• Tidak ada hasil yang ditemukan

M Adli Abdullah, PhD. Dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "M Adli Abdullah, PhD. Dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Panglima Laot: Praktek

Penguatan Pengelolaan

Perikanan Melalui

Penguatan Kearifan

Lokal di WPP 571/572

Aceh

M Adli Abdullah, PhD. Dosen Hukum Adat Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh Email bawarith@unsyiah.ac.id

(2)

Sejarah Panglima Laot

 Panglima Laot merupakan suatu institusi Adat yang mengatur tentang

tata cara meupayang/penangkapan ikan di laut. Panglima Laot selain sebagai institusi juga sebagai seorang ketua lembaga itu sehingga orang menyebut mereka sebagai Panglima Laot.

 Keberadaan Panglima Laot tercatat dalam catatan Marcopolo yang

mengunjugi Pasai (Aceh) pada tahun 1292 (the travel of Marcopolo). Pada masanya Kerajaan Aceh Darussalam abad ke 16 dan 17 Panglima Laot berfungsi untuk memungut cukai pada kapal-kapal yang singgah di pelabuhan dan memobilisasi masyarakat nelayan untuk dikirim

berperang melawan Portugis di semenanjung Malaysia.

Li Kam Hing mengatakan “Sultan appointed a Panglima La’ōt to

enforce surveillance of the coast and collect revenue from the outlying settlements (Hing, 2006). Jadi, tampaknya peran

Panglima La‘ōt bukan hanya sebagai ‗pengawal‘ Hukum Adat La‘ōt, melainkan juga sebagai bagian dari pegawai pemerintah.

(3)

Keberadaan Panglima Laot

 Salah satu bentuk kearifan lokal di Aceh yang berkenaan dengan

pengelolaan perikanan adalah hukum adat laut, yang secara kelembagaan dilaksanakan Panglima Laot.

 Panglima Laot dan hukom adat laot di Aceh, di samping mengatur penangkapan ikan, juga mengatur tentang larangan pengrusakan

lingkungan laut, serta adanya pantang laot di hari-hari tertentu yang berimplikasi kepada berjalannya ekosistem

 Secara normatif, pascareformasi kedudukan panglima laot dikuatkan dalam UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh. Dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. menyebut Panglima Laot sebagai lembaga adat di Aceh, yang membuat keputusan mengenai ketentuan hukum adat laut yang berlaku bagi nelayan di seluruh Aceh, dengan fungsi, tugas dan kewenangannya tersendiri.

 Pasal 98 ayat (1) UU No 11 Tahun 2006 menyebutkanLembaga adat Panglima Laot berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan

pemerintahan kabupaten/kota di bidang keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat adat laot. Pasal 162 ayat (2) huruf (e) UU Nomor 11 Tahun 2006 yang mengatur tentang kewenangan pemerintah untuk pemeliharaan hukum adat laut.

 Untuk menegakkan hukum adat laut sebagai kearifan lokal di laut Aceh, lembaga adat panglima laot memiliki peradilan adat laut tersendiri.

(4)

Lembaga adat panglima laot kini dalam tiga

tingkatan, yakni

a.

Panglima Laot Lhok,

b.

Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan

c.

Panglima Laot Provinsi.

Dalam mekanisme pemilihan juga berbeda, termasuk

perbedaan lamanya jabatan, Panglima Laot Lhok

untuk masa jabatan delapan tahun, sementara

jabatan Panglima Laot Kabupaten/Kota dan Provinsi

hanya enam tahun.

Dalam hal hukum adat laot, Panglima Laot

memiliki aturan yang berlangsung turun termurun

yang kemudian dalam proses revitalisasi kemudian

mulai dituliskan sebagai bahan bagi penguatan

(5)

WPP RI 571 - Laut Andaman dan Selat Malaka untuk Aceh luas wilayah perairan laut di WPP 571 mencapai 2833,35 km2 dan terdapat 90 wilayah kelola adat Panglima Laot

 WPP 571 secara administratif meliputi wilayah

administrasi wilayah administrasi Provinsi Riau (4 kabupaten/kota) dan wilayah administrasi

Sumatera Utara (7 kabupaten/kota) dan Provinsi Aceh bagian timur, (8 kabupaten/kota) terdiri dari:

1. Aceh Besar (8 Panglima Laot Lhok dan satu

Panglima laot Kabupaten

2. Pidie (14 Panglima Laot Lhok dan Satu

Kabupaten)

3. Pidie Jaya (9 Panglima Laot Lhok dan satu

Kabupaten)

4. Bireuen (12 Panglima Laot Lhok dan satu

panglima laot kabupaten)

5. Kota Lhokseumawe (5 Lhok dan satu panglima

laot kota)

6. Aceh Utara (12 Panglima Laot Lhok dan satu

Panglima laot kabupaten)

7. Aceh Timur (16 panglima laot Lhok dan satu

(6)

WPP RI 572 perairan Samudera Hindia sebelah barat

Sumatera dan Selat Sunda serta wilayah laut Aceh mencapai

12088,90 km2 dengan 76 wilayah kelola adat panglima laot.

 WPP 571 untuk wilayah Provinsi Aceh berada di

bagian barat (8 kabupaten/kota) terdiri dari:

1. Kota sabang (7 Panglima Laot lhok dan Panglima

Laot Kota)

2. Kota banda Aceh (3 Panglima Laot Lhok dan

Panglima laot kota)

3. Aceh Besar (8 Panglima Laot lhok

4. Aceh Jaya (12 Panglima Laot Lhok dan Satu

Kabupaten)

5. Aceh barat(9 Panglima Laot Lhok dan satu

Kabupaten)

6. Nagan Raya (8 Panglima Laot Lhok dan satu

panglima laot kabupaten)

7. Aceh Barat Daya (8 Lhok dan satu panglima laot

kota)

8. Aceh Selatan (12 Panglima Laot Lhok dan satu

Panglima laot kabupaten)

9. Aceh Singkil (9 panglima laot Lhok dan satu

(7)

 tugas Panglima Laot adalah

 mengadili/ menyelesaikan sengketa dalam wilayahnya,  menjaga dan memelihara kaedah/norma adat laot,

 menggerakkan semua nelayan untuk membantu kecelakaan di laot,  memimpin upacara adat.

 menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan alam pada wilayah

laut dan pesisirnya.

 Hukum adat laut ini senantiasa tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang

nyata, cara hidup dan pandangan hidup, yang keseluruhannya

merupakan kebudayaan masyarakat pesisir Aceh. Kearifan inilah yang dimiliki panglima laot Aceh, yang ujung-ujungnya berorientasi pengabdian kepada nilai religius dan keharusan umat manusia di pesisir membina hubungan dengan

makhluk dan lingkungan dalam rangka berjalannya proses interaksi yang saling membutuhkan secara terus-menerus (sustain).

 Hukum adat laot di Aceh yang dijaga oleh panglima laot memiliki dua unsur

yaitu:

1. unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu

diindahkan oleh masyarakat nelayan di Aceh; dan

2. unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada masyarakat nelayan

(8)

Berdasarkan ketentuan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008,

secara umum tugas Panglima Laot adalah:

1.

pengawal adat istiadat dan hukum adat laot;

2.

mitra Pemerintah dalam bidang perikanan dan

kelautan,

3.

menyelesaikan sengketa dan perselisihan di antara

nelayan sesuai dengan hukum adat laot;

4.

menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan kawasan pesisir

dan laut;

5.

memperjuangkan peningkatan taraf hidup masyarakat

nelayan;

(9)

Dalam Qanun Aceh tersebut juga membagi

tugas panglima laot kabupaten kota dan

Panglima Aceh sebagai berikut:

a.

Untuk Panglima Laot Kabupaten

Kota dibebankan tugas menyelesaikan

sengketa Panglima Laot Lhok, sedangkan

b.

