• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I DESAIN ARSITEKTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I DESAIN ARSITEKTUR"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

DESAIN ARSITEKTUR

Pembuatan desain produk terdiri dari dua pembahasan yaitu desain arsitektur dan desain industri. Pada bab ini akan dibahas tentang desain arsitektur.

1.1 Desain Arsitektur

Arsitektur produk adalah penugasan elemen-elemen fungsional dari produk terhadap kumpulan bangunan fisik (physical building blocks) produk. Tujuan arsitektur produk adalah menguraikan komponen fisik dasar dari produk, apa yang harus dilakukan komponen tersebut dan seperti apa penghubung atau pembatas (interface) yang digunakan untuk peralatan lainnya.

Sebuah produk dianggap terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian produk (part), komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Beberapa elemen fisik ditentukan oleh konsep produk, dan yang lainnya ditentukan selama fase perancangan detail.

Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap chunks terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk.

Terdapat 2 jenis karakteristik produk, yaitu: a. Modular

Arsitektur paling modular adalah yang setiap elemen fungsionalnya diimplementasikan oleh satu chunk. Terdapat beberapa interaksi antar chunk yang dapat dijelaskan dengan baik. Arsitektur modular mempermudah perubahan desain suatu chunk tanpa merubah chunk lainnya agar produk dapat berfungsi secara baik. Chunk juga didesain cukup independen satu dengan lainnya.

(2)

b. Integral

Elemen-elemen fungsional dari produk diimplementasikan dengan menggunakan lebih dari satu chunk. Satu chunk mengimplementasikan beberapa elemen fungsional. Interaksi antar

chunk sulit dijelaskan dan mungkin bersifat insidental (tidak diprediksi sebelumnya) terhadap

fungsi utama produk.

Gambar 1.2 Contoh Produk Integral

1.1.1 Tipe-Tipe Modularitas

Arsitektur modular terdiri dari tiga tipe yaitu slot, bus, dan seksional. Perbedaan antara ketiga tipe ini terletak pada acara pengaturan interaksi antar chunk.

a. Arsitektur Modular Slot

Masing-masing penghubung antar chunk pada arsitektur modular slot mempunyai tipe yang berbeda dari yang lain. Karena itu beberapa chunk yang terdapat pada produk tidak dapat dipertukarkan.

b. Arsitektur Modular Bis

Pada arsitektur jenis ini, chunk-chunk yang berbeda dapat dihubungkan ke produk melalui hubungan yang sama. Contohnya adalah perluasan card untuk personal komputer. Produk-produk non-elektronik juga dapat dibuat di sekitar arsitektur modular bis. Lampu jalan, sistem penyusunan yang menggunakan rel, rak-rak yang dapat disesuaikan yang terdapat di atas

Desain arsitektur berfokus pada fungsi utama suatu produk sedangkan pada desain industri tidak hanya berfokus pada fungsi tetapi dari berbagai aspek lain, seperti

(3)

c. Arsitektur Modular Seksional

Semua penghubung mempunyai tipe yang sama tetapi tidak ada satu elemen tunggal yang semua chunk-chunk berbeda dapat dipasang sekaligus. Contoh lainnya sistem pipa, sofa yang melingkar, dinding pemisah kantor dan beberapa sistem komputer merupakan contoh dari arsitektur modular seksional.

1.1.2 Menetapkan Arsitektur

Karena arsitektur produk akan mempunyai implikasi yang dalam terhadap aktivitas pengembangan produk selanjutnya, terhadap proses manufaktur dan pemasaran produk jadi, maka perlu dilakukan suatu usaha lintas fungsi oleh tim pengembangan penjelasan mengenai

chunk-chunk utama, dan dokumentasi interaksi penting antar chunk-chunk. Pada bab ini direkomendasikan

metode yang terdiri dari 4 langkah, yaitu: a. Membuat skema produk

Skema adalah diagram yang menggambarkan pengertian tim terhadap elemen-elemen penyusun produk. Skema harus mencerminkan pemahaman tim yang terbaik mengenai kondisi produk. Namun, bukan berarti skema harus mengandung setiap detail pemikiran. Detail-detail ini maupun elemen fungsional yang lebih rinci lainnya akan ditangguhkan sampai langkah selanjutnya. Contoh skema untuk produk meja setrika disajikan dalam Gambar 1.3.

Aliran material

Gambar 1.3 Skema Produk Meja Setrika

KAKI MEJA BANTALAN KAKI RAK BAJU KERANGKA MEJA BUSA ALAS KAIN PELAPIS TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA

(4)

b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat pada skema

Salah satu prosedur untuk mengatur kompleksitas alternatif adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap elemen pada skema akan ditugaskan terhadap satu chunk tersendiri. Kemudian secara bertahap dilakukan pengelompokkan jika memungkinkan. Untuk mengetahui kapan sebaiknya pengelompokkan dilakukan, dapat dilihat pengelompokkan elemen-elemen meja setrika menjadi chunk pada Gambar 1.4.

: Aliran material

Gambar 1.4 Pengelompokkan Elemen-Elemen Meja Setrika ke Dalam Chunk

c. Membuat rancangan geometris yang masih kasar

Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik (cotohnya dari triplek atau busa) yang terdiri dari dua atau tiga dimensi. Kriteria keputusan untuk memilih susunan geometris sangat terkait dengan tahap pengelompokan elemen-elemen pada skema. Apabila pengelompokan tersebut tidak layak, beberapa elemen harus disusun ulang pada

chunk-chunk yang lain. Perancangan geometris dari chunk sangat terkait dengan aspek estetika,

keamanan dan kenyamanan produk.

d. Mengidentifikasi interaksi fundamental dan insidental

Karena chunk akan berinteraksi satu dengan yang lainnya, diperlukan koordinasi aktivitas

(5)

1. Interaksi Fundamental

Interaksi fundamental yang sesuai dengan garis skema yang menghubungkan satu chunk ke

chunk yang lainnya. Interaksi ini sudah direncanakan, dan dapat dipahami dengan baik bahkan

sejak skema yang paling awal dibuat karena proses ini sangat mendasar (fundamental) terhadap operasi sistem.

2. Interaksi Insidental

Interaksi insidental merupakan interaksi yang muncul karena implikasi elemen fungsional menjadi bentuk fisik tertentu atau karena pengaturan geometris dari chunk.

1.2 Komponen Arsitektur Produk

Cara menguraikan komponen fisik dasar dari produk adalah dengan BOM (Bill Of Material).

Bill of material atau daftar kebutuhan material merupakan daftar komponen atau material yang

diperlukan untuk menyusun sebuah produk rakitan lengkap. Jumlah dan nama komponennya termasuk juga sumber asal perolehan (dibuat sendiri atau dibeli) akan diidentifikasikan. Umumnya yang tercantum dalam bill of material hanyalah komponen yang berkaitan langsung dengan produk yang akan dibuat atau dirakit. Bila ditinjau dari komponen penyusun produknya, bill of material dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Bill of Material Tree

Bill of material table tidak cukup untuk menggambarkan produk yang memiliki subassembly, maka digunakan bill of material tree. Bill of material tree berupa “pohon”

dengan beberapa level yang menggambarkan struktur produk. Produk akhir

berada pada level 0 (nol), dan nomor level bertambah untuk level-level di bawahnya. Arsitektur produk terdiri dari empat langkah, yaitu: membuat skema produk,

mengelompokkan elemen yang terdapat pada skema, membuat rancangan ergonomis yang masih kasar serta mengidentifikasi interaksi fundamental dan

(6)

Gambar 1.5 BOM Tree Meja Setrika

Gambar di atas adalah BOM (Bill of Material) tree untuk meja setrika. Meja setrika ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu meja dan kaki.

2. Bill of Material Table

Bill of material table menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level

komponen-komponen pembentuknya. Berikut merupakan tabel komponen-komponen yang didapatkan dari BOM tree:

Tabel 1.1 Komponen dari BOM Tree

No Komponen Jumlah Dimensi Material Keterangan

1 Meja - - - -

1.1 Tempat Meletakkan Setrika 1 15 cm x 10 cm Alumunium Dibeli 1.2 Rangka Alas Meja 1 120 cm x 35 cm Stainless steel Dibeli

1.3 Alas Meja - - - -

1.3.1 Busa 1 120 cm x 35 cm x 5 cm Busa General Dibeli 1.3.2 Kain Pelapis 1 120 cm x 40 cm Kain Polyester Dibeli

2 Kaki - - Stainless steel Dibuat

(7)

Tabel 1.1 Komponen dari BOM Tree (Tabel Lanjutan)

No Komponen Jumlah Dimensi Material Keterangan

2.2 Kaki Utama - - - -

2.2.1 Penyangga Kaki 4 123 cm x 3 cm x 3 cm Stainless steel Dibeli

2.2.2 Bantalan Kaki 4 3 cm x 3 cm Karet Dibeli

Produk meja setrika memiliki dua bagian yaitu bagian meja dan bagian kaki. Bagian meja berfungsi sebagai komponen utama yaitu tempat untuk melakukan kegiatan setrika. Pada bagian meja memiliki tiga bagian yaitu tempat meletakkan setrika yang terbuat dari material alumunium dengan dimensi 15 cm x 10 cm, rangka alas meja yang terbuat dari stainless steel dengan dimensi 120 cm x 35 cm, dan alas meja sendiri yang terbagi lagi menjadi dua level breakdown yaitu busa yang memiliki material busa general dengan dimensi 120 cm x 35 cm x 5 cm dan kain pelapis yang memiliki material kain polyester dengan dimensi 120 cm x 40 cm.

Bagian kaki digunakan untuk menopang meja setrika agar bisa digunakan dengan baik oleh pengguna. Pada bagian kaki terdiri dari tempat pakaian yang terbuat dari material stainless steel dengan dimensi 50 cm x 30 cm, dan pada bagian kaki utama terbagi menjadi dua level breakdown yaitu penyangga kaki memiliki empat penyangga yang terbuat dari material stainless steel yang memiliki dimensi 123 cm x 3 cm, 3 cm dan bantalan kaki memiliki empat bantalan yang terbuat dari material karet dengan ukuran 3 cm x 3 cm.

BOM Tree pada suatu produk hanya menunjukkan komponen-komponen penyusun produk tersebut sedangkan pada BOM Table memuat lebih banyak informasi, seperti dimensi, keterangan dibuat atau dibeli, dsb.

Dimensi pada komponen penyusun suatu produk di BOM Table

merupakan hasil pengukuran antropometri dan mempertimbangkan persentil serta allowance. Contoh pada meja setrika menggunakan D4 (tinggi siku) untuk dimensi tinggi meja setrika.

Allowance terdiri dari dua jenis, yaitu:

-allowance positif: menambahkan ukuran dimensi produk sesuai dengan keperluan -allowance negatif: mengurangkan ukuran dimensi produk sesuai dengan keperluan

(8)

1.2.1 Antropometri

Antropometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran tubuh khususnya ukuran badan, bentuk, kekuatan serta kapasitas kerja (Pheasant, 2006). Sedangkan Menurut (Wignjosoebroto, 2008), antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia yang berbeda seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya. Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya. Berikut ini merupakan pengukuran dimensi antropometri Indonesia.

(9)

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D1. Dimensi Tinggi Tubuh

Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala

D2. Dimensi Tinggi Mata

Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar sudut mata kanan.

D3. Dimensi Tinggi Bahu

Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan

(acromion) atau ujung tulang bahu kanan.

D4. Dimensi Tinggi Siku

Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan.

D5. Dimensi Tinggi Pinggul

Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan.

D6. Dimensi Tinggi Tulang Ruas

Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas atau buku jari tangan kanan (metacarpals).

D7. Dimensi Tinggi Ujung Jari

Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan (dactylion)

D8. Dimensi Tinggi Dalam Posisi

Duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.

D9. Dimensi Tinggi Mata Dalam Posisi Duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.

D10. Dimensi Tinggi Bahu Dalam Posisi Duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian atas bahu kanan.

(10)

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan)

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D11. Dimensi Tinggi Siku Dalam Posisi

Duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian bawah lengan bawah tangan kanan.

D12. Dimensi Tebal Paha

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas dari paha kanan.

D13. Dimensi Panjang Lutut

Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian depan lulut kaki kanan.

D14. Dimensi Panjang Popliteal

Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian belakang lutut kanan.

D15. Dimensi Tinggi Lutut

Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan

D16. Dimensi Tinggi Popliteal

Jarak vertikal dari lantai ke sudut popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.

D17. Dimensi Lebar Sisi Bahu

Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.

D18. Dimensi Lebar Bahu Bagian Atas

Jarak horizontal antara bahu atas kanan dan bahu atas kiri

(11)

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan)

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D19. Dimensi Lebar Pinggul

Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.

D20. Dimensi Tebal Dada

Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian dada untuk subyek laki-laki atau ke bagian buah dada untuk subyek wanita.

D21. Dimensi Tebal Perut

Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian yang paling menonjol di bagian perut.

D22. Dimensi Panjang Lengan Atas

Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan

D23. Dimensi Panjang Lengan

Bawah

Jarak horizontal dari lengan bawah diukur dari bagian belakang siku kanan ke bagian ujung dari jari tengah.

D24. Dimensi Panjang Rentang Tangan Ke

Depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku dan pergelangan tangan kanan lurus.

D25. Dimensi Panjang Bahu-Genggaman Tangan

Ke Depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.

D26. Dimensi Panjang Kepala

Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala.

(12)

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan)

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D27. Dimensi Lebar Kepala

Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga.

D28. Dimensi Panjang Tangan

Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.

D29. Dimensi Lebar Tangan

Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat.

D30. Dimensi Panjang Kaki

Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan.

D31. Dimensi Lebar Kaki

Jarak antara kedua sisi paling luar kaki.

D32. Dimensi Panjang Rentangan Tangan Ke Samping

Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.

(13)

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan)

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D33. Dimensi Panjang Rentangan Siku

Jarak yang diukur dari ujung siku tangan kanan ke ujung siku tangan kiri. D34. Dimensi Tinggi Genggaman Tangan Ke Atas Dalam Posisi Berdiri

Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder (centre of a cylindrical rod) yang digenggam oleh telapak tangan kanan.

D35. Dimensi Tinggi Genggaman Tangan Ke Atas Dalam Posisi Duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder. D36. Dimensi Panjang Genggaman Tangan Ke Depan

Jarak yang diukur dari bagian belakang bahu kanan (tulang belikat) ke pusat batang silinder yang digenggam oleh telapak tangan kanan.

Sebagian besar data antropometri dinyatakan dalam bentuk persentil. Suatu populasi untuk kepentingan studi dibagi dalam seratus kategori prosentase, dimana nilai tersebut akan diurutkan dari terkecil hingga terbesar pada suatu ukuran tubuh tertentu. Persentil menunjukkan suatu nilai presentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut (Wignjosoebroto, 2008). Apabila dalam mendesain produk terdapat variasi untuk ukuran sebenarnya, maka seharusnya dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat mampu menyesuaikan (adjustable) dengan suatu rentang tertentu (Wignjosoebroto, 2008). Oleh karena itu, untuk penetapan antropometri dapat menerapkan distribusi normal. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi dari data yang ada dan digabungkan dengan nilai persentil yang telah ada seperti pada Gambar di bawah ini:

(14)

Gambar 1.6 Persentil dalam distribusi normal

Nilai-nilai distribusi persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dijelaskan pada Tabel di bawah ini:

Tabel 1.2 Tabel Rumus Perhitungan Persentil

Persentil Rumus Perhitungan

1-st X - 2,325 σx 5-th X - 1,645 σx 10-th X - 1,28 σx 50-th X 90-th X + 1,28 σx 95-th X + 1,645 σx 99-th X + 2,325 σx Perhitungan Persentil Rata-rata x̅ = ∑ 𝑥i n 𝑛 𝑖=1 Sumber: Jogiyanto (1990: 40) Keterangan: xi = nilai dari data

n = banyaknya data x dalam suatu sampel Standar deviasi : 𝑠 = √(𝑋̅−𝑋𝑖)2

𝑛−1

Sumber: Jogiyanto (1990:84)

Keterangan: 𝑥̅ = rata-rata xi = nilai dari data

(15)

1.2.2 Desain Produk & Mekanisme Produk

Setelah mengetahui komponen fisik dasar dari produk dapat dibuat desain produk dan desain komponen dari produk. Pada Gambar 1.7 dan 1.8 terdapat desain produk dan desain komponen produk dari meja setrika yang akan dibuat.

(16)

Gambar 1.8 Desain komponen produk

Mekanisme dari meja setrika ini, yaitu meja setrika dalam kondisi terpisah antara alas setrika, tempat penyimpanan pakaian dan kaki setrika. Untuk menggunakan meja setrika user harus merakitnya terlebih dahulu sesuai dengan ketinggian yang diinginkan. Kaki setrika dapat dipasang dengan mengaitkan dengan slot yang tersedia sesuai dengan ketinggian yang dibutuhkan yang terletak di bawah kerangka meja setrika. Setelah sesuai dengan kebutuhan, rak penyimpanan baju dikaitkan pada kaki setrika pada kaitan yang telah disediakan.setelah kaki setrika terpasang dengan baik maka meja setrika siap digunakan.

Selain itu meja setrika ini juga memiliki interaksi antar chunk-nya, yaitu interaksi fundamental dan insidental. Meja setrika ini memiliki interaksi fundamental, yaitu chunk kaki setrika untuk menyokong alas meja sehingga dapat berdiri agar dapat dilakukan tempat kegiatan menyetrika. Sedangkan untuk interaksi insidental pada kaki meja setrika rawan jatuh apabila pemasangan kaki meja setrika tidak dilakukan dengan benar dan melukai pengguna.

Mekanisme produk menjelaskan bagaimana suatu produk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain langkah-langkah yang dilakukan untuk

(17)

1.3 Langkah-langkah Praktikum

Berikut merupakan langkah-langkah Praktikum Arsitektur Produk: 1. Membuat skema produk serta mengelompokkannya ke dalam chunk. 2. Membuat BOM Tree dan BOM Table.

3. Menentukan antropometri sebagai ukuran produk serta mempertimbangkan persentil dan

(18)
(19)

BAB II

DESAIN INDUSTRI

2.1 Desain Industri

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai analisis produk yang telah dibuat dari bab VIII dari segi ergonomic, analisis aspek estetika, rencana packaging dan analisis dari Break Even Point (BEP) dari produk yang telah dirancang. Kebanyakan produk di pasaran diperbaiki dengan beberapa cara atau dengan Desain Industrial yang baik. Semua produk yang digunakan, dioperasikan atau dilihat orang-orang bergantung pada Desain Industrial untuk mencapai kesuksesan. Untuk menjelaskan pentingnya, Desain Industrial terbagi menjadi dua dimensi yaitu sisi ergonomis dan estetika ( Karl T Ulrich, 2001:202). Investigasi kebutuhan konsumen (dari segi ergonomi dan estetika), kemudian diaplikasikan pada konsep produk yang sedang dikembangkan, diperbaiki hingga mencapai konsep final, hingga sampai pada rancangan konsep packaging pada produk.

2.1.1 Analisis Aspek Ergonomis

Aspek ergonomi berarti suatu produk desain proporsinya sesuai dengan pekerja ketika digunakan. Pada aspek ergonomis akan dibahas mengenai produk yang berkaitan dengan aspek ergonomi yaitu dari segi visual ergonomis, culture, safety and health dan lainnya.

a. Visual Ergonomics

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada suatu desain barang yang berada pada sisi penilaian aspek ergonomis adalah visual ergonomics, visual ergonomics memungkinkan untuk menggabungkan antara hubungan dari indra manusia, pekerjaan dan lingkungan di sekitar pekerjaan.

Pengertian Desain Industri

Desain Industri merupakan jasa professional dalam menciptakan dan mngembangkan konsep dan spesifikasi guna mengoptimalkan fungsi-fungsi, nilai, dan penampilan produk serta sistem untuk mencapai keuntungan yang mutual antara pemakai dan produsen. (Perhimpunan Desainer Industri Amerika (IDSA)

(20)

Gambar 1.9 Hubungan antara faktor lingkungan dan pekerjaan dalam visual ergonomics

Dari ketiga hubungan tersebut yang meliputi dari faktor indra manusia adalah ketajaman visual, penglihatan warna, kemampuan indra untuk melihat dari jarak tertentu, pemakaian alat bantu (kacamata), dan kesehatan mata. Kemudian yang meliputi dari faktor pekerjaan adalah tampilan visual, pemasangan alat elektronik, pengaturan tata letak fasilitas kerja, ukuran huruf dan warna, kesediaan waktu istirahat, dan intensitas pekerjaan. Dan yang terakhir adalah lingkungan adalah pechayaan, kualitas udara, zat yang berbahaya bagi mata, faktor fisiologi dan kepuasan dalam bekerja.

Tabel 1.2 Penilaian Visual Ergonomis

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Visual ergonomics

Tampilan display pada produk mudah dilihat dan dimengerti untuk mengenali produk tersebut serta mempermudah penggunaanya.

b. Cultural Ergonomics

Ergonomi budaya merupakan pendekatan yang menganggap variasi interaksi dan pengalaman yang ditawarkan benda tersebut kepada pengguna berdasarkan budaya . Dalam mendesain berdasarkan pertimbangan dari ergonomi budaya bukan hanya mempertimbangkan konteks budaya tetapi juga untuk mempertimbangkan untuk memberikan pengalaman yang interaktif bagi pengguna. Dalam ergonomi budaya mempertimbangkan pemahaman kita tentang makna budaya sekitar dan digunakan untuk mengevaluasi produk sehari-hari yang digunakan. Dalam aspek ini bertujuan untuk menggabungkan ergonomi budaya dan desain interaktif untuk mengeksplorasi interaksi yang bisa ditawarkan berupa pengalaman kepada pengguna.

(21)

Tabel 1.3 Penilaian Cultural Ergonomics

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Cultural ergonomics

Produk telah menyesuaikan dengan adat atau kebiasaan dari segmentasi serta targeting produk.

c. Postur Kerja

Dari segi ergonomi produk hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana dampak pada produk tersebut terhadap kenyamanan postur operator. Dalam penentuan dimensi produk diperlukan ukuran ukuran produk yang biasa sebut dengan dimensi antropometri. Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya.

Tabel 1.4 Penilaian Postur Kerja dan Antropometri

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Postur Kerja dan Antropometri

Bentuk dasar mempertimbangkan 3 aspek antropometri dimana sudah disesuaikan dengan dimensi-dimensi tubuh yang digunakan dalam produk tersebut.

d. Coupling

Didalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam genggaman tangan.

Tabel 1.5 Skor Coupling 0 Good 1 Fair 2 Poor 3 Unaccepttabel

Pegangan pas & kuat ditengah, genggaman kuat

Pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal atau coupling lebih sesuai digunakan oleh bagian lain

dari tubuh

Pegangan tangan tidak bisa diterima

walaupun memungkinkan

Dipaksakan, genggaman yang tidak aman,tanpa pegangan, coupling tidak sesuai digunakan oleh tubuh Sumber: Hignett, 2000

(22)

Tabel 1.6 Penjelasan Skor Coupling

Good Fair Poor

Kontainer atau box merupakan desain optimal, pegangan bahannya tidak licin

Kontainer atau box tidak mempunyai pegangan

Wadah atau benda tidak beraturan berukuran besar, sulit dipegang, atau

memiliki tepi yang tajam Untuk benda tidak

beraturan, yang biasanya tidak dikemas, pegangan yang nyaman dimana tangan dapat dengan mudah membungkus sekitar objek

Untuk wadah desain yang optimal tanpa pegangan atau benda tidak beraturan,

coupling didefinisikan

sebagai pegangan dimana tangan dapat dilipat sekitar 90°

Sulit dipegang (licin, tajam, dan lain-lain)

Benda yang didalamnya tidak mudah tumpah

Tangan tidak dapat meraih dengan mudah

Berisi barang yang tidak stabil (pecah, jatuh, tumpah, dan lain-lain) Memerlukan sarung tangan untuk mengangkatnya

Sumber: Mark & James, 2008

Di dalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam genggaman tangan.

Tabel 1.7 Penilaian Coupling

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Bentuk Coupling

Bentuk coupling termasuk dalam kategori good dikarenakan berbentuk silinder yang dapat digenggam & kuat.

e. Safety and Health

Aspek keamanan berarti suatu produk desain tidak mencelakai pemakainya. Definisi kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan terjadi karena akibat dari pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur 1989).

Penilaian dan analisis terhadap nilai keselamatan dan kesehatan dalam penggunaan dan perancangan produk dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode seperti HIRARC (Hazard Identification Risk Assesment and Control), FTA (Fault Tree Analysis), FMEA (Failure

(23)

Mode and Effect Analysis), HAZOP (Hazard and Operability Analysis), ETA (Event Tree Analysis) dan metode lain yang dapat digunakan.

Tabel 1.8 Penilaian Safety and Health

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Keselamatan dan Kesehatan Penggunaan

Nilai keselamatan dan kesehatan menjadi tingkat kepentingan yang paling tinggi dikarenakan keselamatan dan kesehatan merupakan poin krusial menyangkut keselamatan pengguna selama menggunakan.

Dikarenakan tingginya tingkat kepentingan keselamatan dan kesehatan pengguna, maka dilakukan analisis aspek-aspek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai safety and health dalam penggunaan produk serta aspek-aspek yang dapat digunakan atau diterapkan untuk meminimalisir kecelakaan yang dapat terjadi.

2.1.2 Analisis Aspek Estetika

Berikut ini merupakan pengertian dari aspek estetika yaitu estetika atau nilai-nilai keindahan ada dalam seni maupun desain, yang membedakan adalah estetika dalam seni untuk diapresiasi, sedangkan estetika dalam desain adalah bagian dari sebuah fungsi suatu produk.

Dalam teori desain dikenal prinsip form follow function, yaitu bentuk desain mengikuti fungsi. Selain memenuhi fungsi, ada tiga aspek desain yang harus dipenuhi jika suatu produk desain ingin dianggap berhasil, yaitu produk desain harus memiliki aspek keamanan (safety), kenyamanan (ergonomi) dan keindahan (estetika). Aspek keamanan berarti suatu produk desain tidak mencelakai pemakainya. Aspek ergonomi berarti suatu produk desain proporsinya pas ketika dipakai. Aspek keindahan berarti suatu produk disain harus memberikan pengalaman yang menyenangkan jika dilihat.

Desain perwujudannya harus memenuhi fungsi tertentu. Selain fungsi, ada tiga prinsip dasar yang harus dipenuhi untuk bisa dikatakan sebagai desain yang bagus, yaitu keamanan, kenyamanan dan keindahan. Karya seni perwujudannya harus mengungkapkan ide (gagasan) tertentu. Aspek estetika yang menjadi pertimbangannya yaitu dari 2 aspek, yaitu bentuk dasar dari desain tersebut dan warna.

(24)

Tabel 1.9 Penilaian Aspek Estetika

Aspek Estetika Level kepetingan Penjelasan

Diferensial Produk

Diferensial produk yang akan dibuat dengan produk-produk lain yang telah ada di pasaran termasuk dari ukuran serta bentuk produk memiliki pengaruh yang besar terhadap aspek estetika suatu produk.

Mode/ Kesan

Produk yang dibuat terlihat bergengsi untuk konsumen dalam segmentasi tertentu memiliki nilai tambah untuk produk.

2.1.3 Rencana Packaging

Gambar 1.10 Packaging dalam produk

Kotler dan Amstrong (2012) mendefinisikan kemasan sebagai proses yang melibatkan kegiatan mendesain dan memproduksi, fungsi utama dari kemasan sendiri yaitu untuk melindungi produk agar produk tetap terjaga kualitasnya.

Kemasan adalah pelindung dari suatu barang, baik barang biasa mau pun barang-barang hasil produksi industri. Dalam dunia industri kemasan merupakan pemenuhan suatu kebutuhan akibat adanya hubungan antara penghasil barang dengan masyarakat pembeli.

(25)

1. Pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan, kehilangan, berkurangnya dan sebagainya.

2. Memberikan kemudahan dalam penggunaan (operation), misalnya supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang dan sebagainya.

3. Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable), misalnya untuk diisi kembali atau untuk wadah lain.

4. Memberi daya tarik (promotion), yaitu aspek artistik, warna, bentuk maupun desainnya. 5. Identitas produk (image), misalnya berkesan kokoh, awet, lembut, dan mewah.

6. Distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung dan ditangani. 7. Informasi (labelling), yaitu menyangkut isi, pemakaian dan kualitas.

8. Cermin inovasi produk, berkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang (1999:106).

Gambar 1.11 Perencanaan Packaging

Kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus

simple (sederhana), fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak

langsung “berkata”, “Belilah saya.” Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya.

Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis (fungsional).

1. Daya tarik visual (estetika)

Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan yang mencakup unsur-unsur grafis antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata

(26)

(visual communication). Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan psikologis yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah desain yang baik harus mampu mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons 16 positif tanpa disadarinya.

Gambar 1.12 Kemasan dari Batok Kelapa 2. Daya tarik praktis (fungsional)

Daya tarik praktis merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Beberapa daya tarik praktis lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain: (1) Dapat melindungi produk. (2) Mudah dibuka atau ditutup kembali untuk disimpan. (3) Porsi yang sesuai untuk produk. (4) Dapat digunakan kembali (reusable). (5) Mudah dibawa, dijinjing atau dipegang. (6) Memudahkan pemakai untuk menghabiskan isinya dan mengisi kembali dengan jenis produk yang dapat diisi ulang (refill).

(27)

Gambar 1.13 Kemasan dari fiber glass

Sedangkan untuk membuat kemasan yang menarik harus memperhatikan beberapa hal sebelum membuatnya, yaitu :

1. Melakukan survei

Lakukan survei untuk mengenal konsep desain kompetitor, seberapa pengaruh desain kompetitor terhadap penjualan produk. Buat Panelis dan poling untuk mengetahui sebarapa kuat kompetisi antara konsep desain produk anda dengan kompetitor. Dari hasil survey ini desainer akan mampu menciptakan konsep desain kemasan yang bisa bersaing.

2. Membuat konsep desain kemasan dan beberapa alternatif

Buatlah minimal 2 konsep desain kemasan sebagai bahan perbandingan antar dua konsep desain yang telah dibuat.

Pilihan terbanyak terhadap salah satu konsep menjadi indikasi karakter konsumen terhadap produk yang akan dikemas nantinya.

3. Menciptakan desain kemasan yang menarik dan berkarakter

Usahakan untuk menciptakan desain kemasan produk yang belum dipakai oleh produk lain. Sehingga produk yang ditawarkan memberikan kesan lebih menarik dan lebih unik dibandingkan produk lain dengan jenis usaha yang sama.

4. Sesuaikan desain kemasan dengan isi produk

Desain kemasan yang dirancang selayaknya harus mengacu kepada jenis dan karakter produk yang akan dikemas. Sehingga jangan sampai terjadi desain kemasan tidak memberikan corak produknya. Misal, desain sabun mandi tentunya berbeda dengan konsep desain pelumas mesin motor, sehingga kewajiban desainer memperkuat persepsi ini

5. Sesuaikan desain kemasan dengan karakter konsumen.

Seorang desainer kemasan harus pandai menganalisa kelompok segmen produk yang akan dikemas sehingga acuan hebatnya sebuat desain kemasan bukan hanya pada bagus atau tidaknya dari sisi grafisnya, tapi bagaimana desain yang diciptakan tersebut selaras dengan sasaran pasar yang dibidik, sehingga calon konsumen tidak merasa asing dengan desain kemasan yang dibuat. Membuat desain kemasan produk sesuai dengan target pasarnya, bisa dibedakan berdasarkan umur konsumen, maupun jenis kelamin konsumen, kelas harga penjualan, dan budaya daerah.

Gambar

Gambar 1.2 Contoh Produk Integral
Gambar 1.3 Skema Produk Meja Setrika
Gambar 1.4 Pengelompokkan Elemen-Elemen Meja Setrika ke Dalam Chunk
Gambar 1.5 BOM Tree Meja Setrika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah limas dengan alas persegi dengan ukuran panjang sisinya 10 cm, jika tinggi limas 12 cm, hitunglah luas sisi tegak limas tersebut.. Alas sebuah limas berbentuk segitiga

Mesin Pemarut umbi terdiri dari 3 bagian utama yaitu rangka terbuat dari besi dan pemarutnya berbentuk rotary dengan lapisan stainless steel sehingga tidak mudah

BAGIAN STRUKTUR JENIS / BAHAN KETERANGAN DIMENSI 1.1 Lantai Tegel terbuat dari campuran semen & pasir 30 cm x 30 cm atau.. LANTAI 40 cm x

kemudian untuk uji flexural digunakan cetakan kaca dengan dimensi 15 cm x 9 cm untuk alas dan tinggi 2 cm (Gambar 3.5). Hasil dari cetakan – cetakan tersebut kemudian

Bagian dasar (alas) yang dapat diturunkan diberi saluran- saluran sebanyak 150 - 200 buah dengan garis tengah masing- masing antara 1,5 - 2 cm. Alas ini sangat cepat aus, oleh

Obyek yang digunakan dalam percobaan pemindaian dengan sumber sinar-X,meja putar dan film sinar-X adalah digunakan sebuah blok uji alumunium, dengan dimensi 73 mm × 33 mm × 14

Room 1: pada room 1 berisi pernyataan pelanggan (Voice of Customer) yang didapat dari penyebaran kuisioner terbuka untuk perancangan produk penyiram.Pada HOQ produk meja setrika,

Dimensi desain kursi mempunyai tinggi sandaran 51,89 cm menggunakan persentil 5 diharapkan pekerja yang memiliki dimensi tubuh minimal dapat menggunakan meja tersebut,