• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai “Analisis Dan Pengaruh Manajemen Laba Akrual Dan Aktivitas Nyata Terhadap Penawaran Right

Issue Serta Kinerja Jangka Panjang Pada Perusahaan Yang Melakukan Penawaran Right Issue di Bursa Efek Indonesia”. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian

ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1 Penawaran Right Issue

Teori yang banyak digunakan sebagai dasar untuk meneliti penawaran right

issue adalah Teori Sinyal (Signaling Theory). Isyarat atau signal menurut Brigham

dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Kegagalan dalam suatu pasar yang merugikan dapat terjadi karena adanya asimetris informasi, hal ini dapat diperkecil jika informasi yang dipublikasikan dapat digunakan sebagai salah satu sinyal bagi pelaku pasar.

Smith dalam Eka (2003), menyatakan bahwa berdasarkan studi empiris ditemukan bahwa secara statistik penerbitan saham baru berpengaruh negatif terhadap

(2)

harga saham. Asumsi utama dalam teori sinyal adalah manajemen mempunyai informasi yang akurat tentang nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar dan manajemen adalah orang yang selalu berusaha memaksimalkan insentif yang diharapkannya, artinya manajemen umumnya mempunyai informasi yang lebih akurat dibandingkan dengan pihak luar perusahaan (investor) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal, sehingga jika manajemen menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka umumnya pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal terhadap adanya event tertentu yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang tercermin dari perubahan harga saham dan volume perdagangan saham. Sebagai implikasinya, pengumuman right issue akan direspon oleh pasar sebagai suatu sinyal yang menyampaikan adanya informasi baru yang dikeluarkan oleh pihak manajemen yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai saham perusahaan dan aktivitas perdagangan saham yang terjadi dalam pasar modal.

Miller dan Majluf dalam Eka (2003), menyatakan bahwa manajemen akan memperoleh insentif dengan pengeluaran saham baru yang mereka percaya bahwa saham perusahaan adalah overvalued. Tetapi, investor menyadari bahwa dengan insentif tersebut menyebabkan manajemen menggunakan informasi penerbitan saham baru sebagai suatu sinyal bahwa saham perusahaan overvalued, dimana hal tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan akan jatuh. Beberapa temuan tersebut konsisten dengan model yang mengasumsikan bahwa terjadi asimetri informasi antara manajemen dengan berbagai partisipan di pasar modal. Asimetri informasi mengimplikasikan bahwa pasar akan bereaksi secara negatif karena pengumuman

(3)

saham baru mengidentifikasikan adanya informasi yang tidak menguntungkan tentang kemampuan aliran kas perusahaan di masa depan. Right issue merupakan

salah satu bentuk penawaran saham tambahan yaitu aktivitas perusahaan yang terdaftar di pasar modal yang berupa penawaran saham terbatas kepada pemegang saham diluar saham yang terlebih dahulu beredar di masyarakat melalui mekanisme penawaran saham perdana (Megginson, 1997).

Alasan perusahaan untuk melakukan right issue sangat beragam, misalnya pembangunan pabrik baru penambahan modal kerja diversifikasi produk, pembayaran utang, atau untuk rencana pengembangan perusahaan di masa yang akan datang. Setelah perusahaan melakukan right issue investor tentu sangat berharap kinerja yang dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih baik karena dengan adanya right issue berarti dana dari pihak luar masuk ke perusahaan.

Perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi cenderung akan menggunakan pilihan right issue untuk memperoleh tambahan dana. Right issue merupakan penawaran sekuritas baru yang memberikan prioritas kepada pemegang saham perusahaan yang sudah ada untuk membeli sekuritas baru pada harga tertentu dan saat tertentu pula. Dengan cara lain perusahaan mendistribusikan hak opsi kepada pemegang saham agar dapat memperoleh sekuritas baru dengan harga khusus. Tujuan penawaran ini adalah melindungi kepentingan pemegang saham perusahaan khususnya dalam melaksanakan hak preemptive (Hartono, 1998). Hak ini

(4)

dilaksanakan agar pemegang saham lama tetap dapat mempertahankan proporsi kepemilikan sahamnya sama seperti sebelum penawaran saham tambahan.

Laugharn dan Ritter (1997) menemukan kasus di lapangan pada perusahaan PT Trafindo Perkasa Tbk., PT Agis Tbk. Bahwa setelah perusahaan right issue benar akan meningkatkan kinerja keuangan.

Perusahaan menerbitkan right issue dengan tujuan untuk tidak mengubah proporsi kepemilikan pemegang saham dan mengurangi biaya emisi akibat penerbitan saham baru. Pengumuman right issue yang dikeluarkan oleh perusahaan, secara teoritis dan empiris bereaksi negatif terhadap harga saham atau nilai pasar perusahan, dan nilai ini adalah kejadian yang disebabkan oleh reiko sistematik. Beberapa alasan perusahaan menerbitkan right issue antara lain adalah (Sharpe, 1999):

1. Right issue merupakan solusi yang cepat untuk memperoleh dana yang murah dan dengan proses yang mudah dan hampir tanpa resiko.

2. Right issue jauh lebih aman dibandingkan dengan cara lain, baik dengan pinjaman langsung atau dengan penerbitan surat hutang. Dengan right issue, dana masuk sebagai modal sehingga tidak membebani perusahaan sama sekali. Sedangkan jika dana diperoleh dari pinjaman, maka perusahaan harus menanggung beban bunga.

3. Minat emiten untuk melakukan right issue didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan situasi pasar modal yang dalam tahun-tahun ini berkembang pesat.

(5)

4. Dengan melakukan right issue maka jumlah lembar saham akan bertambah dan diharapkan dengan bertambahnya jumlah lembar saham akan dapat meningkatkan likuiditas saham.

Dalam peristiwa penawaran saham seperti right issue sering terjadi asimetri informasi antara manajer dan investor atau pemengang saham. Asimetri terjadi karena manajer dianggap lebih menguasai informasi mengenai kondisi perusahaan jika dibandingkan dengan investor atau pemegang saham. Kondisi ini memberikan peluang bagi manajemen untuk memunculkan sikap oportunistik dalam wujud memanipulasi data yang dilaporkan sebelum dan saat penawaran dengan menggunakan akrual diskresioner (Teoh et al., 1998).

2.1.2 Kinerja Jangka Panjang Perusahaan

Banyak penelitian sebelumnya yang mendokumentasikan mengenai kinerja pasar jangka panjang perusahaan yang melakukan penawaran saham baik perdana maupun saham tambahan. Salah satu dampak dari manajemen laba adalah terjadi penurunan kinerja perusahaan yang terjadi pasca penawaran saham (Loughran dan Ritter, 1997; Rangan, 1998; Teoh et al., 1998, dan Shivakumar, 2000). Bukti empiris menunjukkan bahwa adanya reaksi pasar yang positif terhadap pengeluaran ekuitas baru. Respon pasar yang positif tersebut tentu dipengaruhi oleh alasan perusahaan dalam melakukan penawaran saham, misalnya untuk memperkuat struktur modal, melakukan investasi yang membutuhkan dana yang besar, dan membiayai utang yang jatuh tempo (Sulistyanto dan Midiastuti, 2002). Sedangkan penurunan kinerja saham

(6)

juga akan terjadi sebagai akibat dilakukannya tindakan manajemen laba pada saat penawaran saham tambahan tersebut (Dechow et al., 1995).

Sinyal positif dalam jangka panjang tidak bisa dipertahankan oleh manajemen, yang tercermin dari penurunan kinerja yang dilaporkan oleh perusahaan tersebut (Teoh et al., 1998). McLaughin et al. (1996) yang menggunakan berbagai ukuran arus kas juga membuktikan bahwa kinerja arus kas perusahaan mengalami penurunan kinerja sekitar 20% selama tiga tahun setelah penawaran. Loughran dan Ritter (1997) serta Shivakumar (2000) menunjukkan rata-rata return perusahaan yang melakukan penawaran saham hanya 7% per tahun sedangkan perusahaan yang tidak melakukan penawaran rata-rata 15% per tahun. Dana yang diperoleh dari hasil penawaran tersebut akan diinvestasikan pada kesempatan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan di masa yang akan datang.  

