• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAQASHID KAJIAN ASURANSI SYARIAH. Agus Marimin Program Studi Ekonomi Islam, STIE AAS Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAQASHID KAJIAN ASURANSI SYARIAH. Agus Marimin Program Studi Ekonomi Islam, STIE AAS Surakarta"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAQASHID KAJIAN ASURANSI SYARIAH Agus Marimin

Program Studi Ekonomi Islam, STIE AAS Surakarta agusmarimin@yahoo.com

Abstrak : Maqasid asy-syariah bertujuan dari hukum Islam adalah maslahah (kemaslahatan). Ada lima aspek yang dilindungi oleh syara‟, yang dikenal dengan kuliyyah al-khams, meliputi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Perlindungan syariah terhadap lima aspek dimaksud, bisa dari segi perwujudan (ijabiyah) maupun pencegahan (salbiyah).

Kata kunci: maqasid syariah, asuransi syariah, maslahah

Abstract : Maqasid asy-sharia aims of Islamic law is maslahah (benefit). There are five aspects that are protected by shara ', known as al-kuliyyah al-khams, including religion, soul, reason, descent, and property. Sharia protection of the five aspects referred to, can be in terms of embodiment (ijabiyah) and prevention (salbiyah).

Keywords: maqasid syariah, sharia insurance, maslahah PENDAHULUAN

Hukum Islam menurut Joseph Schacht (1971: 1) adalah ikhtisar pemikiran Islam, manifestasi paling tipikal dari cara hidup Muslim, serta merupakan inti dari saripati Islam itu sendiri. Memang harus diakui bahwa penekanan-penekanan teologis dalam sumber-sumber al-Qur‟an dan hadist tentang keharusan mematuhi hukum membuat umat Islam menempatkan hukum pada posisi yang dipentingkan dalam kebudayaannya. Oleh karena itu, dari sudut historis dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah salah satu warisan kultural umat Islam yang penting. Pada saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan-persoalan ekonomi kontemporer, akibat dari perkembangan peradaban manusia dan kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).

Dalam kehidupan kontemporer sekarang, khususnya tiga dasawarsa terakhir, hukum Islam terutama di bidang keperdataan (mu‟amalah) semakin mempunyai arti penting, terutama dengan lahirnya apa yang disebut ekonomi, perbankan, dan asuransi, yang sangat erat kaitannya dengan hukum mu'amalat. Perkembangan institusi-institusi baru tersebut secara nyata mendorong pengembangan fiqh muamalah sebagai landasan yang memberikan kerangka acuan terhadap lembaga-lembaga tersebut dari sudut syar‟i, Khudari Bik (1988: 11). Permasalahannya adalah bagaimana hukum Islam, sebagai misal dalam masalah asuransi dapat dikembangkan sehingga mampu memberikan jawaban atas kenyataan aktual persoalan ekonomi.

Belakangan, para ahli fiqih kontemporer memandang bahwa aspek yang perlu digali dari hukum muamalat itu adalah asas-asas hukumnya, bukan aturan-aturan detail. Akan tetapi justru di sini timbul permasalahan, oleh karena ulama-ulama fiqh di zaman lampau ketika mengkaji hukum Islam langsung masuk ke dalam aturan-atran detail. Mereka tidak mendahului kajian mereka dengan diskusi tentang asas-asas umum hukum. Misalnya dalam hukum perjanjian, mereka langsung masuk ke dalam aneka perjanjain khusus dan membicarakan doktrin-doktrin umum hukum yang mengatur dan menyemangati aneka perjanjaian khusus itu. Namun demikain, tidak berarti bahwa asas-asas umum itu tidak mereka kenal sama sekali; asas-asas tersebut terselip di berbagai tempat dalam pembahasan di aneka

(2)

perjanjian khusus. Asas-asas umum yang terserak di berbagai tempat itu perlu diangkat dan digali kemudian disatukan menjadi asas-asas umum hukum perjanjian dalam Islam menurut Syamsul Anwar, (1999/2000).

Belakangan, para ahli fiqih kontemporer memandang bahwa aspek yang perlu digali dari hukum muamalat itu adalah asas-asas hukumnya, bukan aturan-aturan detail. Akan tetapi justru di sini timbul permasalahan, oleh karena ulama-ulama fiqh di zaman lampau ketika mengkaji hukum Islam langsung masuk ke dalam aturan-aturan detail. Mereka tidak mendahului kajian mereka dengan diskusi tentang asas-asas umum hukum. Misalnya dalam hukum perjanjian, mereka langsung masuk ke dalam aneka perjanjain khusus dan membicarakan doktrin-doktrin umum hukum yang mengatur dan menyemangati aneka perjanjian khusus itu. Namun demikian, tidak berarti bahwa asas-asas umum itu tidak mereka kenal sama sekali; asas-asas tersebut terselip di berbagai tempat dalam pembahasan di aneka perjanjian khusus. Asas-asas umum yang terserak di berbagai tempat itu perlu diangkat dan digali kemudian disatukan menjadi asas-asas umum hukum perjanjian dalam Islam.

KAJIAN TEORI

Konsep Asuransi Syariah

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata „pertanggungan‟. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (Asuransi) dan verzekering (Pertanggungan) menurut AM. Hasan Ali, ( 2004: 57). Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam al-Qur‟an dan as- Sunnah Menurut Iqbal Muhaimin, (2005: 2).

Dalam perspektif ekonomi Islam menurut Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf (2005: 1), asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa arab taka-fala-yataka-fulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin. Asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan dengan pertanggungan atau penjaminan atas resiko kerugian tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas segala risiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kematian yang dialami oleh nasabah (pihak tertanggung). Dalam hal ini, si tertanggung mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak menurut Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, (2005: 3-4).

Muhammad Syakir Sula (2004:28) Asuransi merupakan cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Dalam ensiklopedi hukum Islam telah disebutkan bahwa asuransi adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat menurut AM. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah (2003: 95). Abbas Salim berpendapat, bahwa asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti. Dalam pengertian asuransi di atas, menunjukkan bahwa asuransi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya pihak tertanggung 2. Adanya pihak penanggung 3. Adanya perjanjian asuransi 4. Adanya pembayaran premi

(3)

5. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan (yang diderita tertanggung). 6. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.

Jadi asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan perusahaan asuransi pendapat Muhaimin Iqbal, (2006: 2).

Perkembangan ekonomi modern telah muncul istilah asuransi syariah. Kerangka kerja dari asuransi ini adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI, dalam Fatwa DSN No. 21/DSN- MUI/IX/2001 “Usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”.

Dari uraian mengenai rumusan definisi asuransi diatas, maka paling tidak ada tiga unsur pokok penting berkenaan dengan asuransi, yaitu; pertama pihak penjamin (verzekeraar), yaitu pihak yang berjanji akan membayar uang kepada pihak terjamin. Pembayaran tersebut baik dilaksanakan secara sekaligus atau bahkan dengan berangsur-angsur. Muhaimin Iqbal, (2006: 2) berpendapat pembayaran tersebut dilakukan bila terlaksana unsur ketiga. Kedua, pihak terjamin (verzekerde), yaitu pihak yang berjanji akan membayar premi kepada pihak penjamin. Sama halnya dengan pembayaran klaim asuransi dapat dilakukan secara sekaligus maupun berangsur-angsur. Sedangkan unsur yang ketiga adalah suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi, yang disebut dengan risiko, menurut Projodikoro, W. (1981:4). Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari (2002: 131) berpendapat prinsip utama dalam asuransi syaiah adalah ta‟awunu „ala al birr wa al- taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al- ta‟min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari (2002: 125-135) membagi prinsip dasar asuransi syariah sebagai berikut:

1. Tauhid (Unity)

Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap Bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.

2. Keadilan (justice)

Prinsip kedua dalam beransuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi. 3. Tolong-menolong (ta’awun)

Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antara anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.

(4)

4. Kerja sama (cooperation)

Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapatkan mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.

5. Amanah (trustworthy)

Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.

6. Kerelaan (al-ridha)

Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugiaan.

7. Larangan riba

Ada beberapa bagian dalam al-Qur‟an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.

8. Larangan maisi‟r (judi)

Syafi‟i Antonio mengatakan bahwa unsur maisi‟r (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

9. Larangan gha'rar (ketidak pastian)

Gha’rar dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.

Teori Maqasid asy-Syariah

Al-Shatibi, A (2004 ) Teori maqasid asy-syariah ini telah dikembangkan oleh para ulama seperti al-Ghazali. Maqasid asy-syariah sebagai sebuah pendekatan pendapat Auda J (2008). Secara khusus, pendapat Abozaid, A., & Dusuki, A. W. (2007: 23-25) menerapkannya dalam bidang ekonomi dan perbankan syariah. Adapun yang mengaitkannya dalam bidang demokrasi dan perkembangan ekonomi menurut Cizakca M. (2007: 115-118). Kamarulzaman, A., & Saifuddeen, S. M. (2010: 115-118) berpendapat menerapkan hukum maqasid dalam bidang kesehatan. Sulayman, H. I. (2014: 477-484) Menerapkannya maqasid dalam dunnia pendidikan. Dari teori uraian diatas, maka kita akan menfokuskan kajian pada implementasi Maqasid asy- syariah dalam bidang asuransi.

Secara konseptual, Maqasid asy-syariah adalah tujuan atau rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (pembuat hukum) pada setiap hukum dari hukum-hukum syari‟ah (Wahbah az- Zuhaili II, 1986: 1017). “Alal al-Fasi (tt: 3) mendefinisikan Maqasid asy-syariah sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari‟ah dan rahasia- rahasia dibalik setiap ketetapan hukum syari‟ah. Khalaf, A. W. (1979: 197) menyimpulkan bahwa tujuan syari‟ah adalah untuk membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat (maslahah).

(5)

Maqasid asy-syariah adalah tujuan atau rahasia yang ditetapkan oleh Syari’ (pembuat hukum) pada setiap hukum dari hukum-hukum syari‟ah, Az-Zuhaili, Wahbah II. (1986: 1017). Menurut “Alal al-Fasi (tt: 3) Maqasid asy-syariah adalah tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari‟ah dan rahasia-rahasia dibalik setiap ketetapan hukum syari‟ah. Konsep Maqasid asy- srariah merupakan lanjutan dari konsep maslahah. Maslahah, menurut syara‟ dibagi menjadi tiga, yaitu maslahah mu’tabarah (didukung oleh syara‟), maslahah mulghah (ditolak syara‟), maslahah mursalah (tidak didukung dan tidak pula ditolak syara‟, namun didukung oleh sekumpulan makna nash (al-Qur‟an dan al-Hadits).

Asy-Syatibi, Abu Ishaq (1986: 199) Menegaskan bahwa pembuatan syari‟ah atau hukum Islam semata- mata dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat sekaligus. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Allah menciptakan hukum untuk mewujudkan dan melindungi maslahah dharuriyyah, hajiyah, dan tahsiniyyah. Perwujudan hajiyyah adalah terpeliharanya kebutuhan esensial manusia, yaitu memelihara agama jiwa, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pemeliharaan tersebut bisa dilakukan melalui dua aspek, pertama ijabiyyah, yaitu aspek relisasi atau perwujudan. Kedua, aspek salbiyah, yaitu pemeliharaan atau perlindungan. Misal, realisasi agama melalui pelaksanaan rukun Islam, dan pemeliharaannya melalui pemberantasan orang-orang yang akan menghancurkan agama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa makna tertinggi dari Maqasid asy-Syariah adalah perlindungan (hifd). Pembebanan hukum syari‟at melekat dengan maksud-maksudnya pada makhluk. Maksud-maksud syari‟at tersebut dapat diklasifikasikan kepada tiga macam, yaitu dharuriyyat, hajjiyyat, dan tahsiniyyat.

Wujud Maqasid asy- Syariah dalam Asuransi Syariah

Hakikat dari teori maqasid asy- syariah adalah bahwa tujuan dari hukum Islam adalah maslahah (kemaslahatan). Ada lima aspek yang dilindungi oleh syara‟, yang dikenal dengan al-kuliyyah al-khams, meliputi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, pendapat menurut Al-Ghazali. (1322H: 287). Perlindungan syariah terhadap lima aspek dimaksud, bisa dari segi perwujudan (ijabiyah) maupun pencegahan (salbiyah). Keterkaitan kelima aspek diatas dengan asuransi dibahas secara berurutan sebagai berikut.

1. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Agama

Muhammad Utsman Najati (2008: 30) mengatakan bahwa secara fitrah, manusia memiliki kesiapan (potensi) untuk mengenal dan beriman kepada Allah. Manusia berpotensi untuk bertauhid, mendekatkan diri kepada Allah, kembali kepada-Nya dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi kesulitan. Wujud terlaksananya Islam bagi umat Islam adalah apabila ia mampu menjalankan rukun Islam dengan baik, yang terdiri dari membaca dua kalimat syahadat, menjalankan sholat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, serta menjalankan ibadah puasa.

Contoh perlindungan asuransi terhadap pelaksanaan agama adalah dalam bidang pelaksanaan ibadah haji, terutama pelaksanaan wukuf di Arafah. Rasulullah SAW bersabda bahwa al-hajj „arafah, yang bisa dipahami bahwa esensi haji adalah wukuf di Arafah. Wukuf merupakan salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan untuk sampai pada taraf kesempurnaan, jika tidak terlaksana maka tidak sah.

Wujud perlindungan asuransi dalam hal agama adalah mewujudkan kesempurnaan ibadah manusia. Sebagai contoh risiko orang dalam menjalankan ibadah haji, terutama pada saat wukuf di Arafah. Bentuk asuransi yang bisa menangani risiko tersebut adalah asuransi manasik haji, meskipun produk ini belum ada perusahaan asuransi yang menanganinya. Keempat, perlindungan asuransi dalam kemaslahatan jiwa adalah terhindarnya dari bahaya yang mengancam kesehatan maupun kematian seseorang. Wujud dari asuransi ini adalah asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan. Fungsi asuransi ini adalah mengkover biaya kesehatan seseorang yang sakit akibat suatu peristiwa yang tidak

(6)

dikehendaki dan menimbulkan kerugian padanya. Bentuk produk asuransi yang bisa menangani permasalahan ini bisa dinamakan asuransi manasik haji, meskipun produk ini belum di launching oleh perusahaan asuransi.

2. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Jiwa

Perwujudan kemaslahatan jiwa sebagai aspek positif (ijabiyah) diwujudkan melalui perkawinan yang bertujuan untuk melestarikan keturunan. Perlindungan jiwa pada level dharuriyyah dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan untuk mempertahankan hidup. Perwujudan kemaslahatan jiwa juga bisa dilakukan melalui aspek negatif (salbiyah). Cara kerjanya melalui penolakan maupun mencegahan dari hal-hal yang akan merusak raga yang pada gilirannya merusak jiwa.

Peranan asuransi dalam perlindungan kemaslahatan jiwa terletak pada hal-hal yang menyebabkan terancamnya jiwa, kerusakan anggota badan yang menyebabkan kecacatan ataupun kematian seseorang. Peranan asuransi pada kemaslahatan jiwa ini lebih ditekankan pada aspek negatif (salbiyah), yaitu sebuah upaya pencegahan, pelestarian, atau perlindungan. Produk asuransi yang bisa menangani persoalan ini adalah asuransi kecelakaan, Jasa Raharja misalnya.

Dari uaraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan asuransi memiliki peranan penting terhadap keberlangsungan hidup manusia. Asuransi melindungi aspek kehidupan manusia, khususnya dalam bidang kesehatan. Hal ini berarti memiliki kesamaan dari tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam (maqasd asy-syariah) atau setidaknya ikut mewujudkan kemaslahatan jiwa manusia.

3. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Akal

Salah satu upaya untuk melindungi akal adalah Allah melarang muslim untuk minum minuman keras atau beralkohol. Diantara ayat-ayat yang mengandung makna penghormatan terhadap akal adalah surat ar-ra‟du ayat 3-4, an-nahl ayat 10-12, ar-rum ayat 24 dan 28, dan al-ankabut ayat 34-35. Nilai kemaslahatan akal itu terletak pada tetap terjaganya akal dari kerusakan sehingga berfungsi sebagaimana mestinya.

Meskipun suransi secara spesifik melindungi kemaslahatan akal, akan tetapi asuransi ini membantu seseorang untuk menjaga keberadaan akal dari kerusakan akal. Asuransi berperan mewujudkan tujuan syariah, yaitu melindungi akal dari kemusnahan sebagai salah satu aspek maqasid asy- syariah. Bentuk asuransi yang ada pada perlindungan kemaslahatan akal adalah masuk kategori asuransi jiwa. Oleh karena itu prinsip indemnitas tidak masuk dalam pembahasan tentang perlindungan akal.

Aspek ijabiyah manusia kaitannya dengan akal adalah dengan belajar atau menuntut ilmu. Proses belajar yang pada umumnya di Indonesia dilakukan secara formal, yaitu melalui sekolah maupun perguruan tinggi tidak menutup kemungkinan membutuhkan dana yang banyak. Tidak jarang seseorang tidak mampu membiayainya secara serentak. Pada umumnya seorang siswa mendapatkan biaya dari orang tuanya atau walinya, akan tetapi karena suatu hal, mungkin meninggal, lanjut usia, pensiun, PHK, sehingga orang tua tersebut tidak mampu kembali membiayai putra/inya sebagaimana mestinya. Kondisi ini tentu menghambat seseorang untuk mencapai keinginannya yaitu melanjutkan belajar (sekolah) atau bahkan ke perguruan tinggi, dengan demikian akal tidak berkembang dengan baik. Disinilah letak asuransi memainkan perannya sebagai penyandang dana pendidikan.

Perlindungan asuransi dalam bidang kemaslahatan akal adalah dalam aspek ijabiyah. Islam sangat menghargai akal seseorang dan melarang orang untuk melukai. Larangan itu berupa minum minuman keras atau bahkan makanan yang haram. Sebagai missal asuransi dana pendidikan dari sekolah dasar sampai dengan pendidikan. Asuransi ini akan mengkover kebutuhan sesorang akan kebutuhan dana pendidikan pada masa yang akan datang. Sebab tidak semua orang bisa dipastikan memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan anaknya.

(7)

Contoh produk asuransi yang melindungi kemaslahatan akal adalah asuransi takaful dana siswa atau asuransi beasiswa. Takaful ini bertujuan untuk perorarangan yang ditujukan kepada mereka yang bermaksud menyediakan dana pendidikan bagi putra-putrinya, misalnya sampai sarjana.

4. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Keturunan

Makna penting dari perlindungan keturunan adalah tetap terjaganya keturunan dari keadaan lemah maupun kepunahan. Keturunan merupakan bagian dari maslahah dharuriyah yang harus dilindungi. Salah satu uapaya yang bisa dilakukan, terutama di zaman modern ini adalah mengikuti program asuransi. Ilustrasi yang bisa disampaikan sebagai berikut. Jika orang tua meninggal, sementara ia meninggalkan keluarga, istri, dan anak yang masih kecil tentu ini menjadi problem. Bisa saja anak yang masih usia sekolah tersebut tidak bisa melanjutkan sekolah karena penyandan dana telah tiada. Atau kondisi yang lebih buruk lagi ia tidak mampu menjalankan kehidupan yang lebih layak secara ekonomi. Kerangka ini semua berjalan sebagai aspek positif syariah yang harus diwujudkan. Kemaslahatan keturunan dalam Islam sangat perlu dijaga. Islam mengajarkan kepada seseorang untuk khawatir bila kemudian hari meninggalkan keturunan dalam kondisi lemah dan menyulitkan bagi orang lain. Atas dasar ini ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengeliminir kekhawatiran tersebut dengan ikut program asuransi.

Sesungguhnya syariah melindungi keturunan sebagaimana termaktub dalam maqasid asy-syariah, yaitu hifdz an-nasl. Hal ini memiliki kesamaan makna asuransi yaitu melindungi, jadi fungsi asuransi adalah melindungi keturunan sebagaimana dilindungi oleh syariah. Dengan demikian asuransi memiliki fungsi untuk mewujudkan tujuna maqasid asy-syariah.

Contoh asuransi pada perlindungan kemaslahatan keturunan adalah takaful dana pendidikan. Asuransi ini memberikan pendidikan terbaik hingga tingkat perguruan tinggi melalui perencanaan dana pendidikan di Takaful Dana Pendidikan (Fulnadi). Artinya bahwa asuransi membantu ahli waris untuk melanjutkan kehidupannya menjadi lebih baik dengan menopang biaya pendidikan.

5. Perlindungan Asuransi dalam Kemaslahatan Harta

Harta merupakan salah satu aspek maqasid asy-syariah yang harus dilindungi oleh syariah. Meskipun pada dasarnya harta milik Allah tetapi manusia memiliki hak kepemilikan dan kewajiban untuk mengelolanya dengan baik. Aturan main dalam bidang ekonomi dalam Islam diatur dalam fikih muamalat. Islam menghalankan umatnya untuk menjalankan bisnis dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu bentuk perekonomian seperti jual beli, rahn, mudharabah, musyarakah, dan lain-lainnya menjadi halal. Kegiatan-kegiatan ini termasuk aspek positif (ijabiyyah).

Berkaitan dengan aspek negatif (salbiyah) Islam melarang jual beli yang mengandung unsur riba, tagrir (spekulasi tinggi), tadlis (penipuan), maisir (judi). Salah satu ayat yang melarang aktivitas bisnis dengan cara yang tidak benar misalnya surat al-Baqarah ayat 275.

Perlindungan asuransi pada kemaslahatan harta terletak pada aspek negatif (ijabiyyah) tidak pada aspek positif (ijabiyyah) yaitu usaha perwujudannya. Asuransi yang menangani pada permasalahan ini adalah asuransi kerugian. Maksud dari asuransi ini adalah memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Aspek salbiyah dari kemaslahatan harta adalah Islam melarang pencurian, perampokan, dll. Agar harta terhindar dari hal yang demikian maka hendaknya seseorang mengikuti program asuransi untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Sebagai misal seseorang bisa mengambil asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan mobil, dll.

(8)

Contoh asuransi yang melindungi kemaslahatan harta adalah asuransi takaful umum. Pada dasarnya semua produk takaful umum ditujukan untuk melindungi harta. Contohnya takaful kebakaran (fire insurance) dan takaful pengangkutan (cargo insurance). Takaful kebakaran berupa perlindungan terhadap kerugian dan atau kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir, ledakan dan kejatuhan pesawat terbang berikut risiko yang ditimbulkannya. Selain itu juga dapat diperluas dengan tambahan jaminan yang lebih luas.

KESIMPULAN

Pembahasan ini disimpulkan sebagai berikut. Pertama, asuransi adalah persoalan kontemporer yang belum ditemukan hukumnya, baik dalam al-Qur‟an maupun as-Sunnah. Oleh karena itu perlu upaya sungguh-sungguh menemukan hukumnya sehingga bisa dijadikan pegangan umat Islam tetang status hukumnya. Upaya itu tidak hanya sekedar ijtihad klinis tentang kehalalan dan keharamannya, tetapi ditinjau dari sudut pandang filsafat hukum Islam, seperti maqasid asy- syariah.

Implementasi teori maqasid asy-syariah memberi warna baru dalam pembahasan asuransi. Ada titik temu antara tujuan ditetapkannya syariah dengan maksud diadakannya asuransi. Keduanya bertemu dalam upaya melindungi kepentingan manusia dalam bentuk agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Peranan asuransi dalam melindungi kulliyah al-khams bisa berupa ijabiyah (perwujudan), bisa juga berupa salbiyah (pencegahan/penolakan). Sehingga secara filosofis bahwa maksud dan tujuan seorang muslim dalam mengikuti program asuransi dengan niatan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Prinsip-prinsip hukum asuransi yang berupa Principle of insurable interest; Principles of utmost good Faith; Principle of indemnity; dan Priciple of subrogation, adalah prinsip yang harus dipatuhi dalam berasuransi. Sebab sahnya perjanjian asuransi tidak hanya memenuhi yarat sahnya perjanjian sesuai pasal 1320 KUH Perdata, yang berupa kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal, akan tetapi juga harus mematuhi prinsip-prinsip hukum tersebut. Para ahli asuransi bersepakat bahwa pelanggaran terhadapnya akan membuat batalnya perjanjian asuransi (illegal contract), dan memunculkan ketidakadilan bagi para pihak.

Asuransi, meskipun termasuk masalah mu‟amalah yang baru, bukanlah praktek yang dilarang, sebab tidak ada dalil nas yang melarang keberadaannya. Disamping itu segala praktek bisnis yang baru tidak dilarang dalam Islam selama tidak betentangan dengan ketentuan syari‟ah dan dikelola dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat. Secara esensial dapat dikatakan bahwa adanya prinsip-prinsip hukum asuransi, tidak bertentangan dengan syari‟at Islam. Prisnip-prinsip itu ditempatkan sebagai syarat sahnya akad dan termasuk syarat yang diakui, bukan syarat yang bertentangan dengan akad (mulghah). Justru keberadaannya memperkuat keberadaan tujuan akad asuransi yang telah terbentuk. Di sisi lain keberadaannya sebagai alat untuk mengeliminir praktek-praktek bisnis yang dilarang dalam Islam, seperti judi, gharar, penipuan, riba, dan lain sebagainya.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abozaid, A., & Dusuki, A. W. (2007, April). The challenges of realizing maqasid al-shariah in Islamic Banking and Finance. In IIUM International Conference on Islamic Banking and Finance, IIUM Institute of Islamic Banking andFinance (pp. 23-25). Al-Fasi, “A. (tt). Maqasid asy-Syari’ah Islamiyyah wa Makarimuha. t.tp: Maktabah

al-Wihdah al- Islamiyyah.

Al-Ghazali. (1322H). Al-Mustasfa min Ilm al-Ushul. Bandung: Mizan.

Ali, AM. H. (2004). Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Kencana.

Al-Shatibi, A. I. I. (2004). al-Muwafaqat fî Usûl al-Sharî‟ah. Beirut: Dar al-Ma’rifah. ash-Shalih, M. bin Ahmad. (1407H). at-Takaful al-Ijtima’i fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah

wa Dauruhu fi Himayah al-Maal al-‘Am wa al- Khas. t.tp. Universitas Islam Imam bin Saud.

ash-Shiddiqie, M. N. (1987). Asuransi di dalam Islam terj. Ta‟lim Musafir. Bandung: Penerbit Pustaka

Asy-Syatibi, Abu Ishaq. tt. Al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari’ah. Tahqiq Abdullah Daraz. Kairo: ar-Rahmaniyyah.

Az-Zuhaili, Wahbah. 1409. al-Fikih al-Islam wa ‘Adilatuh. Beirut: Dar al-Fikr.

Basyir, Ahmad Azhar. 1996. “Takaful sebagai Alternatif Asuransi Islam” dalam Jurnal Ulumul Qur’an. No. 2 Vol VII.

Çizakça, M. (2007). Democracy, economic development and maqasid al-Shariah. Review of Islamic Economics, 11(1), 101-118.

Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), 1.

Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik, 3-4

Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 2.

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Oxford University Press, 1971), hlm. 1.

Kamarulzaman, A., & Saifuddeen, S. M. (2010). Islam and harm reduction. International Journal of Drug Policy, 21(2), 115-118.

Khalaf, A. W. (1979). Ilmu Ushul Fiqh. Cet. 8. Kuwait: Dar al-Qalam. Khudari Bik, Ushul al-Fiqh (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 11.

Projodikoro, W. (1981). Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa.

Syamsul Anwar, Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam (Suatu Kajian Asas Hukum), Laporan Penelitian Individual, Proyek Perguruan Tinggi Agama IAIN Sunan Kalihaga Yogyakarta 1999/2000.

Saifuddeen, S. M., Rahman, N. N. A., Isa, N. M., & Baharuddin, A. (2014). Maqasid al-Shariah as a complementary framework to conventional bioethics. Science and engineering ethics, 20(2), 317-327.

Sulayman, H. I. (2014). Values-Based Curriculum Model: A Practical Application of Integrated “Maqasid Al-Sharia‟for Wholeness Development of Mankind. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 123, 477-484.

Sumitro, W. (1996). Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BMUI dan Takaful di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji validitas untuk variabel bebas (gaya kepemimpinan, pengembangan sumber daya manusia dan disiplin kerja) dan variabel terikat (kinerja pegawai) menunjukan bahwa

Dimaksudkan evaluasi disini adalah mengetahui sejauh mana langkah konseling yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya. Dapat dilihat pada perkembangan selanjutnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan adanya pengaruh Bauran Promosi yang terdiri dari Periklanan, Promosi Penjualan, dan Publisitas baik secara

Masalah sampah tidak hanya sekedar bagaimana mengatasi permasalahan sampah saja tetapi juga diperlukan pengolahan agar sampah memiliki nilai jual agar para pekerja KUB

Type RDP ( Remote Desktop Protocol ) merupakan type koneksi untuk melakukkan remote desktop kepada PC komputer yang berada dalam jaringan Intranet Kemenkeu

Berita Yuda, dll siaran yang sudah dimonopoli oleh tentara (Jendral Suharto) dikampanyekan bahwa Supersemar itu adalah suatu pelimpahan kekuasaasn oleh Presiden Sukarno

dihadapkan pada dua kondisi, dimana Aisyah merasa dilem Aisyah merasa dilema apakah ia harus mengikuti saran a apakah ia harus mengikuti saran dari dokter dan harus mengorbankan

Bila sesuai alat/pelayanan dinas yang sedang bekerja ditemui di lapangan dan hal tersebut tidak dijumpai pada gambar, atau dengan cara lain yang dapat diketahui oleh Pemborong