• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4 DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4 DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4

DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI

PENGOBATAN SKABIES

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Irwana Arif

1112103000094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa selalu tetap tercurahkan kepada allah SWT. Yang telah memperindah kehidupan di dunia ini dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan dan kemudahan yang tiada hentinya. Dan tak lupa pula kirimkan sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, karena atas Nikmat-Nya serta Karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Efektivitas Salep Sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur 10% Sebagai Pengobatan Skabies.”.

Dalam menyelesaikan penelitian ini hingga tahap paling akhir, banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan. Oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, S.Ked, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta segenap dosen-dosen PSPD yang telah memberikan bimbingan serta ilmu selama menjalani masa studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa memberikan motivasi serta memberikan arahan dalam pelaksanaan riset di angkatan 2012.

4. dr. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed. selaku dosen pembimbing I dalam penelitian saya, yang senanantiasa membagi ilmu, arahan bimbingan kepada saya guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

5. dr..Rahmatina, Sp.KK. selaku dosen pembimbing II penelitian saya, yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan guna menyempurnakan penelitian

(6)

vi

7. Kedua orang tua saya tercinta , Arif dan Fatmawati , atas kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, motivasi serta semangat yang diberikan tiada hentinya-hentinya . Juga kepada saudara kandung saya yang terkasih tersayang , kakak saya Irwan Arif serta adik-adik saya, Afrida Arif, Muhammad Irfan Arif, Nurhidayah Arif, dan Nurul hikmah, serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita-cita. 8. Kakak Akbar Suhlan yang selama ini menemani dan selalu memberikan

doa, dukungan, motivasi, serta semangat yang tiada hentinya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baik.

9. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, yaitu Atina Nabila, Hana Qonita dan Firda Fakhrena yang telah memberikan bantuan serta kerjasamanya selama penelitian.

10. Keluarga CSS MORA dibawah naungan Kementrian Agama, yang telah memberikan banyak bantuan selama study di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Teman-teman CSS MORa angkatan 2012 serta teman-teman PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui selama masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan namnya satu persatu yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya .

Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran sangat saya harapkan untuk memperbaikinya. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Semoga langkah penulis dan pembaca senantiasa dalam ridha-Nya.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 11 September 2015 Penulis

(7)

vii

Salep Sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur 10% Sebagai Pengobatan Skabies. 2015.

Latar belakang : Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis . Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Sulfur merupakan salah satu zat yang dapat membunuh skabies baik dalam bentuk salep maupun sabun.Tujuan: Membandingkan efektivitas pengobatan skabies menggunakan salep sulfur 2-4 dengan sabun sulfur berdasarkan angka kesembuhan menurut klinis. Metode : Desain uji klinis menggunakan consecutive sampling di Pondok Pesantren Sunanul Husna sebanyak 35 santriwati. Membagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A salep sulfur dan kelompok B sabun sulfur. Dilakukan selama 6 minggu. Hasil : Hasil pengobatan minggu pertama dengan angka kesembuhan kelompok A (55.6%) kelompok B (29.4%) dengan P=0.118. Pada minggu kedua kelompok A (72.2%) kelompok B (41.2%) dengan P=0.064. Pada minggu ketiga kelompok A (100%) kelompok B (58.8%) dengan P=0.002

Kesimpulan : Terdapat perbedaan dalam angka kesembuhan dalam mengobati penyakit skabies dengan menggunakan salep sulfur 2-4 dan sabun sulfur.

Kata Kunci : Skabies, Salep sulfur 2-4, sabun sulfur 10%, kesembuhan klinis skabies

ABSTRAC

Irwana Arif. Medical Education Program. Comparative Effectiveness Sulfur Ointment 2-4 withSulfur 10% Soap For Treatment of Scabies. 2015.

Background: Scabies is a skin disease caused by infestation and sensitization

against Sarcoptes scabiei var. hominis. Scabies is the third of the 12 most

common skin disease in Indonesia. Sulfur is one of the substances that can kill scabies both in the form of an ointment or soap. Objective: Comparing the effectiveness of the treatment of scabies using sulfur ointment 2-4 with sulfur based soaps according to the clinical cure rate. Methods: The design od clinical trials using consecutive sampling in boarding school Sunanul Husna as many 35 female students. Devide into two is group A sulfur ointment 2-4 and group B sulfur 10% soap . Result: Results in the first week of treatment cure rate of group A (55.6%) in group B (29.4%) with P = 0118. In the second week cure rate of group A (72.2%) in group B (41.2%) with P = 0.064. In the third week cure rate of group A (100%) in group B (58.8%) with P = 0.002. Conclusion: There is a difference in the cure rate in treating scabies using sulfur ointment and soap 2-4 sulfur.

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DATAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 3 Hipotesis ... 4 Tujuan Penelitian ... 4 1.4.1. Tujuan Umum ... 4 1.4.1. Tujuan Khusus ... 4 Manfaat Penelitian ... 4 1.5.1. Bagi Peneliti ... 4 1.5.2. Bagi Institusi ... 4 1.5.3. Bagi Masyarakat ... 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Landasan Teori...6 2.1.1. Skabies ... 6 2.1.1.1 Definisi ... 6 2.1.1.2. Epidemiologi ... 6 2.1.1.3. Etiologi ... 6 2.1.1.4. Patogenesis ... 9 2.1.1.5. Gejala Klinis... 9 2.1.1.6. Predileksi ... 10 2.1.1.7. Faktor resiko ... 11 2.1.1.8. Diagnosis...11 2.1.1.9. Pembantu Diagnosis...12 2.1.1.10. Diagnosis Banding...13 2.1.1.11. Cara penulara...13 2.1.1.12. Pengobatan ...14

(9)

ix

2.1.1.15. Pencegahan dan pengendalian...19

2.1.1.16. Komplikasi...20

2.1.2 Salep 2-4 ...20

2.1.2.1. Asam Salisilat...20

2.1.2.2. Sulfur ...21

2.1. 3. Sabun Sulfur ...21

2.2. Kerangka Teori dan Kerangka konsep...23

2.2.1. Kerangka Teori...23

2.2.2. Kerangka Konsep ...24

2.3. Definisi Operasional...25

BAB III : METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Desain Penelitian ... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 26

3.2.2. Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel ... 26

3.3.1. Populasi ... 26

3.3.2. Sampel ... 26

3.3.3. Jumlah sampel...26

3.3.4. Cara Pengambilan ssampel...27

3.3.5. Kriteria sampel...27

3.3.5.1.Kriteria Inklusi ... 27

3.3.5.2.Kriteria Eksklusi ... 28

3.3.5.3. Kriteria Drop Out... 28

3.4. Variabel...28

3.4.1. Variabel Bebas...28

3.4.2. Variabel terikat...28

3.5. Alat dan Bahan...28

3.6. Cara kerja penelitian ... 29

3.7. Alur Penelitian ... 30

3.8. Manajemen Data ... 31

3.8.1. Pengumpulan Data...31

3.8.2. Pengolahan Data...31

3.8.3. Analisa Data...31

3.8.4. Rencana Penyajian Data...31

(10)

x

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Prevalensi Skabies ... 32

4.2. Prevalensi berdasarkan umur ... 34

4.3. Prevalensi berdasarkan tingkat pendidikan ... 35

4.4. Hasil Pengobatan...37

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1. Kesimpulan ... 41

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna...32

Tabel 4.2. Prevalensi skabies berdasarkan umur...34

Tabel 4.3. Prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan...35

(12)

xii

DAFTAR GRAFIK

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Morfologi sarcoptes scabiei ... 7

Gambar 2.2. Siklus hidup scabiei ... 8

Gambar 2.3. Gejala klinis...10

Gambar 2.4. Distribusi penyebaran skabies...11

Gambar 2.5. Bagan alur pengobatan skabies...16

Gambar 2.6. Lup (kaca pembesar)...55

Gambar 2.7. Sarung tangan...55

Gambar 2.8. Salep Sulfur 2-4...55

Gambar 2.9. Sabun Sulfur...55

Gambar 2.10. Permetrin...55

Gambar 2.11 Penyuluhan skabies...56

Gambar 2.12 Pemeriksaan skabies...56

Gambar 2.13 Pengobatan skabies...57

Gambar 2.14 Diagnosis skabies yang menggunakan sabun sulfur...58

Gambar 2.15 Follow up pada minggu pertama...58

Gambar 2.16 Follow up pada minggu kedua...58

Gambar 2.17 Follow up pada minggu ketiga...59

Gambar 2.18 Follow up pada minggu keempat...59

Gambar 2.19 Follow up pada minggu kelima...60

Gambar 2.20 Follow up pada minggu keenam...60

Gambar 2.21 Diagnosis skabies yang menggunakan salep sulfur 2-4...61

Gambar 2.22 Follow up pada minggu pertama...61

Gambar 2.23 Follow up pada minggu kedua ...62

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Surat permohonan kode etik ... 46

Lampiran 2.Surat Tanda Terima Komite Etik...47

Lampiran 3.Pemberian Informasi tentang pengobatan ... 48

Lampiran 4.Permohonan Izin Pengambilan Data ... 49

Lampiran 5.Surat Persetujuan wali Subjek Penelitian ... 50

Lampiran 6.Lembar Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ... 53

Lampiran 7.Gambar Alat dan Bahan ... 54

Lampiran 8.Gambar Alur Penelitian ... 55

Lampiran 9.Gambar Hasil pengobatan...57

Lampiran 10.Hasil Analisis Statistik...62

(15)

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.1

Skabies biasanya endemik di daerah yang tropis dan subtropis,2,3 seperti pada negara Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.4.5

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang terdapat di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Menurut Chosidow (2006) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies di seluruh dunia sekitar 300 juta kasus pertahun.6 Biasanya cenderung tinggi terjadi pada anak-anak serta remaja serta tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, dan umur.7

Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi skabies berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 1986 adalah 4,6% - 12,95% sedangkan pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%.7

Di bagian kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai kasus skabies sebanyak 704 kasus skabies dimana 5,77% merupakan kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%.8 Penelitian Kuspriyanto (2005) yang dilakukan di Pondok Pesantren di Kabupaten pasuruan mendapatkan prevalensi skabies cukup tinggi yaitu 70%.9

Pada penelitian Ma’rufi et al(2005) di pondok pesantren Kabupaten Lamongan mendapatkan prevalensi skabies 64.2%.10 Pada penelitian Sungkar (1997) mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies di pondok pesantren yang penghuninya padat dan higienitasnya buruk mencapai 78.7% sedangkan kelompok santri yang higienitasnya baik hanya mencapai 3.8%.8

(16)

Hal ini menandakan bahwa kejadian skabies dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penyakit ini sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang penduduknya padat, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah serta kualitas higienis yang kurang baik atau cenderung jelek.1

Efek samping yang lain dari skabies adalah rasa lelah pada siang hari, produktivitas rendah, sulit menerima pelajaran karena mengantuk akibat malam hari kurang tidur, serta kurang istirahat karena gatal yang sangat mengganggu terutama pada malam hari.11 Selain itu juga dapat membuat rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan.12

Untuk itu pengobatan dan pencegahan terhadap skabies perlu dilakukan secara tepat dan cepat ketika terdapat tanda dan gejala dari skabies.10

Pengobatan penyakit skabies menggunakan obat-obatan berbentuk krim atau salep yang dioleskan pada bagian kulit yang terinfeksi oleh tungau skabies . Selain itu dapat juga menggunakan yang berbentuk padat/batangan. Banyak sekali obat-obatan yang tersedia dipasaran. Namun, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi anta lain Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain; tidak berbau, efektif terhadap semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit, juga mudah diperoleh dan murah harganya. Cara pengobatannya adalah mengobati seluruh anggota keluarga.1,13

Tetapi untuk mencari obat-obatan dengan memenuhi syarat berikut sangat sulit untuk mencarinya hingga saat ini. Contoh obat-obat yang biasa digunakan untuk pengobatan Skabies adalah belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20%, Emulsi benzil-benzoas (20-25%), Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan kadar 1%), krotamiton 10%, Sulfur 2-4, Permetrin.1

Pengobatan skabies yang masih tersedia di puskesmas sebagai pengobatan gold standar skabies adalah menggunakan permetrin 5% karena efektif terhadap semua stadium skabies serta harganya mahal. Selain permetrin, yang tersedia dipuskesmas adalah salep sulfur 2-4 yang terdiri atas campuran asam salisilat 2% dan sulfur 4%. Salep ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Salep ini harganya murah

(17)

dibandingkan dengan salep-salep yang lain, juga efek samping yang ditimbulkannya tidak membahayakan dan mudah terjangkau. Salep ini juga bisa digunakan untuk pengobatan massal dan bisa digunakan ibu hamil dan bayi yang usianya kurang dari 2 tahun. Salep ini digunakan tiga hari berturut-turut dan sebaiknya digunakan pada malam hari. 1,13

Berdasarkan penelitian Eka (2004) yang melakukan penelitian tentang Uji banding efektivitas krim permetrin 5% dan salep 2-4 pada pengobatan skabies. hasil yang didapatkan adalah terdapat perbedaan jumlah penderita yang sembuh secara klinis antara pemberian krim permetrin 5% dengan salep 2-4, namun pengujian secara statistik antar kelompok pengobatan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,84). Secara umum baik krim permetrin 5% maupun salep 2-4 mempunyai kemampuan yang sama dalam menyembuhkan penyakit skabies.31

Alternatif yang lain untuk pengobatan skabies adalah mandi dengan menggunakan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit. Penggunaan sabun sulfur ini telah lama digunakan. Sabun ini juga mudah terjangkau dan harganya murah dan sangat mudah diterapkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengatakan bahwa sabun sulfur efektif terhadap skabies jika penggunaanya selama 6 minggu.14

Banyaknya pengobatan Skabies yang dapat digunakan, menjadi sangat penting untuk diteliti manakah obat yang paling efektif. Selain dari segi efektivitas obat dilihat juga dari sisi mudah terjangkaunya,murah, mudah digunakan serta nyaman untuk dipakai.1 Oleh karena itu, kami melakukan penelitian yang berjudul ‘’Perbandingan Efektivitas salep sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur Sebagai Pengobatan Skabies’’.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penggunaan salep sulfur 2-4 lebih efektif daripada sabun sulfur sebagai pengobatan skabies

(18)

1.3. Hipotesis

Salep sulfur 2-4 lebih efektif daripada sabun sulfur sebagai pengobatan skabies

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Membandingkan efektivitas pengobatan Skabies menggunakan salep sulfur 2-4 dengan sabun sulfur berdasarkan angka kesembuhan menurut klinis

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efektivitas salep 2-4 sebagai pengobatan skabies 2. Untuk mengetahui efektivitas sabun sulfur sebagai pengobatan

skabies

3. Untuk mengetahui prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna

4. Untuk mengetahui prevalensi skabies berdasarkan usia di Pondok pesantren Sunanul Husna

5. Untuk mengetahui prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan di Pondok Pesantren Sunanul Husna

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi subjek penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan subyek penelitian mengenai efektivitas pengobatan Skabies.

1.5.2 Bagi Pondok Pesantren Sunanul Husna

1. Memberikan alternatif pilihan pengobatan pada Skabies 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

Pondok Pesantren Sunanul Husna mengenai pengobatan Skabies yang efektif dan murah

1.5.3 Bagi Peneliti

1. Menambah wawasan tentang efektivitas pengobatan Skabies

(19)

3. Sebagai pengalaman untuk mengadakan penelitian dalam lingkup yang lebih luas dan sebagai pembelajaran dalam kegiatan akademik

(20)

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Skabies

2.1.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Nama lain dari skabies adalah The itch, gudik, budukan, gatal agogo.1

2.1.1.2. Epidemiologi

Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi skabies berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 1986 adalah 4,6% - 12,95% sedangkan pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%.7

Di bagian kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai kasus skabies sebanyak 704 kasus skabies dimana 5,77% merupakan kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%.8 Pada penelitian Kuspriyanto (2005) yang dilakukan di Pondok Pesantren di Kabupaten pasuruan mendapatkan prevalensi skabies cukup tinggi yaitu 70%.9

Pada penelitian Ma’rufi et al(2005) di pondok pesantren Kabupaten Lamongan mendapatkan prevalensi skabies 64.2%.10 Pada penelitian Sungkar (1997) mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies dipondok pensantren yang penghuninya padat dan higienitasnya buruk mencapai 78.7% sedangkan kelompok santri yang higienitasnya baik hanya mencapai 3.8%.8

2.1.1.3. Etiologi

Penyebab dari skabies adalah kutu Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei termasuk filum arthoproda, kelas arachnida, ordo ackarima, super famili

(21)

sarcoptes. Parasit ini mempunyai spesifik induk semang, namun dapat menular dari hewan ke manusia atau dari manusia ke hewan.1

Kutu ini terdiri dari dua jenis yaitu Sarcoptes scabiei var.hominis yang terdapat pada manusia dan Sarcoptes scabiei var. animalis yang terdapat pada hewan misalnya pada anjing Sarcoptes scabiei var. ovis, pada babi Sarcoptes

scabiei var.suis, dan pada domba Sarcoptes scabiei var. ovis. Morfologi dari

berbagai Sarcoptes sp,relatif serupa, perbedaannya sangat kecil.11,15

Berdasarkan morfologinya, kutu ini merupakan tungau yang kecil dan bentuknya oval, di bagian punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini tidak memiliki mata, berwarna putih kotor dan tidak bisa terbang atupun melompat. Ukurannya antara betina dan jantan berbeda-beda. Untuk betina ukurannya 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan ukurannya 200-240 mikron x 150-200 mikron. Berdasarkan bentuknya, tungau dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.1,15

Gambar 2.1 Morfologi Sarcoptes scabiei: A. Jantan; B. Betina; C.Telur (sumber: www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Scabies.htm)

(22)

Siklus hidup dari tungau ini yaitu : setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan di stratum korneum menggunakan enzim proteolitik dalam satu jam, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas di dalam terowongan stratum korneum, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga ke permukaan kulit untuk berpindah mencari tempat hidup yang baru dan untuk mencari makan serta mencari pasangannya guna melanjutkan proses fertilisasi dan memulai siklus hidup baru. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 2-3 minggu.1,15

Meskipun siklus hidupnya terjadi sepenuhnya pada host, kutu ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain pada suhu kamar selama 2-3 hari sambil tetap mampu infestasi dan menggali. tungau bisa bertahan 24-36 jam di luar host.16

Gambar.2.2 siklus hidup skabies

(23)

Skabies ditemukan pada manusia terutama pada kulit, karena merupakan tempat untuk berkembang dan mencari makanan. Tungau tersebut makan dengan menggunakan mulut dan menggunakan kaki depan untuk menggali ke dalam stratum korneum kulit. Akibat dari aktivitas tungau yang menggali terowongan, memakan kulit, dan mensekresikan kotorannya menyebabkan penderita menggaruk. 16

2.1.1.4. Patogenesis

Kelainan kulit yang terjadi pada skabies tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya. Seperti akibat garukan dari penderita skabies sehingga menyebabkan terjadinya perburukan skabies. Dengan garukan tersebut dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan dapat terjadi infeksi sekunder. Garukan tersebut disebabkan oleh sensitasi terhadap sekreta dan eksreta tungau skabies sehingga menyebabkan gatal pada kulit. Gatal ini semakin parah ketika pada malam hari karena pada malam hari aktivitas skabies meningkat disebabkan suhu yang lembab.1

2.1.1.5. Gejala Klinis

Setelah tungau masuk ke dalam kulit, maka dibutuhkan waktu untuk menimbulkan tanda dan gejala klinis. Jika seseorang pernah mengalami skabies sebelumnya, maka ketika terinfeksi lagi, gatal-gatal biasanya muncul dimulai dalam waktu 1 sampai 4 hari. Sedangkan ketika seseorang belum pernah terkena skabies, maka tubuh membutuhkan waktu untuk mengembangkan reaksi terhadap tungau tersebut yaitu 2 sampai 6 minggu untuk menimbulkan gejala.16,17

Gejala yang paling umum untuk skabies adalah gatal terutama di malam hari. Gatal tersebut sangat kuat sehingga membuat orang terjaga di malam hari. Ruam, menyebabkan benjolan kecil yang sering membentuk garis. Luka, akibat garukan sehingga menyebabkan luka. Gatal yang sangat parah menyebabkan garukan yang terus-menerus. Dengan garukan yang terus menerus menyebakan bakteri dapat berkembang diluka sehingga terjadi infeksi sekunder. Selain itu juga dapat juga terjadinya sepsis, dan kadang –kadang dapat mengancam jiwa.16,17

(24)

Gambar.2.3 Gejala klinis skabies 2.1.1.6. Predileksi skabies

Tungau skabies lebih suka menggali di bagian-bagian kulit tertentu dari tubuh. Tempat predileksinya biasanya dibagian kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aroela mame( pada wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna 9pada pria), dan pada bagian perut bawah.1.12,16,17

(25)

Gambar.2.4 Distribusi penyebaran skabies (sumber:https://www.michigan.gov/documents/BHS)

2.1.1.7. Faktor Resiko 12,17

Faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies adalah sebagai berikut :

1. Pada masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat. Seperti tinggal diasrama, pesantren, panti jompo, dan penjara

2. Kepada masyarakat yang kebersihannya kurang atau higiene yang buruk 3. Pada masyarakat yang sosio ekonominya rendah

4. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah karena penyakit seperti HIV/AIDS

5. Hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan 2.1.1.8. Diagnosis 1,18

Untuk mendiagnosis skabies yaitu dengan cara menemukan 2 dari 4 tanda kardinal. Tanda kardinal tersebut adalah :

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok

(26)

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain)

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini

2.1.1.9. Pembantu Diangnosis 1,18

Selain menemukan 2 dari 4 tanda kardinal untuk mendiagnosis skabies terdapat pembantu diagnosis lainnya untuk mendiagnosis skabies secara pasti , yaitu dengan cara :

Cara menemukan tungau:

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.

3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.

4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E. Cara menemukan terowongan:

1. Burrow ink test. Cara ini untuk mengetahui kanal terowongan papul dalam kulit yang di buat oleh sarcoptes scabiei sebagai karakteristik kelainan kulit dari skabies. cara ini mudah dan cepat dilakukan karena peneliti hanya melapisi papul dengan tinta pena, kemudian tinta yang masih berada di permukaan kulit tersebut dihapus dengan alkohol. Dalam kanal akan

(27)

berwarna biru (sesuai dengan warna tinta). Pertanda adanya kanal yang dibuat Sarcoptes scabiei

2. Topikal Tetrasiklin

Oleskan tetrasiklin pada daerah yang dicurigai adanya terowongan, kemudian dibersihkan serta diperiksa dengan menggunakan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi.

2.1.1.10. Diagnosis Banding 12,16,17

Berikut ini adalah penyakit-penyakit yang memiliki tanda dan gejala mirip dengan skabies: - Urtikaris Akut - Alergi - Dermatitis atopik - Dermatitis Kontak - Dermatitis herpetiformis - Eksim - Impetigo - Pioderma - Pedikulosis korporis 2.1.1.11. Cara penularan 1,17

Secara umum, cara penularan skabies dibagi menjadi 2 yaitu penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung.

1. Penularan kontak langsung merupakan penularan yang terjadi akibat kontak langsung antara penderita skabies dengan orang sehat seperti melalui: hubungan seksual antara penderita dengan orang sehat, kontak dengan hewan pembawa tungau seperti anjing, babi, kambing, dan biri-biri, serta faktor fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama dengan lingkungan padat penduduk, tidur bersama, dan berjabat tangan.

2. Penularan kontak tidak langsung merupakan penularan yang terjadi melalui kontak tidak langsung antara penderita dengan oarang yang sehat

(28)

seperti ; penggunaan handuk secara bergantian, penggunaan pakaian dan tempat tidur, sprei, dan bantal secara bersamaan1

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes var. Animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.

2.1.1.12. Pengobatan

Untuk melakukan pengobatan skabies maka harus mengetahui cara mendiagnosis skabies dengan pasti agar tidak terjadi kesalahan dalam mengobatinya. Dalam pengobatan skabies terdapat prinsip-prinsip dan petunjuk pengobatan skabies.19

Prinsip pengobatan scabies 19

1. Menegakkan diagnosis skabies dengan pasti 2. Memilih obat yang tepat untuk pengobatan skabies

3. Cara penggunaan obat skabies baik dan benar yaitu dengan cara obat diolesan ke seluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke jari kaki

4. Ketika melakukan pengobatan skabies maka seluruh anggota keluarga juga harus diobati. Baik yang skabies maupun yang tidak skabies

5. Memberikan penjelasan pengobatan skabies secara lisan dan tertulis 6. Mengobati infeksi sekunder jika ditemukan

7. Melakukan observasi pada satu sampai empat minggu setelah melakukan pengobatan

8. Mencuci pakaian dan selimut setelah menyelesaikan penngobatan

Petunjuk pengobatan skabies 19

1. Obat yang diberikan harus dioleskan keseluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke sela-sela jari kaki, baik yang terdapat lesi skabies maupun yang tidak terdapat lesi skabies

2. Pengobatan skabies yang baik dilakukan pada malam hari sebelum tidur 3. Selama pengobatan hindari menyentuh mulut atau mata dengan tangan

(29)

4. Mengganti pakaian pada hari berikutnya dan mencucinya

5. Selama masa pengobatan akan terasa gatal untuk beberapa hari tetapi tidak mengulangi perawatan

6. Semua oarang dirumah harus dilakukan pengobatan secara bersamaan 7. Setelah satu minggu laporkan ke dokter

Dalam mengobati skabies, telah banyak pengobatan yang dilakukan sejak zaman dahulu, tetapi untuk mencari skabisid yang ideal masih dalam pencaharian. Untuk mengobati skabies, maka pengobatannya harus efektif terhadap semua stadium yaitu dewasa dan telur, mudah diterapkan, tidak menyebabkan iritasi, tidak beracun, dan dilihat juga dari segi ekonominya.1,19

Syarat obat yang ideal 1

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pekaian 4. Mudah diperoleh dan harganya murah

(30)

Gambar 2.5 Bagan Alur Pengobatan Skabies

(Sumber: Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2011)

DIAGNOSIS apakah gejala dan hasil laboratorium menyokong skabies Tidak Diagnosis banding Ya EVALUASI Apakah pasien menunjukkan gejala scabies berkrusta? tidak

Terapi untuk pasien dan semua kontak risiko tinggi

Edukasipasien Farmakoterapi

  Lini pertama (skabisid topikal)

o Permetrin

• Lini kedua (skabisid topikal) o Benzilbenzoat o Crotamiton o Lindane o Sulfur • Terapi simtomatik: o Antihistamin oral o Kortikosteroid topikal • Infeksi bakteria lsekunder: o Terapi dengan antibiotik yang

sesuai Ya A. Edukasi pasien B. Farmakoterapi • Ivermetrin (oral) Ditambah • Skabisid (topikal) Terapi hiperkeratosis: • Obatkeratolitik (misalnya: asamsalisilat) Terapi simptomatik o Antihistamin oral o Kortikosteroid topikal Infeksi bacterial sekunder:

o Terapi dengan antibiotik yang sesuai

Follow up

Pemeriksaan ulang pasien, 1-2 minggu setelah terapi

awal

Evaluasi Apakah terjadi perbaikan terhadap rasa gatal & lesi kulit atau lewat mikroskopis ?

Tidak Ulang terapi Ya Tidak memerlukanter api lanjut

(31)

2.1.1.13. Obat-Obatan 1,19,20

Obat-oabat yang sering digunakan untuk mengobati skabies adalah obat topikal - Permetrin 5% krim

- Gameksan (gamma benzena heksakhorida) 1% lotion atau krim - Benzil benzoate 10% dan 25% lotion atau emulsi

- Crotamiton 10% krim - Sulfur 2%-10% salep - Ivermectin

Sulfur

sulfur merupakan obat anti skabies tertua. Biasanya sulfur ini digunakan dengan konsentrasi 2%-10% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaanya tidak boleh kurang dari tiga hari.1 Salep sulfur digunakan setelah mandi dan dioleskan di kulit pada seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan digunakan selama 8 jam. Setelah penggunaan selama 8 jam maka harus dibilas/dicuci. Penggunaan salep ini selama tiga hari berturut-turut dan sebaiknya digunakan pada malam hari sebelum tidur. Kekurangan salep ini antara lain: berbau, mengotori pakaian, ketika iklim panas dan lembab dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihannya adalah harganya murah, mudah didapatkan. Sulfur direkomendasikan sebagai pengobatan alternatif skabies yang aman untuk pengobatan skabies pada bayi, anak-anak, dan wanita hamil, serta dapat digunakan dalam pengobatan massal.1,19,20

Emulsi benzil-benzoas

Emulsi benzil-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.1,20. Cara penggunaanya dioleskan di kulit pada seluruh tubuh dimulai dari leher hingga jari-jari kaki. Pengobatan ini digunakan selama 24 jam. Setelah 24 jam pengobatan, makan krim harus dihapus dengan sabun dan air. 19 .Kekurangan dari obat ini adalah sulit di peroleh, sering memberikan iritasi pada kulit, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai, tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari dua tahun.1,16

(32)

Krotamiton

Krotamiton digunakan sebagai 10% krim atau lotion.1,19 Tingkat keberhasilan/efektivitas pengobatan skabies menggunakan krotamiton antara 50% dan 70%.19 Krim krotamiton dioleskan keseluruh tubuh sebanyak 5/hari.20 Krotamiton mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan antigatal. Efek samping dari penggunaan salep ini adalah iritasi kulit, gatal, terbakar, menyengat, dan ruam. Pada penggunaan obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.1

Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan)

Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio. Obat ini merupakan obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarangmemberikan iritasir. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Cara penggunaannya dioleskan pada kulit seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan hanya digunakan satu kali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.1,19,20

Permetrin

Permetrin hingga saat ini merupakan obat pilihan dengan kadar 5% dalam krim karena efektif terhadap semua stadium. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan gameksan. Cara penggunaannya dioleskan pada kulit seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan hanya digunakan sekali tidak boleh digunakan secara berulang. Pasien harus diinstruksikan untuk menghapus obat dengan benar yaitu dengan mandi setelah penggunaanya selama 8 sampai 14 jam. Kontak dengan mata dan mulut harus dihindari. Jika kontak dengan mata terjadi, maka harus segera membersihkannya dengan air. Salep ini harganya sangat mahal.

Dosis dewasa adalah 30 gram. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah pruritus, edema dan eritema, yang dapat terus terjadi sampai dua minggu setelah pengobatan. Permetrin tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan. 1,19,20

(33)

2.1.1.14. Kegagalan pengobatan 22

Dalam setiap pengobatan ada yang dikenal dengan kegagalan pengobatan. Dalam pengobatan skabies untuk kegagalan pengobatan dapat saja terjadi. Penyebab yang paling umum dari kegagalan pengobatan skabies ini meliputi :

1. Cara penggunaan obat skabies tidak benar dan tepat

2. Higienitas yang kurang baik serta lingkungan yang tidak bersih 3. Reinfestasi dari penderita skabies yang tidak diobati

4. Paparan terus-menerus dengan penderita skabies

5. Kurangnya pengawasan terhadap penyakit skabies ketika melakukan pengobatan

2.1.1.15. Pencegahan dan Pengendalian

Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara: 23

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2. Mencuci pakaian , sprai, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu

3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali

4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

5. Menghindari bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain yang dicurigai terinfeksi skabies

6. Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang cukup

7. Pengobatan skabies biasanya dianjurkan untuk seluruh anggota rumah , terutama bagi mereka yang telah memiliki lama kontak kulit ke kulit. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang berpotensi terkena lainnya harus dirawat di waktu yang sama seperti penderita skabies untuk mencegah kemungkinan reexposure dan reinfestation.

8. Pakaian yang telah digunakan, selama 3 hari sebelum pengobatan harus dimesin cuci atau direndam dengan menggunakan air panas. Pakaian yang tidak bisa dikeringkan atau dibersihkan dengan air panas dapat disimpan didalam kantong plastik tertutup selama beberapa hari sampai

(34)

satu minggu. Tungau skabies umumnya tidak dapat bertahan lebih dari 2-3 hari dari kulit manusia.

2.1.1.16. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit skabies yaitu :20

1. Infeksi kulit sekunder terutama oleh S.aureus yang sering terjadi, terutama pada anak.

2. Dapat menurunkan kualitas hidup dan prestasi belajar

3. Akibat gatal-gatal pada malam hari menyebabkan gangguan tidur/kurang tidur pada penderita sehingga menyebabkan gangguan kualitas hidup 2.1.2. Salep 2-4

Salep 2-4 terdiri atas campuran asam salisilat 2% dan sulfur 4%.1 2.1.2.1. Asam salisilat

Nama kimia dari asama salisilat adalah 2-Hydroxybenzoic acid, dengan rumus kimia C3H6O3.

Asam salisilat merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal. Fungsi asam salisilat adalah untuk mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Asam salisilat memiliki konsentrasi yang berbeda-beda dan efek yang berbeda juga. Pada konsentrasi rendah (1-2%) memiliki efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan digunakan untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi yang sangat tinggi (40%) digunakan untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya pada kalus dan veruka plantaris. Asam salisilat dalam konsentrasi (1%) di gunakan sebagai kompres, bersifat antiseptik, biasanya digunakan pada dermatitis eksudatif. Asam salisilat (3-5%) juga bersifat mempertinggi absorbsi perkutan zat-zat aktif.1

(35)

Efek samping dari penggunaan asam salisilat adalah iritasi ringan dan dermatitis kontak, sedangkan dengan pemakaian yang luas dapat mengakibatkan gejala seperti keracunan asam salisilat.24

2.1.2.2. Sulfur

Sulfur merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi. Sulfur dapat bersifat antiseboroik, anti-akne, anti skabies, anti bakteri positif, Garm dan anti jamur. Yang digunakan adalah sulfur dengan tingkat terhalus yaitu sulfur presipitatum (belerang endap). Sulfur ini berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya digunakan pada konsentrasi 4-20%. Dapat digunankan dalam bentuk pasta, krim, salep, dan bedak kocok. Contoh dalam salep adalah salep sulfur 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%. 1

2.1.3. Sabun sulfur

Sabun sulfur atau belerang pengobatan merupakan pengobatan yang sudah ada sejak lebih dari 2.500 tahun, pengobatan yang sedang dirintis oleh orang Mesir.24

Sabun sulfur tersedia dengan konsentrasi sulfur (1-10%). Biasanya yang digunakan untuk membunuh tungau skabies dengan konsentrasi 6%.24

Sabun sulfur berguna untuk mengatasi infeksi pada kulit. Infeksi pada kulit seperti gatal-gatal tentunya sangat mengganggu, namun cukup dengan menggunakan sabun sulfur setiap mandi akan dapat membantu mengurangi rasa gatal pada kulit, bahkan juga dapat mengangkat kulit yang kering dan mengangkat sel.24

Berdasarkan sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Dr.Roger a.Nolan,U.S Angkatan laut menyarankan untuk penggunaan belerang yang terkandung dalam sabun yang lembut karena telah menemukan metode yang sangat bagus dalam pengobatan dan profilaksis skabies. Dalam 400 kasus kasus skabies telah dirawat di dermatologis klinik county Hospital ventura

(36)

menggunakan sabun yang mengandung sulfur dan hasil yang didapatkan terjadinya angka penurunan skabies. 14

Cara penggunaan sabun sulfur ini adalah dengan cara menggunakannya secara rutin pada saat mandi dapat menggunakan air hangat dengan penyabunan keseluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke sela-sela jari kaki. Penggunaan sabun sulfur ini digunakan dua kali sehari selama tiga hari.14 selain penggunaannya selama tiga hari terdapat sebuh jurnal yang mengatakan bahwa tungau sarcoptes scabiei akan mati dan skabies akan sembuh jika penggunaan sabun sulfur selama 6 minggu.24

Sabun sulfur ini hanya membunuh tungau skabies dan tidak dapat membunuh. telurnya. Sehingga dalam pengobatan dengan menggunakan sabun sulfur harus terus menerus hingga beberapa bulan setelah semua tanda dan gejala skabies menghilang untuk membunuh tungau yang baru menetas.24

Agar pengobatan skabies dengan menggunakan sabun sulfur lebih efektif, maka selain pengobatan juga harus dilakukan pencegahan terhadap skabies selama pengobatan seperti mencuci pakaian dan selimut yang telah digunakan selama terkena skabies dengan menggunakan air yang hangat dan menjemur kasur dibawah terik matahari. Perubahan kebiasaan ini sangat penting dalam pengobatan skabies untuk menjadi lebih efektif.24

Kandungan sulfur yang terdapat pada sabun sulfur rendah, sehingga membuatnya tidak perlu dilakukan pengurangan konsentrasi untuk penggunaan anak-anak dan bayi. Keuntungan dari penggunaan sabun sulfur ini adalah sanagt mudah diperoleh, mudah diterapkan, harganya murah, tidak merusak pakaian, dapat digunakan pada penderita skabies yang meluas, serta dapat digunakan pada pengobatan massal skabies. efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan sabun sulfur adalah dapat menyebabkan iritasi pada kulit jika penggunaannya sangat berlebihan dan pada orang hipersensitivitas serta dapat menyebabkan kekeringan pada kulit yang berlebihan. 14

(37)

2.3. Kerangka Teori Diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan fisik Dipengaruhi oleh: - Umur - Tingkat pendidikan - Perilaku - Kebersihan - Lingkungan SKABIES Pengobatan - Permetrin - Krotamiton

- Emulsi benzil benzoat - Gamma benzena - Malatioan - Ivermectin - Salep sulfur - Sabun sulfur Salep sulfur Sabun sulfur

(38)

2.4. Kerangka konsep Diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan fisik SKABIES Pengobatan

Salep Sulfur Sabun

sulfur

Sembuh Tidak sembuh

Sembuh Tidak

(39)

2.5. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat

Ukur

Hasil ukur Skala

pengukuran Salep sulfur 2-4 Salep sulfur 2-4 merupakan salep yang mengandun g zak aktif asam salisilat 2% dan sulfur 4% yang dapat mengobati penyakit skabies Aplikasika n salep 2-4 keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke sela sela jari kaki selama 8 jam 3 hari berturut-turut. Buku catatan salep sulfur 2-4 1. Salep sulfur 2-4 telah diaplikasikan sesuai dengan petunjuk 2. Salep sulfur 2-4 tidak diaplikasikan sesuai dengan petunjuk Nominal

Sabun sulfur sulfur adalah sabun yang berbentuk batangan yang memiliki kandunga sulfur (10%) yang dapat mengobati penyakit skabies Aplikasika n keseluruh tubuh dengan cara digosokkan hingga berbusa selama 2-3 menit. Pemakaian selama dua kali sehari selama 6 minggu Buku catatan sabun sulfur 1. Sabun sulfur diaplikasikan sesuai dengan petunjuk 2. Sabun sulfur tidak diaplikasikan sesuai dengan petunjuk Nominal

(40)

Bab III

Metode Penelitian

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah desain uji klinis. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dengan uji Chi Square untuk mengetahui efektivitas salep sulfur 2-4 dibandingkan dengan sabun sulfur terhadap angka kesembuhan skabies.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok pesantren Sunanul Husna selama 1 bulan lebih di mulai dari tanggal 15 maret-19 April tahun 2015.

3.3. Populasi dan Sampel penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh santri dari Pondok Pesantren Sunanul Husna. Sampel yang diambil adalah berdasarkan santri yang memenuhi kriteria inklusi

3.3.1 Jumlah sampel

Pada penelitian ini untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus analitik kategorik tidak berpasangan

Estimasi besar sampel minimal

n1=n2=25,64 orang

(41)

Berdasarkan rumus jumlah sampel yang digunakan 25,64 dibulatkan menjadi 26 orang untuk masing-masing kelompok.

Keterangan:

n: jumlah sampel setiap kelompok perlakuan Zα = derivat baku alfa = 95% = 1,64

Zβ = derivat baku beta = 20% = 20% = 0,84

P2= proporsi kesembuhan salep standard menurut pustaka = 0,69 Q2= 1 – P2 = 1 – 0,69 = 0,31

P1 – P2 = selisih proporsi minimal = 0,2

P1= proporsi kesembuhan obat yang diuji = P2 + 0,2 = 0,6 + 0,2 = 0,89 Q1= 1 – P1 = 1 – 0,8 9= 0,11

P = = = 0,79 Q = 1 – P1 = 1 – 0,79 = 0,21

Selanjutnya kontrol positif dan negatif masing-masing satu orang 3.3.2 Cara pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih santri-santri yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah itu dilakukan random sampling untuk menentukan kelompok A mendapatkan salep sulfur 2-4 dan kelompok B mendapatkan sabun sulfur.

3.3.3 Kriteria sampel 3.3.3.1 Kriteria inklusi

1. Seluruh santri Pondok Pesantren Sunanul Husna yang bersedia mengikuti penelitian

2. Santri yang menunjukkan gejala klinis skabies atau memenuhi kriteria diagnosis skabies

(42)

3.3.3.2Kriteria eksklusi

1. Santri yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lainnya

2. Santri dengan komplikasi penyakit skabies seperti penyakit infeksi sekunder 3. Santri yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap komponen obat

yang di uji

3.3.3.3 Kriteria Drop Out (DO)

1. Santriwati yang tidak melakukan pengobatan skabies sesuai dengan petunjuk 2. Santriwati yang menunjukkan efek samping dari pengobatan

3. santriwati yang mengundurkan diri selama masa pengobatan 3.4. Variabel 3.4.1 Variabel Bebas  Salep sulfur 2-4  Sabun sulfur 3.4.2 Variabel Terikat  Kesembuhan skabies 3.5 Alat dan Bahan

 Alat : - sarung tangan

- Lup (kaca pembesar0  Bahan : - salep sulfur

- sabun sulfur - Permetrin 5%

(43)

3.6 Cara Kerja Penelitian

1. Melakukan penyuluhan tentang skabies 2. Melakukan Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik : 2.1 Anamnesis: Santri sering mengeluhkan sering gatal terutama pada malam

hari

2.2 Pemeriksaan Fisik: Periksa di tempat predileksi skabies yang khas yaitu, sela-sela jari tangan, sela-sela jari kaki, siku, ketiak, dan kelamin. Dengan status dermatologisnya berupa papul dan vesikel.

2.3 Foto lesi yang ada

3. Bagi santri yang memenuhi kriteria inklusi, maka diambil untuk dijadikan sampel dalam penelitian

4. Membagi santri dalam dua kelompok yaitu kelompok A menggunakan salep sulfur 2-4 dan kelompok B menggunakan sabun sulfur dengan cara alokasi random

5. Diberikan pengobatan salep sulfur 2-4 pada kelompok A dengan pemakaian selama tiga hari berturut-turut tiap malam dimulai pukul 21.00-05.00 pagi

6. diberikan pengobatan sabun sulfur pada kelompok B dengan pemakain dua kali dalam sehari yaitu saat mandi pagi dan sore selama 6 minggu

7. Dilakukan observasi/evaluasi klinis untuk menentukan apakah pengobatan skabies telah sembuh atau tidak sembuh berdasarkan kriteria sembuh skabies. 7.1 Pada kelompok A yang menggunkan salep sulfur 2-4 dilakukan observasi/

evaluasi klinis pada minggu 1,II,dan III setelah Pengobatan

7.2 Pada kelompok B yang menggunakan sabun sulfur dilakukan observasi /evaluasi klinis pada minggu 1,II,II,IV,V dan Vl selama pemakaian sabun sulfur.

(44)
(45)

3.8 Managemen Data 3.8.1Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis kerja skabies berdasarkan klinis dan memenuhi 2 dari 4 tanda kardinal skabies. Data hasil pengobatan dilakukan pada hari ke 8, 15, 22 pasca

3.8.2 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan program SPS versi 16 3.8.3 Analisa Data

Analisa perbedaan efektivitas obat dilakukan dengan uji Chi-square. Perbedaan kesembuhan pada hari ke 8, 15, 22 setelah pengobatan. Perbedaan dikatakan significant apabila p < 0,05.

3.8.4 Rencana Penyajian Data

Data hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar

3.9 Etika penelitian

a. Mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian dari Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Mendapatkan izin dari Pimpinan Pondok Pesantren Sunanul Husna untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren

c. Semua subjek penelitian yang mengikuti penelitian ini akan diberikan penjelasan baik secara lisan maupun tulisan mengenai tujuan, manfaat, prosedur penelitian, pengobatan yang akan dilakukan, efek samping pengobatan, keuntungan dan kerugian pengobatan

d. Penelitian ini akan dijalankan setelah mendapatkan persetujuan dari sampel berdasarkan informed consent.

(46)

Bab IV

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini sampel yang seharusnya digunakan sebanyak 52 santriwati berdasarkan perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus analitik kategorik tidak berpasangan. Akan tetapi saatriwati yang terkena skabies di Pondok Pesantren Sunanul yaitu 35 santriwati. Untuk pembagian sample menggunakan simple random sampling dengan santriwati yang mendapatkan salep sulfur 2-4 sebanyak 18 orang dan yang mendapatkan sabun sulfur 10% sebanyak 17 orang.

Sebelum melakukan pengobatan maka dilakukan kontrol terlebih dahulu sebagai kriteria sembuh pengobatan. Kontrol terdiri dari dua yaitu kontrol positif (sembuh) dan kontrol negatif (tidak sembuh). Kontrol positif diberikan perlakuan menggunakan pengobatan gold standar skabies yaitu permetrin dan kontrol negatif tidak dilakukan perlakuan. Setelah itu dilakukan observasi selama satu minggu.

A. Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna

Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna dapat dilihat pada tabel 4.1 beriku ini :

Tabel 4.1 Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna

Diagnosis Frekuensi Persen

Skabies 35 28.9%

Bukan skabies 86 71.1%

Jumlah 121 100%

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Sunanul Husna yang terdiri dari 121 Santriwati. Seluruh santriwati yang ada di Pondok Pesantren Sunanul Husna dilakukan pemeriksaan berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis skabies.

(47)

Berdasarkan tabel diatas prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna sebanyak 35 santriwati (28.9%) sedangkan santriwati yang tidak terkena skabies sebanyak 86 santriwati (71.1%).

Prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi skabies di pondok pesantren lainnya seperti: Kuspriyanto (2002) prevalensi penyakit skabies di sebuah pondok pesantren di Jakarta yang mencapai 78.70% atau di pondok pesantren Kabupaten Pasuruan Jawa Timur sebesar 66.70%.25

Penelitian Eka (2004) pondok pesantren yang diperiksa pondok pesantren Baitussalam, Nurul Hidayah dan Miftahul Huda. Jumlah santri yang diperiksa sebanyak 640 orang. Didapatkan 116 orang (18.1%) menderita skabies yang terdiri dari laki-laki 88 orang (75.86%) dan wanita 28 orang (24.14%).26

Penelitian Isa Ma’rufi dkk (2005) pemeriksaan fisik kulit terhadap 338 orang santri di pondok pesantren Kabupaten Lamongan menunjukkan prevalensi skabies 64.20%.27

Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini hanya dilakukan pada jenis kelamin perempuan. Selain itu juga santriwati di pondok pesantren sunanul Husna dalam menjaga kebersihannya cukup baik berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan seperti: terlaksananya jadwal piket kebersihan lingkungan dan tiap-tiap kamar secara disiplin, lingkungan di pondok pesantren Sunanul Husna lumayan bersih dan lingkungannya tidak padat.

Selain menjaga kebersihan lingkungan sekitar, santriwati juga menjaga kebersihan diri sendiri cukup baik seperti: frekuensi mandi rata-rata dua kali sehari , frekuensi mengganti pakaian dua kali sehari, frekuensi menjemur kasur biasanya satu kali dalam seminggu, tetapi ini tidak rutin dikerjakan kecuali ada halangan seperti musim hujan, santriwati di pondok pesantren sunanul Husna tidak gemar saling meminjamkan pakaian satu sama lain tetapi kadang juga pinjam meminjam disaat dalam keadaan darurat, selain tidak gemar meminjamkan pakaian satu sama lain juga tidak pernah meminjam handu teman karena setiap santriwati memiliki handu.

(48)

B. Prevalensi Skabies Berdasarkan Umur

Prevalensi skabies berdasarkan Umur di Pondok Pesantren Sunanul Husna dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2. Prevalensi skabies berdasarkan umur

Umur Jumlah Persen

5 - 11 tahun 1 2.9%

12-16 tahun 29 82.9%

>16 tahun 5 14.3%

Jumlah 35 100 %

Pada tabel diatas mengelompokkan prevalensi skabies berdasarkan umur. Pada penelitian ini membagi kelompok umur berdasarkan Depkes RI tahun 2008 yaitu terdiri dari kelompok usia: Anak : 5-11 tahun, remaja awal : 12 – 16 tahun, remaja akhir : > 16 tahun.

Pada kelompok umur 5- 11 tahun yang terkena skbaies 1 santriwati (2.9%), kelompok umur 12-16 tahun yang terkena skabies 29 santriwati (82.9%), kelompok umur > 16 tahun yang terkena skabies 5 santriwati (14.3%).

Menurut penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengatakan bahwa prevalensi skabies berdasarkan umur sering terjadi pada usia anak-anak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gulati, di India melapaorkan bahwa prevalensi terjadinya skabies tertinggi pada usia 5-14 tahun.28

Pada penelitian Atmaprawira(1982) di pondok pesantren khusus yatim, As-Syafi’iyah Jatiwaringin, Jakarta Timur mendapatkan prevalensi skabies tertinggi pada kelompok umur 11-15 tahun yaitu sebanyak 76.7%.28

Pada penelitian Irma Binarso di Panti asuhan Semarang tahun 1991 mendapatkan prevalensi skabies tertinggi pada kelompok umur 11-15 tahun sebanyak 47.62%.29

Pada penelitian Eka Narayana Chandra tahun 2004 maloporkan bahwa kelompok umur terbanyak terkena skabies adalah pada kelompok umur 11-15 tahun sebanyak 21 orang (66%).26

(49)

Suatu survei juga yang telah dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985 menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa Indian adalah 100%. Di Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India, Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997).28

Dapat disimpulkan pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi skabies berdasarkan umur terbanyak pada kelompok umur <15 tahun. Hal ini desebabkan karena skabies cenderung terjadi pada anak dan remaja usia 10-14 tahun.

C. Prevalensi skabies berdasarkan Tingakat pendidikan

Prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan di Pondok Pesantren Sunanul Husna dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3. Prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan

Diagnosis Kelompok Total

MTS MA Skabies 21 (60.0%) 14 (40.0%) 35 (100%)

Pada tabel diatas mengelompokkan prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan. Pondok Pesantren Sunanul Husna terdiri dari Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah(MA). Pada kelompok MTS yang terkena skabies sebanyak 21 santriwati (60.0%). Pada kelompok MA yang terkena skabies sebanyak 14 santriwati (40.0%).

Secara umum, tingkat pendidikan sangat mempengaruhi prevalensi penyakit disuatu komunitas. Pada komunitas dengan tingkat pendidikan yang

(50)

tinggi, prevalensi penyakit yang menular umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumlumnya seperti menurut Raza et al melaporkan bahwa dengan tingkat pendidikan yang rendah merupakan faktor yang sangat berpengaruh tehadap kejadian skabies. Didalam peneltiannya dinyatakan bahwa orang yang berpendidikan rendah memiliki kesadaran rendah terhadap pentingnya higiene pribadi serta tidak mengetahui bahwa higiene pribadi yang buruk merupakan faktor resiko terkena penyakit skabies dan berperan penting dalam penularan penyakit.30

Dalam penelitian Fakoorziba et al di Iran juga melaporkan bahwa prevalensi terjadinya skabies sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan. Prevalensi skabies tertinggi terdapat pada orang dengan tingkat pendidikan yang rendah. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa prevalensi skabies lebih rendah terjadi pada santri yang memiliki tingkat pendidikan aliyah dibandingkan dengan tingkat pendidikan tsanawiyah.31

Wahjoedi juga melaporkan bahwa prevalensi skabies berhubungan dengan pendidikan, yaitu prevalensi skabies lebih tinggi pada santri tsanawiyah dibandingkan aliyah.32 Kuspriyanto pada penelitiannya di pesantren di Pasuruan, Jawa Timur melaporkan terdapat hubungan antara prevalensi skabies dengan tingkat pendidikan rendah.25

Pawening yang melakukan penelitian di Pekalongan juga melaporkan prevalensi skabies berhubungan dengan tingkat pendidikan.33

(51)

D. Hasil Pengobatan

Tabel 4.4 Hasil Pengobatan perbandingan salep sulfur dengan sabun sulfur 10% sebagai pengobatan skabies

Keterangan Kelompok pengobatan Kesembuhan Nilai P Sembuh Tidak sembuh Kontrol minggu 1 Salep sulfur 10 (55.6%) 8 (44.4%) =0.118 Sabun sulfur 5 (29.4%) 12 (70.6%) Kontrol minggu 2 Salep sulfur 13 (72.2%) 5 (27.8%) =0.064 Sabun sulfur 7 (41.2%) 10 (58.8%) Kontrol minggu 3 Salep sulfur 18 (100%) 0 (0%) =0.002 Sabun sulfur 10 (58.8%) 7 (41.2%)

Grafik.4.1 Diagram hasil pengobatan perbandingan salep sulfur dengan sabun sulfur sebagai pengobatan skabies

(52)

Pada penelitian ini santriwati yang terkena skabies sebanyak 35 santriwati dan yang mengikuti penelitian ini juga sebanyak 35 santriwati. Santriwati yang mendapatkan salep sulfur sebanyak 18 santriwati dan yang mendapatkan sabun sulfur sebanyak 17 santriwawi.

Pada tabel dan diagram diatas kelompok yang mendapatkan salep sulfur pada kontrol minggu 1 didapatkan angka kesembuhan sebanyak 10 santriwati (55.6%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 8 santriwati (44.4%). Sedikitnya santriwati yang mengalami penyembuhan disebabkan karena pada minggu pertama efektivitas salep sulfur 2-4 belum efektif karena hanya dapat membunuh tungau dan larva tetapi tidak dapat membunuh telur. Sehingga masih didapatkan santriwati yang memiliki gejala skabies dan di kategorikan belum mengalami penyembuhan.

Pada kelompok yang mendapatkan sabun sulfur pada kontrol minggu 1 didapatkan angka kesembuhan sebanyak 5 santriwati (29.4%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 12 santriwati (70.6%). Sedikitnya santriwati yang mengalami penyembuhan disebabkan karena pemakaian sabun sulfur pada tubuh hanya sebentar yaitu saat mandi pagi dan mandi sore sehingga penyerapannya minimal menyebabkan efek terapetiknya minimal untuk membunuh tungau. Efektivitas penggunaan sabun sulfur selama enam minggu sehingga menyebabkan pada minggu pertama pada penggunaan sabun sulfur yang mengalami penyembuhan sedikit. Pada kontrol minggu pertama penggunaan salep sulfur dibandingkan dengan sabun sulfur sebagai pengobatan skabies didapatkan nilai P=0.118 (P>0.05) yang artinya secara statistik tidak bermakna.

Pada kontrol minggu 2 santriwati yang menggunakan salep sulfur didapatkan angka kesembuhan sebanyak 13 santriwati (72.2%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 5 santriwati (27.8%). pada kontrol minggu 2 terjadi peningkatan dalam penyembuhan. Hal ini disebabkan karena pada hari ke 3-4 telur dari sarcoptes sudah mulai menetas menjadi larva. Sehingga salep sulfur dapat membunuh larva tersebut. Seperti pada penjelasan pada kontrol minggu 1 bahwa salep sulfur hanya dapat membunuh tungau dewasa dan larva dan tidak membunuh telur.

(53)

Pada kelompok yang menggunakan sabun sulfur pada kontrol minggu 2 didapatkan angka kesembuhan sebanyak 7 santriwati (41.2%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 10 santriwati (58.8%). Pada kontrol minggu 2 hanya sedikit yang mengalami penyembuhan. Sedikitnya santriwati yang mengalami penyembuhan disebabkan karena pemakaian sabun sulfur pada tubuh hanya sebentar yaitu saat mandi pagi dan mandi sore sehingga penyerapannya minimal menyebabkan efek terapetiknya minimal untuk membunuh tungau. Efektivitas penggunaan sabun sulfur selama enam minggu sehingga menyebabkan pada minggu pertama pada penggunaan sabun sulfur yang mengalami penyembuhan sedikit. Pada kontrol minggu kedua penggunaan salep sulfur dibandingkan dengan sabun sulfur sebagai pengobatan skabies didapatkan nilai P=0.064 (>0.05) yang artinya secara statistik tidak bermakna.

Pada kontrol minggu 3 santriwati yang menggunakan salep sulfur angka kesembuhan sebanyak 18 santriwati (100%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 0 santriwati (0%). Pada kontrol minggu 3 terjadi perubahan yang sangat signifikan. Karena seluruh santriwati yang menggunakan salep sulfur mengalami penyembuhan.

Pada kontrol minggu 3 santriwati yang menggunakan sabun sulfur didapatkan angka kesembuhan sebanyak 10 santriwati (58.8%) sedangkan yang tidak mengalami penyembuhan sebanyak 7 santriwati (41.2%). Dengan sedikitnya angka kesembuhan hingga kontrol minggu ketiga disebabkan karena sabun sulfur akan efektif jika penggunaannya selama enam minggu. Pada kontrol minggu ketiga penggunaan salep sulfur dibandingkan dengan sabun sulfur sebagai pengobatan skabies didapatkan nilai P=0.002 (<0.05) yang artinya secara statistik bermakna.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan salep sulfur dalam pengobatan skabies selama tiga hari berturut-turut pemakaian sangat efektif. Sedangkan penggunaan sabun sulfur selama tiga minggu belum efektif disebabkan karena penggunaan sabun sulfur akan efektif jika penggunaannya selama enam minggu.

Hal ini sesuai pada penelitian Moh.Amer(1981) melaporkan pada penelitiannya terhadap 22 bayi yang diobati menggunakan sulfur dengan

(54)

konsentrasi 5% mendapatkan angka kesembuhan pada kontrol minggu 1 sebanyak 15 orang (68.2%) dan pada kontrol minggu 2 angka kesembuhan sebanyak 18 orang (81.8%).26

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Eka (2004) dengan sampel penelitian sebanyak 16 santri didapatkan hasil bahwa pada kelompok yang menggunakan salep 2-4 pada saat dilakukan kontrol pada minggu pertama santri mengalami penyembuhan sebanyak 2 santri (12.5%), pada kontrol minggu kedua sebanyak 11 santri (68.8%) dan pada kontrol ketiga sebanyak 14 santri (87.5%).26

Pada penelitian Dr Roger A. Nolan , U. S. Angkatan Laut , menyarankan penggunaan belerang yang tergabung dalam sabun yang lembut . telah menemukan metode yang sangat memuaskan dalam pengobatan dan profilaksis skabies. dalam 18 bulan terakhir didapatkan kasus skabies yang telah dirawat di dermatologis Klinik County hospital ventura dengan menggunakan sabun yang mengandung sulfur dan didapatkan angka penurunan terjadinya skabies

Gambar

Grafik  4.1. Diagram hasil pengobatan .................................................................
Gambar 2.1 Morfologi Sarcoptes scabiei: A. Jantan; B. Betina; C.Telur  (sumber: www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Scabies.htm)
Gambar 2.5 Bagan Alur Pengobatan Skabies
Tabel 4.1 Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat Abu Ubaid, Abdur-Rahman dan Ibnu Daud : bahwa memberikan zakat kepada kerabat adalah makruh, apabila penguasa (hakim) telah memaksa untuk memberi nafkah

Tabel 2 menunjukkan nilai validitas pada aspek kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan sebesar 1,00 yang berarti LKS berbasis inkuiri terbimbing sangat

Hasil ekstraksi ciri sinyal ECG dengan menggunakan metode Shank menghasilkan pola-pola sinyal ECG yang stabil karena secara visual perbedaan

Hal ini sesuai dengan pendapat Carrol (1990) yang menyatakan bahwa jamur endofit adalah jamur yang hidup pada bagian dalam jaringan tanaman sehat tanpa menimbulkan

Bab ini memuat pembahasan dan analisa dari hasil penelitian, mencakupletak perbedaan Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 (b) dan Putusan Mahkamah Agung nomor 137/K/AG/2007

Sosiolinguistik pada hakikatnya, merupakan salah satu cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji, meneliti, dan mengembangkan variasi integrasi antara konsep

Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah Sakit Program Pengawasan Obat dan Makanan Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Cakupan pelayanan

0,005 maka hal ini menunjukkan signifikansi, artinya hipotesis yang diterima dalam penelitian ini adalah Ha (hipotesis alternatif), yaitu terdapat hubungan antara