• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penyebab Warga POUK TNI AL Sunter Hidup Membujang. Oleh, Augita Gabrielle Emmanuella TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor-Faktor Penyebab Warga POUK TNI AL Sunter Hidup Membujang. Oleh, Augita Gabrielle Emmanuella TUGAS AKHIR"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor Penyebab Warga POUK TNI AL Sunter Hidup Membujang

Oleh,

Augita Gabrielle Emmanuella 712015121

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana.

Program Studi Ilmu Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan rahmatNya serta melalui penyertaan Roh Kudus sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan demi memenuhi salah satu syarat kelulusan studi strata satu dan tentu tanpa pertolongan Tuhan Yang Maha Esa penulis tidak dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik. tugas akhir yang berjudul Faktor-faktor Penyebab Warga POUK TNI AL Sunter hidup membujang diharapkan dapat berguna bagi ilmu pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis dikehidupan. Penulis pun menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini, terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak, supaya tulisan ini dapat menjadi lebih baik. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada tulisan ini penulis meminta maaf, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Penulis

(7)

vi

Ucapan Terima Kasih

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan tidak memungkinkan untuk penulis menyelesaikan setiap proses yang ada tanpa dorongan support, motivasi dari pihak-pihak yang terlibat di dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Selama menjalankan Studi kurang lebih empat tahun di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana penulis banyak sekali mendapatkan cinta kasih yang tulis oleh pihak-pihak yang menginginkan penulis bisa sampai di tahap ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang begitu dalam terhadap pihak-pihak yang telah Tuhan hadirkan di dalam kehidupan penulis.

1. Terima kasih yang tulis penulis sampaikan kepada kedua pembimbing tersayang Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo dan Pdt. Cindy Quartyamina Koan, MA yang senantiasa selalu memotivasi, memberi semangat di kala diri ini sudah ingin menyerah sehingga penulis boleh menuntaskan studi ini sesuai dengan yang ditargetkan. Terima kasih sudah mau berproses bersama.

2. Rasa terima kasih yang sangat dalam juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Mami Acit dan Papi Iman yang sudah boleh berjuang untuk pendidikan penulis sehingga boleh sampai ditahap ini. tanpa doa, cinta kasih, dan restu dari mereka penulis tidak mungkin bisa berhasil sampai ditahap ini penulis belajar banyak mengenai apa itu perjuangan dari kedua orang tua.

3. Terima kasih untuk Kaka Michael, selaku kaka kandung dari penulis yang tentu saja dengan cinta kasihnya selalu mendorong penulis untuk segera lulus, dan sudah mamu meminjankan laptop untuk penulis menyusun tugas akhir dikala laptop penulis rusak.

4. Rasa syukur memiliki Om Hotma dan Tante Alice sebagai salah satu panutan di dalam hidup ini, terima kasih untuk segala didikan yang boleh diberikan kepada penulis dan support baik secara moril maupun materil.

(8)

vii

5. Terima kasih buat yang tersayang Embo, yang memiliki caranya tersendiri yang tidak diketahui orang-orang untuk mensupport penulis. 6. Kepada Keluarga besar Antahari, yang dengan ketulusan dan cinta kasih

tanpa pamrih yang selalu membantu penulis di dalam setiap proses hidup ini, kiranya kerukunan, kasih sayang, dan memotivasi satu dengan yang lain boleh selalu ada di dalam keluarga besar Antahari.

7. Kepada semua dosen dan staf Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang telah memberikan ilmu untuk bekal penulis di masa depan dan kebersamaan yang terjalin seperti layaknya keluarga.

8. Terima kasih yang dalam kepada seluruh narasumber dan tempat penelitian POUK TNI AL Sunter yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan berbagi informasi demi kelancaran penulisan tugas akhir.

9. Terima kasih untuk teman seperjuangan Angkatan 2015 yang selalu mengisi hari-hari di dalam proses studi ini, suka duka di lalui bersama sehingga membuat kalian seperti layaknya keluarga.

10. Kepada Sahabat kepompongku Merimar Boru Marpaung, berawal dari perkenalan yang sangat aneh di tahun 2015 dan sudah terjalin sampai dengan sekarang penulis sangat bersyukur melalui perkenalan itu kita berdua boleh berbagi suka duka perkuliahan ini bersama, terima kasih untuk segala bantuan dan semangat yang boleh diberikan kepada penulis, dan pada akhirnya pertemuan singkat ini sudah berakhir dan kita akan melalui perjalanan hidup masing-masing semoga jarak tidak menghalangi persahabatan ini.

11. Kepada Marlon Buru Pau, terima kasih penulis sampaikan atas pertemanan yang boleh terjalin. Terima kasih atas kebersamaan, kasih sayang, dan perhatian yang selalu diberikan kepada penulis. Kiranya relasi yang boleh terjalin sampai saat ini boleh menjadi bagian dari perziarahan hidup yang akan menjadi cerita indah di masa depan. Semoga tetap selalu memberi kabar walau jarak memisahkan

(9)

viii

12. Sahabat terkasih Tamariska Fendy Putri yang selalu memotivasi penulis untuk mengakhiri masa studi ini dengan giat, banyak hal yang sudah diberikan kepada penulis baik saat bersama maupun ketika jarak sudah memisahkan kita.

13. Kepada Chindy Bulamei, terima kasih untuk persahabatan yang boleh terjalin. Berujuang bersama di dalam proses perkuliahan ini semoga persahabatan ini tetap terjalin.

14. Kepada Sara Melulu, suatu kelompok pertemanan yang dibentuk secara tidak sengaja. Akan tetapi boleh berlanjut sampai saat ini. terimakasi untuk seluruh member yang membuat hari-hari penulis sangat berwarna. 15. Punlis sampaikan terimakasih yang dalam untuk Apriliani Pandia, atas

perhatian ngenge kepada penulis untuk asupan makanan yang selalu diberikan kepada penulis dan kata-kata yang sangat pedas untuk memotivasi penulis.

16. Kepada Putri Devita adik kos tersayang, terima kasih untuk kebersamaaan yang boleh terjalin selama ini, atas cinta kasih, dan support kepada penulis. Semoga jarak tidak menghalangi relasi ini.

17. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang tidak mengurangi rasa hormat penulis atas dorongan, cinta kasih yang tulus yang telah diberikan kepada penulis.

(10)

ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ... iii

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ... iv

KATA PENGANTAR ...v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

MOTTO ... xi

ABSTRAK ... xii

1. Latar Belakang ... 1

2. Teori Psychology Well-Being dan Makan Hidup... 7

2.1 Manusia Sebagai Makhluk Sosial... 7

2.2 Hidup Tidak Menikah Menurut Alkitab... 8

2.3 Suka Duka Hidup Membujang ... 10

2.4 Makna Hidup Membujang... 12

3. Sejarah Gereja dan Hasil Penelitian... 13

3.1 Sejarah Singkat POUK TNI-AL SUNTER... 13

3.2 Warga Jemaat dan Jenis Pelayanan POUK TNI-AL Sunter... 15

3.3 Pandangan Warga POUK TNI-AL Sunter Mengenai Hidup Membujang………....15

3.4 Pandangan Jemaat Yang Hidup Membujang Di POUK TNI-AL Sunter……….17

3.5 Faktor Penyebab Hidup Membujang...18

(11)

x

4. Analisa

4.1 Analisis Faktor-Faktor Dan Komitmen Hidup Membujang ... 20 4.2 Analisis Pemahaman Warga POUK TNI AL Sunter

terkait hidup Membujang... 22 5. Kesimpulan dan Saran ………...………...….. 24 6. DAFTAR PUSTAKA ... 26

(12)

xi

Motto

“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh

harapannya pada Tuhan”

Yeremia 17:7

All our dreams can come true if we have the courage to pursue

them and who rely on God in every step of life

(13)

xii

Abstrak

Masyarakat sering menyebut seseorang yang tidak menikah dengan kata membujang. Membujang merupakan kondisi laki-laki maupun perempuan yang tidak atau belum menikah. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab dan komitmen orang-orang yang hidup membujang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi, pemilihan subjek penelitian ditentukan secara acak atau snowball. Temuan data dalam penelitian menyatakan bahwa, pertama, faktor penyebab hidup membujang diantaranya, yaitu sibuk mencari pekerjaan ataupun meningkatkan karir, trauma dalam menjalin relasi percintaan, merawat orang tua dan belum mendapat jodoh. Kedua, terkait komitmen hidup membujang, maka hasil penelitian menegaskan jika adanya pemahaman diri yang baik dari para narasumber bahwa hidup membujang merupakan salah satu wujud karunia Allah dan tidaklah bertentangan dengan kehendak Allah selama mereka tetap berkarya mengaktualisasikan diri, menjalin relasi yang baik dengan sesama serta tetap mampu mengontrol segala keberadaan diri mereka.

