• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen Bulan Sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen Bulan Sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai

Bahan Pangan Sumber Kesehatan

Meddiati Fajri Putri

Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas Negeri Semarang mediati72@yahoo.com

Abstrak: Asupan serat menjadi semakin diutamakan dalam membuat formulasi produk pangan karena perannya dalam memperlancar pencernaan, tempat berkembang bakteri selama diusus dan mengurangi ketersediaan kolesterol. Kolesterol adalah pemicu munculnya penyakit degeneratif seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Salah satu upaya untuk menekan tingginya kolesterol darah adalah dengan meningkatkan konsumsi serat larut yang tidak dapat dicerna, namun larut dalam air panas. Di dalam saluran pencernaan serat larut ini akan mengikat asam empedu dan kemudian dikeluarkan bersama tinja Anonim (2001) dalam Khomsan (2003). Selanjutnya dijelaskan semakin tinggi konsumsi serat larut akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.Pemanfaatan hasil samping ampas kelapa sebagai bahan substitusi makanan kesehatan selama ini belum banyak terungkap. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun ampas kelapa merupakan bahan pangan sumber serat. Ampas kelapa berasal dari komoditi hasil samping yang memiliki keunggulan sebagai pendukung kelestarian ketahanan pangan. Hal tersebut ditunjang oleh potensi produksi yang tinggi, proses dan peralatan yang digunakan dalam produksinya sederhana dan murah, memiliki kemampuan untuk diolah menjadi produk-produk yang lebih berkualitas, dapat ditambahkan pada produk-produk roti, resep-resep masakan, dan produk-produk makanan lainnya sebagai makanan kesehatan sehingga dapat menunjang diversivikasi pangan.

Kata kunci: tepung, ampas kelapa, sumber kesehatan

1. Pendahuluan

Buah kelapa (Cocos nucifera Lin) selain sebagai sumber karbohidrat juga sebagai sumber lemak, protein, kalori, vitamin dan mineral. Nutrisi karbohidrat yang terkandung dalam daging kelapa sebesar 10-14 g/100g berat basah (Thieme, 1968). Buah kelapa juga mengandung serat kasar 30, 58% (Rindengan dkk. 1997). Analisis ampas kelapa kering mengandung 13% selulosa dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh (Balasubramanian (1976). Ampas kelapa didapatkan dari parutan daging kelapa ditambah air diperas hingga keluar santannya. Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan diperoleh hasil samping ampas kelapa.

Pemanfaatan tepung ampas kelapa kelapa dalam pengembangan produk pangan,

merupakan salah satu cara dengan mensubstitusi tepung terigu. Pengolahan tepung ampas kelapa berserat kasar tinggi, sebagai bahan baku makanan rendah kalori hanya mengikuti pemanfaatan kelapa untuk pengolahan santan dan minyak cara basah, sebab yang digunakan adalah hasil samping ampas kelapa. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun karena kandungan seratnya cukup tinggi maka ampas kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi pada produk pangan. Oleh sebab itu tepung dari ampas kelapa sangat baik digunakan sebagai salah satu bahan dalam membuat formula makanan, khusus untuk konsumen yang berisiko tinggi terhadap penyakit obesitas, kardiovaskuler dan lain-lain.

Menurut Syarif dan Anis (1986) tepung merupakan hasil olahan yang dibuat dengan cara pemanasan dan pengurangan kadar air yang kemudian bahan kadar

(2)

airnya cukup rendah (± 10%) ditumbuk halus dan dilakukan pengayakan agar seragam. Tepung ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan substitusi berbagai produk pangan, diantaranya cookies (kue kering ), nugget, lumpia, roti, brownies dan lain-lain.

2. Buah Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera Lin) adalah komoditas sosial yang mudah tumbuh di daerah tropis dan merupakan tanaman yang penting dan melibatkan jutaan masyarakat tani di negara - negara Asia Pasifik. Pertanaman kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar 92,40% diantaranya berupa kelapa dalam yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat, sedangkan kelapa hibrida baru sekitar 4% (Anonim , 1997 cit Abdurahman dan Mulyani, 2003). Oleh karena itu Indonesia disebut sebagai negara produsen kelapa kedua setelah Philipina, tentu dilihat dari segi total areal maupun potensi produksinya.

Tanaman kelapa termasuk dalam famili Palmae dan membutuhkan lingkungan yang

sesuai untuk pertumbuhan dan

produksinya. Kelapa dapat tumbuh pada berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim sehingga penyebarannya cukup luas. Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di bawah 500 m diatas permukaan laut dan di daerah tertentu masih dijumpai pada ketinggian 900 m dpl (Darvis, 1986).

Pada dasarnya pertumbuhan kelapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain cahaya, suhu udara, curah hujan, kelembaban dan tanah. Lama penyinaran, intensitas dan mutu cahaya mempengaruhi mutu buah pada waktu pemanenan terutama pada proses fisiologi buah (Pantastico, 1986). Suhardiyono (1988), menyatakan bahwa sinar matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan pembuahan, karena sinar matahari berfungsi sebagai sumber energi pada proses fotosintesa dan akan meningkatkan suhu yang secara langsung menyebabkan terbukanya stomata karena perubahan-perubahan tekanan turgor yang

memungkinkan pertukaran gas antara sel-sel di bawah epidermis. Disamping itu intensitas sinar dan lama penyinaran

matahari dapat mempengaruhi

perkembangan tanaman, hal ini dipertegas oleh Suhardiyono (1988), yang menyatakan bahwa peninaran selama 2000 jam per tahun atau 120 jam per bulan adalah sebagai batas penyinaran minimum yang dapat mengganggu produksi tanaman kelapa.

Suhu udara yang baik bagi tanaman kelapa berkisar antara 20 – 35oC, dengan suhu optimum 25 – 28oC. Di bawah suhu

tersebut akan menyebabkan

pertumbuhannya lambat, proses

metabolismenya berjalan lambat. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan kelapa adalah yang merata sepanjang tahun yakni berkisar antara 1000 – 5000 mm/tahun atau paling sesuai 2000 – 3000 mm/tahun (Zaenudin et al, 2000). Meskipun demikian, pada umumnya tanaman kelapa (terutama kelapa hibrida) tidak dapat bertahan apabila bulan kering lebih dari 6 bulan. Di samping itu, udara panas dan lembab adalah sangat baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa. Udara yang sangat kering atau kelembaban udara rendah dapat menyebabkan evapotranpirasi tanaman kelapa tinggi maka dapat berpengaruh pada proses fisiologi buahnya, yaitu menyebabkan jatuh sebelum matang/jauh lebih awal. Sebaliknya bila kelembaban udaranya tinggi dapat mengakibatkan terserangnya hama dan penyakit (terutama penyakit “but rot”). Dari segi tanahnya, kelapa dapat tumbuh dan berproduksi pada berbagai jenis tanah, baik tanah mineral maupun tanah organic (gambut). Hampir seluruh ordo tanah mineral dapat dimanfaatkan untuk pertanaman kelapa, yaitu inceptisols, ultisols, entisols, alfisols, exisols, mellisols dan vertisols. Produktivitas bervariasi tergantung pada kandungan hara dalam tanah dan kondisi iklim. Widjaja-Adhi (1992) menyatakan bahwa pada tanah berpasir, tanaman kelapa masih dapat tumbuh asalkan hara dan air cukup tersedia. Oleh karena itu tanaman kelapa banyak ditemukan pada tanah-tanah berpasir di sepanjang pantai di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Sudradjat

(3)

(2005), bahwa tanah di pesisir pantai kaya akan clorida (Cl) yang terikat pada senyawa garam dapur (NaCl). Clorida (Cl) berfungsi untuk membuka dan menutup stomata, dan penting untuk proses fotosintesis. Di samping itu natrium juga berfungsi untuk substitusi kalium. Kalium dibutuhkan pada masa pertumbuhan bunga dan buah, bilamana kalium selalu tercukupi maka kandungan asam larutannya tinggi.

Secara genetic kelapa dalam,

menghasilkan bunga pertama pada umur 7 – 10 tahun setelah ditanam. Bunga betina tanaman kelapa akan dibuahi 18 – 25 hari setelah bunga berkembang dan buah akan menjadi masak setelah 12 bulan dihitung sejak pembuahan berlangsung (Anonim, 2005). Penampilan morfologis kelapa dalam umumnya sama yaitu memiliki batang berdiameter besar, umumnya mencapai kurang lebih 90 tahun dan tingginya mencapai 20 – 30 meter.

Menurut Ketaren (1986), buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Selanjutnya dikatakan bahwa buah terdiri atas sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung (endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah. Tebal sabut kelapa ± 5 cm dan tebal daging buah 1 cm atau lebih.

Utami (1983), menyatakan bahwa buah kelapa mempunyai kadar lemak yang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain, jenis dan varitas kelapa, umur kelapa, iklim, jenis tanah dan ketinggian tempat. Jenis kelapa dalam menghasilkan daging buah (endosperm) lebih tebal, sekitar 29,8 – 35% dari total massa buah dibandingkan dengan kelapa genjah (Anonim, 2005). Pernyataan ini dipertegas oleh Andi Nur Alamsyah (2005) bahwa kadar lemak daging buah kelapa dalam bervariasi antara 68,57 – 70,64%.

Untuk menghasilkan Virgin Coconut Oil (minyak kelapa rumit) yang berkualitas baik perlu mempertimbangkan berbagai factor antara lain umur buah kepala, karena kadar dan mutu minyak kelapa murni sangat ditentukan oleh tingkat kematangan buah kelapa. Kadar minyak maksimal yaitu ± 60,3% akan diperoleh setelah 11 – 12 bulan pembuahan, dan ditandai oleh tempurung yang berwarna coklat kehitaman, tiga lubang tempat tumbuh bakal tanaman berwarna hitam dan pada kulit ari berwarna kehitaman (Barlina, 2004). Buah yang terlalu tua serta pada kondisi yang mulai berkecambah tidak dianjurkan untuk dibuat minyak kelapa murni. Di samping iti Siahaan (1993) menyatakan bahwa kisaran umur kelapa dari 8 sampai 13 bulan terbukti kalorinya sudah optimum terutama karbohidrat dan sifat organoleptiknyapun optimum.

Thieme (1968) cit Ketaren (1986), mengemukakan komposisi nutrisi daging buah kelapa seperti disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutrisi daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan

Komposisi nutrisi/100 g daging kelapa

Kondisi buah kelapa

Buah muda Buah

setengah tua Buah tua Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0 Protein (g) 1,0 4,0 3,0 Lemak (g) 0,9 13,0 34,0 Karbohidrat (g) 14,0 10,0 14,0 Kalsium (mg) 17,0 8,0 21,0 Fosfor (mg) 30,0 35,0 21,0 Besi (mg) 1,0 1,3 2,0

Aktivitas vitamin A (IU) 0,0 10,0 0,0

Thiamin (mg) 0,0 0,5 0,1

Asam Askorbat (mg) 4,0 4,0 2,0

Air (mg) 83,3 70,3 46,9

Bagian yang dapat dimakan (mg) 53,0 53,0 53,0

(4)

Dari Tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa makin tua buah kelapa maka kandungan lemaknya makin tinggi (34,7 g), kalorinya (359,0 kal), sedangkan kandungan air mengalami penurunan (46,9 mg).

3. Santan dan Ampas Kelapa

Santan kelapa adalah cairan yang tidak ditembus cahaya yang diperoleh dari ekstrak parutan kelapa. Parutan daging kelapa ditambah air atau tanpa ditambah air diperas hingga keluar santannya. Komposisi santan kelapa ternyata dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain: varitas, umur, lingkungan pertumbuhan kelapa, praktek budidaya, cara persiapan dan kondisi proses yang digunakan untuk ekstraksi, misalnya jumlah penambahan air dan suhu yang digunakan untuk ekstrakti (Cancel, 1979; Gonzales , 1990 cit Tangsuphon dan Coupland, 2005).

Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, Daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan diperoleh hasil samping ampas kelapa. Sampai saat ini pemanfaatannya masih terbatas untuk pakan ternak dan sebagian dijadikan tempe bongkrek untuk makanan, didesa-desa Propinsi Jawa Timur (Hutasoit, 1988)

Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan cara menghaluskan daging ampas kelapa. Balasubramanian (1976), melaporkan bahwa analisis ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas: 61% galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa mngandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al, (1997) pada tepung ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah sebagai berikut: kadar air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%,

serat kasar 30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%.

Berdasarkan hasil analisis, ampas kelapa masih bernilai tinggi bila dimanfaatkan sebagai makanan berkadar lemak rendah yang cocok dikonsumsi oleh golongan konsumen yang kegemukan (obesitas), beresiko tinggi terhadap kolesterol dan

jantung koroner. Ampas kelapa

mengandung selulosa cukup tinggi dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh. Selulosa merupakan serat makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan. Namun peranannya dalam sistem pencernaan sangat penting, sebab dapat memperpendek waktu transit sis-sisa makanan, sehingga mengurangi resiko kanker usus. Selain itu, serat dapat mengikat lemak, protein, dan karbohidrat lainnya, sehingga terbentuk kompleks lemak-protein-karbohidrat-serat. Akhirnya senyawa komplek ini tak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, yang selanjutnya terbuang bersama feses (Muchtadi, 1989). Dengan demikian konsumen dapat terhidar dari resiko kegemukan, hiperkolesterol dan jantung koroner.

Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan cara menghaluskan ampas kelapa yang telah dikeringkan. Rony Palungkun (1993, hal 53) menjelaskan bahwa tepung ampas kelapa dapat dibuat dari kelapa parut kering yang dikeluarkan sebagian kandungan lemaknya melalui proses pressing. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari proses ini selain diperoleh tepung kelapa juga diperoleh minyak yang bemutu tinggi.

Tepung adalah bahan baku utama pembuatan bebgai jenis makanan (kue). Disamping sebagai sumber pati(gizi), tepung juga sebagai pembentuk struktur. Sifat fisik tepung yang harus diperhatikan adalah harus berwarna putih , tidak menggumpal dan tidak lengket. Dikaitkan dengan sifat kimia daging buah kelapa hibrida maka yang berperan pada sifat fisik tepung adalah kadar galaktomanan dan fosfolipida. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. sifat-sifat fisikokimia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan tepung.

(5)

Tabel 2. Sifat-sifat fisikokimia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan tepung.

Jenis Kelapa Umur Buah (bulan) Kadar Air (%) Kadar Lemak (%bk) Kadar Karbohidrat (%bk) Kadar Galatok- Manan (%bk) Kadar Serat Kasar (%bk) Kadar Fosfo- Lipida (%bk) KHINA-1 10 11 12 66,24 59,49 56,38 44,69 48,94 53,11 43,33 40,69 35,94 2,33 1,09 1,19 18,85 19,26 20,77 0,14 0,08 0,12 PB-121 10 11 12 62,26 59,25 50,31 54,51 52,97 51,52 33,61 33,03 38,64 2,28 2,24 1,91 19,59 22,69 17,71 0,10 0,09 0,09 GKNxDTE 10 11 12 63,82 56,30 50,51 53,26 56,01 56,82 34,37 34,86 33,42 1,85 0,96 1,11 19,20 22,47 21,91 0,15 0,10 0,13 GKBxDTE 10 11 12 65,22 59,67 56,13 54,37 56,14 47,81 37,03 33,50 42,54 2,88 1,92 1,24 20,43 23,13 22,64 0,15 0,12 0,12 GKBxDMT 10 11 12 65,14 5619 55,88 51,31 52,36 43,88 3770 37,60 42,07 3,89 2,07 1,03 21,51 23,16 23,19 0,15 0,05 0,11 GRAxDMT 10 11 12 63,75 57,47 55,09 50,08 55,40 50,15 35,33 33,66 40,60 2,85 1,30 1,35 20,43 21,22 20,13 0,17 0,11 0,14 DMT 12 49,80 52,95 - 0,20 - 0,13 DTA 12 51,60 69,31 - 0,19 - 0,12 DTE 12 51,90 50,50 - 0,20 - 0,11 GKB 12 51,60 55,31 - 0,18 - 0,11 GKN 12 51,60 58,09 - 0,20 - 0,13 GRA 12 51,60 57,78 - 0,18 - 0,11

Berdasarkan Tabel 2, rata-rata kadar galaktomanan dan fosfolipida tertinggi dijumpai pada umur buah 10 bulan. Fosfolipida atau fosfatida yang mengandung ester-ester asam lemak, asam fosfat dan senyawa lain yang mengandung nitrogen (Kirchenbauer,1960). Proses oksidasi asam lemak tidak jenuh dari fosfolipida akan membentuk peroksida dan akan mudah terdekomposisi menjadi senyawa keton yang berwarna kuning, aldehid dan senyawa-senyawa lainnya. Aldehid yang dihasilkan dapat bereaksi dengan gugus amino dari protein membentuk komponen berwarna coklat (Ketaren, 1986). Untuk menghindari sifat-sifat yang diakibatkan oleh kedua sifat-sifat kimia tersebut, maka dalam pengolahan industri VCO sebaiknya menggunakan buah kelapa berumur 11 bulan dari KHINA-1 dan GKN x DTE, umur 12 bulan dari GKB x DMT. Sehingga akan diperoleh hasil samping

ampas kelapa yang baik untuk dibuat tepung ampas kelapa.

4. Pembuatan Tepung Ampas

kelapa

Tepung ampas kelapa adalah ampas kelapa yang dikeringkan, dihaluskan menjadi tepung dengan menggunakan ayakan 100 mesh, dan diproses secara

higienies untuk bahan baku

makanan.Tepung ampas kelapa pada dasarnya dibuat dari limbah ampas kelapa industri VCO.

Tepung ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku roti, brownies atau ekstraksi dengan pelarut sehingga menghasilkan tepung yang bebas lemak

dan tahan lebih lama dalam

(6)

tahap-tahap proses pembuatan tepung ampas kelapa:

1) Pengeringan ampas kelapa

Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang ada hingga 2,5-3,5%. Proses pengeringan dilakukan pada temperatur 60-70 selama 20-45 menit atau dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. 2) Penumbukan dan pengayakan

Penumbukan ampas kelapa kering ditumbuk hingga halus dengan menggunan

alu dan lumpang atau dengan

menggunakan mesin penggilng tepung. Untuk menghasilkan tepung yang halus dan bersih, hasil kelapa tumbukan disaring dengan menggunakan tapisan tepung dengan ukuran 100 mesh.

3) Pengeringan akhir

Pengeringan akhir dilakukan agar tepung benar-benar kering dan mempunyai daya simpan yang relatif tinggi. Tepung ampas kelapa dikemas dan disimpan dalam ruangan kering, bersih, berventilasi udara baik, dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Berikut ini adalah gambar diagram alir pembuatan tepung ampas kelapa

Diagram Alir Pembuatan Tepung Ampas Kelapa

Ampas Kelapa

Tepung ampas kelapa

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ampas Kelapa

5. Serat Pangan

Pemanfaatan ampas kelapa sebagai bahan substitusi makanan kesehatan selama ini belum banyak terungkap. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun memiliki kandungan serat kasar cukup tinggi. Diet kaya serat akan membantu melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang berkembang dinegara-negara maju seperti diabetes mellitus, jantung koroner, obesitas, dan kanker usus besar, (Trowell dalam Astawan dan Wresdiyati 2004). Serat pangan telah ditunjukkan memiliki peranan penting dalam pencegahan resiko karsinogenesis dan arterosklerosis. Serat pangan ini juga mengontrol pelepasan glukosa seiring waktu, membantu pengontrolan dan pengaturan diabetes melitus dan obesitas (Trinidad dkk., 2001). Serat pangan dalam jumlah yang cukup didalam makanan sangat bagus untuk pencernaan yang baik dalam usus. Oleh karena itu, serat pangan sangat berperan dalam kesehatan dan kondisi penyakit didalam berbagai kelompok populasi (Ramulu dan Rao, 2003).

Serat pangan yang berasal dari buah-buahan dan sayuran lebih cepat terfermentasi dari pada serat pangan yang berasal dari kacang-kacangan (Astuti, 2005). Serat Pangan umumnya terdiri atas kompleks karbohidrat dinding sel tumbuhan, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin juga polisakarida intraseluler seperti gum dan muscilago yang tidak terhidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (Spiller, 2000). Serat pangan tidak dapat dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan, 2004). Dijelaskan pula bahwa menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat pangan dibagi atas dua golongan yaitu serat pangan larut dan serat pangan tak larut.

Serat pangan larut merupakan komponen serat yang dapat larut didalam air dan

Dikeringkan 600-700C(20-45 menit) Dijemur di bawah suhu matahari

(7)

saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Kelompok serat pangan larut adalah pektin, psilium, gum, musilage, karagenan, asam alginat, dan agar-agar. Fungsi utama serat pangan larut adalah memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi kedalam tubuh menjadi stabil; memberikan perasaan kenyang yang lebih lama; memperlambat kemunculan gula darah(glukosa) sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi energi makin sedikit; membantu mengendalikan berat badan dengan memperlambat munculnya rasa lapar; meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan pergerakan usus besar; mengurangi resiko penyakit jantung;mengikat asam empedu; mengikat lemak dan kolesterol kemudian

dikeluarkan melalui feses (proses buang air besar).

Sedangkan serat pangan tak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik didalam air maupun didalam saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari komponen serat ini adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan tekstur dan volume feses sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Kelompok serat pangan tak larut adalah selulosa, hemilselulosa, dan lignin. Fungsi utama serat pangan tak larut adalah mempercepat waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses; memperlancar proses buang air besar; mengurangi resiko wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar. Pengaruh jenis serat terhadap kerja serat pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Pengaruh jenis serat terhadap kerja serat pangan

Serat Larut Serat Tak Larut

Komponen Manfaat Sumber

Gum, musilase, pektin, beberapa hemilselulosa Menurunkan kolesterol darah dan mengontrol glukosa darah

Barley, oat, sayuran, buah, rumput laut, agar-agar

Selulosa, lignin dan beberapa hemiselulosa

Mencegah kanker kolon dan kontipasi

Gandum utuh, sereal, kulit buah-buahan seperti apel, dan sayuran

Sumber: Astawan dan Wresdiyati, 2004

6. Kebutuhan konsumsi Serat g/hari

Penentuan jumlah konsumsi serat pangan dalam suatu komunitas penduduk cukup sulit dilakukan. Tingkat konsumsi serat pangan sangat bervariasi antar negara, antar daerah, antar musim, dan antar individu. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi lingkungan, kemampuan daya beli, jenis kelamin, dan pola makan masyarakat. Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 g per hari (hasil riset Puslitlitbang Gizi Depkes RI, 2001 dalam Astawan dan Wresdiyati, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebutuhan serat pangan yang dianjurkan yaitu 25-30g per hari atau 6-15g serat kasar

per hari. . Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30g setiap hari.

7. Dampak Konsumsi Serat Pangan yang Berlebihan

Jumlah serat pangan yang dikonsumsi tidak boleh berlebihan, meskipun mengkonsumsi serat pangan sangat dianjurkan. Konsumsi serat pangan yang berlebihan dapat merugikan kesehatan. Konsumsi serat pangan yang berlebihan ternyata dapat

menurunkan efisiensi absorbsi

(penyerapan) beberapa zat gizi, seperti vitamin, mineral, protein, menyebabkan

(8)

kram perut, diare, dan perut kembung. Hal ini telah dibuktikan pada orang yang sensitif, yang tingkat konsumsi serat harianya ditingkatkan dari 10 menjadi 20g, 20 menjadi 25g, dan 25 menjadi 30g. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya efek negatif seperti di atas. Namun, jika konsumsi serat ditingkatkan secara bertahap, efek tersebut menjadi berkurang (Astawan dan Wresdiyati, 2004).

8. Kesimpulan

Pemanfaatan hasil samping ampas kelapa sebagai bahan substitusi makanan kesehatan selama ini belum banyak terungkap. Meskipun ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun ampas kelapa merupakan bahan pangan sumber serat. Ampas kelapa berasal dari komoditi hasil samping yang memiliki keunggulan sebagai pendukung kelestarian ketahanan pangan. Hal tersebut ditunjang oleh potensi produksi yang tinggi, proses dan peralatan yang digunakan dalam produksinya sederhana dan murah, memiliki kemampuan untuk diolah menjadi produk-produk yang lebih berkualitas, dapat ditambahkan pada produk-produk roti, resep-resep masakan, dan produk-produk makanan lainnya sebagai makanan kesehatan sehingga dapat menunjang diversivikasi pangan.

Daftar Pustaka

Andi Nur Alamsyah. 2205. Virgin Coconut Oil. Minyak Penakluk Penyakit. Penerbit: PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Anonim. 2005.Virgin Coconut Oil. Trubus Edisi 427. Juni 2005/XXXVI

Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997. Proses Pembuatan Dan Penggunaan Tepung Ubijalar Untuk Produk Pangan. Balitkabi. Edisi khusus No. 15.

Astawan M dan M. Wahyuni.

1989.Teknologi Pengolahan Nabati dan Hewani Tepat Guna. Presindo. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembang Pertanian. 2004. Pasca Panen

Kelapa. Manado: Balai Penelitian Tani Kelapa dan Palma Lain. Manado.

Bala Subbramaniam, K. 1976.

Polyasaccharides of the Kernel of Maturity and mture coconuts. J. of Food Sci. 41:1370-1371.

Bambang Setiaji, Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bonzon, J.A. and J.r. Velasco. 1882. Coconut Production and Utilization. Metro Manila, Philippines. 351 pp. Buckle, Edwars, Fleet, Wooton. 1987. Ilmu

Pangan. Jakarta: UI. Press. Universitas Indonesia.

Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. The science of food: An introduction to food science, nutrition, and microbiology. Edisi ke-2. Pergamon Press, England.

Gonzales, R. 1990 dan L. Kwon. 1996. Emuilsifying Capacyty of Coconut Protein as a Function of Salt, Phosphate, and Temperature. Journal of American Rils Chemists society. 73: 1669-1673.

Hengky Novarianto. 2004. Memodernisasi Perkelapaan Indonesia dengan Inovasi Tekhnologi. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma lain. Manado.

Hutsoit, G.F. 1988. Ampas Kelapa: Dari Tempe Bongkrek ke Pemanis. Majalah Perusahaan Gula Pasuruan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia 24 (3):19-24.

Julius Pontoh. Buah Kelapa Sebagai Penopang Kehidupan Manusia. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi

Minyak dan Lemak Pangan. UI Press .Jakarta.

Kirchenbauer, H.G. 1960. Fats and Oils. Second Edition. Reinhold Publ. Corp, New York.

Made Astawan & Tutik Wresdiyati. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. 2004. Tiga Serangkai.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Raghavendra, et al. 2004. Karakteristik Penghalusan dan Sifat Hidrasi

(9)

Residu Kelapa: Sebuah Sumber Serat Pangan.

Rindengan, B.,Kembuan dan A. Lay. 1997. Pemanfaatan Ampas Kelapa Untuk Bahan Makanan Rendah Kalori. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 3(2): 56-63.

Rindengan, B., M. Terok dan G. Elvianus. 2004. Pengolahan Makanan Ringan (SNACK food) dari Daging Buah Kelapa. Balitbang: 42-48.

Roni Palungkan. 1993. Aneka Produk

Olahan Kelapa. Penebar

Swadaya,Jakarta.

Siahaan, D., Tri Haryati an P. M. Naibaho. 1993. Nilai Gizi Buah Kelapa. Berita PPKS. Pusat Penelitian Kelapa dan Kelapa Sawit. Vol I Sumatra Utara. Spiller, G.A. 2001. Edisi ke-3. CRC

Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition. CRC Press LLC, USA. Syarif dan Anis. 1986. Studi Reka Pangan

Beras Instant. PAU-Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Swinkels dan J.J.M. Veendams. 1985. Composition And Properties of Comercial Native Starches. Starch 37: 1-5

Tangsuphoom, Naptapol dan Jhon N. Coupland. 2005. Effect of Heating and homogenization on the Stability of Coconut Milk Emulsions. Journal of Food Science. Vol. 70

Tati Nurmala. 1980. Budidaya Tanaman Gandum (Triticum SPP). Bagian Produksi Tanaman. Fakultas Pertanian UNPAD. Jakarta: Karya Nusantara.

___________. 1998. Serealia Sumbar Karbohidrat Utama. Jakarta: Rineka Cipta.

Trinidad, et al. 2004. Dietary Fiber From Coconut Flour: A Funcional Food. Journal ScienceDirect. Pp309-317. Utami. 1983.”Isolasi dan Identifikasi

Komponen Utama Minyak Kelapa Sawit”. Tesis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan

Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Winiati Pudji Rahayu. 1997. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi pangan Dan Gizi.

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi nutrisi daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan  Komposisi  nutrisi/100  g  daging
Tabel 2. Sifat-sifat fisikokimia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan  kopra, minyak,  kelapa parut kering, santan dan tepung
Tabel 3. Pengaruh jenis serat terhadap kerja serat pangan  Serat Larut  Serat Tak Larut Komponen

Referensi

Dokumen terkait

(2) Faktor- faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai produksi usahatani jagung dan kedelai adalah luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan komoditas, sedangkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pemahaman guru tentang program pendidikan ekonomi kreatif; 2) penerapan program pendidikan ekonomi kreatif dalam

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor keterlambatan pengobatan pada seluruh wanita penderita kanker payudara di rumah sakit umum daerah

Para penumpang yang memiliki tiket dan/atau telah membeli melalui sistem online dapat check- in melalui telepon dengan Call Center Garuda Indonesia. Mobile Check-in saat ini

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini hingga akhirnya mendapatkan hasil ketebalan bahan pada bidang partisi sesuai

Seperti yang sudah di sebutkan pada bab bab sebelumnya, contoh graf yang dapat kita temui dalam kehidupan kita adalah sebagai berikut : Penjadwalan, kita dapat membuat

Merujuk al-Qur’an (Q/al-Baqarah [2]: 30) ”khalifah” adalah posisi dan peranan yang dimandatkan Allah kepada Adam dan segenap manusia anak-cucunya untuk

ABSTRAK : Pendidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlaq mulia, bermoral, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi,