• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evan Satria Saragih 1, Muhdi 2, Diana Sofia Hanafiah 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evan Satria Saragih 1, Muhdi 2, Diana Sofia Hanafiah 3"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Umur 10

Tahun di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak,

Kabupaten Serdang Bedagai

Evan Satria Saragih 1, Muhdi 2, Diana Sofia Hanafiah 3

1Program Studi Kehutan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2 Staf Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 3 Staf Pengajar Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

The rate of change in forest area into plantations tend to be greatly improved from year to year. As a result of forest land will be increasingly threatened its existence as it is converted to plantations. For that to

know how the ratio of the absorption of CO2 by growers compared with forests. The purpose of this research

were to know the carbon content in each section rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) and to determine the potential of carbon reserves in the rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) age of 10 years in people plantation Serdang Bedagai. The method of estimaty carbon stocks had done destructive ends. Selection of plant samples carried out with purposive sampling. The best equation for estimating biomass and carbon selected using allometric equations based on the value of the highest R-Sq and practicality

aspect. The results showed that allometric models for biomass and carbon wasW=3.42 DBH1.153 and C =

0.58 DBH 1,586 respectively. The potential of biomass and carbon in smallholder rubber plantations Tarean

Village, District Silindak, Serdang Bedagai were 40.54 tons / ha and 20.58 tons C/ ha ,respectively. Keywords: rubber, Carbon stocks, biomass, allometric models

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemanasan global yang terjadi di permukaan bumi merupakan akibat dari peningkatan suhu atmosfer bumi sebagai akibat intensitas dari penggunaan bahan bakar fosil, penebangan pohon dan perusakan pohon yang sudah tidak terkendali lagi. Pemanasan global tersebut mengakibatkan meningkatnya intensitas efek rumah kaca yang diterima oleh permukaan bumi. Dengan meningkatnya intensitas efek rumah kaca tersebut, radiasi dan sinar matahari yang terjerat di atmosfer juga lebih besar.

Isu lingkungan global belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah. Tumbuhnya kesadaran global tentang kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang semakin buruk, telah mendesak seluruh negara untuk merubah paradigma pembangunannya, dari konvensional menjadi ekonomi-ekologis.Menurut Wetland International (2006)

dalam Hairiah dan Rahayu (2007), Indonesia

menjadi negara penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasnya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan.

Konsekuensi

dariperubahaniklimadalahsangat berpengaruh

nyata pada keadaan bumi saat ini. Penelitian menyatakan emisi gas rumah kaca harus dipotong sebesar 60-80% pãdaTahun2050, karena suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar +2oC setiap tahun (Pedroni

et al, 2009).

Peran ekosistem daratan dalam siklus karbon global merupakan topik yang menarik bagi peneliti dan pembuat kebijakan lingkungan. Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomasa melalui

fotosintesis dan pelepasan CO2 ke atmosfer

melalui proses dekomposisi dan pembakaran,

Oleh karena itu pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Selain itu masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasarat penting dalam perdagangan global pada tahun 2015 ini. Pada kenyatannya sampai saat ini pengembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet, sedangkan masalah lingkungan kurang mendapatkan perhatian yang memadai.

Karet (Heveabrasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet

(2)

yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta. Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan (668 ribu hektar), Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar), dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar (ICRAF, 2013).

Namun demikian, peranan ekosistem perkebunan dalam hal ini karet masih didominasi dengan pemanfaatan langsung untuk pembuatan berbagai jenis barang keperluan sehari-hari, misalnya pembuatan sepatu, pakaian serta peralatan lainnya seperti alat olah raga dan otomotif. Peranan karet sebagai tanaman penyerap karbon belum menjadi perhatian oleh masyarakat. Tanaman karet memiliki peran yang sangat besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki kanopi lebih lebar dan permukaan hijau daun yang luas. Tetapi pada kenyataannya tanaman karet yang sudah tua dan produksi getahnya tidak optimal lagi akan digantikan oleh tanaman karet yang lain dengan cara ditebang dengan istilah replanting dan newplanting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan cadangan karbon pada masing-masing bagian tanaman serta mengetahui potensi karbon pada perkebunan rakyat.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfat bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Serdang Bedagai dalam menentukan kebijakan alih guna lahan yang memperlihatkan aspek lingkungan, khususnya penyerapan karbon pada perkebunan karet.

.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2014. Analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw untuk penebangan, pita ukur untuk mengukur diameter,walking stick untuk mengukur tinggi total dan tinggi bebas cabang, tali rafia, kompas, timbangan untuk menimbang sampel tebang, oven untuk mengeringkan sampel tebang, kamera digital, kalkulator, alat

tulis menulis, personal computer dan

SoftwareSAS (Statistical Analysis System).