Kata Kunci: Faktor penyebab hidup membujang, Komitmen hidup membujang,

(14)

1

I. Latar Belakang

Pemahaman orang Kristen kerap kali meyakini bahwa asal mula kehidupan manusia diawali oleh sebuah pernikahan antara Adam dan Hawa. Perkataan di dalam kitab Kejadian 2: 24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” menjadi acuan dasar bagi orang-orang Kristen untuk meyakini pernikahan sebagai kewajiban. Keyakinan semacam ini berimbas pada cara pandang yang menilai bahwa laki-laki dan perempuan dapat menjalani hidup normal ketika mereka ada dalam pernikahan dan sebaliknya ketika mereka memutuskan untuk tidak menikah mereka dinilai menjalani hidup yang tidak normal.

Perkawinan bisa menjadi pengalaman hidup yang sangat membahagiakan, sedikit membahagiakan, atau sama sekali tidak membahagiakan. Dari sejak permulaan penciptaan pernikahan bukanlah gagasan manusia. Pernikahan adalah gagasan Allah1. Allah membuat manusia “laki-laki dan perempuan” dua identitas fungsi terikat bersama sebagai satu kesatuan. Dalam entitas “satu” umat manusia, Allah menciptakan dua bagian pribadi yang seharusnya hidup secara harmonis2. Sepasang makhluk yang tak dapat hidup terpisah satu dengan yang lain dan hakekatnya hidup manusia adalah hidup bersama3. Jadi, jawaban Allah terhadap kesendirian manusia ialah dengan menciptakan “seorang penolong baginya”, “pasanganya”, yang sepadan dengan dia4

. Allah ingin pria dan wanita bersatu dalam perkawinan agar mereka bisa mengisi kekurangan masing-masing5.

Akan tetapi seperti halnya kehidupan ini tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang lazimnya terjadi, terkadang ada begitu banyak hal yang tidak sesuai, sama seperti pernikahan. Dasarnya pernikahan itu baik akan tetapi banyak faktor yang menghambat, yaitu karena dua pribadi yang berbeda itu bisa pula menjadi suatu

1

Darrell L. Hines, Pernikahan Kristen Konflik & Solusi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2018), 2. 2 Hines, Pernikahan Kristen, 3.

3 W.S. Lasor, D.A. Hubbard, and F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat &

Sejarah, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 125.

4

Lasor, Hubbard, and Bush, Pengantar Perjanjian Lama, 125.

(15)

2

hambatan yang merenggangkan dan menimbulkan perpecahan6. Hal ini bisa saja terjadi karena dua orang yang terlibat dalam sebuah pernikahan merupakan dua orang yang berbeda. Mereka memiliki perbedaan kesukaan dan ketidaksukaan, perbedaan preferensi dan opini tentang bagaimana hal-hal seharusnya dikerjakan, berbeda sikap, berbeda latar belakang, berbeda kepribadian, berbeda pola pikir, serta berbeda talenta dan kemampuan7.

Orang sampai pada tahap pernikahan dengan berbagai cara yang berbeda, beberapa dari cara tersebut bersifat kultural; beberapa lainnya bersifat personal. Dalam beberapa budaya, orang-orang menikah karena mereka jatuh cinta satu sama lain dan memilih untuk menikah, dalam beberapa budaya orang-orang menikah karena orangtua-orangtua mereka mengatur pernikahan itu8. Oleh karena itu melalui beberapa faktor kerap kali pernikahan di zaman sekarang membuat makna dari pernikahan itu berkurang karena adanya keterpaksaan atau tuntutan dari luar, dan pada akhirnya pernikahan yang semulanya baik berujung pada perceraian, ataupun pernikahan dijadikan sebagai formalitas sehingga pada zaman sekarang banyak ditemui orang-orang yang memutuskan untuk hidup membujang.

Membujang atau memilih tidak menikah, kerap kali dipandang sebagai hal yang tidak biasa, kurang beruntung, atau sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan9. Tetapi sebaliknya justru hidup membujang atau memilih tidak menikah bisa membuat seseorang merasakan kebebasan penuh, kemampuan berbuat apa saja dan rasa percaya diri yang tinggi. Dikatakan bahwa membujang adalah sebuah penggalan pengalaman hidup yang akan mengantar seseorang untuk bisa menerima diri apa adanya dan mandiri sepenuhnya10. Membujang memampukan seseorang untuk mengeksplor dirinya dengan cara memutuskan untuk hidup membujang.

6 Lahaye, Kebahagiaan Pernikahan Kristen, 1. 7

Hines, Pernikahan Kristen, 72. 8

Hines, Pernikahan Kristen, xi.

9 Nexien Richard Maitimu, Selibat (Studi Psiko-Sosial terhadap Kehidupan Selibat dalam

Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Imanuel Karpan Ambon dan Implikasinya bagi Layanan Pastoral Gereja), Program Pascasarjana, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2007, 1.

10

Ratna BM, Demokrasi Keintiman; Seksualitas Di Era Global, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005), 111.

(16)

3

Hidup membujang tidak asing di dalam kehidupan agama Katolik, para pemuka agama wajib hidup membujang. Kaum klerusa11. Pemuka agama Katolik diwajibkan hidup membujang karena menjunjung tinggi kesucian dan menjauhi kehidupan duniawi12. Akan tetapi kewajiban inilah yang menimbulkan pertikaian, dikatakan bahwa keputusan itu dipandang akan memperkembangkan perzinaan secara tertutup karena tidak semua orang mempunyai kemampuan menahan godaan rangsangan seksual sepanjang hidupnya13.

Keputusan untuk tidak menikah masih memiliki implikasi negatif bagi pribadi yang memilih untuk hidup melajang. Hal ini dikarenakan budaya yang membentuk seakan-akan untuk membina hidup rumah tangga dan memiliki keturunan sudah menjadi norma umum yang suka atau tidak suka, harus diterima14. Memang hukumnya manusia hidup tidak terlepas dari budaya, karena budaya yang membentuk pola pikir manusia sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh individu harus berpatokan pada budaya. Sama seperti halnya menurut Tipologi E. Spranger yang mengatakan bahwa kehidupan manusia dipengaruhi dua macam kehidupan jiwanya yaitu, objektif dan subjektif. Jiwa subjektifitas yang menurut Spranger ialah tiap-tiap orang atau individu sedangkan jiwa obyektifitas ialah nilai-nilai kebudayaan yang besar sekali pengaruhnya pada jiwa subyektifitas15. Melalui Tipologi Spranger ini bisa menjadi kemungkinan pertimbangan bahwa seseorang yang memutuskan hidup membujang dipengaruhi oleh realitas kehidupan orang di sekitarnya, bahwa kehidupan di dunia pernikahan tidak seindah yang seharusnya terjadi, kemudian menimbulkan pilihan bahwa lebih baik tidak menikah daripada menikah tetapi hanya tatanan formalitas.

Realitas cukup maraknya keputusan hidup membujang, dapat dijumpai di POUK (Persekutuan Oikumene Umat Kristen) TNI-AL Sunter. POUK TNI-AL

11

Kaum Klerusa adalah golongan orang yang beriman yang menerima tahbisan diakonat. 12 J. Verkuyl, Etika Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 150.

13 Hardawiyana R, Dokumen Konsili Vatikan II, (Jakarta: Obor, 1993), 255. 14

BM, Demokrasi Keintiman, 2. 15

Agus Sujanto, H lubis, Tuafik, Hadi, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2004), 4.

(17)

4

Sunter memiliki jumlah jemaat 260 KK (Kepala Keluarga), dan ada sebanyak 27 orang yang memutuskan untuk hidup membujang di antaranya laki-laki berjumlah 11, perempuan berjumlah 16. Secara garis besar alasan mereka untuk hidup membujang karena mereka tidak merasa pernikahan sebagai yang wajib di dalam kehidupannya. Alasan lain yakni adanya kesibukan yang sudah sangat mengisi pemikiran dan waktu hidup sehari-hari, begitu juga ada yang memutuskan untuk memprioritaskan atau membaktikan diri untuk menjaga orang tua yang sudah lanjut usia, mengambil komitmen untuk menjadi pelayan Tuhan, dan trauma mereka terhadap kehidupan berumah tangga yang kurang harmonis. Adapun ragam alasan yang menjadi dasar pengambilan keputusan hidup membujang tersebut tidak menjamin diterimanya keputusan mereka sebagai yang wajar oleh kebanyakan jemaat lainnya. Kenyataannya jemaat lebih memelihara pemikiran yang meyakini bahwa membujang mencerminkan suatu ketidakwajaraan serta memiliki implikasi yang negatif, karena bagaimanapun jemaat memiliki standar bahwa yang sempurna ialah ketika individu sudah terikat dalam sistem “pernikahan”.

Ketika seseorang yang tidak menikah diperhadapkan dengan orang yang menikah notabenenya lebih dominan mereka menuntut orang yang tidak menikah untuk tetap ada dalam sistem pernikahan yang mereka yakini bahwa itu baik, pemikiran Jemaat yang normatif membuat mereka tidak bisa menerima keberlainan orang lain. Sebagian jemaat POUK Sunter berpendapat bahwa tidak mungkin seorang hidup sendiri sampai akhir kehidupannya. Mereka berpegang teguh bahwa pada dasarnya Allah telah memberikan pasangan yang sepadan, dan jemaat POUK Sunter berpendapat bahwa ketika Allah telah memberikan pasangan yang sepadan dan mereka memutuskan untuk tidak menikah itu sama saja mengabaikan yang telah Allah kehendaki di dalam kehidupan. Selain itu Allah mengaruniakan kepada kita kasih eros yang merujuk pada kasih seksual yang terjadi diantara orang-orang yang tertarik secara fisik, dan yang menjadi keresahan jemaat ketika seseorang tidak menikah bagaimana mereka dapat menahan nafsu seksualitasnya atau kasih eros dan suatu saat mereka akan merasakan cinta eros. Berdasarkan paparan ini terlihat bahwa

(18)

5

yang menjadi persoalan Jemaat terhadap orang-orang yang hidup membujang berkisar pada dua hal yaitu pertama ketaatan mereka terhadap kehendak Allah dan kedua ialah kekhawatiran mereka melampiaskan hasrat seksual.

Mengacu pada paparan di atas, maka penelitian ini ditulis untuk meneliti apa yang menjadi pemahaman seseorang tentang hidup membujang, dan bagaimana mereka dapat mengatasi tekanan-tekanan dari luar yang kemungkinan besar ada penerimaan ataupun celaan.

Berdasarkan paparan latar belakang tersebut maka penulis berusaha untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi warga POUK TNI AL Sunter untuk hidup membujang dan mendeskripsikan komitmen warga POUK TNI AL Sunter ketika memutuskan hidup membujang yang diperhadapkan langsung dengan relasi sosial. Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan mengenai pemahaman teologis terhadap hidup membujang. Kemudian secara praktis, agar dapat memberikan kontribusi bagi orang yang mengambil keputusan untuk hidup membujang, yaitu menerima keputusan mereka untuk hidup tidak menikah dan memberikan pola pikir yang baru atau cara pandang yang baru mengenai keputusan untuk membujang. Adapun mengenai metode, dipahami bahwa metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis.16 Untuk itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jalan mendeskripsikan sejumlah masalah yang berkenaan dengan masalah atau unit yang diteliti17. Metode penulisan deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, konidisi, suatu sistem pemikiran manusia yang bersifat deskriptif.18

Setelah ditentukan sumber data yang digunakan kemudian dilakukan pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi dan

16 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 41.

17 Sarafiah, Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001), 20.

18

Samuel Patty, Metode Penelitian Sosial, Bahan Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Salatiga, 2001), 32.

(19)

6

teknik wawancara mendalam indepth-interview.19 Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara pewawancara dengan responden. Data yang dikumpulkan dapat bersifat: fakta, sikap, pendapat, keinginan dan pengalaman. Tipe wawancara bersifat terbuka dan intens demi memperoleh informasi yang representatif dan valid tentang pokok penelitian. Konsep pengambilan sampling memiliki aplikasi penting, pengambilan sample dalam penelitian pendidikan umumnya dilakukan untuk memungkinkan studi rinci bagian daripada keseluruhan dari populasi. Dalam banyak penelitian pendidikan, tidak mungkin untuk memasukan semua unit populasi20. Pemakaian sampel umumnya bisa membuat penelitian lebih fokus dan mendalam21. Teknik yang dipakai dalam penelitian ini ialah sampling snowball atau sampling berantai, teknik ini mengumpulkan responden secara berantai, artinya satu orang yang dijadikan sampel memberitahu kepada peneliti orang lain yang juga bisa dijadikan responden karena tahu lebih banyak tentang yang dikaji22. Melalui sampling snowball dapat memperluas objek yang akan diteliti tetap dengan kriteria yang sudah disepakati.

Dalam tulisan ini penulis membagi sistematika penulisan menjadi lima (5) bagian, yaitu bagian pertama yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan rencana penulisan. Bagian kedua yaitu landasan teoritis mengenai teori pernikahan, teori cinta, teori etika. Bagian ketiga yaitu hasil penelitian yang berisikan gambaran umum kondisi Jemaat POUK TNI-AL Sunter. Bagian keempat penulis akan menganalisis bagaimana faktor yang menjadi penyebab seseorang hidup membujang dan komitmen mempertahankan kehidupan membujang. Bagian kelima yaitu kesimpulan dan saran.

19

Eko Budiarto & Dewi Anggraeni, Pengantar Epidemologi, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001), 39.

20

Dr.E. Dhivyadeepa, Sampling Techniques In Educationa Research, (lulu.com),

https://books.google.co.id/books?id=JgPYCgAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summar y_r&cad=0#v=onepage&q&f=false, 3.

21

Eriyanto, Teknik Sampling Analisis Opini Publik, (Yogyakarta: Lkis, 2007), 4. 22

Prof. Dr. Patrisius Istiarto Djiwandono, Meneliti Itu Tidak Sulit:Metodologi Penelitian

(20)

7

2. Teori Psychology Well-Being dan Makna Hidup 2.1 Manusia sebagai makhluk sosial

Manusia sebagai makhluk sosial diciptakan untuk hidup bersama-sama dengan yang lain. Ada perbedaan yang berguna untuk saling melengkapi perbedaan, yang dimaksudkan bukan hanya perbedaan suku, budaya, agama tetapi juga perbedaan jenis kelamin. Tuhan menciptakan perbedaan jenis kelamin bukan semata-mata untuk menikah tetapi untuk saling membantu dan melengkapi. Berdasarkan kisah penciptaan yang tertulis dalam Kejadian 1:1-27 ketika Allah menciptakan laki-laki dan perempuan tidak adanya konotasi menuju pernikahan akan tetapi supaya laki-laki dan perempuan mendayagunakan alam, memimpin ciptaan, dan mengusahakan bumi (Kej 1:28).

Adapula teks Kejadian 2: 4a-25 mengisahkan penciptaan yang merujuk pada pernikahan akan tetapi teks ini bukan sebagai patokan utama untuk manusia menjalankan pernikahan karena sebelum Hawa diciptakan Adam lebih dahulu ditugaskan untuk memelihara bumi sehingga manusia dituntut untuk melakukan tugas sosial dan hal itu tidak selalu merujuk pada pernikahan. Pernikahan hanya sebagai gambaran Kristus dengan Jemaatnya (Efesus 5:31-32). Di dalam kisah penciptaan kita berhadapan dengan dua versi cerita yang pertama Allah menciptakan laki-laki dan perempuan tidak untuk menikah tetapi untuk tugas sosial yang kedua Allah menciptakan manusia juga untuk tugas sosial lalu diakhiri dengan pernikahan sebagai penggambaran relasi Allah dengan Jemaatnya.

Di dalam kehidupan bermasyarakat ada orang yang memilih untuk menikah dan ada juga yang memilih untuk tidak menikah dan fokus penelitian ini kepada masyarakat yang memilih tidak menikah. Keputusan tidak menikah yang diambil seseorang kerap kali berdasarkan kenyataan hidup yang mereka amati, bahwa pernikahan tidak seindah dengan apa yang seharusnya terjadi, sehingga ada trauma yang mereka rasakan. Karena itu ketika seseorang tengah memutuskan untuk tidak menikah mereka telah siap menerima konsekuensi yang akan terjadi di dalam

(21)

8

hidupnya, di antaranya ialah rasa kesendirian, tidak ketergantungan pada orang lain. Keputusan yang mereka ambil didasari pada pemahaman bahwa Tuhan tidak pernah melarang orang untuk hidup sendiri, dan tidak menikah bukan merupakan hal yang aib.23 Lebih dari itu pilihan hidup membujang tidaklah menghalangi seseorang untuk berperan aktif dalam masyarakat.

Di dalam kehidupan katolik ada juga yang memutuskan untuk hidup membujang yang disebut dengan Selibat, Selibat diperuntukkan untuk kaum klerusa.24 Di dalam kamus Bahasa Indonesia Selibat ialah pranata yang menentukan bahwa orang dalam kedudukan tertentu tidak boleh kawin, para rohaniawan yang telah ditahbiskan harus hidup membujang. Oleh karena itu pemuka agama Katolik dianjurkan untuk suci kelamin.25 Pemuka agama Katolik diwajibkan hidup membujang karena menjunjung tinggi kesucian dan menjauhi kehidupan duniawi26. Di Protestan juga terdapat seseorang yang hidup membujang akan tetapi tidak sampai berkaul.

2.2 Hidup Tidak Menikah menurut Alkitab

Asumsi masyarakat kerap kali memandang tidak menikah adalah suatu hal yang tidak dikehendaki Allah akan tetapi nyatanya di dalam Alkitab ada beberapa pembahasan mengenai hidup tidak menikah, terkait Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru di dalamnya ada bukti bahwa tidak menikah dapat membuat seseorang memiliki peran di dalam masyarakat maupun di dalam keagamaan sesuai dengan talenta mereka masing-masing.

Di dalam Perjanjian Lama kita mengenal Nabi Yeremia, sampai akhir hidupnya ia tidak menikah. Yeremia salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama yang membuktikan bahwa Allah telah merancang masa depan seseorang, Allah sendiri jauh lebih mengenal Yeremia sebelum ia dilahirkan dan mengutus Yeremia sebagai

23 L McLeroy, Melajang Itu Asyik, (Yogyakarta: Andi, 2006),6. 24

Kaum Klerusa adalah golongan orang yang beriman yang menerima tahbisan diakonat. 25

Verkuyl, Etika Seksuil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1973), 145 26 Verkuyl, Etika Kristen,150.

(22)

9

seorang yang berguna di tengah masyarakat (Yer 1:5). Di dalam Perjanjian Baru, Yesus dan Paulus yang menjadi bukti bahwa orang yang tidak menikah tetap memiliki tempat dimasyarakat. Yesus anak Allah semasa hidupnya memiliki tujuan yaitu memberitakan karya keselamatan dari desa ke desa, kota ke kota sampai Yesus mati tetap mengabdikan dirinya untuk masyarakat sama seperti halnya Paulus di dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus tentang perkawinan (1Kor 7:1-16). Paulus mengatakan bahwa hidup tidak menikah adalah karunia ada baiknya jika seseorang yang tidak kawin tetap tinggal dalam keadaan seperti Paulus akan tetapi jika mereka tidak sanggup lebih baik mereka kawin (7:7-9).

Hidup tidak menikah adalah kemampuan istimewa yang diberikan oleh Allah kepada beberapa anggota dalam Tubuh Kristus untuk tetap hidup selibat dan menikmatinya; mereka tidak menikah dan dapat menanggung semua godaan-godaan seksual.

Karunia hidup tidak menikah adalah salah satu karunia yang tidak dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain, tidak ada manfaatnya sama sekali hidup tidak menikah, jika tidak ada tujuan lain yang menyebabkan tidak menikah. Hidup tanpa menikah seharusnya menjadikan seseorang menjadi lebih efektif dalam memaknai karunia hidup. Keputusan untuk menikah atau tidak menikah haruslah didasarkan untuk kerajaan Allah.27

Seperti yang dikatakan Paulus dalam 1 Korintus 7:7 yang membicarakan bahwa hidup tidak menikah adalah sebagai suatu “Karisma”, suatu karunia rohani dengan begitu setiap individu yang memutuskan untuk hidup membujang harus diterima dan dihormati.28 Oleh karena itu hidup membujang adalah sebuah karunia yang dimana tidak semua orang dapat memilikinya atau mampu untuk hidup dalam kesendirian tanpa adanya sebuah karunia itu sendiri sehingga baik yang menikah maupun yang membujang, keduanya sama nilainya, sama derajatnya di hadapan

27

Maitimu, Selibat,29. 28 Maitimu, Selibat, 27.

(23)

10

Tuhan. Tidak ada alasan sedikitpun untuk memandang status tak bernikah lebih tinggi daripada status bernikah begitu juga sebaliknya.29

Pada akhirnya jelas dapat dikatakan bahwa Allah sendiri tidak menentang orang-orang yang memutuskan untuk hidup membujang akan tetapi sering sekali terjadi kesalahpahaman dalam kehidupan bermasyarakat antara orang yang menikah terhadap orang yang memutuskan untuk membujang. Dapat kita ketahui bersama bahwa di dalam diri setiap individu, Allah telah merancang jalan hidup seseorang tanpa terkecuali sehingga apa yang diperbuat setiap orang di dunia, Allah telah lebih dulu merancangnya jauh sebelum manusia dilahirkan.

2.3 Suka duka hidup membujang

Membujang atau memilih tidak menikah, kerap kali dipandang sebagai hal yang tidak biasa, kurang beruntung, atau sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan30. Tetapi sebaliknya justru hidup membujang atau memilih tidak menikah bisa membuat seseorang merasakan kebebasan penuh, kemampuan berbuat apa saja dan rasa percaya diri yang tinggi. Dikatakan bahwa membujang adalah sebuah penggalan pengalaman hidup yang akan mengantar seseorang untuk bisa menerima diri apa adanya dan mandiri sepenuhnya31. Membujang memampukan seseorang untuk mengeksplor dirinya dengan cara memutuskan untuk hidup membujang. Tetapi tidak bisa dipungkiri ada juga kesukaran dalam hidup membujang yaitu; ketika hidup di masa tua, adanya rasa kesepian.

- Kelebihan yang dimiliki

Self-Acceptance (penerimaan diri) adalah kemampuan membujang untuk menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya menerima dirinya apa adanya serta memiliki pandangan yang positif terhadap diri sendiri.

29 Verkuyl, Etika Seksuil, 150. 30

Maitimu, Selibat, 1. 31

Ratna BM, Demokrasi Keintiman; Seksualitas Di Era Global, (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2005), 111.

(24)

11

Positive relation with others (hubungan dengan orang lain) yaitu kemampuan seseorang yang membujang membina hubungan yang hangat dan perhatian terhadap orang lain serta memahami prinsip take and give of human relationship.

Autonomy (otonomi) yaitu kualitas seseorang yang membujang dalam menentukan nasib sendiri, mengatur tingkah laku dan menyadari kebebasan yang dimilikinya, mereka memiliki kebebasan namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.

Environmental Mastery (penguasaan lingkungan) yaitu kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikisnya dan sejauh mana dapat mengambil hal yang bermanfaat dari peluang yang dihasilkan oleh lingkungan dengan cara berpartisipasi aktif dalam lingkungan tersebut.

Purpose in Life (tujuan hidup) yaitu kemampuan seseorang yang membujang untuk menyadari bahwa dirinya memiliki tujuan hidup yang sedang dijalani dengan cara memiliki target yang harus dicapai dalam hidup.

Personal Growth (pertumbuhan pribadi) yaitu sejauh mana seseorang yang hidup membujang terus menerus mengembangkan potensi dalam dirinya serta bertumbuh dan meningkatkan kualitas dalam dirinya dengan cara terbuka untuk menerima berbagai macam pengalaman yang baru, berhasil menghadapi, memecahkan dan menyelesaikan masalah.32

- Kekurangan yang dimiliki

Lingkungan masyarakat yang sangat menghargai nilai perkawinan akan memandang aneh jika seseorang yang berusia diatas 30 belum juga menikah. Rentannya usia ini merupakan pilihan yang mempunyai persimpangan sehingga dalam masyarakat, usia tersebut seringkali dianggap sebagai usia kritis atau usia rawan bagi individu yang belum menikah. Individu yang belum menikah memiliki konsekuensi dari keadaannya seperti penilaian (labelling) atau anggapan negatif

32

Carol D. Ryff, Happiness is everything, or is it? Exploration on the meaning of psychological

(25)

12

hingga timbulnya kecurigaan dan prasangka buruk lainnya.33 Berdasarkan penilaian masyarakat membuat individu yang belum menikah mengalami dinamika emosi dalam kehidupannya.

2.4 Makna hidup membujang

Keinginan untuk hidup bermakna adalah motivasi setiap manusia. Manusia menginginkan setiap karya hidup yang mereka lakukan memiliki makna. Frankl mengatakan makna hidup sebagai penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi dan kapasitas yang dimilikinya dan seberapa jauh ia telah mencapai tujuan hidupnya, dalam hal memberi makna atau arti terhadap kehidupannya.34 Oleh karena itu setiap keadaan baik suka maupun duka dalam kehidupan ini selalu mempunyai makna sehingga manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih dan menemukan makna dan tujuan hidupnya. Kebermaknaan hidup merupakan perasaan subjektif bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri subjek mempunyai dasar kokoh dan penuh arti atau dengan kata lain subjek merasa bahwa dirinya benar, dan tepat.35

Setiap keputusan hidup membujang yang diambil oleh setiap individu haruslah didasarkan dengan kesungguhan hati dan pemikiran yang jauh ke depan. Memilih hidup membujang bukan hanya sekedar terluka oleh masa lalu, putus asa karena terlalu lama menunggu pasangan hidup, kesibukan rutinitas, dan memutuskan untuk menjaga orang tua. Alasan tersebut seharusnya bukan menjadi faktor utama dalam kesungguhan dan pencarian makna hidup membujang akan tetapi jauh melampaui itu semua, karena untuk menjadi seorang bujang yang bahagia dan memiliki kesungguhan, haruslah memandang hidup dari sudut pandang yang berbeda dengan orang yang menikah atau berpasangan.

33

Dwiur Pertiwi, http://eprints.ums.ac.id/14548/2/BAB_I.pdf,5.

34 Oktafia, Serly, Hubungan antara dukungan teman sebaya dengan kebermaknaan hidup

pada remaja yang tinggal di panti asuhah, Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah

Surakarta,2008, 3.

(26)

13

Menurut Susan Crain Bakos, seorang konselor dari Relationship Institute, anggapan hidup membujang bukanlah hidup yang membahagiakan adalah anggapan yang salah. Kedua, anggapan yang mengatakan bahwa tantangan-tantangan dalam kehidupan membujang merupakan hambatan yang tak mungkin diatasi tidak benar yang seharusnya dilakukan seseorang untuk menikmati kondisinya dalam keadaan baik adalah mengubah pola pikir. “Menikah maupun tidak menikah sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tak ada satupun yang lebih unggul daripada yang lain, jadi apakah seseorang bahagia atau tidak tergantung dari sudut pandang mana ia melihat”.

Dengan demikian dalam bagian ini penulis memaparkan beberapa teori terkait manusia sebagai makhluk sosial, pernikahan menurut alkitab, hidup tidak menikah menurut alkitab, suka duka hidup tidak menikah, dan kesungguhan hidup tidak menikah. Teori ini berguna untuk menjawab hakikat makna sesungguhnya dari hidup tidak menikah, dan melihat sudut pandang sosial maupun teologis mengenai hidup tidak menikah.

3. Sejarah Gereja dan Hasil Penelitian. 3.1 Sejarah singkat POUK TNI-AL SUNTER

Berawal dari pembangunan perumahan Kompleks TNI-AL Sunter, berangsur-angsur anggota TNI-AL yang terdiri dari berbagai umat beragama, diantaranya penghuni yang beragama Kristen Protestan dan Katolik cukup banyak, mereka yang berdomisili di Komplek perumahan TNI-AL Sunter berinteraksi satu sama lainnya. Semula umat Kristen Protestan dan Katolik menyatu dalam hal beribadah, tetapi karena adanya perbedaan tata ibadah. Kemudian baik umat Kristen Protestan dan Katolik mengadakan ibadah sendiri-sendiri sesuai dengan tutunan tata ibadah masing-masing dalam memuji dan memuliakan nama Tuhan. Atas kesepakatan bersama, umat Kristen Protestan membentuk suatu wadah persekutuan yang diberi nama

(27)

14

dilaksanakan dari rumah ke rumah sesuai dengan jadwal dan giliran yang diatur bersama.

Kebutuhan dan kerinduan untuk mendapatkan pelayanan rohani semakin meningkat, sejalan dengan meningkatnya jumlah umat Kristen Protestan yang berdomisili di Kompleks TNI-AL Sunter sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas agar dapat menampung jemaat. Pada tahun 1976 atas kasih dan anugerah Tuhan Yesus Kristus serta adanya persetujuan dari Komandan Detasemen Markas (DAN DENMA) DAERAL III dan Presiden Mess Perwira Sunter, maka Long room Mess Perwira TNI-AL untuk sementara dapat digunakan sebagai tempat beribadah umat Kristen Protestan di Kompleks TNI-AL Sunter. Ibadah di Long room Mess Perwira dilaksanakan satu kali dalam satu bulan, dan minggu-minggu yang lainnya tetap dilaksanakan dari rumah ke rumah.

Penggunaan long room Mess Perwira sebagai tempat ibadah berlangsung sampai dengan tahun 1986. Mengingat tuntutan kebutuhan untuk memiliki Gedung Gereja semakin lama semakin besar maka atas swadaya warga jemaat dan donator, direncanakan membangun atau mendirikan sebuah Gereja permanen dengan konstruksi dinding papan dan lantai ubin.36 Pada akhirnya Persekutuan Warga

Kristen Protestan Kompleks TNI-AL Sunter memiliki gedung sendiri untuk mereka

beribadah.

Pada tahun 1985 pengurus Persekutuan Warga Protestan Kompleks TNI-AL

Sunter, mengadakan koordinasi dengan PGI-Wilayah DKI Jakarta, dalam rangka

pembinaan dan pelayanan rohani. Pada tahun 1989, nama Persekutuan Warga

Kristen Protestan Kompleks TNI-AL Sunter menjadi “ Persekutuan Oikumene Umat

Kristen” (POUK) Sunter, sesuai Bina Oikumene (B.O) X37

. Pada Pertemuan Sidang Jemaat Minggu 1 Juni 2014 dan hasilnya diputuskan dalam Pleno Majelis dan Komisi

36

Tim Penyusun Sejarah Gereja, Sejarah Gereja POUK Sunter dan Perkembangannya, (Jakarta, 2010),1-2.

(28)

15

pada tanggal 23 Mei 2015 bahwa ada penambahan dalam nama gereja yang semula POUK SUNTER menjadi POUK TNI-AL SUNTER.38

3.2 Warga Jemaat dan Jenis Pelayanan POUK TNI-AL Sunter

Perkembangan warga jemaat POUK TNI-AL Sunter dari tahun 1973 sampai dengan saat ini terus mengalami peningkatan sejalan dengan betambahnya warga TNI-AL yang berdomisili di Kompleks perumahan TNI-AL Sunter. Pada tahun 1989 warga POUK TNI-AL Sunter berjumlah 190 KK terdiri dari 700 jiwa dan dari 30 Gereja asal dan pada tahun 2019 berdasarkan hasil pendataan terakhir tahun 2014, warga POUK TNI-AL Sunter berjumlah 223 KK terdiri dari 867 jiwa dan dari 21 Sinode diantaranya; GPIB,HKBP, TORAJA, GKJ, GKP, GMI, GPM, GSJA, HKI, GKI, GKPI, GMIST, GPKB, GBKP, GKPS, GEMINDO, GPIP, GMIM, GKSBS, GPDI, GBI, TIBERIAS.39

Jenis pelayanan yang ada di POUK TNI-AL Sunter sejak tahun 1986, kepungurusan sudah dilengkapi dengan Komisi Wanita, Komisi Pemuda, Komisi Remaja dan Komisi Pelayanan Anak/ Sekolah Minggu. Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan organisasi pada tahun 2002 diadakan Komisi Bapak dan pada tahun 2009 Komisi Lansia yang dahulu hanya bermula dari perkumpulan kecil umat beragama dan saat ini POUK TNI-AL Sunter sudah berdiri di bawah naungan PGI.