 

2.1.3 Manajemen Laba Akrual

Pada dasarnya istilah manajemen laba memiliki banyak definisi. Tidak ada kesepakatan tentang definisi tunggal mengenai manajemen laba. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi

(7)

unit tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa

stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil

perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Healy dan Wahlen (1999), menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.

Menurut Watts dan Zimmerman (1986) Ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif (Positif

Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba, yaitu: (1)

(8)

(the debt covenant hypotesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the political cost

hypotesis).

Motivasi kontrak muncul karena perjanjian antara manajer dan pemilik perusahaan berbasis pada kompensasi manajerial dan perjanjian hutang (debt

covenant). Semakin tinggi rasio hutang/ekuitas suatu perusahaan, yang ekuivalen

dengan semakin dekatnya (yaitu semakin ketat) perusahaan terhadap kendala-kendala dalam perjanjian hutang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian, semakin mungkin manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income (Belkaoui, 2000).

Motivasi bonus merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode berjalan. Alasanya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih (Belkaoui, 2000). Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Ketika laba berada di bawah bogey manajer tidak mendapatkan bonus, dan ketika laba berada diatas cap manajer hanya mendapatkan bonus tetap.

Motivasi regulasi politik merupakan motivasi manajemen dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah. Perusahaan yang terbukti menjalankan praktik

(9)

pelanggaran terhadap regulasi anti trust dan anti monopoli, manajernya melakukan manipulasi laba dengan menurunkan laba yang dilaporkan (Cahan, 1992; Jogiyanto dan Ainun, 1998). Perusahaan juga melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan pengadilan terhadap perusahaan yang mengalami damage award (Hall dan Stammerjohan, 1997). Selain itu Income

taxation juga merupakan motivasi dalam manajemen laba (Lilis, 2001). Pemilihan

metode akuntansi dalam pelaporan laba akan memberikan hasil yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak.

Namun dalam konteks penelitian ini, istilah manajemen laba didefinisikan sebagai upaya-upaya manajemen dalam menggunakan pertimbangannya dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat menyesatkan para pengambil keputusan dalam menilai kinerja perusahaan atau dapat mempengaruhi kontrak-kontrak pendapatan yang telah ditetapkan berdasarkan angka-angka laporan keuangan (Healy dan Wahlen, 1999). Dari definisi tersebut jelas bahwa manajemen laba merupakan wujud intervensi langsung manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu, baik bagi manajer maupun perusahaan.

Salah satu teknik manajemen laba yang biasa digunakan oleh manajemen adalah akrual. Akrual merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi, yang bisa bersifat akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner. Laporan keuangan disusun berdasarkan proses akrual, sehingga angka-angka laporan keuangan akan

(10)

mengandung komponen akrual baik yang diskresioner maupun yang non-diskresioner.

Akrual diskresioner merupakan salah satu ukuran dari manajemen laba sehingga biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya manajemen laba. Akrual diskresioner terdiri dari akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang (Whelan dan McNamara 2004). Akrual diskresioner jangka pendek memiliki waktu yang relatif pendek misalnya satu tahun atau kurang dari satu tahun (satu periode akuntansi) sedangkan akrual diskresioner jangka panjang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun (satu periode akuntansi) (Dechow, 1994). Lebih lanjut, Whelan dan McNamara (2004), mengatakan bahwa kegunaan relatif atas komponen akrual diskresioner tergantung pada interval return yang akan diuji. Akrual jangka pendek yang karena waktunya kurang dari atau sampai satu tahun maka akrual tersebut paling relevan pada interval return yang meningkat karena mempunyai periode waktu yang lebih panjang. Penelitian Whelan dan McNamara (2004) menunjukkan bahwa akrual jangka pendek dan jangka panjang mempunyai pengaruh yang berbeda khususnya terhadap relevansi informasi laba dan nilai buku.

2.1.4 Aktivitas Nyata

Aktivitas riil (Nyata) merupakan kegiatan manajemen laba yang tidak menyimpang dari praktik bisnis normal. kegiatan aktivitas nyata dimulai dari praktek operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan untuk memajukan peruahaan sehingga stakeholder dapat percaya bahwa tujuan pelaporan

(11)

keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal. Hal ini tidak akan memberikan kontribusi nilai pada perusahaan, pelaporan tertentu dengan metode aktivitas nyata, seperti diskon harga dan pengurangan biaya diskresioner, ini mungkin tindakan-tindakan yang optimal dalam keadaan ekonomi tertentu.

Dalam penelitian mengenai aktivitas nyata banyak memusatkan perhatian pada aktivitas investasi, Aktivitas nyata dilakukan melalui arus kas operasi, biaya produksi, biaya-biaya diskresioner (Roychowdhury, 2006). Laporan arus kas merupakan salah satu jenis laporan keuangan perusahaan yang perlu kita cermati karena memiliki informasi yang tidak kalah penting dari laporan laba rugi dalam laporan arus kas terdapat laporan arus kas aktivitas operasi yang terdiri dari aktivitasaktivitas operasional perusahaan. Metode yang digunakan untuk melakukan aktivitas nyata melalui arus kas operasi. Biaya produksi merupakan segala biaya yang dikeluarkan atau dibutuhkan untuk menghasilkan suatu barang. Metode yang digunakan dalam melakukan Aktivitas Nyata melalui biaya produksi.

Biaya diskresioner merupakan biaya-biaya yang tidak mempunyai hubungan yang akrual dengan output. Biaya diskresioner yang digunakan dalam aktivitas nyata antara lain biaya iklan, biaya riset dan pengembangan , serta biaya penjualan, dan administrasi.

2.1.5 Manajemen Laba dan Penawaran Right Issue

Hubungan manajemen laba dan penawaran right issue telah diteliti oleh Astuti (2002), tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

(12)

mempengaruhi manajemen perusahaan untuk melakukan earnings management di seputar right issue, dan meneliti apakah terdapat perbedaan discretionary accrual (DA) sebelum dan sesudah right issue. Perbedaan tersebut dilihat apabila nilai

discretionary accrual (DA) sebelum right issue lebih tinggi dibandingkan dengan

sesudah right issue maka disimpulkan terjadi manajemen laba. Uji-t berpasangan digunakan untuk meneliti perbedaan discretionary accruals sebelum dan sesudah

right issue. Hasilnya menunjukkan bahwa leverage berpengaruh terhadap earnings management secara positif dan signifikan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi leverage, maka semakin besar motivasi manajemen dalam melakukan earnings management. Sebagai tambahan, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan antara discretionary accruals sebelum dan sesudah right issue, yaitu discretionary accruals sebelum right issue memiliki kecenderungan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sesudah right issue. Penelitian sebelumnya yang mengungkapkan adanya manajemen laba melalui akrual pada penawaran saham tambahan dilakukan oleh Rangan (1998) dan Teoh et. al. (1998). Rangan (1998) menemukan akrual abnormal yang positif yaitu menaikkan laba yang dilaporkan secara rata-rata pada perusahan selama beberapa tahun diseputar penawaran dan diikuti dengan penurunan kinerja saham setelah penawaran. Teoh et al. (1998) menemukan bukti yang sama dengan Rangan, dengan bukti tambahan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran dengan cara menaikkan laba memiliki return saham yang rendah setelah periode penawaran tersebut

(13)

2.1.6 Manajemen Laba dan Kinerja Jangka Panjang Perusahaan

Hubungan manajemen laba dengan penurunan kinerja jangka panjang telah diteliti oleh Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998). Teoh et al. (1998) menemukan bahwa perusahaan yang melaporkan positif akrual pada saat penawaran saham tambahan mengalami kinerja saham yang buruk setelah 3 tahun penawaran dan semakin besar akrual diskresioner yang dimiliki oleh perusahaaan, semakin buruk kinerja saham jangka panjang yang dialami perusahaan. Sulistyanto dan Midiastuti (2002) yang melakukan pengujian atas pasar modal Indonesia, juga berhasil memberikan bukti bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham tambahan mengalami penurunan kinerja keuangan dan kinerja saham pasca penawaran. Sulistyanto dan Wibisono (2003) juga menyatakan bahwa penurunan kinerja keuangan menunjukkan bahwa variabel akrual diskresioner secara signifikan akan mempengaruhi penurunan kinerja operasi dan kinerja saham perusahaan dan manajemen laba yang terjadi bersifat menaikkan laba.

Begitu juga penelitian Amin (2007) terhadap perusahaan yang mengeluarkan kebijakan IPO dan diduga melakukan tindakan manajemen laba mengalami kecenderungan penurunan kinerja pasar pada akhir tahun. Selain itu, perusahaan yang melaksanakan IPO mengalami penurunan kinerja keuangan dan kinerja saham dalam jangka panjang setelah IPO. Namun penelitian Kurniawan dan Rusiti (2004) yang menggunakan rasio-rasio keuangan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara perusahaan yang melakukan SEO dan perusahaan yang tidak melakukan SEO. Hasil

(14)

penelitian ini berbeda dengan penelitian Teoh et al. (1998) yang menemukan adanya perbedaan kinerja setelah penawaran saham yang dilakukan manajemen. Sedangkan penelitian Annisaa’rahman (2007) menemukan bahwa variabel manajemen laba yang diukur dengan akrual diskresioner hanya berpengaruh terhadap kinerja pasar dalam jangka pendek (1 tahun).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian yang meneliti tentang penawaran right issue dan kinerja jangka panjang, salah satunya yang dilakukan Sahabu (2009), yang meneliti tentang manajemen laba melalui akrual Nyata dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Jangka Panjang Perusahaan yang melakukan Peawaran Right Issue menunjukkan bahwa para investor tidak memahami manajemen laba pada saat penawaran saham. Para manajer berusaha menunjukkan kinerja yang baik untuk mengantisipasi negosiasi harga pembelian saham oleh investor. Dengan demikian manajemen laba merupakan bentuk ekspektasi rasional yang perlu dilakukan untuk menarik minat investor. Disamping itu, penelitian Sukwandi (2006) yang meneliti Analisis perbedaan kinerja jangka panjang keuangan perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan yang tidak melakukan right issue di BEJ periode 2000-2003 menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kinerja keuangan antara perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan yang tidak melakukan right issue dilihat dari rasio DR dan DER, di mana nilai rasio DR dan DER mengalami penurunan, yang berarti dana yang diperoleh dari right issue dikelola dengan baik sehingga menambah struktur modal

(15)

untuk melunasi semua kewajibannya baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio-rasio CR, ROA, ROE, dan TATOR tidak berbeda antara perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan yang tidak melakukan right issue. (2). Probabilitas perusahaan untuk melakukan right issue hanya dipengaruhi oleh rasio DR dan rasio DER, di mana mempunyai hubungan yang positif yaitu semakin tinggi rasio DR dan DER akan semakin besar kemungkinan probabilitas perusahaan melakukan right issue. Rasio-rasio CR, ROA,ROE, dan TATOR berpengaruh tidak signifikan terhadap probabilitas perusahaan untuk melakukan right issue.

Penelitian tentang pengaruh Right Issue terhadap kinerja perusahaan di Bursa

Efek Jakarta Tahun 1996-1999 yang diteliti oleh Putra (2006) menyimpulkan bahwa hasil-hasil yang diperoleh dengan uji berpasangan sebelum dan sesudah perusahaan melakukan right issue adalah seperti di bawah ini. a. Berdasarkan rasio likuiditas

CR, tidak signifikan pada tingkat keyakinan 95%.b. Berdasarkan rasio leverage LEV,

signifikan 95% mengalami kenaikan pada dua kali pengujian, untuk keseluruhan perusahaan satu kali dan perusahaan size kecil satu kali pada pengujian dua tahunsebelum dan sesudah right issue. c. Berdasarkan rasio aktivitas ATO, signifikan 95% mengalami penurunan pada satu kali pengujian, yakni untuk perusahaan size sedangpada waktu pengujian satu tahun sebelum dan sesudah right issue.d. Berdasarkan rasio profitabilitas : (1) Belum membersihkan confounding effect selama periode window,seperti dividen, bonus, stock split.(2) Sampel perusahaan issuer dan

(16)

sesudah dilakukannya right issue, padahal pengaruh yang diakibatkan dengan kebijakan right issue perusahaan bisa lebih dari dua tahun (jangka panjang). Dengan demikian, apabila pengamatan dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama, hasilnya belum tentu sama dengan penelitian yang kami lakukan. (3) Penelitian ini juga belum membandingkan pengaruh jenis industri terhadap kebijakan right issue yang dilakukan perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jumadi (2008) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran right issue menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran right issue akan cenderung melakukan manajemen laba dan manipulasi aktivitas nyata.

Disamping itu, penelitian yang dilakukan oleh Gumanti (2001) tentang Earnings managemen: Suatu Telaah Pustaka menunjukkan bahwa praktek manajemen laba ditemui dalam banyak konteks. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa atau variabel-variabel ekonomi tertentu dapat dijadikan sebagai sarana untuk memanaje laba. Kenyataan tersebut memberikan peluang bagi para peneliti akuntansi khususnya, dan peneliti manajemen umumnya, untuk meneliti kemungkinan munculnya manajemen laba pada satu aspek atau konteks ekonomi.

Penelitian tentang penawaran right issue juga dilakukan oleh Teoh et al (1998) yang berjudul pengaruh Earnings management and the underperformance of

seasoned equity oferings Penelitian ini menunjukkan bahwa emiten yang

menyesuaikan akrual diskresioner saat ini untuk melaporkan laba bersih yang lebih tinggi sebelum menawarkannya lebih rendah setelah-masalah jangka panjang yang abnormal return saham dan laba bersih. Hubungan antara akrual diskresioner saat ini

(17)

dan pengembaliannya masa depan lebih kuat dan lebih gigih untuk emiten ekuitas berpengalaman dibandingkan untuk non-emiten. Bukti ini konsisten dengan investor naif ekstrapolasi pra-masalah penghasilan tanpa sepenuhnya menyesuaikan untuk manipulasi potensi laba yang dilaporkan.

Dan penelitian terdahulu dalam penelitian ini yang berkaitan dengan penawaran right issue dilakukan oleh Annisaa;, dkk (2007), menunjukkan bahwa manajemen laba diukur dengan dua variabel akrual yaitu akrual diskresioner jangka pendek dan discretionary akrual jangka panjang dan dua variabel manipulasi kegiatan nyata; nyata kegiatan manipulasi melalui CFO dan HPP. Selain itu, fenomena kinerja yang kurang diukur oleh kinerja pasar (Kembali Abnormal Kumulatif dan Beli dan Tahan metode Kembali) untuk jangka waktu 1 tahun setelah IPO, 2 tahun setelah IPO dan 3 tahun setelah tanggal IPO. Hasil penelitian menunjukkan (1) manajemen laba melalui akrual menemukan tetapi tidak melalui manipulasi kegiatan nyata dan (2) manajemen laba efek performa saham 1 tahun setelah IPO. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan emiten IPO dengan manajemen laba agresif tidak saham kembali miskin daripada manajemen laba konservatif. Penelitian yang berjudul Earnings

before Seasoned Equity Offerings: Are They Overstated? yang diteliti oleh Rangan

(1998) menunjukkan hasil bahwa kinerja yang jelek setelah terjadi penawaran dapat dijelaskan secara parsial melalui manajemen laba sebelum penawaran emiten baru. Penelitian terdahulu diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut:

(18)

Tabel 2.2.

Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti /Tahun

Judul Penelitian Variabel Terkait Hasil Penelitian Supardi Sahabu (2009) Robby Sukwandi (2006) Manajemen Laba melalui Akrual Nyata dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Jangka Panjang Perusahaan yang melakukan Peawaran Right Issue   Analisis perbedaan kinerja jangka panjang keuangan perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan yang tidak melakukan right issue di BEJ periode 2000-2003 Manipulasi Laba Akrual yaitu Akrual diskresioner jangka pendek dan Akrual diskresioner jangka panjang dan Manipulasi Aktivitas Nyata yaitu Arus kas kegiatan operasi, biaya operasi, biaya produksi dan biaya diskresioner (Variabel Independen) Kinerja Jangka Panjang Perusahaan (Variabel Dependen). Kinerja jangka panjang keuangan perusahaan perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan

yang tidak melakukan

Kesimpulan penelitian ini bahwa Penelitian ini memberikan alternatif penjelasan atas temuan manajemen laba diseputar penawaran saham dan menyajikan hipotesis bahwa para investor tidak memahami manajemen laba pada saat penawaran saham. Para manajer berusaha menunjukkan kinerja yang baik untuk mengantisipasi negosiasi harga pembelian saham oleh investor. Dengan demikian manajemen laba merupakan bentuk ekspektasi rasional yang perlu dilakukan untuk menarik minat investor.

Kesimpulan Penelitian ini bahwa (1) Terdapat perbedaan signifikan kinerja keuangan antara perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan yang tidak melakukan right issue dilihat dari rasio DR dan DER, di mana nilai rasio DR dan DER mengalami penurunan, yang berarti dana yang diperoleh dari right issue dikelola dengan baik sehingga menambah struktur modal untuk melunasi semua kewajibannya baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Kinerja keuangan yang dilihat dari rasio-rasio CR, ROA, ROE, dan TATOR tidak berbeda antara perusahaan yang melakukan right issue dan perusahaan

(19)

I Nyoman Wijana Asmara Putra (2006) Pengaruh Right Issue terhadap kinerja perusahaan di Bursa Efek Jakarta Tahun 1996-1999 right issue Right Issue terhadap kinerja perusahaan

yang tidak melakukan right issue. (2). Probabilitas perusahaan untuk melakukan right issue hanya dipengaruhi oleh rasio DR dan rasio DER, di mana mempunyai hubungan yang positif yaitu semakin tinggi rasio DR dan DER akan semakin besar kemungkinan probabilitas perusahaan melakukan right issue. Rasio-rasio CR, ROA,ROE, dan TATOR berpengaruh tidak signifikan terhadap probabilitas perusahaan untuk melakukan right issue.

Kesimpulan Penelitian ini bahwa Hasil-hasil yang diperoleh dengan uji berpasangan sebelum dan sesudah perusahaan melakukan right issue adalah seperti di bawah ini. a. Berdasarkan rasio likuiditas CR, tidak signifikan pada tingkat keyakinan 95%.b. Berdasarkan rasio leverage LEV, signifikan 95% mengalami kenaikan pada dua kali pengujian, untuk keseluruhan perusahaan satu kali dan perusahaan size kecil satu kali pada pengujian dua tahunsebelum dan sesudah right issue. c. Berdasarkan rasio aktivitas ATO, signifikan 95% mengalami penurunan pada satu kali pengujian, yakni untuk perusahaan size sedangpada waktu pengujian satu tahun sebelum dan sesudah right issue.d. Berdasarkan rasio profitabilitas : (1) Belum membersihkan

confounding effect selama periode

window,seperti dividen, bonus, stock split.(2) Sampel perusahaan issuer dan nonissuer hanya diamati dengan rentang waktu dua tahun, baik sebelum maupun sesudah dilakukannya right issue, padahal pengaruh yang diakibatkan dengan kebijakan right issue perusahaan bisa lebih dari dua tahun (jangka panjang). Dengan demikian, apabila pengamatan dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama, hasilnya belum tentu sama dengan penelitian

(20)

yang kami lakukan. (3) Penelitian ini juga belum membandingkan pengaruh jenis industri terhadap kebijakan right issue yang dilakukan perusahaan. Jumadi (2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran right issue Manajemen laba, aktivitas nyata, penawaran right issue

Kesimpulannya bahwa perusahaan yang melakukan penawaran right issue akan cenderung melakukan manajemen laba dan manipulasi aktivitas nyata.

Gumanti (2001) Earnings managemen: Suatu Telaah Pustaka Managemen laba, akrual, laba

Bukti empiris menunjukkan bahwa praktek manajemen laba ditemui dalam banyak konteks. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa atau variabel-variabel ekonomi tertentu dapat dijadikan sebagai sarana untuk memanaje laba. Kenyataan tersebut memberikan peluang bagi para peneliti akuntansi khususnya, dan peneliti manajemen umumnya, untuk meneliti kemungkinan munculnya manajemen laba pada satu aspek atau konteks ekonomi.

Teoh et al

(1998) Earnings management and the underperformanc e of seasoned equity oferings Corporate finance; Seasoned equity offerings; Earnings management; Accounting accruals; Anomalies; Market effciency

Penelitian ini menemukan bahwa emiten yang menyesuaikan akrual diskresioner saat ini untuk melaporkan laba bersih yang lebih tinggi sebelum menawarkannya lebih rendah setelah-masalah jangka panjang yang abnormal return saham dan laba bersih. Hubungan antara akrual diskresioner saat ini dan pengembaliannya masa depan (disesuaikan untuk ukuran Þrm dan buku-to-market ratio) lebih kuat dan lebih gigih untuk emiten ekuitas berpengalaman dibandingkan untuk non-emiten. Bukti ini konsisten dengan investor naif ekstrapolasi pra-masalah penghasilan tanpa sepenuhnya menyesuaikan untuk manipulasi potensi laba yang dilaporkan.

(21)

Annisaa’, dkk (2007) Earnings management melalui accruals dan real activities Manipulation pada initial public offerings dan kinerja jangka panjang (studi empiris pada bursa efek jakarta) Initial Public Offerings, earnings management, accrual, real activities manipulation, long- run underperform ance

Dalam studi ini, manajemen laba diukur dengan dua variabel akrual yaitu akrual diskresioner jangka pendek dan discretionary akrual jangka panjang dan dua variabel manipulasi kegiatan nyata; nyata kegiatan manipulasi melalui CFO dan HPP. Selain itu, fenomena kinerja yang kurang diukur oleh kinerja pasar (Kembali Abnormal Kumulatif dan Beli dan Tahan metode Kembali) untuk jangka waktu 1 tahun setelah IPO, 2 tahun setelah IPO dan 3 tahun setelah tanggal IPO. Hasil penelitian menunjukkan (1) manajemen laba melalui akrual menemukan tetapi tidak melalui manipulasi kegiatan nyata dan (2) manajemen laba efek performa saham 1 tahun setelah IPO. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan emiten IPO dengan manajemen laba agresif tidak saham kembali miskin daripada manajemen laba konservatif.

Rangan

(1998) Earnings before Seasoned Equity Offerings: Are They Overstated?

Earning management, equity offering

Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja yang jelek setelah terjadi penawaran dapat dijelaskan secara parsial melalui manajemen laba sebelum penawaran emiten baru.                          

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Peran Sektor

Adanya momentum tersebut membuat Presiden Mahinda Rajapaksa memutuskan untuk menjadikan pariwisata sebagai sumber ekonomi baru yang potensial dan bersaing dengan

Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi tomat dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan luas panen, produksi,

Pedoman Lomba Kreativitas Guru Tingkat Nasional ini adalah dimaksudkan sebagai acuan umum untuk membantu memudahkan para peserta lomba membuat naskah lomba sesuai

bahwa untuk menggunakan dan melakukan pergeseran anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) sesuai dengan

Set data uji coba terdiri dari atribut campuran numerik dan kategorikal serta memiliki beberapa kelas atau klaster dimana sebagian di antaranya adalah kelas dengan

Penanganan yang dilakukan juga terdapat kendala-kendala yang bisa menghambat tujuan tersebut, baik yang berasal dari anak jalanan, orang tuanya, serta dari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan mahasiswa dalam menggunakan sarana dan prasarana jurusan Pendidikan Ekonomi berada pada kategori sangat memuaskan