K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N
B A D A N P E N Y E L E N G G A R A A N T R A N S P O R TA S I J A B O D E TA B E K
( B P T J )
Penyusunan Rencana Umum Jaringan
Lintas di Wilayah Jabodetabek
Focus Group Discussion
Outline
Aspek Legalitas
Riviu Peraturan Perundang-undangan
Tujuan Penyelenggaraan Jaringan Lintas
Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya
ASPEK LEGALITAS
1.
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2.
UU No. 38 Tahun 2014 tentang Jalan
3.
Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 Tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
4.
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan;
5.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota
6.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
7.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
8.
Peraturan Menteri Perhubungan No. 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan
9.
Peraturan Pemerintah No.172 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Induk Transportasi Jabodetabek
Riviu Peraturan Perundangan
Pernyataan Konsep Jaringan Lintas
Kriteria penetapan jaringan lintas
Pengawasan Angkutan Barang
Jaringan Lintas dalam UU 22 Tahun 2009
Bagian kegiatan penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan
Bagian kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
yaitu:
pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas
berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
pemaduan berbagai moda angkutan;
pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
perlindungan terhadap lingkungan.
Bagian kegiatan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas,
yaitu:
pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau
Ruang Lingkup Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
yaitu:
perencanaan;
Pengaturan (
penetapan kebijakan penggunaan
jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada
jaringan Jalan tertentu
);
perekayasaan;
pemberdayaan; dan
pengawasan.
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas diselenggarakan
untuk
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
penggunaan Ruang Lalu Lintas dan
mengendalikan
pergerakan Lalu Lintas
, berdasarkan kriteria:
perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan
Bermotor dengan kapasitas Jalan (VCR);
ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan
umum; dan
Angkutan Barang:
Syarat Pengangkutan Barang Umum
prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas
Jalan
;
tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk
memuat dan membongkar barang; dan
menggunakan mobil barang.
Rencana Umum Jaringan Lintas dalam Rencana
Induk Jaringan Lalu lintas dan Angkutan Jalan
Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disusun
berdasarkan kebutuhan transportasi dan Ruang Kegiatan
Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional
(Jabodetabek) untuk antarkota, perkotaan, dan perdesaan yang lebih dari 1
(satu) wilayah provinsi memuat:
prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup
nasional;
arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan jalan nasional dalam keseluruhan
moda transportasi nasional;
rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan
rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.
Rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional
merupakan arahan dan pedoman untuk:
….
penyusunan rencana umum jaringan lintas angkutan barang nasional;
….
Secara implisit
,
jaringan lintas angkutan barang
ditentukan dengan
memperhatikan kelas jalan, yang mempertimbangkan fungsi jalan dan
beban gandar/sumbu kendaraan:
Kesimpulan 1
1.
Jaringan lintas dinyatakan secara implisit (tetapi
cukup jelas) dalam dalam UU No.22 2009;
2.
Penyusunan rencana umum jaringan lintas
angkutan barang berdasarkan RILLAJ
(RIT-Jabodetabek)
3.
Kriteria penetapan rute lintas angkutan barang
Kelas jalan
perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor
dengan kapasitas Jalan (VCR);
ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan
kualitas lingkungan
Pengawasan Muatan Barang
Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan menggunakan
alat penimbangan (UU No.22, 2009)
alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
alat penimbangan yang dapat dipindahkan.
Penetapan lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara
tetap harus memperhatikan RIJLLAJ dan
Jaringan Lintas Angkutan
Barang
(Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015)
lokasi UPPKB dengan alat penimbangan yang dipasang secara tetap,
terletak pada (Penyelenggaraan penimbangan, PM No.134 Tahun 2015) :
Kawaan industri;
Sentra produksi;
Pelabuhan;
Jalan tol;
Tata Cara Penimbangan Kendaraan Bermotor (PM
134, 2015:
Metode Statis (saat kendaraan berhenti)
Metode Dinamis/ weight in motion (saat kendaraan
bergerak)
Kecepatan rendah (<10 km/jam)
Kecepatan tinggi (>10 km/jam)
Rencana Umum Jaringan Lintas dalam
PM. Ttg Angkutan Jalan
Kendaraan angkutan barang
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor
Umum
Angkutan barang umum
Angkutan barang khusus
Pengawasan muatan angkutan barang
tata cara pemuatan;
daya angkut;
dimensi kendaraan; dan
Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dipasang Secara Tetap,
dikecualikan terhadap (
termaktub juga dlm PM 134, 2015
)
Angkutan peti kemas;
mobil tangki bahan bakar minyak dan /atau bahan bakar gas;
Angkutan barang berbahaya; dan
alat berat.
dilakukan pada lokasi tertentu di ruas jalan nasional dan jalan strategis
nasional, dengan mempertimbangkan
(termaktub juga dlm PM 134, 2015) :
rencana tata ruang;
pusat bangkitan perjalanan;
jaringan jalan dan rencana pengembangan;
volume lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Angkutan barang;
keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas;
kondisi topografi;
efektivitas dan efisiensi pengawasan muatan; dan
ketersediaan lahan, dan
Pengawasan dengan Alat Penimbangan yang Dapat
Dipindahkan, dilakukan apabila:
terdapat indikasi peningkatan pelanggaran muatan Angkutan
barang;
kecenderungan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh
kelebihan muatan Angkutan barang; dan/atau
belum ada alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada
ruas jalan tertentu.
Jaringan Lintas dalam
Rencana Induk Transportasi Jabodetabek
Sasaran:
Terwujudnya integrasi sistem transportasi dan TGL
Tersedianya layanan angkutan umum yang berkelanjutan
…..
…..
…..
Terwujudnya MRLL sesuai dengan LOS yang diharapkan
Tersedianya moda transportasi yang hemat bahan bakar dan
ramah lingkungan
terwujudnya sistem angkutan barang perkotaan yang
kompetitif
Jaringan Lintas dalam
Rencana Induk Transportasi Jabodetabek
Pola Operasi Angkutan Barang:
1.
Tidak bersinggungan dengan kegiatan lain
;
pemisahan lajur,
waktu operasi dan
lokasi bongkar muat;
2.
Disusun berdasarkan
:
hirarki volume dan
jenis simpul yang dilayani dan jenis barang yang diangkut;
3.
Mempertimbangkan moda aman, efisien, dan sesuai
dengan kapasitas daya dukung lingkungan,
jaringan
infrastruktur
, jenis simpul dan barang yang dilayani
serta
kondisi lalu lintas yang dilalui
.
Tujuan Penyelengaraan Jaringan Lintas
Angkutan Barang
a.
mewujudkan kelancaran lalu lintas dan angkutan
jalan bagi seluruh masyarakat pengguna jalan
b.
mewujudkan keamanan, ketertiban dan
keselamatan dalam penggunaan jalan;
c.
mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya
guna dan berhasil guna untuk mendukung
penyelenggaraan sistem transportasi yang terpadu;
d.
mewujudkan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan jalan;
e.
mewujudkan stabilitas kondisi ruang manfaat
jalan untuk kepentingan umum;
Jenis Jaringan Lintas dan Kriterianya
Jaringan Lintas merupakan kumpulan dari
lintas-lintas
yang
menjadi
satu
kesatuan
jaringan
Kriteria Penetapan Jaringan Lintas
Jaringan lintas angkutan barang dilaksanakan melalui pembatasan
JBI mobil barang yang dapat melintasi rute lintasan mobil barang
dalam kota, dengan
kriteria umum
(berdasarkan ketentuan yang
lama)
:
1.
kebutuhan angkutan;
2.
kelas jalan yang sama dan/atau yang lebih tinggi;
3.
tingkat keselamatan angkutan;
4.
Tingkat pelayanan jalan;
5.
Tersedianya terminal angkutan barang;
6.
Rencana umum tata ruang;
LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS BERBAHAYA
Lintas
angkutan
barang
berbahaya
merupakan
lintas
pelayanan angkutan barang berbahaya yang terdiri dari
klasifikasi pengangkutan
:
barang mudah meledak;
gas mampat ;
gas cair;
gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu;
cairan mudah menyala;
padatan mudah menyala;
bahan pengahasil oksidan (oksidator);
racun dan bahan mudah menular;
bahan yang bersifat radioaktif;
LINTAS ANGKUTAN BARANG KHUSUS
TIDAK BERBAHAYA
Lintas angkutan barang khusus tidak berbahaya
merupakan
lintas
pelayanan
angkutan
barang
khusus yang terdiri dari klasifikasi pengangkutan :
barang curah;
barang cair;
Peti kemas
barang yang memerlukan fasilitas pendinginan;
tumbuh-tumbuhan dan barang hidup serta,
Alat berat
LINTAS ANGKUTAN ALAT BERAT
Lintas angkutan alat berat merupakan lintas
pelayanan angkutan alat berat yang terdiri dari
klasifikasi pengangkutan :
alat berat yang karena sifatnya tidak dapat
dipecah-pecah
sehingga
beban
melampaui
muatan sumbu terberat;
pengangkutan
alat
berat
yang
karena
dimensinya melebihi ukuran maksimum yang
ditetapkan
LINTAS ANGKUTAN PETI KEMAS
Lintas angkutan peti kemas merupakan lintas
pelayanan angkutan barang khusus yang terdiri
dari klasifikasi pengangkutan barang dengan
menggunakan peti kemas.
Syarat Umum Lintas Angkutan Peti Kemas:
Jalan yang diijinkan untuk lintasan angkutan peti kemas harus memenuhi
persyaratan jaringan jalan yang diizinkan;
Persyaratan jaringan jalan untuk lintasan angkutan peti kemas dengan kendaraan
bermotor :
Konstruksi jalan diperkeras dengan MST 10 ton;
Jembatan harus mampu dilalui kendaraan yang mempunyai jumlah berat kombinasi
total sebesar 36 ton ( untuk peti kemas 20 kaki) dan 45 ton (untuk peti kemas 40 kaki);
Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 40 kaki juga
harus memenuhi persyaratan :
Lebar jalan perkerasan minimal 7 m;
Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 5 %;
Jari-jari horizontal (tikungan) minimal 115 m.
Selain persyaratan diatas, untuk peti kemas 20 kaki juga
harus memenuhi persyaratan :
Lebar jalan perkerasan minimal 7 m;
Kemiringan memanjang jalan (tanjakan) maksimal 7 %;
Jika lintas angkutan peti kemas akan menimbulkan
gangguan bagi pemakai jalan lain, maka lintasan
tersebut dapat
dibatasi waktu pengoperasiannya
.
Kendaraan pengangkut peti kemas
dibebaskan dari
kewajiban ditimbang di jembatan timbang
.
Dalam keadaan terpaksa, angkutan peti kemas yang
melalui lintasan peti kemas dengan
kemiringan
memanjang (tanjakan) lebih dari 5 % (untuk peti kemas
20 kaki) dan lebih dari
7 % (untuk peti kemas 40 kaki)
harus menggunakan kendaraan dengan spesifikasi
Kriteria lintas angkutan peti kemas :
Memenuhi persyaratan KM 74 / 1990 ttg
.
Angkutan Peti Kemas
di Jalan;
Jarak asal dan tujuan dipilih yang terpendek;
Menghubungkan pusat-pusat pemuatan dan pembongkaran peti
kemas dengan pusat-pusat industri, pergudangan, distribusi
atau kombinasinya;
Lebar jembatan minimal 6 m (untuk lintas angkutan peti kemas
20 kaki) dan minimal 7 m (untuk lintas angkutan peti kemas 40
kaki);
Desain kecepatan jalan minimal 80 km/jam;
Mempertimbangkan optimalisasi penugasan antar moda
transportasi;
Pengangkutan Barang Berbahaya dan Beracun
Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3
dari
suatu
tempat
ke
tempat
lain
dengan
menggunakan sarana angkutan (PP 74 Tahun 2001)
Prinsip Pengaturan Lintas Angkutan Barang
Mewujudkan lalu lintas dan angkutas barang yang
selamat, aman, lancar, tertib dan teratur, serta mampu
memadukan dengan moda transportasi lainnya, sehingga
dampak negatif dari interaksi fisik, kimia dan mekanik
antar muatan dengan manusia, kendaraan lainnya
maupun lingkungan sekitarnya dapat dicegah
.
4 (empat) permasalahan mendasar implementasi angk.
barang:
1.
Kemacetan lalu lintas
2.
Penurunan fungsi jalan arteri primer;
3.
Penurunan kualitas dan keamanan prasarana jalan;
4.
Sosial dan kemiskinan
Pendekatan Makro Mengatasi Permasalahan
Pembenahan:
1.
Sistem jaringan: peningkatan kapasitas pelayanan
prasarana (pelebaran jalan dan memperluas jaringan
jalan / jalan baru)
2.
Sistem pergerakan: teknik dan manajemen lalu lintas
serta fasilitas angkutan
3.
Sistem kegiatan: TGL yang baik, yg mengurangi
keperluan perjalanan panjang sehingga membuat
interkasi semakin mudah RTRW menjadi urgen
4.
Sistem kependudukan: kepadatan
Pendekatan Pengendalian Dampak Lingkungan
Titik berat pada masalah pengangkutan;
Prinsip: mencegah dan/atau mengurangi resio
dampak muatan terhadap lingkungan hidup,
kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya
Mengacu pada ketentuan:
Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(misal, ambang batas emisi gas buang kendaraan)
Pendekatan pengendalian dampak lingkungan
Mempertimbangkan:
1.
Analisis Dampak Lalu lintas
2.
Rencana Pengelolaan Muatan (misal: B3)
3.
Rencana Pemantauan Lintas Angkutan Barang
4.
Sistem Penanggulanagan Kecelakaan dan Keadaan
Darurat
“dapat menjadi kriteria tambahan
penetapan jaringan lintas”
Dalam
mengidentifikasi,
menganalisis
dan
merumuskan
strategi,
rencana
dan program
implementasi
lintasan
angkutan
barang harus
memperhatikan
efek ganda secara ekonomi
, utamanya
pada
pengembangan
kawasan
industri
yang
berwawasan lingkungan.
“
mampu mendorong pengembangan
kawasan-kawasan industri (representasi ekonomi), tanpa harus
mengesampingkan pengendalian dampak
3 (tiga) komponen yang sangat menentukan intensitas
terhadap dampak lingkungan, yaitu :
1.
Aspek perencanaan transportasi (manusia dan barang),;
2.
Aspek
rekayasa
transportasi (pola
aliran
moda
transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor
transportasi lainnya);
3.
Aspek teknik dan operasional pengangkutan barang
(alat angkut, kelengkapan angkutan, regulasi, dan
lain-lain).
Tahapan Studi
1.
Isu pokok penelitian dan rencana kerja
2.
Kajian pustaka (Penelahaan Dokumen)
Peraturan tentang pengakutan barang
Kebijakan: masterplan, roadmap, dll
Teknik dan operasional angkutan
3.
Laporan pendahuluan
4.
Penetapan titik-titik survai
5.
Survai lapangan
6.
Identifikasi Jenis dan Pola Operasi Angkutan Barang
7.
Pemilihan rute untuk lintas angkutan barang dengan AHP
8.
Evaluasi dan mitigasi resiko jaringan lintas yang dipilih
9.
Penetapan lokasi penimbangan kendaraan dinamis (Weight in
Motion)
10.
Laporan antara
11.
Perumusan Rekomendasi rute jaringan lintas
12.
Laporan akhir
METODE PENELITIAN
Pemahaman KAK
Metodologi, Invent.
Data Sekunder,
Persiapan Survai
Laporan
Pendahuluan
Pembahasan Lap. PendahuluanPersiapan
Pengumpulan Data
Penyusunan Rencana Umum Jar.Lin
Observasi
Lapangan
Analisis Data
Laporan Antara
Pembahasan Lap. Antara Tinjau Ulang Rte/Jar.Lin dan Rekomendasi•
Jenis dan Pola Perpindahan
Barang,
•
Pemilihan rute lintas
•
Evaluasi dan Mitigasi Resiko
Rute Lintas Angkutan
Barang yang terpilih
Konsep Laporan Akhir
Penyempurnaan
Laporan Akhir
Laporan
Akhir
Alur Pikir
Jenis dan Pola
Operasi Ang. Bar
Pemilihan Rute
Evaluasi Rute
Mitigasi Resiko
(MRLL)
Tinjau Ulang
Rute Terpilih
Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., ‘Transportation of Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework’, 2006.)
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Adalah suatu algoritma pembuat keputusan
Dikembangkan pertama kali oleh Dr. Saaty.
Ruang lingkup : berbagai
bidang
aktivitas
seperti
ekonomi, manajemen, pertanian, perminyakan, dan
lain-lain.
di bidang manajemen dan ekonomi untuk
merangking beberapa pilihan alternatif dan pilihan akan
jatuh pada salah satu alternatif yang ada.
metode ini telah diterapkan untuk mengukur kinerja
dari sistem produksi, perencanaan strategis, analisis
investasi, dan lain-lain.
Metode Analisis Risiko (Risk Analysis)
Merupakan metode yang digunakan untuk:
identifikasi dan kontrol bahaya
,
me
ngestimasi tingkat risiko absolut dari suatu aktivitas
atau perbandingan risiko dari berbagai alternatif yang
ditawarkan
.
Manajemen risiko merupakan komponen penting
Aplikasi manajemen risiko mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu :
Keputusan
lebih
baik
dapat
dibuat
ketika
didukung
dengan suatu pendekatan manajemen risiko.
Manajemen
risiko
terintegrasi
ke
dalam
perencanaan
strategis jangka panjang maupun sebagai informasi dalam
pengambilan keputusan sehari-hari.
Manajemen
risiko diterapkan pada pengembangan
dan
implementasi kebijakan, program, perencanaan dan arah ke
depan.
Integrasi manajemen risiko memberikan suatu filisofi dan
budaya kepada setiap
pengguna
jalan
mengelola
risiko
secara
proaktif dan mengkomunikasikan secara terbuka
tentang risiko.
Kriteria Penentuan Peringkat Pemilihan Rute
Lintas Angkutan Barang
Fungsi Rute
Rute pelayanan angkutan barang
Rute alternatif
Akses jaringan jalan
Panjang rute
Pengaruh terhadap lingkungan
(Sumber : Cam Nelson, MEDes, Anne Cataford, P.Eng., Pansy Hwang, P.Eng., ‘Transportation of
Dangerous Goods Policy and Evaluation Framework’, 2006.)
Peringkat Risiko Rute Lintasan berdasarkan
Kriteria Faktor-faktor yang mendukung.
Kriteria
Tidak
Berdampak
Rendah
Sedang
tinggi
Sangat Tinggi
0-10
11-30
31-70
71-90
91-100
Faktor-faktor yang Mendukung
Klasifikasi Jalan Jalan bebashambatan (tol)
Jalan Propinsi Jalan Kabupaten Jalan Lokal Jalan
Desa/Lingkungan Geometri Jalan Sesuai yang
dikehendaki melebihi spesifikasi minimumnya atau maksimumhya Dalam spesifikasi minimum atau maksimumnya Cukup menyimpang dari standar Sangat menyimpang dari standar
Pengawasan Akses Terawasi
seluruhnya secara umum terawasi campuran yang terawasi dengan tak terawasi
Pengawasan terbatas Tidak terawasi
Tingkat Persilangan Rel Kereta Api
Persil. Kec rendah dengan lampu sinyal dan palang pintu aktif
Persil. Kecepatan sedang dengan lampu sinyal dan palang pintu aktif
Persil. Kecepatan sedang dengan lampu sinyal atau palang pintu aktif
Persil. Kecepatan sedang dengan perlawanan silang pasif Persil. Kecepatan tinggi dengan perlawanan silang pasif
Kondisi Permukaan Jalan >8 7-8 4-6 2-3 <2 Volume Lalu lintas <10.000 10.000-30.000 30.000-45.000 45.000-90.000 >90.000 Frekuensi Truk <5% 5%-9% 10%-15% 16%-20% >20% V/C Ratio <0,5 0,5-0,7 0,7-0,9 0,9-1,2 >1,2 Statistik Tabrakan <2 2,7-4 7,5-35 36-75 >75
Peringkat Risiko Rute Lintasan
Berdasar Kriteria Dampak/Pengaruh.
Kriteria
Tidak Berdampak
Rendah
Sedang
tinggi
Sangat Tinggi
0-10
11-30
31-70
71-90
91-100
Dampak/Pengaruh
Kepadatan penduduk <500 500-1200 1250-2600 2600-4500 >4500 penggunaan lahan Ruas jalan lebar Ruas jalan sempit Industri Komersil Pemukiman Respon Penduduk Sangat responsif Responsif Cukup responsif Kurang responsif Tidak responsif Dampak Lingkungan Topografi mencegah
migrasi dari sisi samping
Rute tidak sejajar dengan jalan air
Rute dengan
kemiringan mendekati jalan air
Rute sejajar dengan jalan air
Rute memotong habitat tertentu
Saluran Air Pinggiran jalan dengan parit yang tidak terbuka
Pinggiran jalan dengan selokan yang memiliki pengendali luapan
Pinggiran jalan dengan luapan air selokan
Parit terbuka dengan kemiringan minimum
Parit terbuka dengan kemiringan curam
Tanggap Darurat Respon pusat pemadam kebakaran< 3 menit
Respon pusat
pemadam kebakaran 3-4 menit
Respon pusat pemadam kebakaran 4-7 menit
Respon pusat pemadam
kebakaran 8 menit
Respon pusat pemadam kebakaran > 8 menit
Batas Kecepatan < 30 kph 30-50 kph 50-80 kph 80-100 kph >100 kph