Panglima Laot Aceh dibebankan dua

tambahan tugas lain, yaitu:

memberikan advokasi kepada nelayan

yang terdampar di negara lain; dan

(10)
(11)

Pantang Laut:

 3 (tiga) hari pantang laot pada setelah acara khanduri laot dihitung sejak keluar

matahari pada hari kenduri hingga tenggelamnya matahari pada hari ketiga.

 Hari Jumat dilarang melaut 1 (satu) hari penuh (dengan ketentuan

setelah shalat boat boleh melaut tetapi tidak boleh mengadakan kegiatan penangkapan ikan.

 Pada Hari Raya Idul Fitri dilarang melaut selama batas waktunya 3 hari penuh

(mulai dari hari pertama hari raya sampai hari ke 3 hari raya).

 Hari Raya Idul Adha, dilarang melaut selama Hari Raya Aidil Adha 3 hari penuh

(mulai dari hari pertama hari raya sampai hari ke 3 hari raya).

 Hari Kemerdekaan Tanggal 17 Agustus dilarang melaut selama 1 (satu) hari penuh.  Tanggal 26 Desember merupakan hari pantang laôt baru yang disepakati

dalam Rapat Dewan Meusapat Panglima Laôt se-Aceh di Banda Aceh pada 9-12 Desember 2005, untuk mengenang bencana gempa dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Pantang laôt tanggal 26 Desember selama 1 hari penuh.

(12)

Setidaknya terdapat empat alasan mengapa dikenal hari pantang melaut bagi seluruh nelayan Aceh.

1. Alasan religius. Bagi nelayan Aceh yang muslim, hari libur melaut itu mereka

manfaatkan untuk menunaikan kewajiban beribadah kepada Allah. Khusus hari Jumat, kalau nelayan tetap melaut, hampir tak mungkin bagi mereka menunaikan shalat Jumat secara berjemaah tepat waktu.

2. pertimbangan ekologis. Kita upayakan dalam seminggu harus ada satu hari

di mana seluruh biota laut hidup tenang, tanpa diusik oleh para nelayan, sehingga memungkinkan ikan, udang, dan lainnya berpijah.

3. alasan reparasi. Hari tidak melaut itu, bisa digunakan para nelayan

untuk memperbaiki jala, jaring, pukat, perahu, atau boatnya, sehingga ketika turun melaut lagi kondisi alat-alat tangkapnya dalam keadaan prima.

4. terjalin nilai-nilai komunal (kerja sama atau kegotong-royongan), sebab

pekerjaan memperbaiki alat tangkap itu biasanya dilakukan bersama-sama oleh kelompok nelayan

Pelanggar hari pantang laut disita hasil tangkapan, dilarang melaut 3-7 hari, serta dikeluarkan dari persekutuan masyarakat hukum adat laut.

(13)

Adat laot dan Pantang Laut di Aceh

dibagi empat:

Adat laot dibagi empat:

Adat Laot tentang Tata Cara Penangkapan Ikan

(meupanyang)

adat pemeliharan lingkungan di wilayah pesisir

adat sosial bagi masyarakat nelayan

Adat Khanduri Laut

Adat Barang Hanyut

(14)

Hukom Adat Laot tentang Tata Cara Penangkapan Ikan (meupanyang)

di Aceh

Bila sebuah motor boat mendapat kawanan ikan dan terus mengelilinginya dan bila kawanan ikan yang sedang dikelilinginya tadi hilang dari pandangan mata (tenggelam), sedangkan di dekat boat pukat tadi ada perahu pukat Aceh. Maka pengaturannya adalah:

 Apabila kawanan ikan tadi muncul kembali di samping boat, ikan tersebut masih kepunyaan

boat pukat.

 Tetapi apabila kawanan ikan tadi muncul di belakang perahu pukat Aceh, sedangkan boat

pukat mengejar berlainan arah, sedangkan kawanan ikan tadi jauh dengan perahu pukat (lebih kurang) 1 leun pukat (200 meter), maka kawanan ikan itu sudah menjadi hak perahu pukat, dan dalam hal ini bagi perahu pukat siapa yang duluan krah ikan tersebut.

 Bila Perahu pukat krah satu kawanan ikan jauh dari perahu tersebut, sedangkan kawanan ikan

tersebut di laboh (ditangkap) oleh boat pukat tadi, maka pembagiannya ialah bagi dua maupun sebaliknya.

Bila kawanan ikan di krah oleh sebuah pukat Aceh sedangkan di situ terdapat beberapa buah perahu pukat lain, dan dari samping kawanan ikan itu terdapat pula sebuah boat pukat.

Pengaturannya adalah: Oleh boat pukat yang dekat dengan kawanan ikan tadi tidak bisa (tidak boleh) melabuh kawanan ikan tersebut. Dan apabila pukat-pukat yang melabuh tadi sudah jatuh UNTUNG, baik pukat I-II, maupun ke-III, dan setelah UNTUNG pukat yang ketiga ini jatuh baru bisa boat pukat melabuh kawanan ikan tersebut dengan catatan hak pukat tadi masih ada yaitu dibagi dua. Syarat-syarat untuk dapat memiliki satu kawanan ikan:

 Krah atau angkat topi.

 Sangga atau memukul galah di ujung umbai.

 Kalau pukat atau lampung tersangkut harus dilepas atau diperbaiki.  Menggiring kawanan ikan.

(15)

 Bila sebuah kawanan ikan di krah oleh sebuah perahu pukat Aceh dan dikejar oleh

pukat-pukat lain untuk melabuh kawasan ikan tersebut, sedangkan cuaca/keadaan alam tidak mungkin bagi pukat Aceh yang mengejar tadi akan berhasil melabuh kawanan ikan tersebut. Dan apabila ada sebuah boat yang membantu melabuh kawanan ikan tersebut dengan seizin pawang pukat yang mengejar tadi, dan jika berhasil dilabuh kawanan ikan itu, maka pembahagiannya adalah bagi tiga yaitu satu bahagian bagi pukat yang krah, satu bahagian bagi yang mengejar tadi, dan satu

bahagian untuk boat yang membantu melaboh tersebut dengan ketentuan sanggup mencapai umbai pukat boat.

 Sebuah boat menggandeng sebuah perahu pukat Aceh dan bila jumpa dengan

kawanan ikan perahu pukat yang menggandeng tadi tidak bisa krah ikan yang dilihatnya itu sebelum ia lepaskan diri dari boat yang menggandeng tadi.

 Sebuah boat yang menggunakan pukat Aceh, apabila waktu sedang laboh dibantu

oleh perahu kulek, maka ikan hasil dari laboh itu dibawa turun oleh perahu kulek tersebut. Dan apabila ikan tersebut dibawa turun sendiri oleh boat maka jerih payah atas pertolongan/bantuan perahu kulek ialah 10 persen dari hasil ikan tersebut.

(16)

 Pukat Aceh sedang laboh, lantas datang sebuah boat dan sebuah pukat Aceh lainnya serta sampai di tempat pukat yang sedang laboh tadi bersama-sama mereka membantu pukat yang sedang laboh itu, maka jerih payah atas bantuan boat dan pukat Aceh yang

membantu adalah hasil dari laboh itu dibagi dua. Dan antara pukat dengan pukat Aceh yang membantu tadi mereka ini hasil bagi dua tadi mereka bagi dua lagi, berarti mereka semuanya mendapat hasil.

 Sebuah kawanan ikan dilihat oleh beberapa boat dan boat itu sama-sama mengejar

kawanan ikan tersebut. Sesampai di tempat kawanan ikan itu salah satu dari pukat boat itu yang posisinya tepat untuk laboh ikan tersebut. Bagi boat yang laboh kawanan ikan ini hasilnya

 ½ bagian dari hasil seluruhnya, dan bagian yang setengah lagi dibagi untuk beberapa boat yang sama-sama dapat mempertahankan kedudukannya.

 Tiap boat baik yang menggunakan pukat Aceh maupun pukat langgar, apabila umbainya telah jatuh dan ikan tersebut tidak didapat, maka haknya atas ikan yang sedang dilaboh hilang atau gugur.

 Tiap pukat yang mesak-sak, berhak laboh adalah siapa yang duluan jatuh UNTUNG-nya. Sedangkan pukat yang terlambat jatuh UNTUNG harus menahan pukatnya (hasil lebih yang diperdapat dari pembagian perkongsian ikan oleh boat yang melaboh ikan). Dengan

catatan tidak boleh melaboh dalam halaman pukat lain sebelum memberi isyarat kepada pukat yang pertama jatuh umbainya.

 Untuk menghindari sentimen batin antara boat dengan boat dan antara boat dengan pukat Aceh, ikan nyirat ditiadakan untuk melaboh ikan atas kongsi dapat bahagian 5 persen dari hasil ikan.

(17)

 Jika sebuah motor boat sedang melaboh ikan dan memerlukan bantuan karena ikan

tersebut tidak dapat diambil tanpa bantuan boat lain dan sebagainya. Boat yang sedang melaboh ikan hanya boleh meminta bantuan kepada boat yang terlebih dahulu datang melewati umbai/haluan boat yang memerlukan bantuan, dan hasilnya dibagi dua setelah dikurangi 5 persen hak labuh.

 Motor boat yang sedang melaboh ikan jika memerlukan bantuan harus meminta

bantuan kepada motor boat pukat yang terdekat dan tidak boleh meminta bantuan kepada boat-boat kecil yang fungsinya hanya sebagai pengangkut (beca laut, boat pancing) kecuali tidak ada motor boat pukat yang dekat lainnya.

Terlarang keras mendesak atau peupok (menabrak) dalam usaha penangkapan ikan.

Peraturannya adalah: Apabila sebuah motor boat telah melaboh ikan (jatuh umbai), maka boat berikutnya dilarang melaboh di dalam atau di luar pukat / boat tersebut untuk kawanan ikan yang sama (istilah meusak-sak pukat). Pelanggaran ini akan ditindak dengan hukuman menyita seluruh hasil dan mengembalikan 5 persen hak laboh serta wajib memperbaiki seluruh kerusakan boat pertama. Hasil sitaan

(18)

 Pemasangan Tuasan, Rumpon dan Bubu

1. Tuasan, rumpon dan bubu dipasang di laut harus diberi tanda pengenal berupa

pelampung bulat besar atau bambu yang dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dilihat.

2. Bila terjadi tabrakan antara tuasan, rumpon, bubu dengan pukat atau alat

penangkapan ikan lainnya tidak dengan sengaja, maka kerusakan tuasan, rumpon, dan bubu tidak diganti. Tetapi kerusakan tuasan, rumpon, dan bubu ditabrak oleh pukat atau alat tangkapan ikan lainnya dengan sengaja, maka harus diganti rugi sebesar 100 persen dari harga tuasan, rumpon dan bubu

tersebut. Pemasangan tuasan, rumpon dan bubu harus mengambil surat izin dari Dinas Perikanan dan Kelautan Tingkat II setempat. Apabila tidak mempunyai

surat izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat II, maka kerusakan tuasan, rumpon dan bubu tersebut tidak berhak mendapat ganti rugi.

3. Tuasan, rumpon dan bubu yang tidak diberi tanda pengenal bila terjadi tabrakan

tidak akan diganti dan dia harus mengganti kepada yang menabraknya.

4. Pukat banting, pukat langgar, dan jenis pukat lainnya boleh menangkap ikan di

malam hari dengan jarak ±500 meter dari tuasan/unjam dan lain-lain alat pengumpul ikan.

(19)

 Masalah Meletakkan Tuasan di Laut

1. Cara untuk membina tuasan di laut sangat diperlukan tata tertib yang

sempurna, bagi kapal- kapal yang membina tuasan tersebut. Bagi sebuah kapal pukat langgar atau pukat banting, jika membina tuasan jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal lain, harus ada lebih kurang 1 mil

sehingga tidak mengganggu bagi pengguna kapal lain, sewaktu memukat.

2. Bagi sebuah kapal jaring yang menggunakan alat jaring atau tanggok

bawal, jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal lebih kurang 500 meter sehingga tidak terjadi gangguan jaring sewaktu pihak kapal lain menggunakan alat tangkapnya.

3. Kecuali kapal yang membina tuasan diharuskan meletakkan tuasan pertama

dengan mengambil pedoman dari arah darat menuju laut atau kebalikannya sehingga teratur dan sempurna.

(20)

Masalah Pemotongan Tuasan/Unjam

1.

Jika seorang juragan sebuah kapal melakukan pemotongan terhadap

sebuah tuasan/ unjam milik kapal lain, ini adalah suatu pekerjaan yang

sangat terkutuk. Bila hal ini dapat diketahui oleh pemiliknya, dilengkapi

dengan keterangan saksi, serta membawa pengaduan kepada pihak

yang berwenang, juragan kapal tersebut diharuskan membayar ganti

rugi terhadap biaya tuasan milik kapal lain.

2.

Ganti rugi tuasan yang dipotong tersebut, dibebankan pembayarannya

kepada pihak juragan,

3.

sedangkan pengusaha tidak perlu menanggung resiko apapun

(pembayaran selambat-lambatnya seminggu setelah keputusan sidang).

Dan kepada pemilik tuasan diberi waktu untuk melapor dalam jangka

waktu sebulan, kepada pihak Panglima. Lewat dari batas tersebut di

atas, pengaduan tidak diladeni lagi (menjadi batal).

(21)

Panglima Laot merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam

melestarikan adat dan kebiasaan yang berlangsung di masyarakat

nelayan dan menjembatani kepentingan masyarakat nelayan

hubungan dengan pemerintah. Tanggung jawab tersebut

dilaksanakan melalui pola sebagai berikut:

1. Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat laut dan adat laot. 2. Mengkoordinasikan dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan laut (adat

meupayang).

3. Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi diantara sesama nelayan atau kelompoknya.

4. Mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot (khanduri laut).

5. Menjaga dan mengawasi agar pohon-pohon di tepi sungai tidak ditebang, karena ikan akan menjauh sampai tengah laut.

6. Penghubung antara nelayan dan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perikanan.

7. Meningkatkan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan. 8. Mengatur jadwal acara-acara ritual yang berhubungan dengn masyarakat nelyan,

misalnya kenduri laut.

Hak (right) untuk mengatur merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan Panglima Laot dalam menjalankan hukom adat laot. Hak tersebut berkaitan dengan tujuan yang lebih besar dari pengelolaan perikanan, yakni keadilan dan keberlanjutan sumberdaya bagi masyarakat nelayan hukom adat laot tersebut.

(22)

Adat laot yang berkaitan dengan adat

pemeliharan lingkungan di wilayah pesisir

(a) Larangan menebang / merusak pohon-pohon kayu di pesisir pantai laut seperti pohon arun / cemara, pandan, ketapang, bakau dan pohon lainnya yang hidup di pantai;

(b) (b) Larangan melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilan terumbu karang, dan bahan-bahan lainnya yang dapat merusak lingkungan hidup dan biota lainnya;

(c) Larangan menangkap ikan / biota laut lainnya yang dilindungi. Larangan tersebut di atas juga berkaitan dengan dua aspek

1) pengaturan penggunaan alat tangkap dan pencegahan penggunaan alat tangkap yang merusak persikataran dan pembatasan wilayah penangkapan pada jarah tertentu terhadap habitat ikan;

2) pelarangan terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah persikataran seperti membuang sampah, membuang sisa bahan perbaikan kapal, dan

(23)

Selain adat pemeliharaan lingkungan,

terdapat juga adat sosial bagi masyarakat

nelayan

Dalam operasional kehidupan nelayan yang berhubungan dengan adat sosial

1. Pada saat terjadinya kerusakan kapal / boat atau alat penangkapan lainnya

di laut, mereka memberikan suatu tanda yaitu menaikkan bendera sebagai tanda meminta bantuan. Bagi boat yang melihat aba-aba tersebut langsung datang mendekati untuk memberikan bantuan.

2. jika terjadi musibah tenggelam nelayan di laut, seluruh boat mencari mayat

tersebut minimal satu hari penuh dan jika ada boat yang mendapat mayat di laut, boat tersebut berkewajiban mengambil dan membawa mayat tersebut ke daratan.

(24)

Adat khanduri laut (jamu laut)

 Khanduri adat dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sekali atau

tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat,

 dinyatakan 3 (tiga) hari pantang laot pada acara khanduri laot dihitung sejak

keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelamnya matahari pada hari ketiga.

 Adat kenduri laut di masing-masing daerah tingkat II dalam Provinsi Aceh

mempunyai ciri khas tersendiri dan bervariasi satu dengan yang lainnya menurut keadaan masing-masing daerah, dan tetap memperhatikan nilai-nilai yang Islami.

(25)

Adat Barang Hanyut

Setiap barang (perahu, boat

panglong, dan lain-lain) yang

hanyut di laut dan diketemukan

oleh seorang/nelayan, harus

diserahkan kepada Panglima

Laot setempat untuk

(26)

Sistem sanksi

Dalam menerapkan sanksi dan penerapan hukuman pelanggaran melalui

mekanisme tertentu, yaitu pelanggar tidak berhadapan langsung dengan Panglima Laot tetapi terlebih dahulu harus diselesaikan oleh struktur paling bawah dimana pelanggaran terjadi. Misalnya apabila terjadi pelanggaran atau perselisihan di antara aneuk boat (anak buah kapal), maka yang

menerapkan sanksi atau menengahi adalah pawang boat yang menjadi atasan

aneuk boat. Untuk pelanggaran di dalam aneuk boat berbeda, akan

diselesaikan Panglima Laot Lhok dan seterusnya ke atas.

 Dalam kasus yang umumnya terjadi dalam hal perebutan wilayah tangkap,

diselesaikan oleh Lembaga Hukom Adat Laot melalui suatu persidangan untuk memberi putusan kepada masing-masing pihak. Putusan tersebut hanya bisa mengajukan banding (sebagai tingkat terakhir) di Kabupaten/Kota.

 Bagi nelayan yang melanggar ketentuan yang telah ditentukan, berdasarkan

putusan Lembaga Persidangan Hukom Adat Laot, hanya akan menghasilkan dua sanksi, yakni sebagai berikut:

 Seluruh hasil tangkapan disita. Hasil tangkapan 25 % untuk operasional

Lembaga Panglima Laot dan 75 % untuk agama dan sosial.

 Dilarang melaut serendah-rendahnya 3 (tiga) hari dan selama-lamanya 7

(27)

Panglima Laot merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam

melestarikan adat dan kebiasaan yang berlangsung di masyarakat

nelayan dan menjembatani kepentingan masyarakat nelayan

hubungan dengan pemerintah. Tanggung jawab tersebut

dilaksanakan melalui pola sebagai berikut:

1. Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat laut dan adat laot. 2. Mengkoordinasikan dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan laut (adat

meupayang).

3. Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi diantara sesama nelayan atau kelompoknya.

4. Mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laot (khanduri laut).

5. Menjaga dan mengawasi agar pohon-pohon di tepi sungai tidak ditebang, karena ikan akan menjauh sampai tengah laut.

6. Penghubung antara nelayan dan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perikanan.

7. Meningkatkan usaha yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan. 8. Mengatur jadwal acara-acara ritual yang berhubungan dengn masyarakat nelyan,

misalnya kenduri laut.

Hak (right) untuk mengatur merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan Panglima Laot dalam menjalankan hukom adat laot. Hak tersebut berkaitan dengan tujuan yang lebih besar dari pengelolaan perikanan, yakni keadilan dan keberlanjutan sumberdaya bagi

(28)

kesimpulan

 Isu-isu konservasi sumberdaya ikan dan ekosistem laut akan mudah

ditanggulangi, yang ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat pesisir.

 Tujuan ini secara implisit juga merupakan tujuan akhir dari hukum adat laut

itu sendiri, yakni menuntaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, baik dalam konteks fisik maupun nonfisik. Fisik, dapat berarti seorang

nelayan mendapatkan hasil tangkapannya. Sedangkan nonfisik, dapat berarti keleluasaan dan kenyamanan nelayan dalam mengeksploitasi sumberdaya alamnya.

 Makna normatif pemeliharaan hukum adat laot di Aceh dalam konteks

pengelolaan sumberdaya perikanan, berujung pada target keberkelanjutan dan kelestarian lingkungan. Jadi dalam konsep kearifan lokal, kontek

pemeliharaan hukum adat laot berujung pada keberlanjutan sumber daya dan kelestarian lingkungan. Dan ini harus dilihat dalam ruang yang sama, tidak terpisah-pisah.

(29)

 Lembaga adat Panglima Laot dan hukum adatnya sudah ada sejak berabad yang

lalu. Secara normatif, kedudukannya kuat, namun ketika berhadapan dengan kewenangan lain yang berkaitan dengan investasi, kedudukan Panglima Laot tertekan. Di sinilah pemerintah seyogianya tidak hanya menjadikan orientasi eksploitasi perikanan di WPP 571 dan 572 sebagai satu-satunya jawaban

pembangunan.

 Dengan tugas Panglima Laot melaksanakan dan melestarikan hukum adat dan

kebiasaan masyarakat nelayan dan pesisir di Aceh, ia berpotensi menjadi

kekuatan sosial penting. Dengan semangat menjalankan peran dan fungsi nilai-nilai adat yang dimiliki, menjadikan posisi lembaga sangat berakar pada konsep kelestarian dan keberlanjutan lingkungan. Dalam kacamata lembaga adat

Panglima Laot di Aceh kesejahteraan nelayan tidak hanya dilihat dalam kacamata fisik saja, akan tetapi juga nonfisik.

 Pengelolaan sumber daya perikanan tidak selalu berorientasi eksploitasi oleh

negara dan pemodal besar. Tetapi pengelolaan perikanan harus menjadi bagian dari kenyataan kearifan lokal yang dijaga.

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan BIAS Campak adalah Jumlah siswa kelas 1 Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang sederajat, laki-laki dan perempuan yang mendapat imunisasi campak

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Definisi lain hasil belajar adalah kemampun-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

Dalam analisis PAM pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa usahatani kakao memiliki harga finansial yang tinggi, hasil ini merupakan indikasi awal bahwa usahatanikakao di Desa

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan AVRIST IDX30 yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif dan

Berdasarkan fakta - fakta di atas, maka penelitian mengenai peran kepuasan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam hubungan kausal antara

NO NIDN NAMA PESERTA EVALUASI BEBAN KERJA DOSEN UNIT NAMA ASESOR KE I NIRA ASESOR I NAMA ASESOR KE II NIRA ASESOR II.. 36

Pada dasarnya bluetooth diciptakan bukan hanya untuk menggantikan atau menghilangkan penggunaan kabel didalam melakukan pertukaran informasi, tetapi juga mampu menawarkan

Analisis ragammenunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan pupuk kandang sapi (D) dan konsentrasi sitokinin (K) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap