• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas di Wilayah Jabodetabek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyusunan Rencana Umum Jaringan Lintas di Wilayah Jabodetabek"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N

B A D A N P E N Y E L E N G G A R A A N T R A N S P O R TA S I J A B O D E TA B E K

( B P T J )

Penyusunan Rencana Umum Jaringan

Lintas di Wilayah Jabodetabek

Focus Group Discussion

(2)

Outline

Aspek Legalitas

Riviu Peraturan Perundang-undangan

Tujuan Penyelenggaraan Jaringan Lintas

Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya

(3)

ASPEK LEGALITAS

1.

UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

2.

UU No. 38 Tahun 2014 tentang Jalan

3.

Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan;

4.

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan;

5.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota

6.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

7.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan

Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

8.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan

9.

Peraturan Pemerintah No.172 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Induk Transportasi Jabodetabek

(4)

Riviu Peraturan Perundangan

Pernyataan Konsep Jaringan Lintas

Kriteria penetapan jaringan lintas

Pengawasan Angkutan Barang

(5)

Jaringan Lintas dalam UU 22 Tahun 2009

Bagian kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan

angkutan jalan

Bagian kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,

yaitu:

pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas

berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;

pemaduan berbagai moda angkutan;

pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;

pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau

perlindungan terhadap lingkungan.

Bagian kegiatan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas,

yaitu:

pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau

(6)

Ruang Lingkup Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,

yaitu:

perencanaan;

Pengaturan (

penetapan kebijakan penggunaan

jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada

jaringan Jalan tertentu

);

perekayasaan;

pemberdayaan; dan

pengawasan.

(7)

Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas diselenggarakan

untuk

meningkatkan

efisiensi

dan

efektivitas

penggunaan Ruang Lalu Lintas dan

mengendalikan

pergerakan Lalu Lintas

, berdasarkan kriteria:

perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan

Bermotor dengan kapasitas Jalan (VCR);

ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan

umum; dan

(8)

Angkutan Barang:

Syarat Pengangkutan Barang Umum

prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas

Jalan

;

tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk

memuat dan membongkar barang; dan

menggunakan mobil barang.

(9)

Rencana Umum Jaringan Lintas dalam Rencana

Induk Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan

Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disusun

berdasarkan kebutuhan transportasi dan Ruang Kegiatan

Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional

(Jabodetabek) untuk antarkota, perkotaan, dan perdesaan yang lebih dari 1

(satu) wilayah provinsi memuat:

prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup

nasional;

arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan jalan nasional dalam keseluruhan

moda transportasi nasional;

rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan

rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.

Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional

merupakan arahan dan pedoman untuk:

….

penyusunan rencana umum jaringan lintas angkutan barang nasional;

….

Secara implisit

,

jaringan lintas angkutan barang

ditentukan dengan

memperhatikan kelas jalan, yang mempertimbangkan fungsi jalan dan

beban gandar/sumbu kendaraan:

(10)

Kesimpulan 1

1.

Jaringan lintas dinyatakan secara implisit (tetapi

cukup jelas) dalam dalam UU No.22 2009;

2.

Penyusunan rencana umum jaringan lintas

angkutan barang berdasarkan RILLAJ

(RIT-Jabodetabek)

3.

Kriteria penetapan rute lintas angkutan barang

Kelas jalan

perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor

dengan kapasitas Jalan (VCR);

ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan

kualitas lingkungan

(11)
(12)

Pengawasan Muatan Barang

Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan

alat penimbangan (UU No.22, 2009)

alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau

alat penimbangan yang dapat dipindahkan.

Penetapan lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara

tetap harus memperhatikan RIJLLAJ dan

Jaringan Lintas Angkutan

Barang

(Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015)

lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap,

terletak pada (Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015) :

Kawaan industri;

Sentra produksi;

Pelabuhan;

Jalan tol;

(13)

Tata Cara Penimbangan Kendaraan Bermotor (PM

134, 2015:

Metode Statis (saat kendaraan berhenti)

Metode Dinamis/ weight in motion (saat kendaraan

bergerak)

Kecepatan rendah (<10 km/jam)

Kecepatan tinggi (>10 km/jam)

(14)

Rencana Umum Jaringan Lintas dalam

PM. Ttg Angkutan Jalan

Kendaraan angkutan barang

Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor

Umum

Angkutan barang umum

Angkutan barang khusus

Pengawasan muatan angkutan barang

tata cara pemuatan;

daya angkut;

dimensi kendaraan; dan

(15)

Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dipasang Secara Tetap,

dikecualikan terhadap (

termaktub juga dlm PM 134, 2015

)

Angkutan peti kemas;

mobil tangki bahan bakar minyak dan /atau bahan bakar gas;

Angkutan barang berbahaya; dan

alat berat.

dilakukan pada lokasi tertentu di ruas jalan nasional dan jalan strategis

nasional, dengan mempertimbangkan

(termaktub juga dlm PM 134, 2015) :

rencana tata ruang;

pusat bangkitan perjalanan;

jaringan jalan dan rencana pengembangan;

volume lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Angkutan barang;

keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas;

kondisi topografi;

efektivitas dan efisiensi pengawasan muatan; dan

ketersediaan lahan, dan

(16)

Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dapat

Dipindahkan, dilakukan apabila:

terdapat indikasi peningkatan pelanggaran muatan Angkutan

barang;

kecenderungan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh

kelebihan muatan Angkutan barang; dan/atau

belum ada alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada

ruas jalan tertentu.

(17)

Jaringan Lintas dalam

Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Sasaran:

Terwujudnya integrasi sistem transportasi dan TGL

Tersedianya layanan angkutan umum yang berkelanjutan

…..

…..

…..

Terwujudnya MRLL sesuai dengan LOS yang diharapkan

Tersedianya moda transportasi yang hemat bahan bakar dan

ramah lingkungan

terwujudnya sistem angkutan barang perkotaan yang

kompetitif

(18)

Jaringan Lintas dalam

Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

Pola Operasi Angkutan Barang:

1.

Tidak bersinggungan dengan kegiatan lain

;

pemisahan lajur,

waktu operasi dan

lokasi bongkar muat;

2.

Disusun berdasarkan

:

hirarki volume dan

jenis simpul yang dilayani dan jenis barang yang diangkut;

3.

Mempertimbangkan moda aman, efisien, dan sesuai

dengan kapasitas daya dukung lingkungan,

jaringan

infrastruktur

, jenis simpul dan barang yang dilayani

serta

kondisi lalu lintas yang dilalui

.

(19)

Tujuan Penyelengaraan Jaringan Lintas

Angkutan Barang

a.

mewujudkan kelancaran lalu lintas dan angkutan

jalan bagi seluruh masyarakat pengguna jalan

b.

mewujudkan keamanan, ketertiban dan

keselamatan dalam penggunaan jalan;

c.

mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya

guna dan berhasil guna untuk mendukung

penyelenggaraan sistem transportasi yang terpadu;

d.

mewujudkan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan jalan;

e.

mewujudkan stabilitas kondisi ruang manfaat

jalan untuk kepentingan umum;

(20)

Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya

Jaringan Lintas merupakan kumpulan dari

lintas-lintas

yang

menjadi

satu

kesatuan

jaringan

(21)

Kriteria Penetapan Jaringan Lintas

Jaringan lintas angkutan barang dilaksanakan melalui pembatasan

JBI mobil barang yang dapat melintasi rute lintasan mobil barang

dalam kota, dengan

kriteria umum

(berdasarkan ketentuan yang

lama)

:

1.

kebutuhan angkutan;

2.

kelas jalan yang sama dan/atau yang lebih tinggi;

3.

tingkat keselamatan angkutan;

4.

Tingkat pelayanan jalan;

5.

Tersedianya terminal angkutan barang;

6.

Rencana umum tata ruang;

(22)

LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS BERBAHAYA

Lintas

angkutan

barang

berbahaya

merupakan

lintas

pelayanan angkutan barang berbahaya yang terdiri dari

klasifikasi pengangkutan

:

barang mudah meledak;

gas mampat ;

gas cair;

gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu;

cairan mudah menyala;

padatan mudah menyala;

bahan pengahasil oksidan (oksidator);

racun dan bahan mudah menular;

bahan yang bersifat radioaktif;

(23)

LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS

TIDAK BERBAHAYA

Lintas angkutan barang khusus tidak berbahaya

merupakan

lintas

pelayanan

angkutan

barang

khusus yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan :

barang curah;

barang cair;

Peti kemas

barang yang memerlukan fasilitas pendinginan;

tumbuh-tumbuhan dan barang hidup serta,

Alat berat

(24)

LINTAS ANGKUTAN ALAT BERAT

Lintas angkutan alat berat merupakan lintas

pelayanan angkutan alat berat yang terdiri dari

klasifikasi pengangkutan :

alat berat yang karena sifatnya tidak dapat

dipecah-pecah

sehingga

beban

melampaui

muatan sumbu terberat;

pengangkutan

alat

berat

yang

karena

dimensinya melebihi ukuran maksimum yang

ditetapkan

(25)

LINTAS ANGKUTAN PETI KEMAS

Lintas angkutan peti kemas merupakan lintas

pelayanan angkutan barang khusus yang terdiri

dari klasifikasi pengangkutan barang dengan

menggunakan peti kemas.

Syarat Umum Lintas Angkutan Peti Kemas:

 Jalan yang diijinkan untuk lintasan angkutan peti kemas harus memenuhi

persyaratan jaringan jalan yang diizinkan;

 Persyaratan jaringan jalan untuk lintasan angkutan peti kemas dengan kendaraan

bermotor :

 Konstruksi jalan diperkeras dengan MST 10 ton;

 Jembatan harus mampu dilalui kendaraan yang mempunyai jumlah berat kombinasi

total sebesar 36 ton ( untuk peti kemas 20 kaki) dan 45 ton (untuk peti kemas 40 kaki);

(26)

Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 40 kaki juga

harus memenuhi persyaratan :

Lebar jalan perkerasan minimal 7 m;

Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 5 %;

Jari-jari horizontal (tikungan) minimal 115 m.

Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 20 kaki juga

harus memenuhi persyaratan :

Lebar jalan perkerasan minimal 7 m;

Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 7 %;

(27)

Jika lintas angkutan peti kemas akan menimbulkan

gangguan bagi pemakai jalan lain, maka lintasan

tersebut dapat

dibatasi waktu pengoperasiannya

.

Kendaraan pengangkut peti kemas

dibebaskan dari

kewajiban ditimbang di jembatan timbang

.

Dalam keadaan terpaksa, angkutan peti kemas yang

melalui lintasan peti kemas dengan

kemiringan

memanjang (tanjakan) lebih dari 5 % (untuk peti kemas

20 kaki) dan lebih dari

7 % (untuk peti kemas 40 kaki)

harus menggunakan kendaraan dengan spesifikasi

(28)

Kriteria lintas angkutan peti kemas :

Memenuhi persyaratan KM 74 / 1990 ttg

.

Angkutan Peti Kemas

di Jalan;

Jarak asal dan tujuan dipilih yang terpendek;

Menghubungkan pusat-pusat pemuatan dan pembongkaran peti

kemas dengan pusat-pusat industri, pergudangan, distribusi

atau kombinasinya;

Lebar jembatan minimal 6 m (untuk lintas angkutan peti kemas

20 kaki) dan minimal 7 m (untuk lintas angkutan peti kemas 40

kaki);

Desain kecepatan jalan minimal 80 km/jam;

Mempertimbangkan optimalisasi penugasan antar moda

transportasi;

(29)

Pengangkutan Barang Berbahaya dan Beracun

Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3

dari

suatu

tempat

ke

tempat

lain

dengan

menggunakan sarana angkutan (PP 74 Tahun 2001)

(30)
(31)

Prinsip Pengaturan Lintas Angkutan Barang

Mewujudkan lalu lintas dan angkutas barang yang

selamat, aman, lancar, tertib dan teratur, serta mampu

memadukan dengan moda transportasi lainnya, sehingga

dampak negatif dari interaksi fisik, kimia dan mekanik

antar muatan dengan manusia, kendaraan lainnya

maupun lingkungan sekitarnya dapat dicegah

.

4 (empat) permasalahan mendasar implementasi angk.

barang:

1.

Kemacetan lalu lintas

2.

Penurunan fungsi jalan arteri primer;

3.

Penurunan kualitas dan keamanan prasarana jalan;

4.

Sosial dan kemiskinan

(32)

Pendekatan Makro Mengatasi Permasalahan

Pembenahan:

1.

Sistem jaringan: peningkatan kapasitas pelayanan

prasarana (pelebaran jalan dan memperluas jaringan

jalan / jalan baru)

2.

Sistem pergerakan: teknik dan manajemen lalu lintas

serta fasilitas angkutan

3.

Sistem kegiatan: TGL yang baik, yg mengurangi

keperluan perjalanan panjang sehingga membuat

interkasi semakin mudah RTRW menjadi urgen

4.

Sistem kependudukan: kepadatan

(33)

Pendekatan Pengendalian Dampak Lingkungan

Titik berat pada masalah pengangkutan;

Prinsip: mencegah dan/atau mengurangi resio

dampak muatan terhadap lingkungan hidup,

kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya

Mengacu pada ketentuan:

Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(misal, ambang batas emisi gas buang kendaraan)

(34)

Pendekatan pengendalian dampak lingkungan

Mempertimbangkan:

1.

Analisis Dampak Lalu lintas

2.

Rencana Pengelolaan Muatan (misal: B3)

3.

Rencana Pemantauan Lintas Angkutan Barang

4.

Sistem Penanggulanagan Kecelakaan dan Keadaan

Darurat

“dapat menjadi kriteria tambahan

penetapan jaringan lintas”

(35)

Dalam

mengidentifikasi,

menganalisis

dan

merumuskan

strategi,

rencana

dan program

implementasi

lintasan

angkutan

barang harus

memperhatikan

efek ganda secara ekonomi

, utamanya

pada

pengembangan

kawasan

industri

yang

berwawasan lingkungan.

mampu mendorong pengembangan

kawasan-kawasan industri (representasi ekonomi), tanpa harus

mengesampingkan pengendalian dampak

(36)

3 (tiga) komponen yang sangat menentukan intensitas

terhadap dampak lingkungan, yaitu :

1.

Aspek perencanaan transportasi (manusia dan barang),;

2.

Aspek

rekayasa

transportasi (pola

aliran

moda

transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor

transportasi lainnya);

3.

Aspek teknik dan operasional pengangkutan barang

(alat angkut, kelengkapan angkutan, regulasi, dan

lain-lain).

(37)

Tahapan Studi

1.

Isu pokok penelitian dan rencana kerja

2.

Kajian pustaka (Penelahaan Dokumen)

Peraturan tentang pengakutan barang

Kebijakan: masterplan, roadmap, dll

Teknik dan operasional angkutan

3.

Laporan pendahuluan

4.

Penetapan titik-titik survai

5.

Survai lapangan

6.

Identifikasi Jenis dan Pola Operasi Angkutan Barang

7.

Pemilihan rute untuk lintas angkutan barang dengan AHP

8.

Evaluasi dan mitigasi resiko jaringan lintas yang dipilih

9.

Penetapan lokasi penimbangan kendaraan dinamis (Weight in

Motion)

10.

Laporan antara

11.

Perumusan Rekomendasi rute jaringan lintas

12.

Laporan akhir

(38)

METODE PENELITIAN

Pemahaman KAK

Metodologi, Invent.

Data Sekunder,

Persiapan Survai

Laporan

Pendahuluan

Pembahasan Lap. Pendahuluan

Persiapan

Pengumpulan Data

Penyusunan Rencana Umum Jar.Lin

Observasi

Lapangan

Analisis Data

Laporan Antara

Pembahasan Lap. Antara Tinjau Ulang Rte/Jar.Lin dan Rekomendasi

Jenis dan Pola Perpindahan

Barang,

Pemilihan rute lintas

Evaluasi dan Mitigasi Resiko

Rute Lintas Angkutan

Barang yang terpilih

Konsep Laporan Akhir

Penyempurnaan

Laporan Akhir

Laporan

Akhir

(39)

Alur Pikir

Jenis dan Pola

Operasi Ang. Bar

Pemilihan Rute

Evaluasi Rute

Mitigasi Resiko

(MRLL)

Tinjau Ulang

Rute Terpilih

Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., ‘Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework’, 2006.)

(40)

Analytic Hierarchy Process (AHP)

Adalah suatu algoritma pembuat keputusan

Dikembangkan pertama kali oleh Dr. Saaty.

Ruang lingkup : berbagai

bidang

aktivitas

seperti

ekonomi, manajemen, pertanian, perminyakan, dan

lain-lain.

di bidang manajemen dan ekonomi untuk

merangking beberapa pilihan alternatif dan pilihan akan

jatuh pada salah satu alternatif yang ada.

metode ini telah diterapkan untuk mengukur kinerja

dari sistem produksi, perencanaan strategis, analisis

investasi, dan lain-lain.

(41)
(42)

Metode Analisis Risiko (Risk Analysis)

Merupakan metode yang digunakan untuk:

identifikasi dan kontrol bahaya

,

me

ngestimasi tingkat risiko absolut dari suatu aktivitas

atau perbandingan risiko dari berbagai alternatif yang

ditawarkan

.

Manajemen risiko merupakan komponen penting

(43)

Aplikasi manajemen risiko mempunyai beberapa keuntungan,

yaitu :

Keputusan

lebih

baik

dapat

dibuat

ketika

didukung

dengan suatu pendekatan manajemen risiko.

Manajemen

risiko

terintegrasi

ke

dalam

perencanaan

strategis jangka panjang maupun sebagai informasi dalam

pengambilan keputusan sehari-hari.

Manajemen

risiko diterapkan pada pengembangan

dan

implementasi kebijakan, program, perencanaan dan arah ke

depan.

Integrasi manajemen risiko memberikan suatu filisofi dan

budaya kepada setiap

pengguna

jalan

mengelola

risiko

secara

proaktif dan mengkomunikasikan secara terbuka

tentang risiko.

(44)

Kriteria Penentuan Peringkat Pemilihan Rute

Lintas Angkutan Barang

Fungsi Rute

Rute pelayanan angkutan barang

Rute alternatif

Akses jaringan jalan

Panjang rute

Pengaruh terhadap lingkungan

(Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., ‘Transportation of

Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework’, 2006.)

(45)

Peringkat Risiko Rute Lintasan berdasarkan

Kriteria Faktor-faktor yang mendukung.

Kriteria

Tidak

Berdampak

Rendah

Sedang

tinggi

Sangat Tinggi

0-10

11-30

31-70

71-90

91-100

Faktor-faktor yang Mendukung

Klasifikasi Jalan Jalan bebas

hambatan (tol)

Jalan Propinsi Jalan Kabupaten Jalan Lokal Jalan

Desa/Lingkungan Geometri Jalan Sesuai yang

dikehendaki melebihi spesifikasi minimumnya atau maksimumhya Dalam spesifikasi minimum atau maksimumnya Cukup menyimpang dari standar Sangat menyimpang dari standar

Pengawasan Akses Terawasi

seluruhnya secara umum terawasi campuran yang terawasi dengan tak terawasi

Pengawasan terbatas Tidak terawasi

Tingkat Persilangan Rel Kereta Api

Persil. Kec rendah dengan lampu sinyal dan palang pintu aktif

Persil. Kecepatan sedang dengan lampu sinyal dan palang pintu aktif

Persil. Kecepatan sedang dengan lampu sinyal atau palang pintu aktif

Persil. Kecepatan sedang dengan perlawanan silang pasif Persil. Kecepatan tinggi dengan perlawanan silang pasif

Kondisi Permukaan Jalan >8 7-8 4-6 2-3 <2 Volume Lalu lintas <10.000 10.000-30.000 30.000-45.000 45.000-90.000 >90.000 Frekuensi Truk <5% 5%-9% 10%-15% 16%-20% >20% V/C Ratio <0,5 0,5-0,7 0,7-0,9 0,9-1,2 >1,2 Statistik Tabrakan <2 2,7-4 7,5-35 36-75 >75

(46)

Peringkat Risiko Rute Lintasan

Berdasar Kriteria Dampak/Pengaruh.

Kriteria

Tidak Berdampak

Rendah

Sedang

tinggi

Sangat Tinggi

0-10

11-30

31-70

71-90

91-100

Dampak/Pengaruh

Kepadatan penduduk <500 500-1200 1250-2600 2600-4500 >4500 penggunaan lahan Ruas jalan lebar Ruas jalan sempit Industri Komersil Pemukiman Respon Penduduk Sangat responsif Responsif Cukup responsif Kurang responsif Tidak responsif Dampak Lingkungan Topografi mencegah

migrasi dari sisi samping

Rute tidak sejajar dengan jalan air

Rute dengan

kemiringan mendekati jalan air

Rute sejajar dengan jalan air

Rute memotong habitat tertentu

Saluran Air Pinggiran jalan dengan parit yang tidak terbuka

Pinggiran jalan dengan selokan yang memiliki pengendali luapan

Pinggiran jalan dengan luapan air selokan

Parit terbuka dengan kemiringan minimum

Parit terbuka dengan kemiringan curam

Tanggap Darurat Respon pusat pemadam kebakaran< 3 menit

Respon pusat

pemadam kebakaran 3-4 menit

Respon pusat pemadam kebakaran 4-7 menit

Respon pusat pemadam

kebakaran 8 menit

Respon pusat pemadam kebakaran > 8 menit

Batas Kecepatan < 30 kph 30-50 kph 50-80 kph 80-100 kph >100 kph

(47)

Referensi

Dokumen terkait

Adanya berbagai kendala tersebut menyebabkan rancangan model usahatani terpadu sayuran organik-hewan ternak (MUSOT) yang dibangun di Desa Karehkel perlu

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran KPU dalam penguatan demokrasi di Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan pada Pemilu 2009 dan Untuk mengetahui

Dalam penelitian terhadap 55 pasien AIDS dengan kelainan paru yang dirawat di beberapa rumah sakit di Jakarta, ditemukan delapan pasien menderita PCP.. Jumlah CD4 pada pasien

Secara keseluruhan hasil pe- nilaian tentang aspek keterbacaan, konstruksi dan keterpakaian produk oleh guru menunjukkan bahwa pe- ngembangan instrumen asesmen

For all students of SMAN Englishindo, we announce English Speech Contest.. Time : Saturday, 22

Tingkat pelayanan transportasi dipengaruhi oleh aksesibilitas di Kabupaten Serdang Bedagai. Dimana tingkat aksesibilitas diukur berdasarkan beberapa variable yaitu kondisi

Pengolahan tepung ampas kelapa berserat kasar tinggi, sebagai bahan baku makanan rendah kalori hanya mengikuti pemanfaatan kelapa untuk pengolahan santan dan minyak cara basah,

oleh STP akan sama dengan pada saat Initial Convergence. Berikut adalah hasil printscreen dari Recovery Convergence. Pengukuran Recovery Convergence. Bentuk tabel perubahan