluk Dalam; d) Sungai Along di Kecamatan Salang;

e) Sungai Salur Latun di Kecamatan Teupah Barat; f) Sungai Putra Jaya di Kecamatan Simeulue Tengah; g) Sungai Luan Sorip di Kecamatan Simeulue Tengah; b. sumber air baku mata air meliputi:

a) mata air Batu Ragi di Kecamatan Simeulue Barat; b) mata air Sembilan di Kecamatan Simeulue Barat; c) mata air Suak lamatan di Kecamatan Teupah Selatan; d) mata air Kolok di Kecamatan Simeulue Timur;

e) mata air Leubang Hulu di Kecamatan Teupah Barat; dan f) mata air Ana’o di Kecamatan Teupah Selatan.

c. Sumber air baku danau, meliputi:

a) Danau Mutiara Laut Tawar di Desa Bulu Hadek Kecamatan Teluk Dalam;

b) Danau Laulo Laut Tawar di Desa Amabaan Kecamatan Simeulue Barat;

(8)

c) Danau Tirama di Desa Buluhadek Kecamatan Teluk Dalam; dan

d) Danau Luan Boya di Desa Buluhadek Kecamatan Teluk Dalam.

d. pemanfatan air tanah dangkal dan artesis secara terkendali; e. memanfaatkan potensi air hujan; dan

f. pemanfaatan air laut.

(3) Untuk dapat mengoptimalkan pasokan air dari sumber alam sebagaimana dimaksud ayat (2), maka sumber alam tersebut harus dilengkapi dengan cara perpipaan, pembuatan bak penampungan dan sistem hidrant.

(4) Untuk dapat mengoptimalkan pasokan air untuk kebutuhan hidrant, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka sumber buatan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masing-masing hidran berkapasitas minimum 1000 liter/menit b. tekanan pompa hidran minimum 2 kg/cm2

c. diletakkan pada jalur jaringan perpipaan air bersih PDAM

Pasal 9

(1) Bahan pemadam bukan air diperlukan untuk mencegah kasus pemadaman dengan air yang justru menimbulkan pencemaran lingkungan karena air lariannya (Water Run Off) langsung mengalir ke saluran air kota.

(2) Penyediaan bahan pemadam bukan air sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diarahkan pada unit pemadam kebakaran pos, sektor, maupun wilayah.

Pasal 10

(1) Masing-masing WMK harus menentukan aksesibilitas untuk keperluan pemadaman kebakaran yang meliputi jalur masuk dan putar balik bagi aparat pemadam kebakaran.

(2) Untuk mengoptimalkan akses jalan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka dilakukan perbaikan pada berbagai kondisi alam sesuai dengan ketentuan standar konstruksi yang berlaku.

a. pada WMK 1, dilakukan penataan kawasan dan penertiban bangunan di sepanjang jalan akses.

b. pada WMK 2 dan WMK 3, dilakukan penataan akses menuju pusat pelayanan.

Pasal 11

(1) Hierarki Model Bangunan Unit Pemadam Kebakaran dimulai dari tingkat paling bawah, terdiri dari:

a. Pos Mini Pemadam Kebakaran;

b. Pos Sektor Pemadam Kebakaran;dan

c. Pos Komando atau Wilayah Pemadam Kebakaran.

(2) Bangunan unit pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di WMK 1, 2 dan 3 di Kabupaten dengan menyesuaikan antara kebutuhan masing-masing WMK dengan kapasitas bangunan unit pemadam kebakaran yang ada.

(3) Sebaran bangunan unit pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagai berikut.

a. 3 unit Pos Komando atau Wilayah Pemadam Kebakaran di WMK 1, 2 dan 3.

(9)

b. 13 (tiga belas) unit Pos Sektor Pemadam Kebakaran di WMK 1 berjumlah 5 (lima) pos sektor, WMK 2 berjumlah 4 (empat) sektor dan di WMK 3 berjumlah 4 (empat) sektor.

(4) Uraian lebih lanjut mengenai kapasitas bangunan unit pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau SNI yang berlaku.

(5) Sebaran bangunan unit pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (3) tercantum dalam lampiran 3 (Peta WMK dan Sebaran Pos Sektor) yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 12

(1) Unit bangunan markas komando sebagaimana dimaksud dalam Pasal (11) ayat (1) mencakup bangunan pusat perbengkelan sarana pemadam kebakaran.

(2) Bangunan pusat perbengkelan sarana pemadam kebakaran di Kabupaten akan berada di WMK 1 yaitu di kawasan kantor BPBD.

Bagian Kedua

Sarana Proteksi Kebakaran Pasal 13

(1) Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) tentang proteksi kebakaran disusun oleh Pemerintah Pusat dan diacu oleh Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Qanun Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran, Qanun RISPK, dan Qanun Bangunan Gedung.

(2) Terdapat 3 (tiga) buah SOP yang harus dimiliki oleh Pemadam Kebakaran di Kabupaten yaitu:

a. SOP Pemadaman Kebakaran dan Darurat lainnya;

b. SOP Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Bangunan; dan c. SOP Pencegahan dan Kesiapasiagaan.

Pasal 14

(1) Peralatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di Kabupaten terdiri dari :

a. Alat Ukur dan Alat Uji yang terkalibrasi; b. Alat Komunikasi;

c. Alat Transportasi; d. Alat Tulis;

e. Peralatan Teknik Operasional; dan

f. Kelengkapan Perorangan Personel Pemadam Kebakaran.

(2) Peralatan Teknik Operasional sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari:

a. Peralatan pendobrak antara lain: kapak, gergaji, dongkrak, linggis, spreader;

b. Peralatan pemadam, antara lain: pompa jinjing (Portable Pump) dan kelengkapannya;

c. Peralatan ventilasi, antara lain: blower jinjing (Portable Blower) dan kelengkapannya;

d. Peralatan penyelamat (Rescue), antara lain: sliding roll, davy

escape, fire blanket, alat pernafasan buatan, usungan.

(10)

(3) Kelengkapan perorangan personel pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : Pakaian dan sepatu tahan panas; Topi (helm tahan api); Alat pernafasan buatan jinjing (Self Contained Apparatus); dan Peralatan komunikasi perorangan (HT).

Pasal 15

(1) Kendaraan operasional lapangan sebagai sarana penanggulangan kebakaran terdiri dari: Mobil pompa pengangkut air dan foam berikut kelengkapannya (selang, kopling dan nozzle); Mobil tangki berikut kelengkapannya; Mobil tangga; Snorkel; Mobil BA; Mobil komando; Mobil rescue; Mobil ambulans; Perahu karet; Mobil pendobrak; Mobil angkut pasukan pemadam kebakaran; dan lain-lain.

(2) Jumlah kebutuhan kendaraan operasional lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kabupaten adalah sebanyak 17 (tujuh belas) unit selama 10 (sepuluh) tahun perencanaan.

(3) Jumlah kendaraan operasional lapangan sebagaimana dimaksud ayat (2) tersebut tersebar pada bangunan unit pos sektor dan pos komando wilayah yang ada di 3 WMK.

BAB V

ORGANISASI PROTEKSI KEBAKARAN Bagian Kesatu

Pengembangan Organisasi Proteksi Kebakaran Pasal 16

Pengembangan Organisasi Proteksi Kebakaran adalah suatu kegiatan dan tindakan perbaikan, peningkatan, pengembangan, dan penyempurnaan terhadap pelaksanaan pembangunan perkotaan melalui pengkajian tugas dan fungsi organisasi, prosedur dan mekanisme kerja, sumberdaya manusia, fasilitas kerja dan aspek pembiayaan.

Pasal 17

(1) Struktur Organisasi Proteksi Kebakaran di Kabupaten akan dikembangkan dalam jangka Menengah.

(2) Struktur Organisasi Proteksi Kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut.

a. Kepala BPBD.

b. Unit Pengarah dan Unsur Pelaksana. c. Kepala Sekretariat.

d. Kasubbag. Umum e. Kasubbag. Keuangan

f. Kasubbag. Program dan Pelaporan g. Kabid. Pencegahan dan Kesiapsiagaan h. Kabid. Kedaruratan dan Logistik

i. Kabid. Rehabilitasi dan Rekonstruksi j. Kabid. Pemadam Kebakaran

(11)

Bagian Kedua

Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Proteksi Kebakaran Pasal 18

Tugas pokok dalam Manajemen Proteksi Kebakaran meliputi: a. Manajemen pencegahan kebakaran;

b. Manajemen penanggulangan kebakaran;

c. Perlindungan jiwa, harta benda dari kebakaran dan bencana lain; dan

d. Pembinaan masyarakat.

Pasal 19

Fungsi manajemen pencegahan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf (a) meliputi:

a. Pengendalian resiko kebakaran dalam bentuk kegiatan:

1) Pemeriksaan desain sistim proteksi kebakaran bangunan gedung dan lingkungan bangunan dalam proses perizinan;

2) Pemeriksaan berkala dalam rangka menjamin dan mempertahankan terpeliharanya bangunan gedung dan lingkungan bangunan dari ancaman bahaya kebakaran dan penyalahgunaan penggunaan bangunan gedung;

3) Edukasi publik; dan 4) Penegakan hukum.

b. Mitigasi resiko kebakaran yang meliputi kegiatan:

1) Pendataan dan penaksiran resiko kebakaran pada lingkungan bangunan gedung;

2) Penyusunan (“Prefire Plan”) yang berisi rencana strategi dan taktik yang tepat untuk setiap bangunan atau lingkungan yang mempunyai potensi kebakaran tinggi dan atau lingkungan bangunan yang menghadirkan “target hazards”;

3) Penyiapan dan penyiagaan tenaga pemadam dan penyelamat, peralatan teknis operasional, bahan pemadam, serta informasi lapangan;

4) Pembinaan Sistim Ketahanan Kebakaran Lingkungan (SKKL); dan 5) Penyediaan sumber air kebakaran (hidrant kebakaran, tandon air,

titik-titik penghisapan air). Pasal 20

Fungsi manajemen penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf (b) adalah pemberian pelayanan secara cepat, akurat dan efisien mulai dari informasi kebakaran diterima sampai api padam, kegiatannya meliputi:

a. Penerapan prefire plan yang telah disusun dan disimulasikan terhadap kejadian yang sebenarnya sesuai dengan strategi dan taktik yang harus digunakan;

b. Terhadap lingkungan bangunan dan bangunan gedung yang belum mempunyai pre-fire plan, komandan lapangan harus menerapkan evaluasi situasi (size-up) terlebih dahulu sebelum mengembangkan strategi dan taktik pemadaman kebakaran;

c. Menjalankan seluruh fungsi-fungsi pendukung yang diperlukan seperti:

1) Memudahkan jalur pencapaian lokasi kebakaran melalui koordinasi dengan Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan;

(12)

2) Mengamankan lokasi kebakaran (oleh polisi atau hansip); 3) Utilisasi semua sumber air kebakaran yang tersedia;

4) Mematikan listrik di sekitar lokasi, melalui koordinasi dengan PLN;

5) Menginformasikan Rumah Sakit, agar menyiapkan Ambulan untuk mengangkut korban dari lokasi kebakaran ke Rumah Sakit; 6) Mengatur/mengamankan jalur komunikasi radio; dan

7) Meminta bantuan unit pemadam lainnya bila diperlukan.

d. Implementasi Fungsi manajemen proteksi kebakaran pada perkotaan termasuk pembinaan Sistim Ketahanan Kebakaran Lingkungan (SKKL)/Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR);

e. Pelaksanaan tugas pemadaman kebakaran pada wilayah/kawasan yang berada di bawah otoritas khusus seperti antara lain ; bandara, pelabuhan, pangkalan/pos militer, dan depo tangki timbun bahan bakar ditentukan sebagai berikut:

1) Pemadam kebakaran pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan tugas pemadaman kebakaran di wilayah/kawasan yang berada di bawah otoritas khusus. Pemadam kebakaran di bawah otoritas khusus berkewajiban memadamkan kebakaran yang terjadi di wilayah otoritas pemerintah daerah;

2) Pemadam kebakaran pemerintah daerah berada di bawah perintah komandan insiden otoritas khusus ketika melaksanakan pemadaman kebakaran yang terjadi di wilayah/kawasan otoritas khusus. Pemadam kebakaran otoritas khusus berada di bawah perintah komandan insiden dari pemadam kebakaran pemerintah daerah dalam melaksanakan pemadaman kebakaran yang terjadi di luar wilayah/kawasan otoritas khusus;

3) Penyusunan “pre-fire plan” pada wilayah/kawasan otoritas khusus menjadi kewajiban dari penanggung jawab otoritas khusus; dan

4) Program pelatihan berkala dan sewaktu-waktu dalam rangka penerapan “Pre-fire plan” di dalam/luar wilayah/kawasan otoritas khusus harus dengan melibatkan pemadam kebakaran dari masing-masing otoritas, dan diadakan sedikitnya 3 (tiga) kali dalam setahun.

Pasal 21

Fungsi Perlindungan jiwa, harta benda dari kebakaran dan bencana lain sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf (c) pemberian pelayanan untuk memperkecil korban dan kerugian harta benda akibat kebakaran dan bencana lainnya, dalam bentuk:

a. Pelayanan evakuasi dan pertolongan pertama dari tempat kejadian. b. Bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan pertolongan.

Pasal 22

Fungsi pembinaan masyarakat sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf (d) adalah melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran.

(13)

Bagian Ketiga

Kemitraan Antar Instansi Terkait Pasal 23

(1) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran membutuhkan kerjasama antar instansi terkait karena sumberdaya yang digunakan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran tidak hanya berada dibawah kewenangan instansi pemadam kebakaran, melainkan juga dibawah kewenangan instansi lainnya.

(2) Instansi terkait sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut.

a. Instansi Pemberi Izin Mendirikan Bangunan.

b. Instansi yang Memiliki Tandon/Reservoir Air (Dinas PU, Rumah Sakit, PDAM, Kantor Bupati, Hotel, Kolam Renang, dll).

c. Instansi yang Memiliki Unit Pemadam Kebakaran (Dinas Kehutanan, perusahaan-perusahaan minyak, dll).

d. Instansi yang Memiliki Kewenangan dalam Menggerakkan Masyarakat.

e. Instansi yang Mengurusi Jalan dan Sistem Transportasi (Dinas PU, Dinas Perhubungan, dll).

BAB VI

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Pasal 24

(1) Perencanaan Sumber Daya Manusia disusun pada setiap unit kerja penanggulangan kebakaran.

(2) Perencanaan tersebut sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari rencana kebutuhan pegawai dan pengembangan jenjang karir.

(3) Rencana kebutuhan pegawai sebagaimana dimaksud ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan atas Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) dan bencana lainnya yang mungkin terjadi di Kabupaten.

(4) Rencana pengembangan jenjang karir sebagaimana dimaksud ayat (2) diikuti dengan pembinaan-pembinaan yang bertujuan untuk memberikan motivasi, dedikasi, dan disiplin pada sumber daya manusia.

Pasal 25

(1) Kebutuhan Jenis dan Tugas Personel Pemadam Kebakaran di Kabupaten mengacu pada Permendagri Nomor 18 Tahun 2009. (2) Kebutuhan Jenis Personel Pemadam Kebakaran sebagaimana

dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut. a. Pemadam (1, 2, dan 3)

b. Inspektur Muda Kebakaran c. Inspektur Madya Kebakaran d. Inspektur Utama Kebakaran e. Penyuluh Muda Kebakaran f. Penyuluh Madya Kebakaran g. Investigator Muda Kebakaran h. Investigator Madya Kebakaran i. Instruktur (1 dan 2)

(14)

j. Operator Mobil Kebakaran k. Montir Mobil Kebakaran l. Caraka Mobil Kebakaran

m. Operator Komunikasi Kebakaran

(3) Jumlah personel pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (2) yang dibutuhkan di Kabupaten adalah sebanyak 566 orang dalam 10 (sepuluh) tahun perencanaan.

(4) Jumlah personel pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (3) tersebut tersebar pada bangunan unit pos, sektor, dan wilayah yang ada di 3 WMK.

(5) Uraian penyediaan personel pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (4) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 26

(1) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis Fungsional Penanggulangan Kebakaran (Diklat FPK) bertujuan untuk:

a. Meningkatkan mutu dan kemampuan petugas baik dalam bidang substansi penanggulangan kebakaran maupun kepemimpinan yang berorientasi pada kesamaan pola pikir dan keterpaduan gerak yang dinamis dan bernalar.

b. Meningkatkan semangat kerjasama dan tanggung jawab petugas terhadap fungsinya dalam organisasi Instansi Pemadam Kebakaran.

c. Meningkatkan kemampuan teori, konsep, moral, dan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan.

(2) Penyelenggaraan pendidikan dan latihan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Diklat Pemadam Kebakaran Tingkat Dasar; Diklat Pemadam Kebakaran Tingkat Lanjut; Diklat Perwira Pemadam Kebakaran; Diklat Inspektur Kebakaran; Diklat Instruktur Kebakaran; Diklat Manajemen Pemadam Kebakaran; dan sebagainya.

BAB VII

PERAN MASYARAKAT Bagian Kesatu

Satuan Relawan Kebakaran Pasal 27

(1) Sistem Ketahanan Kebakaran Lingkungan (SKKL) adalah model pendayagunaan seluruh potensi masyarakat secara sukarela dan mandiri dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

(2) Sistem Ketahanan Kebakaran Lingkungan (SKKL) dibentuk dalam rangka mengorganisasikan sekaligus meningkatkan peran masyarakat dalam bidang proteksi kebakaran.

Pasal 28

(1) Satuan Relawan Kebakaran (Satlakar) adalah sekelompok masyarakat yang berada dalam suatu organisasi sosial berbasis masyarakat yang bersifat nirlaba dan sukarela untuk mewujudkan keamanan lingkungan dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

(15)

(2) Satlakar merupakan mitra Instansi Pemadam Kebakaran (IPK) dan dibentuk dalam skala Desa serta dipimpin oleh Kepala Desa selaku pembina Satlakar.

(3) Pembentukan Satlakar merupakan inisiatif masyarakat namun dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk membina dan memfasilitasi.

(4) Prasarana, sarana, serta program pelatihan ditekankan pada lingkungan padat hunian serta difasilitasi dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah. Perawatan sarana, prasarana, serta kebutuhan lainnya setelah itu diserahkan kepada masyarakat secara swadaya. (5) Fasilitas yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud ayat (4) terdiri dari:

a. Prasarana, yakni pos jaga dengan luas bangunan minimal 30 m2 dan tandon air minimal 40 m3;

b. Sarana, yakni APAR, pompa jinjing, dan selang kebakaran berukuran 1.5” 200 meter;

c. Diklat Kepala Satlakar; d. Diklat Anggota Satlakar;

e. Latihan pemadaman 3 (tiga) kali setahun; dan f. Penyusunan SOP

(6) Satlakar diwajibkan membawahi 4 (empat) sampai 6 (enam) regu dengan minimal anggota sebanyak 5 (lima) orang.

(7) Fungsi Satlakar adalah sebagai berikut.

a. Melaksanakan program-program yang disusun oleh Forum Komunikasi Keselamatan Kebakaran Tingkat Kecamatan;

b. Melakukan koordinasi dengan Kepala Desa, Lembaga Masyarakat Kelurahan/Desa (LMK), dan Seksi Sektor Instansi Pemadam Kebakaran;

c. Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan penyuluhan pencegahan kebakaran dan keselamatan bencana lain;

d. Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam upaya melakukan pemadaman awal pada saat terjadi kebakaran di lingkungannya;

e. Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam upaya melakukan pertolongan awal korban bencana lain di lingkungannya; dan

f. Membantu Instansi Pemadam Kebakaran dalam menyiapkan laporan kebakaran di lingkungannya.

Bagian Kedua

Masyarakat Profesi dan Forum Komunikasi Pasal 29

(1) Masyarakat Profesi dan Forum Komunikasi adalah sekelompok masyarakat yang berada dibawah organisasi yang berkaitan langsung dengan disiplin pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

(2) Pembentukan Forum Komunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan inisiatif masyarakat sepenuhnya, difasilitasi oleh pemerintah, dan diorganisasikan secara berjenjang yakni pada tingkat Kecamatan dan tingkat Kabupaten dan/atau Propinsi.

(3) Peran Masyarakat Profesi dan Forum Komunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sebagai berikut.

(16)

a. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu mengikutsertakan pihak swasta, dalam hal ini masyarakat profesi dan/atau forum komunikasi;

b. Kontribusi masyarakat profesi dan/atau forum komunikasi yaitu dalam bentuk tenaga bantuan, sumberdaya, pemikiran, dan/atau pengawasan; dan

c. Memberikan saran teknis terutama untuk lingkungan hunian padat, kemudian hasil kajiannya menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan.

Bagian Ketiga Pola Kemitraan

Pasal 30

(1) Pola Kemitraan terjadi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat Profesi, serta Institusi dan Kelompok Masyarakat.

(2) Pola Kemitraan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan dalam hal: Perolehan data dan informasi; Inspeksi bangunan yang beresiko kebakaran, dan Sistem tanda bahaya kebakaran Kabupaten.

(3) Perolehan data dan informasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat disediakan oleh pemerintah serta disosialisasikan kepada masyarakat.

(4) Hasil inspeksi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat disediakan oleh pemerintah, disosialisasikan kepada masyarakat, dan juga menjadi syarat penerbitan Sertifikat Laik Fungsi bangunan gedung.

(5) Sistem tanda bahaya kebakaran Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pemeberitahuan bahaya kebakaran dengan prasarana yang otomatis atau manual dan terpusat langsung di Instansi Pemadam Kebakaran. Dalam kondisi kebakaran, pengelola gedung harus menggunakan alat pemadaman dengan bantuan IPK atau bentuk mekanisme kerjasama lainnya.

BAB VIII

IMPLEMENTASI RISPK DAN PEMBIAYAAN Pasal 31

(1) Implementasi kegiatan RISPK dalam jangka waktu 10 tahun tercakup dalam RPJM daerah dan rencana program tahunan sesuai tahapan (prioritas) yang diusulkan, termasuk biaya operasi dan pemeliharaan;

(2) Pengidentifikasian besaran biaya dan sumber-sumber pembiayaan dari para pihak yang terkait antara lain : Pemerintah; pemerintah daerah, Instansi terkait, masyarakat dan swasta menjadi bagian dari Rencana Implementasi RISPK

(3) Rencana Implementasi RISPK tercantum dalam Lampiran 4 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

(17)

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 32

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten.

Ditetapkan di Sinabang

Pada tanggal 27 Desember 2013 M 24 Safar 1435 H

BUPATI SIMEULUE,

RISWAN NS Diundangkan di Sinabang

Pada tanggal 27 Desember 2013 M 24 Safar 1435 H SEKRETARIS DAERAH,

NASKAH BIN KAMAR

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas pekerja anak yang ada di kecamatan mandau yang sangat jauh berbeda dengan hak-hak yang seharusnya mereka dapat, yang tidak

 Pemilihan dan penetapan pusat pendidikan baru utk pelaksanaan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS),.. dilakukan dg cara

Gabing madilim, gabing malamig tamang tama ang burger para ditto, tuwang tuwa ako ng gabing iyon dahil nilibre na naman ako ni mama ng burger, okay na sana ang lahat, masayang

• Bahwa saksi mengetahui pemohon dan termohon adalah suami istri yang telah menikah sekitar bulan Desember 2006 di Kabupaten Lombok Barat karena saksi turut

BSIS dibentuk karena keinginan untuk memotivasi masyarakat melakukan prinsip 3R: reduse, reuse, recycle (mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang)

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada masyarakat yang menjadi konsumen PDAM di Desa Muara Ancalong mengatakan pendistribusian air minum

Pasien sakit tidak hanya harus mendapatkan petunjuk dan cara-cara pengobatan yang benar, tetapi juga bimbingan cara-cara ibadah sesuai dengan kadarnya dan zikir untuk

Hasil penelitian ini diketahui bahwa yang menjadi prioritas pilihan konsumen adalah: Faktor bonus dengan sub faktor pulsa, bobot prioritas sebesar 0.3683953; Faktor fasilitas