• Tidak ada hasil yang ditemukan

BMI = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan² (TB x TB dalam m 2 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BMI = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan² (TB x TB dalam m 2 )"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas 2.1.1 Definisi

Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi setiap orang. Pada kebanyakan wanita dan pria, obesitas berarti kelebihan berat badan (BB) jauh melebihi berat yang diinginkan. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.

Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland, 2002).

Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sementara overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan dimana BB seseorang melebihi BB normal. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.

Overweight dan obesitas diartikan sebagai akumulasi lemak berlebih dan

abnormal yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan (WHO,2006).

2.1.2. Cara Perhitungan Obesitas

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) adalah perhitungan mudah menggunakan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang sering digunakan dan telah diakui sebagai metoda yang paling praktis untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada populasi dewasa atau individual. Perhitungan digunakan dengan membagi BB dalam kilogram dengan TB yang dikuadratkan dalam meter (kg/m2 ) (Soegih, 2009).

(2)

BMI menyediakan populasi yang paling berguna dengan perhitungan level dari kelebihan berat badan dan obesitas yang sama pada kedua jenis kelamin dan untuk segala usia. Bagaimanapun juga, hal ini harus dipertimbangkan sebagai panduan kasar karena perhitungan ini kemungkinan menyampaikan tingkat kegemukan yang sama pada individu berbeda (WHO, 2006).

2.1.3. Interpretasi Hasil Perhitungan

WHO (World Health Organization) menyatakan normal jika BMI 18,5-22,99, overweight sama dengan atau lebih dari 23, dan obesitas sama dengan atau lebih dari 25. Pembagian perhitungan ini menyediakan penilaian tersendiri terhadap masing-masing individu, tetapi terdapat kejadian resiko penyakit kronik pada populasi yang meningkat BMInya secara progresif dari nilai 21.

Interpretasi perhitungan dari BMI dimana : Tabel 2.1 Klasifikasi Obesitas

Intrepretasi BMI Normal 18,5-22,99 kg/m2 Dewasa overweight ≥23.0 kg/m2 Pre-obese 23.00-24.99 kg/m2 Obese I 25.00-29.99 kg/m2 Obese II ≥ 30 kg/m2 (WHO, 2006) 2.1.4. Epidemiologi

Terdapat fakta mengenai kelebihan berat badan dan obesitas yang didapati pada proyek WHO terakhir yang mengindikasikan secara global pada tahun 2005: a. Diperkirakan 1,6 miliar orang dewasa (usia lebih dari 15 tahun) adalah

kelebihan berat badan.

b. Sekurangnya 400 juta orang dewasa obesitas.

Proyek mendatang dari WHO dikatakan pada tahun 2015, diperkirakan 2.3 miliar dewasa akan kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta akan obesitas.

(3)

Setidaknya 20 juta anak dibawah usia 5 tahun mengalami kelebihan berat badan secara global pada tahun 2005.

Indonesia belum memiliki data yang lengkap untuk menggambarkan prevalensi obesitas, namun penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan, dan kelompok umur dapat menjadi gambaran dari jumlah penderita obesitas di Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 9,16% pria dan 11,02% wanita penderita obesitas (Soegih, 2009).

2.1.5. Komplikasi Obesitas

Kelebihan berat badan dan obesitas menghasilkan konsekuensi kesehatan yang serius. Peningkatan resiko secara progresif seiring dengan peningkatan BMI. Peningkatan BMI merupakan resiko terbesar untuk penyakit kronik seperti:

a. Penyakit kardiovaskular sistem (utamanya: penyakit jantung dan stroke)- sudah menjadi penyebab kematian yang pertama, membunuh 17 juta orang setiap tahunnya.

b. Diabetes- yang telah menjadi epidemik global. Proyek WHO dimana kematian diabetes akan meningkat 50% di seluruh dunia pada 10 tahun mendatang.

c. Penyakit muskuloskeletal- khususnya osteoartritis yang berkaitan dengan Low Back Pain.

d. Beberapa kanker (endometrium, payudara, dan kolon)(WHO, 2006).

2.2. Nyeri Punggung Bawah

2.2.1 Definisi Nyeri Punggung Bawah

Nyeri adalah suatu sensasi, sakit atau, rasa tak enak yang kurang lebih terlokalisasi akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf khusus. Nyeri berfungsi sebagai mekanisme perlindungan karena membuat kita menarik diri atau menjauhi sumbernya (Dorland, 2000).

Sedangkan istilah Nyeri Punggung Bawah (NPB) diartikan sebagai sensasi nyeri yang dirasakan pada area lumbosakral dari spinalis yang meliputi cakupan

(4)

dari vertebra lumbalis pertama hingga vertebra sakralis pertama. Ini merupakan area spinalis dimana kurva lordotic terbentuk. Sisi yang paling sering terkena adalah pada segmen lumbalis keempat dan kelima (Kravitz dan Andrews, 2005).

Jadi, dapat kita simpulkan NPB adalah nyeri pada area belakang yang dapat berhubungan dengan spinal lumbalis, diskus di antara vertebra, ligamen yang mengelilingi spinalis dan diskus, medula spinalis dan saraf, otot dari punggung bawah, organ dalam dari pelvik dan abdomen, atau kulit yang menutupi area lumbalis (Webster's New World Medical Dictionary ,2002).

2.2.2. Epidemiologi

Prevalensi penderita NPB di Amerika Serikat diperkirakan 15-20% dan Eropa 25-45%. Sekurangnya 2% pekerja Amerika memiliki masalah dengan gangguan punggung setiap tahunnya (Wheeler, 2009).

Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Community Oriented

Program for Controle of Rheumatic Disease ( COPORD ) menunjukkan

prevalensi nyeri punggung 18,2 % pada laki-laki dan 13,6 % pada wanita (Rumiyati, 2009).

2.2.3. Faktor Resiko dan Etiologi

Faktor resiko terjadinya nyeri punggung bawah antara lain karena tegangnya postur tubuh, obesitas, kehamilan, faktor psikologi dan beberapa aktivitas yang dilakukan dengan tidak benar seperti mengangkat barang yang berat dan duduk yang lama. Faktor genetik dan ras tidak terlalu jelas.

Laki-laki dan perempuan memiliki faktor resiko sama, tetapi pada usia lebih dari 60 tahun dilaporkan wanita lebih tinggi angka kejadiannya. Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya nyeri punggung bawah dimana berhubungan dengan penurunan fungsi-fungsi tubuh terutama tulang sehingga tidak lagi elastis seperti saat muda.

Data epidemiologi menyatakan faktor risiko memegang peranan penting pada NPB (Wheeler, 2009).

(5)

2.2.4. Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah (NPB)

Berdasarkan durasinya, NPB dapat dibagi atas akut jika hilang dalam 2-8 minggu, subakut 2-8 minggu hingga 12 minggu, dan kronik lebih dari 12 minggu, dengan kronik LBP paling erat kaitannya dengan kecacatan (Duss, 1996).

2.2.5. Anatomi vertebra

Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra, yaitu 7 vertebra servikalis, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis yang bersatu membentuk os sakrum, dan 4 vertebra koksigeus (tiga vertebra di bawah umumnya bersatu).

Struktur kolumna ini fleksibel, karena kolumna ini bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrokartilago yang disebut diskus intervertebralis (Snell, 2006).

Vertebra lumbalis lebih berat dan besar dibandingkan dengan vertebra lainnya sesuai dengan peran utamanya menyangga berat badan. Korpusnya yang berbentuk ginjal berdiameter transversa lebih besar dari anteroposterior.

Setiap vertebra lumbal dapat dibagi atas 3 set elemen fungsional, yaitu : a. Elemen anterior terdiri dari korpus vertebra, berfungsi mempertahankan diri

dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan saja dari berat badan tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.

b. Elemen posterior yang mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna vertebra dan juga mengontrol gerakan.

c. Elemen tengah yaitu pedikel yang berfungsi menghubungkan elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke anterior.

Ujung-ujung saraf dijumpai pada nukleus, tetapi pemeriksaan neurofisiologis belum dapat membuktikannya. Sedangkan diskus dikatakan merupakan jaringan tidak sensitif terhadap nyeri. Tetapi pada diskus yang telah mengalami degenerasi sehingga menyebabkan fragmentasi annulus dengan nukleus yang dehidrasi, meningkatkan tekanan intradiskal yang menyebabkan nyeri. Jika dengan cara yang sama, tetapi ligamentum posterior dianastesi dengan

(6)

prokain, tidak ada sensasi nyeri, sehingga dapat diasumsikan bahwa iritasi ligamentum longitudinale posterior dengan meningkatnya tekanan intradiskal yang telah berdegenerasi adalah mekanisme penghasil nyeri (Meliala, 2002).

2.2.6. Fisiologi Nyeri

Sebelum membahas lebih lanjut, sebaiknya kita membahas mengenai proses rangsangan nyeri secara fisiologis. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh; rangsangan nyeri timbul bila ada jaringan rusak, dan hal ini menyebabkan individu bereaksi dengan cara menghindar terhadap stimulus nyeri

Berbeda dengan nyeri yang menyertai cedera perifer, yang berfungsi sebagai mekanisme protektif normal untuk memberi peringatan mengenai kerusakan yang sudah atau akan terjadi pada tubuh, keadaan nyeri kronik abnormal diperkirakan disebabkan oleh kerusakan pada jalur-jalur nyeri, walaupun tidak terdapat cedera perifer atau rangsangan nyeri (Sherwood, 2001). Lokalisasi nyeri baru dapat ditentukan bila nyeri disertai dengan rangsangan taktil. Impuls nyeri yang berada dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin dengan kecepatan sampai 30 meter/detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal diangkut oleh serabut C yang kecil dan tidak bermielin dengan kecepatan yang jauh lebih lambat sekitar 12 meter/detik (jalur nyeri lambat) (Guyton, 1997).

2.2.7 Patofisiologi Nyeri pada NPB

Berbagai jaringan peka nyeri terdapat di punggung bawah, yaitu periosteum, 1/3 bagian luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia, dan otot. Reseptor nyeri tersebut sebenarnya berfungsi sebagai proteksi yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan berlangsungnya penyembuhan. Salah satu mekanisme pencegahan adalah dengan spasme otot yang nantinya dapat menyebabkan iskemi dan sekaligus menyebabkan titik picu

(7)

nyeri. Pembungkus saraf juga kaya akan nosiseptor yang berperan sebagai sumber nyeri nosiseptif inflamasi terutama nyeri yang dalam dan sulit terlokalisasi.

Pada penderita NPB terjadi hiperalgesia skunder (hiperalgesia di sekitar lesi di jaringan yang sehat yang hanya dapat dibangkitkan dengan stimulasi mekanikal). Hiperalgesia adalah respon berlebihan terhadap stimulus yang secara normal menimbulkan nyeri yang diakibatkan sensitisasi dari nosiseptor.

Terjadinya hiperalgesia skunder disebabkan adanya kemampuan neuron di kornu dorsal medula spinalis memodulasi transmisi impuls neuronal. Proses modulasi ini terjadi karena impuls yang terus menerus menstimulasi medula spinalis yang berasal dari daerah lesi sehingga neuron di kornu dorsalis menjadi lebih sensitif (Meliala, 2002).

2.2.8. Diagnosis Klinis

Anamnese dan pemeriksaan fisik merupakan bagian pokok pada tahap awal sehingga dapat memisahkan kelompok penderita NPB dengan penyebab yang serius.

Diagnosis klinis meliputi: 1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Umum b. Pemeriksaan Neurologis 3. Pemeriksaan Penunjang

Anamnesa ini harus ditanyakan mengenai keluhan utama, anamnese keluarga, penyakit-penyakit sebelumnya, keadaan sosial, penilaian organ tubuh, dan penyakit saat ini. Pada keluhan utama kita juga perhatikan perjalanan penyakit dimana pada NPB biasanya timbulnya mendadak dan berhubungan dengan pekerjaan yang posisinya secara mekanis tidak menguntungkan. Lama dan frekuensi serangan umumnya berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.

Pemeriksaan fisik umum untuk menyingkirkan penyebab lain seperti demam, TBC, tumor, ataupun penyakit sistemik lainnya. Pada pemeriksaan neurologis kita dapat lakukan Straight Leg Raising test (untuk pemeriksaan nervus

(8)

ischiadicus yaitu L4,L5,S1) dimana pasien dalam posisi berbaring. Dikatakan

positif bila pada pengangkatan lebih 700

a. L3 : nyeri, kemungkinan parestesia pada dermatom L3; paresis otot kuadrisep femoris; refleks tendon kuadriseps (refleks platela) menurun atau menghilang.

kaki terdapat nyeri radikular.

Pemeriksaan penunjang memberikan petunjuk-petunjuk yang penting untuk diferensial diagnosa dan membutuhkan biaya mahal dengan sensitivitas tinggi (Partoatmodjo, 2002).

Penyempitan foramen mungkin terbatas pada individual, atau dapat melibatkan beberapa foramaen unilateral atau bilateral dengan berbagai derajat. Keadaan ini merupakan alasan mengapa seseorang dapat mengalami sindrom radikular monosegmental atau plurisegmental. Sindrom ini biasanya terdiri dari iritasi radikular yang menghasilkan parestesia dan nyeri dalam pola distribusi segmental.

Nyeri radikular menjalar secara tegas, terbatas pada dermatomnya dan sifat nyerinya lebih keras dan terasa pada permukaan tubuh (Sidharta, 2008). Kerusakan yang lebih berat dapat menyebabkan hilangnya sensorik dan motorik radikularis yang berhubungan dengan refleks abnormal.

Sindrom lesi yang terbatas pada masing-masing radiks lumbalis:

b. L4 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4; paresis otot kuadriseps dan tibialis anterior; refleks platela berkurang.

c. L5 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5; paresis otot ekstensor halusis longus, seperti juga otot ekstensor digitorum brevis; tidak ada refleks tibialis posterior.

d. S1 : nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1; paresis otot peronealis dan triseps surae; hilangnya refleks triseps surae (tendon Achiles).

Nyeri skiatik dari iritasi radikular dapat menghilang secara tiba-tiba dan digantikan oleh paresis motorik atau hilangnya sensorik, ini menandakan bahwa serat radikularis tidak dapat berkonduksi lagi. Diindikasikan terapi bedah segera dari radiks yang terlibat (Duss,1996).

(9)

2.3. Peran Obesitas pada Nyeri Punggung Bawah (NPB)

Menurut Warih Widodo (2009) dan Vismara.L. (2010), terjadi peningkatan insidensi NPB seiring dengan peningkatan BMI. Peningkatan ini terjadi disebabkan terjadinya peningkatan beban pada mereka yang obesitas yang menghasilkan kurva abnormal pada daerah lumbosakralis. Area ini merupakan penyokong utama berat badan tubuh kita.

Akibat pembentukan kurva abnormal yang disebut kurva lordotic ini maka akan terjadi kerusakan pada otot pada sekitar area yang menghasilkan lesi kronik.. Lesi kronik tersebut lama kelamaan akan merusak pembungkus saraf pada regio ini akan mengalami kerusakan pada selubungnya. Selain itu, lesi kronik tersebut juga akan menghasilkan peningkatan kepadatan akhiran saraf bebas. Kerusakan pada selubung dan peningkatan kepadatan akhiran saraf pada area lesi kronik ini mengakibatkan rangsangan rendah, yang tidak mengaktifkan reseptor nyeri, akan menghasilkan respon nyeri pada area lumbosakralis.

Kerusakan selubung mielin berkaitan dengan beban berlebih bukan merupakan nyeri yang tajam, melainkan nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri dengan intensitas rendah tetapi dengan waktu yang terus menerus akan menghasilkan reaksi berlebihan pada saraf yang disebut hipersensitivitas.. Hipersensitivitas pada daerah lumbosakralis inilah yang biasa dikeluhkan pasien sebagai Nyeri Punggung Bawah (PERDOSSI,2002).

Referensi

Dokumen terkait

Kedua jurnal yang ditelaah memperlihatkan bahwa penggunaan vasopresin pada pasien AKI dengan syok sepsis lebih superior dalam memperbaiki fungsi ginjal dibandingkan dengan

Dijelaskan dalam pasal 22 ayat (4) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul : “ DISTORSI SEJARAH ILMU ISLAM PADA ABAD XXI(Studi Kasus Literatur – Literatur Siswa SMA di Indonesia) ”

Walau bagaimanapun, peserta kajian ini menyatakan bahawa keterlibatan mereka terhadap MBK secara keseluruhannya adalah bersifat secara tidak langsung, iaitu apabila

pengembangan yang dilakukan Stepan Rak dalam kekaryaaannya baik dari segi struktur maupun teknik dalam karyanya yang berjudul The

control-group pretest-posttest design”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Angket, berisi pertanyaan tertulis yang diajukan untuk memperoleh

Guru membagikan tugas kepada setiap kelompok untuk mencari informasi berdasarkan gambar dan teks yang telah dibagikan.. Setiap kelompok memiliki topik yang berbeda

Jurnal merupakan catatan akuntansi yang pertama diselenggarakan dalam proses akuntansi, maka dalam sistem akuntansi, jurnal harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak akan