3.3 Pandangan warga POUK TNI-AL Sunter mengenai hidup membujang.

Sesuai dengan topik penelitian mengenai kehidupan membujang di POUK TNI-AL Sunter data statistik menujukkan ada 27 jiwa baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 40-60 tahun yang belum memiliki pasangan sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda –beda dari warga gereja terkait kehidupan membujang. Kehidupan membujang adalah hal yang wajar yang sering dijumpai di zaman modern serperti saat ini terkhususnya di perkotaan. Seiring

38

Notulen Rapat Pleno 24 April 2014.

(29)

16

perkembangan zaman orang-orang memiliki wawasan yang luas terkait kehidupan membujang meskipun ada beberapa orang terlebih yang usia lanjut masih menganggap hidup membujang selalu identik dengan hal yang negatif40.

Pada dasarnya manusia tidak ada yang memilih atau mau untuk hidup membujang akan tetapi karena keadaan yang terkadang membuat seseorang sampai saat ini membujang41 pada umumnya dari segi ekonomi mereka merasa belum siap sehingga fokus utama ialah untuk mengejar karir dan mengesampingkan untuk mencari pasangan hidup atau menjalin hubungan dengan lawan jenis.42 Tidak hanya dari segi ekonomi dan karir saja yang membuat seseorang sampai saat ini hidup membujang tetapi faktor keluarga juga mempengaruhi kehidupan membujang selain dari tiap individu. Terkadang orang tua ikut campur dalam menilai dan memilih pasangan hidup untuk anak mereka sehingga membuat anak mau tidak mau harus menyesuaikan apa yang diinginkan oleh orang tua43. Akan tetapi sebagai jemaat melihat realitas kehidupan membujang yang terjadi di POUK TNI AL Sunter merasa sedih meskipun orang yang tidak menikah terlihat menikmati hidup di dalam kesendirian tetapi itu hanya yang terlihat dari penampilan luarnya tidak tahu isi hati yang sesungguhnya dari mereka yang hidup membujang sampai saat ini.44

Terkait kehidupan membujang yang terjadi di POUK TNI AL Sunter tidak semua yang hidup membujang menikmati kesendirian mereka, ada juga yang cenderung malu akan status sosial mereka yang belum menikah sehingga mereka cenderung menutup diri dengan orang lain karena pada dasarnya hidup membujang bukan pilihan yang mereka mau mungkin saja mereka telah berusaha untuk mencari pasangan hidup tetapi jodoh tetap tak kunjung datang.45 Oleh karena itu baik pendeta, majelis, maupun jemaat mereka memiliki pandangan

40

Astrich Antahari (Majelis), Wawancara,3 Agustus 2019. 41

Maurits Rawung (Majelis), Wawancara, 6 Agustus 2019. 42 Silvianus Sutopo (Jemaat), Wawancara, 5 Agustus 2019. 43

Tony Loemnanu (Jemaat), Wawancara, 5 Agustus 2019. 44

Linda Rarung (Majelis), Wawancara, 7 Agustus 2019. 45 Pdt Lisye Pattiapon, Wawancara, 6 Agustus 2019.

(30)

17

yang berbeda terkait realitas kehidupan membujang yang ada di POUK TNI AL Sunter. Semua itu tergantung bagaimana setiap individu menyikapi kesendiriannya di tengah masyarakat.

3.4 Pandangan jemaat yang hidup membujang di POUK TNI-AL Sunter.

Ada dua pemahaman yang didapat selama penelitian terkait kehidupan membujang ada yang memandang bahwa itu adalah kehendak Tuhan dan ada yang berpikiran bahwa itu bukan kehendak Tuhan. Seperti yang dikatakan penulis sebelumnya bahwa yang mengatakan hidup membujang sesuatu yang selalu identik dengan hal negatif cenderung jemaat yang sudah usia lanjut dan didapati juga dikatakan bahwa kehidupan membujang bukan yang Allah kehendaki.

Pemahaman mereka tentang hidup membujang tidak dikehendaki Allah berdasarkan kisah penciptaan ketika Adam diberikan Hawa oleh Allah dan memerintahkan untuk beranak cucu dan penuhilah bumi itulah awal permulaan bahwa manusia ditakdirkan untuk menikah46 dan pemahaman itu didukung oleh ayat alkitab yang mengatakan “Tuhan Allah berfirman: Tidak baik kalau manusia seorang diri saja aku akan menjadikan seorang penolong baginya yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18) dengan begitu manusia akan meninggalkan orang tua dan bersatu dengan pasanganya (Kej 2:24)47. Ada juga yang memiliki pemahaman bahwa di Alkitab tidak ada tokoh yang hidup membujang jika ada itu hanya rasul Paulus yang dituntut untuk membujang karena tugas pelayanannya, rakyat biasa tidak ada yang hidup membujang.48

Keyakinan yang dipercayai oleh jemaat bahwa manusia memang Tuhan ciptakan berpasangan tetapi manusia saja yang tidak mau mengambil pasangan yang telah Tuhan sediakan sehingga membuat seseorang sampai saat ini tetap membujang.49 Ketika ada sebagian dari jemaat memandang hidup membujang

46 Diana Makagiansar (Jemaat), Wawancara, 7 Agustus 2019. 47

Pdt Lisye Pattiapon, Wawancara, 6 Agustus 2019. 48

Diana Makagiansar (Jemaat), Wawancara, 7 Agustus 2019. 49 Maurits Rawung (Majelis), Wawancara, 6 Agustus 2019.

(31)

18

suatu hal yang negatif disisi lain ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap keputusan hidup dan apapun yang terjadi di kehidupan manusia termasuk dari kehendak Allah atas kehidupan manusia.50 Hidup membujang dikatakan baik ketika benar-benar menjadikan hidupnya untuk hormat kemuliaan nama Tuhan dan terlebih ketika manusia bisa menjaga kekudusan tubuhnya dan tidak menyimpang dari norma yang ada.51

3.5 Faktor penyebab hidup membujang

Tidak sebatas memahami pandangan dan pemahaman Jemaat terkait kehidupan membujang yang ada di POUK TNI AL Sunter penulis juga mewawancarai orang-orang yang sampai saat ini menjalankan kehidupan membujang bagaimana sampai saat ini mereka menjalani kehidupan membujang dan memaknai hidup membujang itu sendiri.

Hidup membujang yang dijalani sampai saat ini bukan sebagai pilihan. Mereka tidak memilih untuk membujang dan juga tidak mencari pasangan hidup, mereka cenderung pasrah akan hidupnya. Baik membujang maupun tidak itu bukan hal yang perlu ditakuti.52 Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa hidup membujang juga bukan suatu kehendak dari Allah.53 Tidak bisa dipungkiri bahwa ada faktor yang membuat mereka sampai saat ini hidup dalam kesendirian. Dikarenakan sampai saat ini masih mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan kata lain masih memfokuskan diri untuk mengejar karir sehingga pasangan hidup tidak menjadi prioritas.54 Pernah dikecewakan oleh lawan jenis ketika menjalin hubungan kurang lebih 7 tahun akhirnya dikhianati dan dampaknya menjadi lebih waspada untuk mejalin hubungan tetapi tidak sampai pada trauma.55 Ada kecenderungan untuk takut berkomitmen, karena memiliki pemahaman bahwa pernikahan sekali dalam seumur hidup dan ketakutan dengan

50

Agustin Yokohoel (Jemaat), Wawancara, 6 Agustus 2019. 51

Astrich Antahari (Majelis), Wawancara, 3 Agustus 2019. 52 5 narasumber yang hidup membujang.

53

Fina Manipeni 41 tahun (Jemaat yang hidup membujang), Wawancara, 3 Agustus 2019. 54

Melanita Wulansari, 49 tahun (Jemaat yang membujang), Wawancara, 5 Agustus 2019. 55 Julietta Gultom, 45 tahun (Jemaat yang membujang), Wawancara, 7 Agustus 2019.

(32)

19

perceraian itu tinggi sehingga sampai saat ini yang dimiliki hanya teman dekat saja dalam artian mesra.56 Kemudian ada yang memiliki standard tinggi untuk calon pasangan sehingga terkesan pemilih dan menurut pribadi tersebut itulah salah satu faktor penyebab hidup membujang sampai saat ini57 dan yang terakhir ialah karir yang sangat menyita waktu dan disibukkan untuk merawat orang tua walaupun orang tua juga menutut anak untuk segera menikah.58

Di dalam kehidupan jemaat POUK TNI AL Sunter terdapat saudara bersaudara memiliki jalan hidup yang sama yaitu hidup dalam kesendirian dalam artian membujang, ketika ditelusuri mereka merasa bahwa hidup membujang di dalam keluarganya bisa dikatakan sebagai turunan karena jauh di atas mereka banyak keluarga mereka yang sampai akhir hayatnya hidup membujang sehingga membuat mereka cenderung santai menghadapi realitas hidup membujang.59

3.6 Makna hidup membujang

Ketika hidup membujang dijalani oleh setiap individu tentu mereka memiliki pengalaman hidup yang berbeda, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan sekalipun tetap mereka rasakan dalam setiap perjalanan hidupnya. Suka duka hidup membujang sudah menjadi pengalaman hidup.

Ketika hidup membujang seseorang dapat lebih bebas untuk melakukan apa saja untuk diri mereka sendiri, tidak ada orang-orang yang ikut campur dalam pengambilan keputusan.60 Waktu yang cenderung fleksibel untuk menghabiskan rutinitas dengan teman bahkan di dalam pelayanan sekalipun, fokus tidak terbagi ketika mereka sibuk dengan pelayanan tidak perlu memikirkan keluarga yang harus diurus.61 Menentukan sendiri masa depan mereka tanpa perlu pertimbangan

56

Bento Sinaga, 55 tahun (Jemaat yang membujang), Wawancara, 3 Agustus 2019. 57

Fina Manipeni, 41 tahun (Jemaat yang membujang), Wawancara, 3 Agustus 2019. 58 Tiur Sinaga, 48 tahun (Jemaat yang hidup membujang), Wawancara, 3 Agustus 2019. 59

Bento Sinaga, 55 tahun (Jemaat yang membujang), Wawancara, 3 Agustus 2019. 60

Julietta Gultom, Wawancara, 7 Agustus 2019. 61 Melanita Wulansari, Wawancara, 5 Agustus 2019.

(33)

20

atau memikirkan perasaan pasangan.62 Bebas untuk bergaul dan berteman dengan siapa saja sekalipun dengan lawan jenis.63

Akan tetapi duka dalam menjalani hidup membujang sering kali dirasakan, rasa sendiri terkadang perasaan itu menghampiri akan tetapi ditanggulangi dengan menyibukkan diri bersama rekan kerja maupun rekan sepelayanan.64 Ada kecemburuan melihat pasangan65 rindu untuk bergereja bersama dengan pasangan66 dan terlebih ketakutan ketika tidak dapat memiliki keturunan sehingga tidak ada penerus bagi keluarga.67 Selebihnya terkait pendapat orang tentang hal negatif terhadap hidup membujang mereka cenderung tidak peduli tentang pendapat orang karena itu juga sudah menjadi bagian dari resiko ketika mereka menjalani hidup tidak sama seperti orang pada umumnya sehingga mereka memaknai hidup tetap dengan rasa syukur, hidup membujang tidak menjadi hambatan untuk tetap berkarya ditengah masyarakat sesuai dengan talenta yang dimiliki. Meyakini bahwa kesulitan yang akan mereka jalani tetap ada tangan Tuhan yang selalu menopang hidup mereka dan mencoba memahami bahwa hidup membujang salah satu kehendap Tuhan atas kehidupan sebagian orang.68

4.1 Analisis Faktor-faktor dan Komitmen hidup membujang

Kebermaknaan hidup merupakan perasaan subjektif bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri subjek mempunyai dasar kokoh dan penuh arti atau dengan kata lain setiap keputusan yang diambil oleh subjek ia merasa bahwa dirinya benar dan tepat.69 Berdasarkan data yang ditemui di lapangan bahwa hidup membujang yang dialami oleh warga POUK TNI AL Sunter ialah karena sampai saat ini masih mengusahakan unutuk memenuhi kebutuhan pribadi sehingga merasa tidak ada waktu

62

Tiur Sinaga, Wawancara, 3 Agustus 2019. 63 Bento Sinaga, Wawancara, 3 Agustus 2019. 64

Melanita Wulansari, Wawancara, 5 Agustus 2019. 65

Fina Manipeni, Wawancara, 3 Agustus 2019. 66 Julietta Gultom, Wawancara, 7 Agustus 2019. 67

Bento Sinaga, Wawancara, 3 Agustus 2019. 68

Julietta Gultom, Wawancara, 7 Agustus 2019. 69 Erikson, Teori Psikologi, 30.

(34)

21

untuk mencari pasangan hidup, mengalami traumatik karena perasaan dikecewakan oleh lawan jenis, dan memilih standar tinggi dalam mencari pasangan. Inilah yang dimaksud penulis terkait faktor hidup membujang manusia memiliki pandangan terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan data di lapangan bahwa setiap orang yang hidup mmbujang di POUK TNI AL Sunter mereka meyakini bahwa hidup membujang salah satu bagian dari kehendak Allah atas hidup mereka,70 Allah turut campur tangan atas apa yang terjadi terhadap semua ciptaannya sehingga Allah tidak menentang hidup orang yang membujang, yang Allah tentang ialah perilaku-perilaku yang melanggar norma dalam kehidupan. Inilah yang menjadi pemahaman orang yang hidup membujang mereka merasa benar atas hidupnya karena sejauh ini meskipun mereka hidup di dalam kesendirian tetapi mereka tidak merugikan orang lain dan terlebih mereka tetap berkarya untuk kemuliaan nama Tuhan. Berdasarkan teori dalam bagian dua, hidup tidak menikah ialah suatu kemampuan yang Allah berikan kepada beberapa anggota dalam Tubuh Kristus untuk tetap hidup selibat dan menikmatinya: mereka tidak menikah dan dapat menanggung semua godaan-godaan seksual sehingga hidup membujang atau tidak menikah dapat dikatakan sebagai suatu karunia.71 Karunia yang tidak dapat berdiri sendiri dengan kata lain tidak ada manfaatnya sama sekali hidup membujang, jika tidak ada tujuan lain yang menyebabkan mereka tidak menikah sehingga hidup membujang seharusnya menjadikan seseorang menjadi lebih efektif dalam memaknai karunia hidup. Keputusan untuk menikah maupun tidak menikah haruslah didasari untuk kerajaan Allah. Inilah yang mereka sebut sebagai makna hidup ketika hidup membujang bukan sebagai suatu hambatan bagi mereka untuk tetap berperan aktif ditengah masyarakat maupun di lingkungan Gereja.72

Sesuai data di lapangan hampir semua yang hidup membujang terakhir menjalin hubungan atau berpacaran di atas 20 tahun yang lalu dan rata-rata berusia diatas 40 tahun. Akan tetapi mereka tetap menikmati perjalanan hidupnya menerima

70

Verkuyl, Etika Seksuil, 150. 71

Maitumu, Selibat, 29.

(35)

22

kenyataan bahwa memang Tuhan belum memberi pasangan hidup atau memang Tuhan tidak memberi, sekalipun demikian semuanya dijalankan dengan penuh penerimaan diri karena baik hidup membujang ataupun tidak tetap ada suka duka dalam menjalani kehidupan ini. Seseorang yang hidup membujang bisa untuk menentukan pilihan hidupnya dan tetap bertanggung jawab atas pilihannya. Mereka tahu bahwa sebagai manusia mereka juga memiliki tujuan hidup di dunia ini sehingga tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk tetap terus berkarya mengasah potensi dan terlebih mengejar apa yang mereka inginkan di dalam hidupnya dan penulis menganalisis bahwa pernyataan ini sesuai dengan apa yang disampaikan Carlos D. Ryff dalam tulisannya Everything is Happiness, Ryff menjelaskan tentang makna dari Psychological Well-Being yang memiliki pengertian bahwa manusia memiliki pikiran positif terhadap dirinya dan orang lain sehingga secara tidak langsung bukan hanya bebas dari perasaan tertekan tetapi ada konsep penerimaan diri (Self-acceptence), mengembangkan potensi diri (Personal growth), dapat menentukan tindakan untuk dirinya (Outonomy), memiliki keyakinan hidupnya juga memiliki tujuan hidup (Purpose in life) dan terlebih individu dapat berelasi dengan yang lain (Positive relation with other), mengatur kehidupannya hingga lebih efektif (Environmental mastery).73 Melalu Self-Acceptence mereka lebih melihat kehidupan membujang dari segi positif bahwa mereka dapat mengeksplor diri mereka lebih baik lagi, dapat mengambil keputusan dengan bebas dan memiliki banyak waktu. Pemikiran seperti ini yang harus dimiliki memandang setiap kehidupan dari segi positif sehingga kita sebagai manusia bisa lebih bersyukur atas kehidupan.

4.2 Analisis Pemahaman Warga POUK TNI AL Sunter terkait hidup Membujang.

Dengan melihat hasil wawancara terhadap narasumber terkait kehidupan membujang, mayoritas berpendapat bahwa manusia dituntut untuk menikah karena yang mereka ketahui Allah memerintahkan manusia hidup berpasangan. Patokan

73

Carol D. Ryff, Happiness is everything, or is it? Exploration on the meaning of psychological

(36)

23

yang diambil berdasarkan Perjanjian Lama pada masa penciptaan bahwa manusia tidak baik seorang diri saja (Kejadian 2:18;24). Akan tetapi sesuai dengan teori yang ditemukan tujuan yang berbeda dari kisah penciptaan keduanya memiliki penafsiran yang berbeda. Jika kita lihat Kejadian 2:4-25 memang benar berdasarkan itu Allah menciptakan manusia merujuk pada pernikahan sedangkan ketika kita melihat mundur ke belakang pada Kejadian 1:1-28 di sana jelas terlihat bahwa Allah menciptakan manusia tidak ada konotasinya pada pernikahan. Allah menciptakan manusia untuk melakukan pekerjaan (sosial) mulia seperti mendayagunakan alam, memimpin ciptaan dan mengusahakan bumi karena Allah menciptakan perbedaan jenis kelamin bukan hanya untuk berujung pada pernikahan tetapi untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.

Seseorang yang hidup membujang menikmati hidupnya berada di tengah masyarakat dalam konteks ini ketika mereka berelasi dengan jemaat yang menikah, mereka cenderung tidak memikirkan hal negatif yang dibicarakan orang terkait dirinya selama mereka tidak melanggar norma ataupun merugikan orang lain dan menurut mereka itu adalah resiko ketika mereka sampai saat ini hidup membujang. Mereka meyakini bahwa setiap kejadian dalam hidup tidak bisa dipandang dari satu sudut pandang saja dengan membuat standarnya akan tetapi mereka melihat hidupnya dari sudut pandang mereka sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Susan Crain Bakos seorang konselor dari Relationship Institute, anggapan hidup membujang bukanlah hidup yang membahagiakan adalah anggapan yang salah. Kedua, anggapan yang mengatakan bahwa tantangan-tantangan dalam kehidupan membujang merupakan hambatan yang tak mungkin diatasi adalah tidak benar, sebaliknya yang seharusnya dilakukan seseorang untuk menikmati kondisinya dalam keadaan baik adalah mengubah pola pikir.74

Dengan begitu mereka mengartikan hidupnya sesuai dengan apa ada dirinya, berusaha untuk memaknai hidup dan mengaktualisaikan potensi-potensi yang mereka punya dan mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. Membuat hidup tetap

(37)

24

bermakna meski harus membujang karena itu bukan suatu hambatan bagi seseorang untuk memberi makna pada hidupnya.75

Kesimpulan

Berdasarkan data di lapangan, teori dan analisis yang ada bahwa pemahaman tentang hidup membujang dapat disimpulkan sebagai: Pertama, faktor penyebab hidup membujang diantaranya, yaitu sibuk mencari pekerjaan ataupun meningkatkan karir, trauma dalam menjalin relasi percintaan, merawat orang tua dan belum mendapat jodoh. Kedua, terkait komitmen hidup membujang, maka hasil penelitian menegaskan jika adanya pemahaman diri yang baik dari para narasumber bahwa hidup membujang merupakan salah satu wujud karunia Allah dan tidaklah bertentangan dengan kehendak Allah selama mereka tetap berkarya mengaktualisasikan diri. Menjalin relasi yang baik dengan sesama serta tetap mampu mengontrol segala keberadaan diri mereka.

Saran

Kepada gereja:

Gereja perlu memperhatikan setiap individu yang membujang dalam artian bukan membuat yang hidup membujang terkesan berbeda akan tetapi perhatian yang dImaksud lebih secara personal. Gereja bisa mengadakan konseling pastoral non formal yaitu diadakan pendekatan langsung kepada orang-orang yang hidup membujang sehingga setiap individu yang hidup membujang memiliki teman untuk menceritakan keluh kesah di hidupnya. Selain itu gereja juga dapat mendata jemaat yang hidup membujang untuk

memetakan latar belakang kepakaran maupun profesi mereka. Berdasarkan pemetaan tersebut, gereja bisa memberdayakan mereka dengan segala pengetahuan dan pengalaman prefesional yang ada untuk turut berkontribusi dalam pembangunan jemaat melalui pelatihan, seminar, dan pembinaan.

75

(38)

25

Diadakan pembinaan warga gereja melalui pendalaman Alkitab terkait hidup membujang sehingga memiliki pemahaman yang luas dengan begitu tidak hanya sekedar membaca Alkitab akan tetapi paham maksud dan tujuan dari setiap tulisan yang ada di Alkitab dan diperlukan seseorang yang memiliki latar belakang teologi untuk memfasilitasi hal ini.

(39)

26

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sujanto et all., Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.

BM, Ratna. Demokrasi Keintiman: Seksualitas di Era Global. Yogyakarta: Pelangi Aksara,

2005.

Brownlee, Malcolm. Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya. Jakarta:

Gunung Mulia 2016.

Djiwandono, Patrisius Istiarto. Meneliti Itu Tidak Sulit:Metodologi Penelitian Sosial dan

Pendidikan Bahasa. Yogyakarta: Deepublish, 2005.

Eko Budiarto & Dewi Anggraeni. Pengantar Epidemologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2001.

Erikson, Erik H. Teori Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gramedia, 1989. Eriyanto. Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta: Lkis, 2007.

Hines, Darrell L. Pernikahan Kristen Konflik & Solusinya. Jakarta: Gunung Mulia, 2008.

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2008.

Lahaye, Tim. Kebahagiaan Pernikahan Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2002. R, Hardawiyana. Dokumen Konsili Vatikan I. Jakarta: Obor, 1993.

Samuel Patty. Metode Penelitian Sosial : Bahan Kuliah Metode Penelitian Sosial. Salatiga,

2001.

Sarafiah dan Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Grafindo Persada, 2001.

(40)

27

W.S. Lasor, D.A. Hubbard, and F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat & Sejarah,

Jakarta: Gunung Mulia, 2015.

Verkuyl, J. Etika Kristen. Jakarta: Gunung Mulia, 1993.

JURNAL ONLINE

Dhivyadeepa, E. Sampling Technique in Educational Research. Diakses March 15.

https://books.google.co.id/books?id=JgPYCgAAQBAJ&printsec=frontcover&source =gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jenis mesin, exhaust type, jenis bahan bakar, distribusi umur kendaraan, jarak tempuh kendaraan (VKT),

SCA yang tidak secara fisik menangani produk UTZ: SCA ini harus mematuhi persyaratan yang berlaku dari Standar Rantai pengawasan (ChoC), walaupun bukan sebagai

A legnagyobb csoport, a nyugdíjasok, járadékosok számát döntően a nyugdíjkorhatár folya- matos emelése, a tanulókét a demográfiai ok mellett a kötelező közoktatási

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik peserta didik dan kegiatan belajar mengajar pada mata

The aims of this research are to find out (1) English Teachers response toward the differences and similarities of English lesson plan before and after 2013 curriculum

Implikasi dari temuan penelitian ini, bahwa para pengguna sistem informasi akuntansi pada organisasi sektor publik di Kabupaten Blora akan semakin puas dan semakin tinggi

Berdasarkan evaluasi yang menggunakan QSPM diperoleh rekomendasi bahwa pemerintah Kabupaten Bojonegoro sebaiknya memilih strategi pengembangan produk (new product