Bahan dalam penelitian ini adalah tanaman (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, bagian tanaman yang terdiri dari batang, cabang, daun. Bahan pendukung terdiri dari kantong plastik, label nama.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode destructive adalah metode yang melakukan pengerusakan/penebangan pada tegakan karet dan metode purposive sampling yang dalam hal ini digunakan khusus untukmenduga cadangan karbon di Perkebunan rakyat.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data A. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan berat basah masing-masing fraksi tegakan yang di tebang untuk selanjutnya dianalisis dan diperoleh model alometrik terbaik.

B. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya, maupun literatur pendukung lainnya.

2. Analisis Data di Lapangan

Pengukuran Plot untuk Pengambilan sampel tanaman

Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m yang letaknya berselang-seling (random) dengan jalur utama berada tepat di tengah. Setiap plot tanaman diambil data inventarisas untuk mengukur tinggi, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total untuk menduga keragaman populasi dari plot tersebut dan data inventarisasi disajikan dalam tally sheet. Jumlah tanaman yang diperoleh dalam satu plot adalah sebanyak 9 (sembilan) tanaman. Setiap plot tanaman diambil satu tanaman sebagai sampel tebang (tanaman contoh terpilih). Jumlah tanaman contoh yang digunakan untuk analisis adalah 3 (tiga) tanaman contoh berumur 10 tahun. Sedangkan jumlah tanaman contoh untuk pemubuatan model alometrik yaitu sebanyak 9

(3)

(sembilan) tanaman yang berasal dari data tanaman kelas umur 5 tahun, 10 tahun, dan 12 tahun masing-masing 3 (tiga) tanaman contoh. Setiap sampel penebangan berasal dari tanaman yang sehat dan bebas hama dan penyakit serta memiliki tinggi bebas cabang diatas 1,3 m dan diameter 20 cm. Kegiatan penebangan untuk membagi fraksi tanaman dilakukan pada ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah. Pengukuran tinggi total tanaman juga dilakukan setelah pohon contoh rebah. Tinggi total merupakan panjang total pohon contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk ditambah panjang tunggak yang tersisa di tanah. Pengukuran tinggi bebas cabang juga dilakukan dengan mengukur panjang batang mulai dari tunggak hingga cabang pertama yang mempengaruhi diameter batang.

Pengambilan Bagian Contoh Pohon dan Penimbangan Berat Basah

Sebelum melakukan pembagian fraksi tanaman, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang, cabang dan daun. Pembagian fraksi tanaman contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, cabang, dan daun yang bertujuan agar analisa laboratorium lebih terwakili. Sampel batang yang diambil pada 1,3 m dimulai dari tunggak yang tersisa pada permukaan tanah. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan. Dimana tiap ulangan diambil sebanyak 200 gram. Sampel cabang dan daun dibuat 3 ulangan juga sebanyak 200 gram. Semua sampel yang telah ditimbang langsung dimasukkan ke dalam plastik sampel untuk menjaga pengaruh kadar air di sekitarnya, lalu diberi label sebagai penanda.

3. Pengumpulan Data di Laboratorium A. Pengukuran Kadar Air

Contoh Uji kadar air batang dibuat dengan ukuran sampel 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun diambil dari masing-masing 200 gram. Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang berat basahnya, kemudian, contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya. Berat contoh uji yang mengalami penurunan dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur adalah kadar air contoh uji.

Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus: % 100 Bkt Bkt -Ba (%) Ka   Dimana :

Ka = Kadar air yang diukur (dalam persen terhadap berat kering tanur karet

Ba = Berat awal contoh uji karet sebelum dikeringkan dalam tanur.

Bkt = Berat contoh uji karet kering tanur, yaitu berat konstan

contoh uji karet setelah disimpan selama 15 menit dalam desikator.

Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

BK = BB / (1+BB/100%) Keterangan :

BK = Berat kering tanur (kg) BB = Berat basah (kg) Ka = Persen kadar air (%).

B. Pengukuran Kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Penentuan Kadar Zat Terbang

Penentuan zat terbang menggunakan

American Society For Testing Material (ASTM)

5832-98. Sampel dari tiap bagian batang dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang . Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey

mill), Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat

penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh. Kemudian serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupannya, dan ditimbang dengan timbangan Sartorius. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 950oC selama 2 menit. Kemudian langsung didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Selisih dari berat awal dan akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Rumus Penentuan Kadar abu : Kadar Zat Terbang = A−B

(4)

Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 105oC

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC

2. Penentuan Kadar Abu

Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society For Testing

Material (ASTM) 2866-94. Sisa contoh uji dari

penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 900oC selama 6 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya. Berat akhir (abu) dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

Persentase Kadar abu dihitung dengan rumus: Berat abu

Berat contoh uji kering ovenx 100% 3. Penentuan Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap bagian tanman menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contohuji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. Penentuan kadar karbon terikat (fixed

carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut

ini:Kadar karbon terikat arang (%) = 100%-kadar zat terbang arang(%)-kadar abu(%).

Penyusunan Model Allometrik

Penelitian ini merupakan penelitian yang membutuhkan data tanaman dari berbagai kelas umur yang berasal dari satu tim peneliti dalam menyusun model yang signifikan dan terbaik. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam menyusun persamaan alometrik yaitu sebanyak 9 (sembilan) tanaman tebang yang berasal dari kelas umur 5 tahun, 10 tahun dan 12 tahun masing-masing sebanyak 3 (tiga) tanaman contoh.

Data tersebut akan digabung dan akan dibuat model persamaan alometrik penaksiran biomassa dan karbon tanman serta bagian-bagian tanaman satu atau lebih peubah dimensi tanaman berikut: Ŷ = βo + β1D + β2D2 Ŷ = βoD81 Ŷ = βo + β1D2H Ŷ = βoDβ1 Hβ2 Keterangan :

Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon tanaman (kg/tanaman) D = Diameter tanman (dbh) (cm) H = Tinggi tanaman (m) βo , β1,β2 = Konstanta (parameter) regresi

Pemilihan Model Alometrik Terbaik

Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, yakni

goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisa serta pertimbangan kemudahan untuk pemakaian, Model akan diolah menggunakan software SPSS 16.0.

Analisis Statistik

Hasil pendugaan simpanan karbon yang telah diperoleh akan diuji secara statistik dengan rancangan percobaan yang sesuai. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan tersarang (nested design).

Model Persamaan: Yijk = µ+ Ti + βj(i) + Ԑ(ij)k

i=1,2,3 j=1,2,3 K=1,2,3 Dimana :

Yijk =Respon banyaknya

kandungan karbon perkebunan ke-i, vegetasi ke-j dan ulangan ke-k

µ = Rataan Umum

Ti =Pengaruh faktor

perkebunan ke-i terhdap respon

βj(i) = Pengaruh vegetasi ke-j yang tersarang pada perkebunan ke-i Ԑ(ij)k = Pengaruh galat acak

respon pada perkebunan ke-i, vegetasi ke-j yang tersarang pada perkebunan ke-i dan ulangan ke-k

Analisis perbedaan kadar karbon pada bagaian-bagian pohon dilakukan analisis dengan uji lanjut Tukey. Parameter yang yang digunakan adalah : Perbedaan kadar karbon rata-rata disetiap bagian tanaman.

(5)

A. Karakteristik Tanaman Karet(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Terpilih

Hasil inventarisasi yang dilakukan untuk memilih tanaman contoh yang dilakukan dengan

metode purposive sampling menunjukkan bahwa diameter terkecil tanaman karet yaitu sebesar 10,25 cm dan diameter terbesar adalah 13,69 cm.

Tabel 1. Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No Plot H (m) Hbc (m)

Bobot Basah (Kg)

Total Bobot Basah (kg)

DBH (cm) Batang Cabang Daun

1 13,2 5,8 10,25 75,8 31,6 21,4 128,8

2 12,6 2,2 13,69 67,7 28,3 23,1 119,1

3 11,6 4,1 13,37 68 29,7 18,3 116

Rataan 12,47 4,03 12,44 70,5 29,87 20,93 363,9

Keterangan : DBH = Diameter at Breast Height (Diameter Setinggi Dada) Hbc = Tinggi Bebas

Cabang H = Tinggi Total

Hasil inventarisasi yang dilakukan untuk memilih tanaman contoh yang dilakukan dengan metode purposive sampling menunjukkan bahwa diameter terkecil tanaman karet yaitu sebesar 10,25 cm dan diameter terbesar adalah 13,69 cm.

Berdasarkan Tabel 2, bahwa bobot basah masing tanaman karet dan masing-masing bagiannya berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan komposisi penyusun tiap bagian tanaman tersebut. Komponen penyusun batang didominasi oleh padatan sedangkan pada bagian hanya tersusun atas rongga. Selain itu batang merupakan lintasan hasil fotosintesis. Sebagian besar hasil fotosintesis dan berbagai jenis mineral disimpan di dalam batang.

Sedangkan komposisi penyusun daun terdiri atas jaringan bunga karang (spons) yang tidak rapat sehingga memiliki rongga-rongga.

Rata-rata bobot basah masing-masing tanaman karet yang dijadikan contoh yaitu batang sebesar 70,5 kg, cabang sebesar 29,87 kg dan daun sebesar 20,93 kg. Rata-rata total dari keseluruhan tanaman contoh yaitu sebesar 363,9 kg.

(6)

Gambar 1. Bobot Basah Sampel Tebang Berdasarkan Bobot Basah Setiap BagianTanaman

B.Sifat Fisik dan Kimia Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) 1. Kadar Air

Tabel 2. Variasi Rata-rata Kadar air Sampel tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Kadar air diartikan sebagai bobot air yang terdapat di dalam kayu terhdap bobot kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Hasil Analisis laboratorium menunjukkanbagian tanaman karet yang paling tinggi kadar airnya yaitu pada bagian daun dengan rata-rata sebesar 155,57 %. Kadar air untuk bagian cabang memiliki rata-rata sebesar 77,59 %. Kadar air terendah terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 73,82 %.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Onrizal (2004) dan Hilmi (2003) menyatakan bahwa kadar air terendah terdapat pada bagian batang. Hal ini disebabkan karena batang lebih banyak disusun oleh selulosa, hemiselulosa dan lignin serta zat ekstraktif sehingga bagian batang sedikit terisi oleh air. Sedangkan pada bagian daun tersusun atas rongga stomata yang sedikit diisi oleh bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin Hal yang sama juga ditambahkan Amira (2008) dimana daun memiliki

kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral.

2. Kadar Zat Terbang

Zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 oC yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena serta fenolik. Rata-rata kadar zat terbang berbagai bagian tanman karet memiliki presentase rata-rata yang berbeda yang disajikan pada Tabel 3.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batang Cabang Daun

75,8 31,6 3,5 67,7 28,3 1,8 21,4 23,1 18,3

Tanaman 1 Tanaman 2 Tanaman 3

No

Kadar Air %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 62,48 72,59 157,59

2 2 77,65 79,51 162,58

3 3 81,32 80,67 146,54

(7)

Tabel 3. Variasi Rata-rata Kadar Zat Terbang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No

Zat Terbang %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 38,28 49,28 73,98

2 2 32,32 47,65 73,42

3 3 37 51,9 74,18

Rataan 35,87 49,61 73,86

Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan dalam Tabel. 7, kadar zat terbang terbesar terdapat pada bagian daun dengan presentase rataan 73,86%. Presentase rataan kadar zat terbang pada bagian cabang yaitu sebesar 49,61% dan rataan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 35,87%.

Menurut Hilmi (2003), kadar zat terbang tertinggi yang ditemukan pada bagian daun diakibatkan oleh karena memiliki kadar zat terbang tertinggi karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan bobot molekul tinggi sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi.

3. Kadar Abu

Jumlah Kadar abu dan kadar zat terbang memiliki hubungan terbalik. Semakin tinggi kadar karbon terikat dalam kayu, maka semakin rendah kadar abu dan zat terbang. Kadar abu merupakan kadar oksika logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat seperti kalsium, kalium dan magnesium. Abu merupakan sisa dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung bahan organik. Variasi rata-rata kadar abu pada setiap bagian tanman karet disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Variasi Rata-rata Kadar Abu Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis

Muell. Arg.) No

Abu %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 2,35 1,90 4,45

2 2 2,81 3,53 4,44

3 3 1,92 1,87 4,01

Rataan 2,36 2,43 4,30

Jumlah kadar abu dan kadar zat terbang memiiliki hubungan dengan jumlah kadar karbon pada tanaman. Semakin tinggi kadar karbon terikat dalam kayu, maka semakin rendah kadar abu dan zat terbang. Kadar abu merupakan kadar oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat seperti kalsium, kalium dan magnesium. Abu merupakan sisa dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung bahan organik. Variasi rata-rata kadar abu pada setiap bagian tanaman karet disajikan dalam Tabel 5.

Menurut Alpian (2011), nilai kadar abu pada berbagai bagian tanaman memiliki perbedaan dikarenakan kandungan bahan organik yang berbeda pada bagian tanaman

tersebut. Hal tersebut juga ditambahkan oleh Hendra dan Winarni (2003) yang menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula. Presentase rataan zat terbang dan kadar abu pada yang tinggi pada bagian cabang dan daun menjadikan kadar karbon pada bagian bagian cabang dan daun menjadi lebih rendah dari bagian batang.

4. Kadar Karbon

Hasil kadar karbon yang di dapat dari contoh uji merupakan pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. Berdasarkan hasil perhitungan kadar karbon diketahui bahwa setiap bagian tanaman karet

(8)

memiliki presentase rataan kadar karbon yang berbeda-beda seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Variasi Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis

Muell. Arg.)

No Kadar Karbon (%)

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 59,37 48,81 21,56

2 2 64,86 48,81 22,13

3 3 61,07 46,23 21,81

Rataan 61,77 47,95 21,84

Presentase rataan kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang, yaitu sebesar 61,77%. Presentase rataan kadar karbon pada bagian cabang sebesar 47,95%, sedangkan presentase rataan kadar karbon yang terkecil adalah pada bagian daun sebesar 21,84%. Bagian batang memiliki kadar karbon yang terbesar karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif, tanaman karet menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis dan disebarkan ke seluruh bagian tanaman. Muhdi (2012) juga menjelaskan bahwa rata-rata karbon berdasarkan ukuran diameter memiliki kadark arbon yang bervarias, yaitu kadar karbon yang terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%, dengan perkiraan kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil terdapat pada daun sebesar 19,61 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan

kadar abu yang tinggi. Besarnya kadar karbon dalam suatu bagian tanaman tergantung pada kadar abu dan zat terbangnya. Semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka karbon akan semakin sedikit dan sebaliknya.

Batang merupakan bagian tanaman karet yang tersusun oleh dinding sel yang komponennya terdiri dari unsur karbon pada sel-sel batang. Dinding sel-sel batang biasanya tersusun atas selulosa, lignin dan zat ekstraktif yang sebagian besar tersusun atas unsur karbon. Kadar karbon bagian tanaman karet penting dalam menduga potensi tanaman seperti batang yang banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam karbon (Limbong, 2009).

Gambar 2. Presentase Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman menunjukkan adanya korelasi yang positif antara pertambahan diameter dan umur tanaman dengan

pertambahan kadar karbon. Variasi kadar karbon juga terdapat pada setiap bagian tanaman karet dimana bagian batang memiliki kadar karbon yang paling besar. Hal ini cenderung sama

Batang 47% Cabang 36% Daun 17%

(9)

dengan kandungan bahan organik dan biomassa tanaman, variasi ini sangat dipengaruhi oleh bobot jenis, kerapatan kayu dan kadar air pada setiap bagian tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Walpole (1993) bahwa terdapat hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomasanya. Biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara

proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon.

Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman karet yang disajikan Pada Tabel 7.

Tabel 6. Hasil Tabel Uji Tukey Kadar Karbon Pada Setiap Bagian Tanaman Karet

Bagian Tanaman Rata-rata

B1 59,37 c B2 64,86 c B3 61,07 c C1 48,81 b C2 48,81 b C3 46,23 b D1 21,56 a D2 22,13 a D3 21,81 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut ujiberjarak Tukey

B = Batang ; C = Cabang ; D = Daun

Uji Tukey yang dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan diantara masing-masing bagian tanaman,sehingga diketahui berpengaruh signifikan apa tidak. Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat diketahui bahwa masing masing bagian tanaman memiliki perbedaan kadar karbon yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan hasil uji perbedaan rata-rata karbon pada bagian tanaman menunjukan huruf yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor internal pertumbuhan bagian tanaman seperti kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Pada bagian yang sama dengan tanaman yang berbeda dapat kita lihat bahwa perbedaan kadar karbon tidak signifikan, hal ini diakibatkan oleh persamaan struktur masing-masing bagian tanaman dengan kelas umur yang sama pula.

5. Bobot Kering (Biomassa)

Kandungan biomassa pohon merupakan penjumlahan dari kandungan biomassa tiap organ pohon yang merupakan gambaran total material organik hasil dari fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, CO di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat,

selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu,2007).

Secara umum peningkatan kelas diameter tinggi dada (Dbh) akan meningkatkan jumlah biomassa beberapa bagian tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). Tanaman perkebunan memiliki sitematika proses fotosintesis menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk biomassa (stok karbon). Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang dihasilkan sebagai bobot kering tanaman per unit areal.Jumlah biomassa merupakan persentase besarnya biomassa pada bagian tanaman terhadap biomassa total tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

(10)

Tabel 7. Variasi Rata-rata Biomassa Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

Keterangan : BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering

Berdasarkan Tabel 7, memperlihatkan bahwa jumlah rataan biomassa tertinggi terdapat pada batang, sebesar 40,75 kg. Sedangkan jumlah rataan biomassa cabang sebesar 16,84 kg dan jumlah rataan biomassa yang paling kecil adalah terdapat pada bagian daun sebesar 8,13 kg.

Berdasarkan kandungan biomassa pada setiap bagian tanaman yang ditebang (Tabel 8), persamaan alometrik dapat dibangun, dimana biomassa sebagai variabel terikat dan diameter dan tinggi sebagai variabel bebas. Model penduga biomassa dapat didasarkan pada

kandungan biomassa pada tiap bagian anatomi tanaman.

6. Massa Karbon

Sejalan dengan jumlah biomassa, massa karbon ditentukan oleh besarnya kandungan biomassa tanaman karet. Massa karbon dirumuskan perkalian antara kadar karbon (%) dengan besarnya biomassa (kg) antar bagian tanaman karet. Tabel 9 memperlihatkan jumlah massa karbon pada setiap bagian tanaman karet.

Tabel 8. Variasi Rata-rata Massa Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai BagianTanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

No Sampel Tebang Massa Karbon (kg) Total Massa Karbon (kg)

Batang Cabang Daun

1 1 27,69 8,93 1,73 38,37

2 2 24,72 7,69 2,04 34,46

3 3 22,90 7,60 1,54 32,04

Rataan 25,10 8,07 1,77 34,96

Dari Tabel 8, diperoleh jumlah rata-rata massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 25,107 kg atau 71.83% . Hal ini dapat berarti bahwa dari total karbon yang dikandung oleh tanaman karet berumur 10 tahun, 71,83% karbon terdapat pada bagian batang, sisanya terdapat pada bagian selain batang yaitu cabang sebesar 8,07 kg atau 23,09% dan daun 1,77 kg atau 5,06%. Sehingga total rataan massa karbon tanaman karet yang ditebang sebesar 34,96 kg.

Batang merupakan bagian kayu yang tersusun oleh selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan semakin tinggi. Pertumbuhan

horizontal mengakibatkan kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen penyusun kayu. Jika diameter semakin besar maka tanaman diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun kayu akan lebih besar (Aminudin, 2008).

No Sampel Batang Cabang Daun Total Biomassa (kg)

Tebang BB (Kg) BK (kg) BB (Kg) BK (Kg) (Kg) BB (Kg) BK

1 1 75,8 46,65 31,6 18,31 21,4 8,05 73,02

2 2 67,7 38,11 28,3 15,77 23,1 9,26 63,13

3 3 68 37,5 29,7 16,44 18,3 7,07 61,01

(11)

Gambar 3. Variasi Rataan Kadar Air, Kadar Zat Terbang, Kadar Abu, Berat Kering, dan Massa Karbon Terikat Sampel Tebang Pada Setiap Bagian Tanaman Karet.

C.Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Karet.

Pengambilan sampel tanaman karet dilakukan dengan menebang tanaman (destruktif) dari berbagai kelas umur dan membagi berbagai bagian dari tanaman karet menghasilkan persamaan alometrik. Persamaan alometrik ini dibangun dari hubungan biomassa dan massa karbon dengan berbagai bagian tanaman karet. Model penduga yang digunakan menggunakan pendekatan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total dari berbagai kelas umur hingga memperoleh suatu model.

Berbagai persamaan tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan persamaan-persamaan lainnya dengan menggunakan berbagai variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan akan dipilih untuk menduga biomassa dan karbon tanaman karet. Model persamaan yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet di Perkebunan Rakyat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Model Penduga Biomassa Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

NO Bentuk Hubungan Persamaan R-sq (%)

1 Hbc – Biomassa W=39,54Hbc0,26 99,11 2 H - Biomassa W=0,54 H 1,88 99,99 3 Dbh – Biomassa W=3,42 DBH1,15 99,93* 4 Hbc - H - Biomassa W= 0,99 Hbc-,0,73 + H1,68 94,01 5 Hbc - Dbh - Biomassa W= 1,024 Hbc0,63 + DBH1,25 50,04 6 H- Dbh - Biomassa W=0,94 H1,66 + DBH-0,00 93,60 7 H- Hbc - Dbh - Biomassa W= 0,99 H -0,11 + Hbc1,85 + DBH-0,15 94,19 Keterangan : W = Biomassa (kg)

Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m)

H = Tinggi Total (m)

DBH = Diameter Setinggi Dada (cm)

* = Model Terpilih

Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pada tanaman karet diperoleh dengan pendekatan parameter seperti tinggi bebas cabang, tinggi total dan diameter. Persamaan yang digunakan merupakan model persamaan dasar pangkat (power function). Yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dan metode kuadrat terkecil (least square).

Pemilihan persamaan alometrik terbaik dapat dilakukan dengan menguji beberapa

persamaan. Persamaan tersebut dibagi menjadi persamaan. Model alometrik penduga biomassa yang terbaik akan dipilih berdasarkan kriteria pemilhan secara statistik, yaitu dengan nilai R-sq tertinggi.

Berdasarkan Tabel 9, model penduga biomassa yang menggunakan satu peubah yaitu, tinggi bebas cabang dengan persamaan W=39,54Hbc0,26 memiliki R-sq sebesar 99,11%, sedangkan persamaan yang menggunakan

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kadar Air (%) Zat Terbang (%) Kadar Abu (%) Barat Kering (kg)Massa Karbon (kg) Batang

Cabang Daun

(12)

peubah tinggi total dengan persamaan W=0,54 H 1,88 memiliki nilai R-sq sebesar 99,99% dan model persamaan dengan menggunakan peubah diameter dengan persamaan W=3,42 DBH1,15 memiliki R-sq sebesar 99,93%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 50-94 persen.

Menurut (Sutaryo, 2009) dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari

goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan

1, apabila nilai mendekati1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Koefisien determinasi, adalah sebuah besaran yang mengukur ketepatan garis regresi. Nilai R2 ini menunjukkan prosentase besarnya variabilitas dalam data yang dijelaskan oleh model regresi.

Pada Tabel 9, model penduga biomassa memiliki jumlah R-sq yang relatif besar. Hal ini

dibuktikan dengan jumlah R-sq yaitu lebih dari 99%. Namun dalam hal ini model penduga alometrik dipilih yang cocok menjadi model penduga dengan R-sq tertinggi. Model umum W=3,425 DBH1,15 memiliki R-sq sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter memiliki kriteria pemilihan model terbaik. Hal ini dikarenakan aspek kepraktisan dalam melakukan pengukuran.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 10, bahwa model alometrik terpilih sebagai penduga biomassa tanaman karet adalah W=3,42 DBH1,15 memiliki R-sq sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter dapat dijelaskan melalui persamaan linear.Sisanya sebesar 0,07 % dijelaskan oleh hal-hal lain seperti tanah,iklim dan perlakuan masing-masing tanaman.

Tabel 10.Model Penduga Massa Karbon Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell.)

NO Bentuk Hubungan Persamaan R-sq (%)

1 Hbc – Massa Karbon C = 18,60 Hbc 0,30 99,05 2 H - Massa Karbon C = 0,05 H 2,52 99,93 3 Dbh – Massa Karbon C = 0,58 DBH 1,58 99,81* 4 Hbc - H – Massa Karbon C= 0,98 Hbc0,07 +H1,40 93,98 5 Hbc -Dbh – Massa Karbon C= 0,99 Hbc0,35 + DBH1,15 45,26 6 H - Dbh – Massa Karbon C= 0,99 H1,85 + DBH -0,49 91,97 7 Hbc - H-Dbh – Massa Karbon C=0,54 Hbc0,31 + H 2,48 + DBH-0,94 94,00

Keterangan : C = Massa Karbon (kg) Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m)

H = Tinggi Total (m)

DBH = Diameter Setinggi Dada (cm)

* = Model Terpilih

Dari Tabel 10, dapat kita lihat model penduga massa karbon dengan peubah tinggi total dengan persamaan C = 0,05 H2,52 memiliki nilai R-sq tertinggi yaitu sebesar 99,93%, sedangkan model penduga C = 18,60 Hbc 0,30 dengan peubah tinggi bebas cabang memiliki R-sq sebesar 99,05% dan model persamaan C = 0,58 DBH 1,58 dengan peubah bebas diameter setinggi dada memiliki R-sq sebesar 99,81%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 45-94 persen.

Model penduga massa karbon yang berbentuk pangkat (power function) yaitu menggunakan peubah tinggi total memiliki nilai R-sq tertinggi dibandingkan model persamaan lain. Berdasarkan Tabel 11, dapat disimpulkan bahwa model alometrik terpilih yang memiliki kemampuan terbaik untuk menjelaskan perhitungan massa karbon tanaman adalah dengan menggunkan peubah bebas tinggi total. Dengan demikian model terbaik dalam

perhitungan massa karbon adalah C = 0,582 DBH 1,58 dengan peubah bebas diameter setinggi dada memiliki R-sq sebesar 99,81%.

Penetapan persamaan allometrik yang akan dipakai dalam pendugaan biomassa merupakan tahapan penting proses pendugaan massa karbon. Setiap persamaan allometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan demikian pemakaian suatu persamaan yang dikembangkan di suatu lokasi tertentu, belum tentu ccocok apabila diterapkan di daerah lain. Sebagai contoh, persamaan-persamaan yang dikembangkan di daerah beriklim sedang (temperate) yang komposisi vegetasinya cenderung homogen, akan kurang tepat apabila diterapkan di daerah tropika yang variasi spesiesnya tinggi, persamaan yang dikembangkan di daerah lembab/basah juga tidak cocok bila diterapkan di daerah kering atau sebaliknya (Sutaryo, 2009).

(13)

Dalam pemilihan model alometrik terbaik, selain melihat aspek nilai R-sq, aspek kepraktisan dalam penggunaan model persamaan dalam memanfaatkan peubah bebas harus dipertimbangkan. Dalam penelitian didapat model persamaan dengan peubah bebas diameter dengan tinggi total memiliki nilai R-sq yang tidak terlalu jauh maka dipandang dari aspek kepraktisan sebaiknya memilih model dengan peubah diamter saja.

Menurut Adiriono (2009) pengukuran diameter tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan pengukuran tinggi toal tanaman, dimana kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar bisa terjadi dengan kondisi kerapatan yang tinggi.

Hal-hal yang mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan pengukuran tinggi tanaman adalah:

1. Kesalahan melihat ujung tanaman dikarenakan kondisi tanaman yang rapat sehingga puncak tanaman tidak terlihat.

2. Tanaman yang akan diukur posisinya miring atau condong.

3. Jarak antara pengukur dengan tanaman yang diukur tidak tegak lurus. 4. Tingkat keakuratan alat pengukuran,

dimana tiap-tiap alat memiliki keakuratan sendiri.

D.Potensi Biomassa dan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean,Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

Tabel 11. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

No Plot Total Biomassa (Ton/Ha) Total Massa Karbon (Ton C/Ha)

1 15,33 7,46

2 13,59 7,19

3 11,61 6,00

Total 40,54 20,58

Rataan 13,54 6,86

Dari Tabel 11 total biomassa tanaman karet pada perkebunan rakyat Desa Tarean adalah sebesar 40,54 ton/ha. Sedangkan total cadangan karbon sebesar 20,58 ton/ha. Jika dibandingkan dengan hutan alam tingkat penyerapan CO2 antara perkebunan karet dengan hutan, maka rata-rata hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi perkebunan. Hutan alam dapat menyimpan karbon berkisar antara 7,5-264 ton C/ha.

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Marispatin et al (2010) tentang jumlah cadangan karbon pada berbagai jenis tegakan, hutan alam dipterokarpa setidaknya menyimpan cadangan karbon 204,92-264,70 ton C/ha.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya pertimbangan oleh para pengambil keputusan dalam rangka pengelolaan dan penggunaan lahan yang baik dan benar sehingga tidak hanya memandang dari aspek ekonomi saja tapi darii ekologinya juga sehingga setiap

kerusakan terhadap hutan yang diakibatkan oleh konversi secara besar-besaran dapat dikurangi dan diatasi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kandungan karbon pada setiap bagian tanaman karet Karet (Hevea

brasiliensis Muell.) umur 10 tahun

berbeda-beda, yaitu pada batang sebesar 61,77%, cabang 47,55% dan daun sebesar 21,84%.

2. Potensi biomassa dan cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea

brasiliensis Muell.) umur 10 tahun di

perkebunan rakyat desa Tarean kecamatan Silindak kabupaten Serdang Bedagai sebesar sebesar 40,54ton/ha dan 20,58ton C/ha.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, potensi biomassa dan cadangan karbon pada perkebunan karet lebih rendah dari hutan alam

(14)

tanaman dan hutan alam sekunder, maka sebaiknya pemilihan jenis komoditas yang akan ditanam dan dimanfaatkan untuk peruntukan lahan lainnya dapat dipertimbangkan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Adiriono, T. 2009. Pengukuran KandunganKarbon (Karbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanaman Jenis

Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Aminudin, S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon (Karbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanaman Jenis

Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Amira, S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis

Rhizophora apiculata Bl.di Hutan

Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu

Raya, Kalimantan Barat.

FakultasKehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEARegional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Hilmi, E.2003. Model Penduga Kandungan

KarbonPada kelompok Jenis Rhizophora spp Dan Bruguiera spp. Dalam Tanaman Mangrove (Studi Kasus di Inragiri Hilir, Riau). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[ICRAF] The International Center Research in Agroforestry. 2013.Agfor Sulawesi. Bogor.

Limbong HDH. 2009. Potensi Karbon Tanaman

Acacia Crassicarpa Pada Lahan Gambut

Bekas Terbakar [Tesis].Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Marispatin, N.,Kirsfianti Ginoga.,Gustan Pari. 2010. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan. PusatPenelitian dan PengembanganPerubahan Iklim Dan Kebijakan. Bogor.

Muhdi. 2012. Meminimalkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon Melalui Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan di Hutan Alam Tropika Kalimantan Timur. Departemen Ilmu Kehutanan. USU. Medan.

Onrizal. 2004. Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Tanaman Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pedroni,L.,MichaelDutchke.,CharlotteStreck.,Man

uel EP. 2009. Creating Incentives For Avoiding Further Deforestation: The Nested Approach.Climate Policy 9, (2009) 207–220.

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Bobot Basah Sampel Tebang Berdasarkan Bobot Basah Setiap BagianTanaman   B.Sifat Fisik dan Kimia Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell
Tabel 3. Variasi Rata-rata Kadar Zat Terbang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis   Muell
Tabel 5. Variasi Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea   brasiliensis  Muell
Tabel 6. Hasil Tabel Uji Tukey Kadar Karbon Pada Setiap Bagian Tanaman Karet
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- Memahami dan menyusun teks eksemplum sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat, baik secara lisan maupun tulisan Menelaah dan merevisi teks eksemplum sesuai dengan

PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH. Tim Anggaran

This operation has allowed the definition of a topographic net that, during the data processing phase, allowed the georeferencing of all the scans obtained with

After the early calibration validation phase, which confirmed the temperature accuracy of observed data, CIRC data has been available to the public January 2015 onward..

[r]

The cash low statement is one of the primary statements in inancial reporting (along with the statement of comprehensive income, the balance sheet and the statement of changes in

Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disebut Standar Isi, mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk