BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja
2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja
Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain.
Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang lain juga
menampilkan perilaku tersebut, disebut dengan konformitas (Sears, dkk., 1999).
Seseorang melakukan konformitas, disebabkan adanya ketakutan untuk tidak
diterima oleh kelompok, menghindari celaan, dan ketakutan dianggap
menyimpang.
Zebua dan Nurdjayadi (2001), konformitas adalah suatu tuntutan yang
tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki
pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu
pada anggota kelompok. Myers (1999), konformitas negatif merupakan perubahan
perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari kecenderungan remaja
untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat
terhindar dari celaan maupun keterasingan.Seseorang melakukan konformitas
negatif terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada
harapan kelompok atau masyarakat.
Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu
baik dan buruk. Menurut Sears, dkk. (1999) konformitas cenderung berkonotasi
negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan
timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan di antara orang-orang
tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan
sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran.
Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja
demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang.
2.1.2 Aspek Konformitas Negatif
Salah satu faktor penyebab seseorang melakukan konformitas adalah
kurangnya rasa kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi
orang yang menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja demi
diakui oleh kelompok.
Sears (2004) membagi aspek konformitas negatif menjadi lima, yaitu:
a. Peniruan
Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau
ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas negatif.
b. Penyesuaian
Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu
bersikap konformitas negatif terhadap orang lain. Individu biasanya
melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.
c. Kepercayaan
Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang
lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap
orang lain.
d. Kesepakatan
Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan
acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal
dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Kesepakatan
dipengaruhi hal-hal dibawah ini:
1. Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya
kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan
terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat,
meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila
dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang
sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka
hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok
sebagai sebuah kesepakatan.
2. Persamaan Pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat
dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun.
Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya
perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan
kelompok. Jadi, dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok
maka konformitas akan semakin tinggi.
3. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka
akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik
yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang
merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas.
Kesepakatan adalah suatu keputusan yang di dapat dari suatu
anggota kelompok yang pada hakekatnya hanya mengikuti kegiatan orang
lain yang belum tentu semua kegiatan yang di ikutinya sesuia dengan
norma dan peraturan yang ada di masyarakat.
e. Ketaatan
Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau
ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat
membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang
disampaikan.Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja
membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak
menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan
tinggi juga. Ketaatan dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini:
1. Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan
tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan
melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan
ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk
mengubah perilaku seseorang.
2. Harapan Orang Lain
Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang
lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila
menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit.
Salah satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan
menempatkan individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala
sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal
yang hampir tidak mungkin timbul.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa makna
dari ketaatan adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan karena adanya
tekanan,ganjaran,acaman dan hukuman.
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas
Menurut Sears (2004) menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi
konformitas negatif, antara lain:
a) Rasa Takut terhadap Celaan Sosial
Alasan utama konformitas negatif yang kedua adalah demi memperoleh
persetujuan, atau menghindari celaan kelompok. Misal, salah satu alasan
mengapa tidak mengenakan pakaian bergaya Hawai ke tempat ibadah
adalah karena semua umat yang hadir akan melihat dengan rasa tidak
senang.
b) Rasa Takut terhadap Penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan
faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial.Setiap individu
menduduki suatu posisi dan individu menyadari bahwa posisi itu tidak
tepat. Berarti individu telah menyimpang dalam pikirannya sendiri yang
terkontrol. Individu cenderung melakukan suatu hal yang sesuai dengan
nilai-nilai kelompok tersebut tanpa memikirkan akibatnya nanti.
c) Kekompakan Kelompok
Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas negatif yang
semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat
dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi
mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela.
d) Keterikatan pada Penilaian Bebas
Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami
kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka
dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan
menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlawanan.
Menurut Rahayu Sumarlin(2009), bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya konformitas adalah:
1. Memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya.
2. Merasa bahwa kelompoknya merupakan hal yang penting dalam
hidupnya dan sangat besar pengaruhnya.
3. Ukuran kelompok karena besarnya jumlah anggota kelompok yang
sangat berpengaruh dan cenderung untuk lebih memilih anggota
kelompok dengan jumlah yang banyak.
4. Suara bulat karena lebih memilih keputusan bersama dari pada
5. Status karena tingginya status seseorang yang ada dikelompok dianggap
bisa dijadikan contoh karena ada sesuatu hal yang lebih dari orang
tersebut.
6. Tanggapan umum seperti lebih percaya fakta dari pada kabar yang baru
didengar.
7. Komitmen umum seperti tidak mempunyai komitmen terhadap siapapun.
8. Pengaruh informasi karena subjek bisa memperoleh informasi dari
kelompoknya tersebut.
9. Kepercayaan terhadap kelompok karena subjek sudah mengenal lama
kelompoknya sehingga subjek percaya terhadap pendapat kelompoknya.
10. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian diri sendiri karena merasa
tidak percaya diri dan tidak yakin kepada diri sendiri sehingga membuat
subjek menjadi bergantung kepada teman-temannya.
11. Rasa takut terhadap celaan sosial dan penyimpangan seperti mau
melakukan apa saja untuk kelompok agar tidak disisihkan dan di cela.
Sears (2004) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas negatif
remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut :
a. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik
dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan
kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta
harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka
untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar
kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.
1) Penyesuaian diri
Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin
tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan
anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi orang lain
untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok dan semakin menyakitkan
bagi orang lain bila mencela. Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan
semakin besar bila seseorang mempunyai keinginan yang kuat untuk
menjadi anggota sebuah kelompok tertentu.
2) Perhatian terhadap kelompok
Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai
orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan resiko ditolak.
Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang penting
diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari
kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin
serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil
kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompok.
b. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat
sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat
kelompok.
Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya
kesepakatandisebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan
terhadapmayoritas akan menurun bila terjadi pendapat, meskipun orang yang
berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain
yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai
kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi
ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.
2) Persamaan pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat
dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran
orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan
yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan
persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin
tinggi.
3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, maka
akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang, baik dalam
pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. orang yang
menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan
aspek penting dalam melakukan konformitas.
c. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela
melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila
1) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan
tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan
melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan
yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah
perilaku seseorang.
2) Harapan orang lainingga dapat terhindar dari celaan maupun
keterasingan.
Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang
lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan
diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan
ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk
memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi
yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga
ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.
2.2 Perilaku Seks Bebas
Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas adalah hubungan antara dua
orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa
adanya ikatan pernikahan. Kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam
melakukan seks dan tidak terbatas pada sekelompok orang. Mereka tidak
berpegang pada morality atau nilai-nilai manusiawi. Sewaktu-waktu mereka dapat
berhubunggan seksual dengan orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa
Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas pada remaja adalah cara
remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari
kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam berbagai bentuk
tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan
kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena
remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.
Menurut Sarwono (2002) perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan
sesama jenis.Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari
perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Perilaku seks sebagai semua jenis aktifitas fisik yang menggunakan tubuh untuk
mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi. Sedangkan perilaku seks
pra nikah sendiri adalah aktifitas seksual dengan pasangan sebelum menikah pada
usia remaja.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan perilaku seks bebas adalah perilaku yang didasari oleh dorongan
seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang
dilakukan tanpa ikatan pernikahan yang sah.
Perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual atau aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan
perasaan erotis atau afeksi. Seks bebas adalah bebas adalah hubungan seksual
yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia
berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan
pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun
sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
2.2.1 Faktor penyebab perilaku seks bebas
Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama hubungannya
dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan murni tindakan diri
mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau yang mempengaruhi dari
luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut adalah:
1. Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak
sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma
agama, ketidakmampuan menggunakan waktu luang.
2. Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik, bahkan
tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan pergeseran norma
keluarga dalam mengembangkan norma positif. Disamping itu keluarga tidak
memberikan arahan seks yang baik.
3. Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat yang
mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat
globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan
informasi sehat dalam seksualitas.
Menurut Sarwono (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi seks bebas pada
1. Perubahan hormonal
Perubahan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam
bentuk tingkah laku tertentu.
2. Penyebaran informasi melalui media massa
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan melalui media massa dan teknologi canggih
(internet) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode
ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar
dari lingkungan sekelilingnya, karena pada umumnya mereka belum pernah
mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
3. Tabu-larangan, norma-norma di masyarakat
Orang tuanya sendiri, baik karena kehidupan ketidak tahuannya maupun
karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan
anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak bahkan cenderung
membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
4. Pergaulan yang semakin bebas antara laki-laki dan perempuan.
Adanya kecenderungan yang makin bebas antara laki-laki dan wanita, dalam
masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita,
sehingga kedudukan wanita sejajar dengan pria.
2.2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas
Menurut Santrock (2002) Bentuk-bentuk perilaku seks bebas meliputi :
1. Kissing: Saling bersentuhan antara dua bibir atau pasangan yang didorong
2. Necking: Mencium bagian leher pasangan sampai menimbulkan nafsu.
Leher adalah bagian tubuh yang peka terhadap rangsangan.
3. Petting: Bercumbu sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan
menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum
bersenggama.
4. Intercaurse: Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh di dalam dan
diluar pernikahan.
Menurut Mu’tadin (2002) perilaku seksual adalah segala tigkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik
hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Obyek seksual dapat
berupa orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang
tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang
yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual(yang
dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang
sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.
Hudson ( dalam walmyr.com, 2003) ada sebagaian kalagan mengganggap
bahwa perilaku seks bebas terpisah dari ukuran moral; artinya sah-sah saja
sepanjang dilakukan atas dasar kebutuhan bersama. Khusus dalam pergaulan
lewat jenis pada lingkungan bebas norma dan rendahnya control sosial, cenderung
mengundang hasrat dan kebutuhan seks serta menerapkannya secara bebas. Bagi
kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal, bila remaja
kalau remaja menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi,
dan tidak peduli dengan resiko.
2.2.3 Aspek-aspek Perilaku Seks
Menurut Hudson dalam (Walmyr.com,2003) aspek sikap remaja terhadap
perilaku seks pranikah mengkait dengan empat aspek :
1. Aspek Biologis
Aspek biologis merupakan aspek yang berkaitan dengan berfungsinya organ
reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan
kesehatan reproduksi, mengfungsikannya secara optimal pengetahuan mengenai
bahayanya melakukan seks bebas. Aspek biologis ini berkaitan dengan perilaku
seks bebas yang meliputi kissing, necking, petting dan intercourse.
2. Aspek Psikologis
Aspek psikologis berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang.
1). Atas dasar saling mencintai, melakukan hubungan seks bebas sebagai
pencurahan rasa kasih sayang.
2). Atas dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi.
3. Aspek Moral
Aspek moral mencangkup anggapan dari seseorang individu terhadap
hubungan seks bebas.
4. Aspek Sosial
Merupakan aspek yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi
antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran
dari lingkungan social, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas
2.3 Hubungan Konformitas negative dengan Perilaku Seks Bebas
Menurut Hurlock (1999), Salah satu alasan utama remaja melakukan
konformitas negatif adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari
celaan kelompok. Hal inilah yang memicu remaja untuk melakukan apa yang
dilakukan anggota kelompok dalam berbagai hal. Konformitas negatif pun dapat
memberikan dampak negatif seperti minum-minuman beralkohol, merokok, pola
hidup konsumtif. Di dalam gaya hidup pun mereka dapat melakukan konformitas
negatif, mereka tak malu untuk berpacaran di depan umum, mereka bermesraan
dan berpelukan di depan umum, bahkan juga melakukan hubungan seks bebas
tanpa ada ikatan yang resmi.
2.4 Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Loma (2011) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang positif yang Sangat signifikan antara konformitas
negatif teman sebaya dengan perilaku seks bebas pada remaja. Semakin tinggi
konformitas negatif teman sebaya maka semakin tinggi pula perilaku seks pada
remaja, demikian juga sebaliknya.Dari hasil uji statistik diperoleh hasil p-value
0,026 dengan menggunakan nilai derajat 95 % taraf kebebasan α p-value < . Hasil penelitian yang dilakukan oleh febri (2012) tentang hubungan antara
konformitas dengan prestasi belajar terdapat hubungan positif dan signifan
antara konformits dengan prestasi belajar yang ditunjukan dengan signifikansi
2.5 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini hipotesis yang peneliti ajukan adalah ada hubungan
yang signifikan antara konformitas negatif dengan perilaku seks bebas remaja