• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Tanggung Jawab

a. Pengertian Tanggung Jawab

Tanggung jawab hukum merupakan sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada (Khairunnisa, 2008 : 4).

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan (Purbacaraka, 2010 : 37).

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentanga dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan (Komariah, 2001 : 12).

(2)

b. Macam-macam Tanggung Jawab

Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut (Widiyono, 2004 : 207) :

1) Tanggung Jawab dan Individu

Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab sendiri sebenarnya “mubajir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan.

2) Tanggung Jawab dan Kebebasan

Kebebasan dan tanggung jawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka.

3) Tanggung Jawab sosial

Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggung jawab sosial. Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggung jawab secara umum. Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggung jawab sosial dan solidaritas muncul dari tanggung jawab pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi. Untuk mengimbangi “tanggung jawab sosial” tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari Lembaga

(3)

Federal untuk Pekerjaan sampai asuransi dana pensiun yang dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela. Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung jawab.

4) Tanggung Jawab terhadap orang lain

Setiap manusia mempunyai kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya. Si orang tua bertanggungjawab kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggung jawab. Anggota keluarga saling membantu dalam keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam keadaan sakit. Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak.

5) Tanggung Jawab dan risiko

Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai risiko. Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan penanganan medis yang sangat mahal. Atau membuat orang kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah, melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh tanggungjawab dan bijaksana.

(4)

2. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas a. Pengertian Perseroan Terbatas (PT)

Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan “ Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Istilah Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Perseroan menunjuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk pada tanggungjawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya (HMN Purwosutjipto, 1982 : 85).

Perseroan Terbatas sebagai perseroan (corporation), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yaitu (Ridwan Khairandy, 2007 : 8) :

1) Terbatasnya tanggung jawab

Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah saham yang ia kuasai, selebihnya ia tidak bertanggung jawab. 2) Perpectual Succession

Sebagai sebuah perseroan yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya.

3) Memiliki kekayaan sendiri

Semua kekayaan dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik, oleh anggota atau pemegang saham.

4) Memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama sendiri

Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual.

(5)

Perseroan terbatas merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang membatasi tanggung jawab pemilik modal, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki sehingga bentuk usaha seperti ini banyak dinikmati, terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang besar. Kemudahan untuk menarik dana dari masyarakat dengan jalan penjualan saham yang juga merupakan satu dorongan untuk mendirikan suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas (Badriyah Rifai Amirudin. Artikel Pendidikan Network ; Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Tubuh Perusahaan Publik. http://researchengines.com/badriyahamirudin. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2014 pukul 22.28 WIB.).

Sebagai suatu wadah untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas didukung oleh perangkat organisasi serta tenaga manusia yang mengendalikannya. Untuk itu dibutuhkan kerangka kerja hukum yang pasti agar unit usaha ini dapat bekerja dengan produktif dan efisien. Landasan hukum diperlukan agar kerancuan hukum dapat diatasi, dan terdapat arahan hukum yang jelas bagi perseroan terbatas dalam melaksanakan kegiatannya (Norman S. Pakpahan, 1997 :73).

b. Pendirian Perseroan Terbatas

Pendirian Perseroan Terbatas diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT. Syarat sahnya pendirian Perseroan Terbatas sebagai badan hukum terdiri atas :

1) Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih

Pengertian pendiri menurut hukum adalah orang-orang yang mengambil bagian dengan sengaja untuk mendirikan Perseroan. Selanjutnya, orang-orang itu dalam rangka pendirian Perseroan, mengambil langkah-langkah penting yang untuk mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dnegan syaarat yang

(6)

telah ditentukan oleh undang-undang. Sehingga, pendiri Perseroan paling seidikit adalah dua oran. Kurang dari itu tidak akan memenuhi syarat seperti yang telah diatur oleh undang-undang.

2) Pendirian berbentuk akta notaris

Mendirikan Perseroan harus secara tertulis dalam bentuk akta yang sesuai dengan :

a) Berbentuk Akta Notaris, tidak boleh dalam bentuk akta bawah tangan.

b) Akta Pendirian harus berbentuk Akta Notaris. Akta Notaris tidak hanya berfungsi sebagai alat bukti atas perjanjian pendirian Perseroan tetapi merupakan syarat sahnya pendirian Perseroan. Jadi apabila tidak dipenuhinya ketentuan tentang Akta Notaris tersebut maka pendirian Perseroan tidak akan sah.

3) Dibuat dalam Bahasa Indonesia

Akta Pendirian Perseroan haruslah dibuat adalam Bahasa Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa Akta Pendirian yang dibuat dalam bahasa asing tidak akan sah. Ketentuan menganai penggunaan Bahasa Indonesia dalam Akta Pendirian ini bersifat memaksa karena telah diatur ketentuannya oleh undang-undang sehingga ketentuan ini tidak dapat dikesampingkan oleh para pendiri Perseroan.

4) Setiap pendiri wajib mengambil saham

Syarat formil dalam mendirikan Perseroan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT adalah :

(1) Setiap pendiri Perseroan “wajib” mengambil bagian saham

(2) Dan pengambilan atas bagian itu, wajib dilaksanakan setiap pendiri pada saat Perseroan didirikan.

(7)

Ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf c UUPT mengharuskan dalam Akta Pendirian memuat tentang nama pemegang saham yang telah mengambil saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah disetor. Dan seperti yang telah dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan mengambil bagian saham sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c UUPT adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada sat pendirian Perseroan. Pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung.

5) Mendapat pengesahan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Perseroan dapat berdiri sebagai badan hukum secara sah harus mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan.

c. Organ Perseroan Terbatas

Pasal 1 angka 2 UUPT menyatakan bahwa Organ Perseroan Terbatas yakni :

1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Pasal 1 angka 4 UUPT menyatakan bahwa “ Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran Dasar”.

Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ tertinggi perseroan, namun, hal itu tidak

(8)

persisis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam undang-undang (M. Yahya Harahap, 2013 : 306).

2) Direksi

Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, baik dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Tugas atau fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan kepengurusan Perseroan. Jadi Perseroan diurus dan dikelola oleh Direksi, seperti yang ditegaskan dalam beberapa ketentuan (M. Yahya Harahap, 2013 : 345) :

a) Pasal 1 angka 5 UUPT yang menegaskan, Direksi sebagai organ Perseroan berwenang dan bertanggungjawab penuh atas “pengurusan” Perseroan untuk kepentingan Perseroan,

b) Pasal 92 ayat (1) UUPT mengemukakan, Direksi menjalankan “pengurusan” Perseroan untuk kepentingan Perseroan.

Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan, meliputi tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan Perseroan. Dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau menanngani bisnis Perseroan dalam arti sesuai dnegan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dalam batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan Undang-Undang dan Anggaran Dasar kepadanya ( Achmad Ichasan, 1987 : 191).

(9)

3) Dewan Komisaris

Pasal 1 angka 6 UUPT menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Tugas Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 108 ayat (1) dan (2) UUPT, yakni :

(a) Melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.

(b) Pengawasan dan memberi nasihat untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

Jumlah anggota Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 108 ayat (3) dan ayat (4) UUPT:

(a) Secara umum, prinsip hukumnya boleh satu orang atau lebih;

(b) Secara khusus, untuk Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu, wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Kehormatan.

Perseroan yang mempunyai kriteria tertentu, yang wajib mempunyai paling sedikit dua anggota Dewan Kehormatan, terdiri dari :

(a) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat,

(b) Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau

(10)

Perseroan yang memenuhi kriteria dimaksud, wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Komisasris. Ketentuan ini, bersifat “imperatif” (dwingendrecht, mandatory law), karena rumusan pasal itu, terdapat kata “wajib” (M. Yahya Harahap, 2013 : 442).

Menurut penjelasan Pasal 108 ayat (5) UUPT, rasio ketentuan tersebut, didasarkan pada alasan, bahwa terhadap Perseroan yang kegiatan usahnya berhubungan dengan kepentingan masyarakat, diperlukan pengawasan yang lebih besar.

d. Modal Perseroan Terbatas 1) Modal Dasar

Modal dasar merupakan keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam Perseroan. Modal ini ditentukan dalam anggaran dasar Perseroan. Modal ini terdiri dari sejumlah modal yang terdiri atas saham yang dapat dikeluarkan atau diterbitkan perseroan beserta dengan nilai nominal setiap saham yang diterbitkan tersebut (Ridwan Khairandy, 2009 : 444).

Pasal 32 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Namun, Pasal 32 ayat (2) UUPT menetukan pula bahwa untuk bidang usaha tertentu, seperti perasuransian dan perbankan brdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan pelaksanaan yang mengatur usaha tersebut, jumlah minimum modal Perseroan dapat diatur berbeda.

2) Modal Ditempatkan

Modal yang ditempatkan merupakan modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor kedalam kas Perseroan pada saat Perseroan didirikan. Modal ini menentukan jumlah nominal saham yang benar-benar diterbitkan oleh Perseroan.

(11)

Pasal 33 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.

Menurut Pasal 33 ayat (2) UUPT modal ditempatkan disetor penuh sebagaimana disebut dalam ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Menurut penjelasan Pasal 33 ayat (2) UUPT, yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening atas nama Perseroan, data dari laporan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi atau Dewan Komisaris.

3) Modal yang Disetor

Modal yang disetor merupakan modal yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserhkan pada pendiri kepada kas Perseroan pada saat Perseroan didirikan. Ini merupakan proporsi nominal saham yang benar-benar dibayar pemegang saham.

Penyetoran atas modal saham tersebut menurut Pasal 34 ayat (1) UUPT dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Menurut penjelasan Pasal 34 ayat (2) UUPT, pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun tidak benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan secara nyata telah diterima oleh Perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.

Pasal 34 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa dalam penyetoran saham tidak berbentuk uang, penilaian setoran saham

(12)

ditentukan berdasar nilai wajar yang ditentukan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli tidak terafiliasi dengan Perseroan.

e. Saham Perseroan Terbatas

1) Saham yang Boleh Dikeluarkan, Hanya Atas Nama

Pasal 48 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Penjelasan pasal ini menyatakan, Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya, dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Dengan demikian, sesuai dengan penggarisan tersebut :

a) Saham yang boleh dikeluarka Perseroan hanya terbatas pada saham atas anam.

b) Perseroan tidak dibenarkan mengeluarkan saham atas tunjuk.

Saham atau sero adalah porsi atau bagian dari harta Perseroan yang dimiliki pemegang saham. Oleh karena saham merupakan bagian dari harta kekayaan yang dimiliki pemegang saham dalam saham atas nama, maka semua saham yang dimiliknya tertulis atas namanya.

2) Persyaratan Kepemilikan Saham

Pasal 48 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memerhatikan pernyataan yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut penjelasan Pasal 48 ayat (2) UUPT yang dimaksud dengan instansi yang berwenang adalah instansi yang menurut undang-undang berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan yang usahanya dibidang tertentu.

(13)

3) Nilai Nominal Saham

Nilai nominal saham diatur dalam ketentuan Pasal 49 UUPT, yang berisi ketentuan :

a) Nilai nominal saham, harus dicantumkan pada atau diatas saham,

b) Nilai nominal saham yang harus dicantumkan diatas saham dalam mata uang rupiah. Jadi tidak boleh dicantumkan dalam mata uang asing.

Saham harus memiliki nilai nominal yang dicantumkan atas diatas saham. Kalau begitu saham tanpa nominal tidak dapat dikeluarkan. Nilai nominal saham adalah sebesar yang tercantum diatas saham. Pasal 49 ayat (3) membuka kemungkinan untuk mengeluarkan saham tanpa nilai nominal. Pasal ini mengatakan, tidak menutup kemungkinan itu.

3. Tinjauan tentang Perusahaan Grup a. Perusahaan Grup

Emmy pangaribuan mendefinisikan perusahaan kelompok sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral. Demikian juga pengertian perusahaan kelompok didefinisikan oleh S.M Bartman sebagai suatu susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis berdiri sendiri dibawah suatu pimpinan sentral. Dari aspek ekonomi perusahaan itu tersusun dalam suatu kesatuan (Emmy Pangaribuan, 1996 : 1).

Apabila dilihat dari segi usaha variasi usahanya, suatu grup usaha konglomerat dapat digolong-golongkan kedalam kategori sebagai berikut (Said M. N, 1985 : 35) :

(14)

1) Grup usaha vertikal

Dalam grup ini, jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan satu sama lain masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi, bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak dibidang eksport-import. Jadi, suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir.

2) Grup usaha horisontal

Dalam grup usaha horisontal, bisnis dari masing-masing anak perusahaan tidak ada kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya

3) Grup usaha kombinasi

Ada juga grup usaha, dimana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaannya, ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produksi (dari hulu ke hilir), disamping ada juga anak perusahaan yang bidang bisnisnya terlepas dari satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara grup vertical dengan grup horizontal.

b. Perusahaan Induk

Induk perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan usaha sendiri dan menjalankan pengendalian opersional pada anak perusahaannya (Rudi Prasetya, 1996 : 143 ). Klasifikasi perusahaan induk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria berupa tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis, keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan keterlibatan dalam hal equity.

Klasifikasi perusahaan induk ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis, apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis sendiri(tidak lewat anak perusahaan), maka perusahaan induk dapat diklasifikasikan sebagai berikut ( Munir Fuady, 1999 : 95) :

(15)

1) Perusahaan induk semata-mata

Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturan dalam anggaran dasarnya. Sebab, jarang ada anggaran dasar perusahaan yang menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata untuk menjadi perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa perusahaan induk tersebut juga mempunyai maksud dan tujuan umumnya di berbagai bisnis. Jadi perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya. Tidak lebih dari itu.

2) Perusahaan induk beroperasi

Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk seperti ini memang dari semula, sebelum menjadi perusahaan induk, sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika dengan menjadi perusahaan induk kemudian dihentikan usaha bisnisnya yang sudah terlebih dahulu dilakukannya. Yakni, disamping harus memenuhi prosedur hukum tertentu yang kadang tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau dialihkan kepada pihak lain, apalagi jika banyak on going

transaction dengan pihak mitra bisnis tersebut. Disamping

kekhawatiran akan menurunnya perkembangan bisnis jika bisnisnya itu dialihkan ke perusahaan lain.

c. Perusahaan Anak

UUPT tidak mengatur mengenai ketentuan perusahaan grup. Namun, dalam peraturan perundang-undangan yang sebelumnya, yakni dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

(16)

Terbatas telah memuat kausa tentang lahirnya keterkaitan induk perusahaan dengan anak perusahaan. Ketentuan ini terdapat dalam Memori Penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Anak Perusahaan adalah Perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena :

1) Lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahannya;

2) Lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahannya; dan/atau

3) Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan

pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahannya.

4. Tinjauan tentang Holding Company a. Pengertian Holding Company

M. Manullang, mengartikan holding company adalah suatu badan usaha yang berbentuk corporation yang memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan usaha (M.Manullang, 1984 : 70). Holding

company sering juga disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company. Yang dimaksud dengan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki

saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Biasanya (walaupun tidak selamanya), suatu perusahaan holding memliki banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang berbeda-beda (M. Manullang, 1984 : 83).

Hanafizadeh and Moayer (2008) classifies holding companies into: 1) investment holding company, and 2) managerial holding company. The investment holding company derives its profits solely from the investments in the securities of its subsidiaries. The managerial

(17)

holding company in addition to earning from subsidiary’s profits, also intervenes in the subsidiaries’ transactions. A third type of holding company is the operating holding company that is also in the business of selling some products or services to its own customers in addition to having investments in subsidiary firms (Erlinda S. Echanis, 2009 : 2).

Dari definisi tersebut perusahaan holding diklasifikasikan menjadi: 1 ) perusahaan induk investasi dan 2 ) perusahaan induk manajerial . Perusahaan investasi yang berasal keuntungannya semata-mata dari investasi di sekuritas anak perusahaan. Perusahaan induk manajerial selain penghasilan dari laba anak perusahaan, juga turut campur dalam transaksi anak perusahaan. Jenis ketiga perusahaan induk adalah perusahaan induk operating yang juga dalam bisnis menjual beberapa produk atau layanan kepada pelanggan sendiri selain memiliki investasi di perusahaan anak .

Proses pembangunan dan pengelolaan Holding Company dilakukan melalui serangkaian tahapan, yaitu Holding Company, (Anonim.

Holding Company. www.thejakartaconsultinggrup.com. Diakses pada

tanggal 25 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB.) :

1) Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemahaman seputar definisi, karakteristik, serta faktor-faktor kunci penunjang kesuksesan sebuah Holding Company.

2) Langkah berikutnya perencanaan membangun Holding

Company. Dalam tahap ini alasan-alasan yang mendasari

rencana pendirian Holding Company harus dirumuskan secara jelas. Kepentingan stakeholder harus mendapat perhatian karena kepentingan serta pengaruh yang mereka miliki mempunyai dampak langsung terhadap aktivitas perusahaan. Demikian pula dengan aspek-aspek strategis seperti aspek finansial, struktur organisasi, dan sumber daya manusia. Setelah hal-hal diatas berhasil dirumuskan dengan jelas,

(18)

barulah kemudian disusun roadmap pembentukan serta pengembangan Holding Company.

3) Fase berikutnya adalah pengendalian kinerja. Perlu disusun Sistem Pengendalian Manajemen (Management Control

Sistem), yaitu sebuah sistem manajemen perusahaan

terintegrasi yang digunakan dalam aktivitas perencanaan dan sesudahnya bagi aktivitas pengukuran, pengendalian, pemantauan, dan auditing guna tercapainya hasil yang diinginkan yang disertai dengan akuntabilitas yang transparan. Elemen-elemen yang terkandung di dalamnya meliputi struktur organisasi dengan peran serta tanggung jawab yang jelas, arus informasi, responsibility center, proses inplementasi, delegasi wewenang, serta audit.

4) Langkah terakhir yang tak boleh dilupakan adalah pengelolaan perubahan. Tahap ini terdiri dari resolusi konflik, promosi tata nilai dan perilaku yang diharapkan, penguatan spirit yang mendukung perubahan, serta perubahan paradigma.

b. Pembentukan Holding Company

Dalam melaksanakan proses pembentukan perusahaan holding dapat dilakukan melalui tiga prosedur yaitu (Munir Fuady, 2005 : 84) :

1) Prosedur Residu

Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan induk (holding), yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.

2) Prosedur Penuh

Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan/pemandirian

(19)

perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada proses residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri.

3) Prosedur Terprogram

Adakalanya, sudah sejak semula orangorang bisnis telah sadar akan pentingnya perusahaan holding. Sehingga awal start bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu perusahaan

holding. Karenanya, perusahaan yang pertama sekali didirikan

dalam grupnya adalah perusahaan induk (holding). Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Demikianlah, maka jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.

5. Tinjauan tentang Kepailitan a. Pengertian Kepailitan

Pengaturan kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Munir Fuady menyamakan “istilah kepailitan dengan bangkrut” manakala perusahaan (atau orang pribadi) tersebut tidak sanggup atau

(20)

tidak mau membayar hutang-hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditor ramai-ramai mengeroyok debitor dan saling berebutan harta debitor tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya sehingga hutang-hutang debitor dapat dibayar secara tertib dan adil. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitor (badan hukum atau orang pribadi) yang mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang/kreditor dimana debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, sehingga debitor segera membayar hutang-hutangnya tersebut (Munir Fuady, 2002 : 75).

Pasal 2 UU Kepailitan menyebutkan bahwa jika debitor mempunyai dua atau lebih kreditornya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utangnya yang telah jatuh waktu dan bisa ditagih oleh kreditornya ,dapat dinyatakan paillit dengan putusan pengadilan,baik atas permohonannya sendiri maupun permohonan satu atau lebih kreditonya (Adrian Sutedi, 2009 : 24). Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui syarat-syarat kepailitan adalah debitor yang memiliki sedikitnya dua kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu maka kreditor tersebut dapat dimohonkan pailit oleh debitor di pengadilan (Jono, 2010 : 4).

b. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pasal 21 UU kepailitan menyatakan bahwa “kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”. Ketentuan ini sepenuhnya berlaku, karena dalam terdapat pengecualian dalam ketentuan Pasal 22 UU Kepailitan yang menyatakan ketentuan Pasal 21 tidak berlaku terhadap :

1) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat

(21)

tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang ada ditempat itu;

2) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas, atau

3) Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut Undang-Undang.

Dijatuhkannya putusan pailitan, mempunyai pengaruh bagi debitor dan harta kekayaannya. Pasal 24 UU Kepailitan menyebutkan bahwa terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan pailit, debitor demi Hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi In Ludicio), artinya debitor pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kekayaan debitor dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas (Artomo Rooseno, 2008 : 48).

6. Penelitian yang Relevan a. 1). Judul Penelitian :

Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan.

2). Peneliti : Rita Dyah Widawati 3). Tahun Penelitian :

2009

4). Jenis Penelitian : Tesis

(22)

5). Isi Penelitian :

Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan. Hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahan adalah induk perusahaan sebagai pemegang saham dari anak perusahaannya sehingga induk perusahaan dapat mengontrol jalannya perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham. Meskipun hubungan hukum induk perusahaan adalah sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak berarti apabila anak perusahaan melakukan wanprestasi maka induk perusahaan diminta untuk ikut bertanggung jawab. Induk perusahaan diminta untuk bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya apabila terbukti kerugian yang diderita oleh anak perusahaannya tersebut akibat dari ikut campurnya induk perusahaan didalam masalah manajemen dan keuangan sehingga anak perusahaan mengalami kerugian yang tidak dapat membayar hutangnya kepada pihak ketiga.

6). Perbedaan Hasil Penelitian dengan Penelitian Penulis :

Penelitain yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian diatas. Penelitian yang dialkukan oleh penulis berfokus pada tanggung jawab induk perusahaan dalam perusahaan grup terhadap anak perusahaan yang dinyatakan pailit. Tanggung jawab induk perusahaan dalam perusahaan grup terhadap anak perusahaan yang dinyatakan pailit terletak pada saham yang ditanamkan oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan. induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas dari anak perusahaan memiliki tanggung jawab terbatas, sehingga apabila anak perusahaan dinyatakan pailit maka induk perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkannya pada anak perusahaan. tanggung jawab terbatas yang kenakan terhadap induk perusahaan ini dapat disimpangi oleh beberapa dengan penggunaan doktrin

(23)

piercing the corporate veil sehingga induk perusahaan dapat

bertanggung jawab terhadap anak perusahaan melebihi saham yang dimilikinya pada anak perusahaan.

b. 1). Judul Penelitian :

Akibat Hukum Pemberian Corporate Guarantee Oleh Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Anak Perusahaan Dalam Perkara Kepailitan (Analisis Perkara Kepailitan No. 05/Pailit/1998/PN.Niaga/Jak. Pusat jo Putusan MARI No. 1/K/1998) 2). Peneliti : Julita S. Nababan 3). Tahun Penelitian : 2005 4). Jenis Penelitian : Skripsi 5). Isi Penelitian :

Induk perusahaan dan anak perusahaan merupakan badan hukum yang mandiri sehingga segala akibat hukum dari semua tindakan hukum yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Tetapi apabila induk perusahaan mengikatkan diri sebagai penjamin terhadap perikatan anak perusahaannya, maka segala akibat hukum dari perikatan tersebut menjadi tanggung jawab induk perusahaan juga. Termasuk dalam hal anak perusahaan dinyatakan pailit, maka induk perusahaan dapat ditempatkan sebagai sebagai debiturnya untuk memenuhi salah satu unsur-unsur kepailitan dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan.

6). Perbedaan Hasil Penelitian dengan Penelitian Penulis :

Penelitian yang dialakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian diatas, pada penelitian penulis induk perusahaan tidak bertindak sebagai penjamin terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak

(24)

perusahaannya. Induk perusahaan tetap berdiri sendiri sebagai badan hukum yang mandiri yang tidak ikut campur dalam perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya, sehingga pada prinsipnya induk perusahaan hanya bertanggung jawab terhadap pailitnya anak perusahaan sebatas pada saham yang ditanamnkan oleh induk perusahaannya. Tanggung jawab terbatas yang dimiliki oleh induk perusahaan tersebut nyatanya dapat disimpangi oleh adanya doktrin piercing the corporate veil yang didalamnya menyatakan bahwa induk perusahaan dapat bertanggung jawab melebihi pada saham yang ditanamkannya pada anak perusahaan apabila memenuhi unsusr-unsur atau salah satu unsur dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. B. Kerangka Pemikiran Perusahaan Grup Induk Perusahaan (Holding Company) Pailit Anak Perusahaan Chuan Soon Huat Industrial Group, Ltd. PT. Cemerlang Selaras Wood Working

Tanggung Jawab Induk Perusahaan sebagai

Holding Company

terhadap Anak Perusahaan yang Dinyatakan Pailit

(25)

Keterangan :

Alur sebagaimana pada kerangka pemikiran diatas akan menjadi langkah-langkah bagi penulis guna menjawab perumusan masalah yang telah dipaparkan dimuka. Pemaparan akan dimulai dari bahasan umum mengenai perusahaan yang kini dalam perkembangannya terdapat bentuk perusahaan grup. Perusahaan dalam bentuk grup tersebut terdiri dari induk perusahaan yang disebut holding company dan anak perusahaan yang disebut dengan subsidary. Hubungan yang terjadi dalam perusahaan grup adalah terikat dengan pemegang saham mayoritas pada perusahaan anak adalah perusahaan induk.

Keberadaan perusahaan grup belum memiliki dasar hukum yang pasti karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait keberadaan perusahaan grup. Namun, pada prakteknya keberadaan perusahaan grup di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pengusaha terhadap bisnis perusahaannya. Oleh karena belum adanya peraturan hukum yang jelas mengatur mengenai perusahaan grup di Indonesia maka belum jelas pula pengaturan mengenai hubungan hukum antara induk perusahaan dan anak perusahaan. Karena pada prinsipnya induk perusahaan haruslah bertanggung jawab terhadap keberadaan anak perusahaan.

Konstruksi perusahaan grup di Indonesia menitikberatkan pada tanggung jawab terbatas (limited liability) induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas anak perusahaannya, sehingga induk perusahaan hanya dapat bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkan dalam anak perusahaan. Termasuk apabila anak perusahaan dinyatakan pailit, maka induk perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar saham yang ditanamkan kepada anak perusahaan. Contoh kasus yang nyata mengenai tanggung jawab induk perusahaan sebagai holding company dapat dilihat pada pemberian tanggung jawab yang diberikan oleh Chuan Soon Huat Industrial Group, Ltd sebagai induk perusahaan dengan PT. Cemerlang Selaras Wood Working sebagai anak perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pelayanan angkutan massal Trans Kutaraja pada wilayah ini dilayani oleh koridor 1 dengan rute Pusat Pusat Kota – Darusalam, koridor 5 dengan rute Pusat

Akan membayar dan menyelesaikan kepada KOBANAS bila dituntut semua dan setiap bahagian Jumlah Jaminan dan semua wang yang pada masa kini atau selepasnya daripada ini dari masa ke

Saat tegangan dari solar cell lebih dari setting point maka aki akan dicharger oleh solar cell dan sumber beban berasal dari sumber PLN dan ketika kurang dari set point maka

Skripsi yang berjudul “Profil Kolesterol dan Trigliserida Darah serta Respon Fisiologis Tikus yang Diberi Ransum Mengandung Sate Daging Sapi” ini ditulis berdasarkan hasil

Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chaidar (2014) yang menunjukan bahwa sebagian besar guru menggunakan komputer (aplikasi pengolah persentasi) sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa karakteristik remaja putri yaitu umur, usia menarche, lama menstruasi dan riwayat dismenorea keluarga, didapatkan

(5) Besarnya jasa rumah sakit umum untuk semua tingkatan pelayanan rehabilitasi medis adalah 50% ( lima puluh persen ) dari biaya bahan dan alat. (6)

Penulis tertarik untuk menganalisis pertimbangan hukum hakim konstitusi dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait asas nemo judex idoneus in propria causa yang selanjutnya