• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 5

Simpulan, Diskusi dan Saran 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisa data serta pengujian hipotesis yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengolahan data tersebut ialah ada hubungan yang signifikan antara persepsi stres dengan tingkat agresivitas dengan nilai signifikasi 0,034 dan nilai korelasi r = -0,150. Hubungan yang signifikan tersebut namun memiliki nilai korelasi yang negatif yang berarti apabila persepsi stres tinggi maka tingkat agresifitas rendah, begitu juga sebaliknya apabila persepsi stres rendah maka agresi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa saat anggota kepolisian mempersepsikan adanya stres maka agresi yang dimiliki menurun, namun saat anggota kepolisian reskrim tidak mempersepsikan adanya stres maka agresi yang dimiliki tinggi.

5.2 Diskusi

Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara persepsi stres dengan tingkat agresivitas pada anggota kepolisian reskrim di Jakarta. Menurut peneliti hubungan yang negatif tersebut terjadi karena ketika subjek mengalami stres, maka subjek akan melakukan upaya coping sebagai usaha untuk mengontrol, mengurangi atau belajar mengenai toleransi dengan ancaman yang menyebabkan stress (Feldman, 2005). Koping sendiri memiliki 3 bentuk, pertama adalah coping berdasarkan emosi yaitu usaha seseorang mengatur emosinya saat menghadapi stres dan mencari jalan untuk merubah persepsi mereka mengenai masalah tersebut (Feldman, 2005). Kemudian kedua adalah coping berdasarkan masalah yaitu memodifikasi sumber stres dengan cara merubah perilaku atau mengembangkan sebuah rencana untuk menghadapi stres (Feldman, 2005). Serta bentuk coping yang ketiga adalah religius, dimana menurut Rammohan, Rao & Subbakrishna (dalam Utami, 2012) melalui berdoa, ritual dan keyakinan agama dapat membantu seseorang dalam koping saat mengalami stres kehidupan. Hal ini terjadi karena melalui aktivitas tersebut akan muncul pengharapan dan kenyamanan.

Dalam coping emosi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya ialah self-control yaitu usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan

(2)

(Wahyuni, 2013). Mengatur perasaan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dapat melakukan olahraga. Sebuah berita online menyatakan bahwa emosi negatif seperti stres atau sedih bisa diredakan dengan olahraga. Beberapa jenis olahraga tertentu bisa melepaskan hormon serotonin yang membuat merasa senang dan positif. Bahkan Mental Health Foundation, organisasi kesehatan non-profit di Inggris telah menunjukkan bukti bahwa olahraga baik untuk pengobatan depresi. Aktivitas fisik juga bisa menambah kepercayaan diri dan membuat berpikir positif (Hestianingsih, 2013). Olah raga ini diasumsikan digunakan oleh subyek untuk mengatasi stres yang dialami, karena dalam kesehariannya polisi tidak akan terlepas dari aktivitas fisik. Hal ini lah yang dapat mencegah berkembangnya stres menjadi agresivitas.

Kemudian upaya mengatasi stres dapat dilakukan subjek dengan berfokus pada masalah. Berada dalam situasi stres karena sulit mendapatkan informasi yang diperlukan dari tersangka, maka subyek dapat mengatasinya stres yang dialami dengan mengubah perilakunya. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengubah pendekatan ke tersangka, jika tadinya mengancam dengan kekerasan maka diubah dengan pendekatan persuasif. Menggunakan kekerasan sebagai bagian dari prosedur penyelidikan dan penyelidikan, seperti yang tertuang dalam Undang nomor 8 tahun 1981 KUHP Pasal 5 ayat 1(a) dan pasal 7 ayat 1(a) yaitu penyelidikan adalah menerima laporan atau pengaduan seseorang tentang tindak pidana, mencari keterangan atau bukti menyuruh berhenti seseorang serta menanyakan tanda pengenal dan lain sebagainya. Sedangkan wewenang penyidik antara lain adalah melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan lain-lain. Sehingga hal ini merupakan hal yang wajar dan diasumsikan sering dilakukan oleh subjek, namun apa bila cara tersebut tidak efektif dan justru menimbulkan stres, maka akan diupayakan cara yang lain. Kondisi ini lah yang akhirnya membuat stres yang dialami subjek tidak berkembang ke arah agresivitas.

Coping religius diasumsikan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, karena norma keagamaan sangat kental di Indonesia. Ketika subjek mempersepsikan adanya tekanan, maka upaya yang dilakukan adalah berdoa, bersembahyang atau melakukan ritual keagamaan yang lain. Saat ini lah subjek akan merasakan ‘kedekatan’ dengan Tuhan, sehingga membuatnya menghindari perilaku yang secara sengaja menyakiti orang lain (agresivitas), seperti mencaci atau menghina orang lain atau perasaan marah yang ada didalam dirinya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

(3)

Juniarly dan Hardjan (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi koping religius dan kesejahteraan subjektif, semakin rendah stres. Dengan kata lain stres dapat diprediksi berdasarkan koping religius dan kesejahteraan subjektif (Juniarly dan Hardjan, 2012). Hal inilah yang membuat subjek dalam penelitian ini tidak melakukan perilaku agresi meskipun ia sedang mempersepsikan adanya stres.

Dalam penelitian ini mendapatkan hasil bahwa PSS memiliki korelasi negatif di dalam dua dimensi agresi yaitu Verbal Aggression (VA) dan Anger (A), yang berarti semakin tinggi persepsi stres, maka semakin rendah agresivitas dan juga semakin rendah persepsi stres, maka semakin tinggi agresivitas. Hal ini dapat terjadi karena ketika subjek mempersepsikan adanya stres, maka subjek akan fokus ke dalam diri sendiri dan melakukan upaya reflektif (koping emosi atau koping masalah), sehingga menghindari interaksi dengan orang lain. Strategi coping yang berfokus emosi biasanya dilakukan bila individu menilai tidak ada yang dapat dilakukan terhadap situasi yang dihadapinya atau bila individu menilai situasinya memiliki tingkat ancaman yang tinggi. Maka strategi ini dapat disebut sebagai reaksi difensif (Primaldhi, 2008). Menurut Lazarus & Folkman (1984) Strategi Coping berfokus masalah merupakan tindakan yang ditampilkan oleh individu yang bertujuan untuk menimbulkan perubahan baik secara fisik, mental maupun sosial terhadap hal yang menimbulkan stres tersebut. Individu melakukan coping jenis ini bila ia menilai bahwa situasinya mungkin dapat diubah atau situasi yang tingkat ancamannya sedang. Pada strategi coping jenis ini, individu mencoba memecahkan masalah yang sedang dihadapinya dengan melakukan perubahan trerhadap dirinya dan lingkungannya (dalam Primaldhi, 2008). Hal ini lah yang mungkin dapat menjadikan persepsi stres tinggi namun agresivitas rendah.

Sebaliknya ketika subjek tidak sedang mempersepsikan adanya stres, maka akan banyak melakukan interaksi dengan orang lain. Hal ini dapat mendorong tingginya kemungkinan untuk melakukan verbal aggression dan menunjukkan anger. Verbal aggression sendiri banyak dilakukan dalam interaksi sehari-hari dalam bentuk humor. Karena dibungkus dengan humor, unsur verbal aggression tanpa disadari bahwa hal tersebut sebenarnya bertujuan untuk menyakiti orang lain. Hal itu membuat sulitnya mengenali verbal aggression disebabkan oleh tidak adanya bukti fisik dan biasanya terjadi dalam ruang lingkup teman dekat (Sasnida, 2012). Dalam interaksi tersebut terdapat juga kemungkinan subjek tersinggung dengan orang lain dan menunjukkan

(4)

kemarahan (Anger) kepada orang lain akibat penyataan-pernyataan yang kurang menyenangkan.

Kemungkinan lain yang menyebabkan hubungan negatif yang signifikan antara persei stres dengan agresivitas ialah variabel lain yang lebih memiliki hubungan yang positif. Seperti hasil yang didapat oleh Nurmalia (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tipe kepribadian A memberikan hubungan yang positif sebesar 23,4% untuk agresivitas (Nurmalia, 2010).

Selain itu, pengambilan data dilakukan peneliti dalam suasana bulan Ramadhan. Hal ini dapat menyebabkan tingkat agresivitas anggota kepolisian reskrim rendah, karena seperti yang diketahui bulan ramadhan ialah bulan dimana umat muslim berpuasa dan menahan hawa nafsu termasuk melakukan perilaku agresi. Meskipun dalam data kontrol penulis tidak meminta subjek menyebutkan agama, namun penduduk di Indonesia mayoritas adalah umat muslim, sehingga diasumsikan subjek dalam penelitian ini juga banyak yang tergolong sebagai Muslim. Menurut hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Jika dihitung persentasenya jumlah 207.176.162 tersebut setara dengan 87,18% dari total penduduk Indonesia. Persentasesebesar itu juga merupakan rata-rata dari persentase penganut Islam di setiap propinsi(Suryanto, 2013).

Kemudian hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi stres yang dimiliki anggota kepolisian reskrim masuk kedalam golongan tinggi. Hal ini disebabkan karena proses pengambilan data dilakukan pada masa Pemilu Presiden 2014. Subjek-subjek sendiri memiliki tugas menjaga keamanan saat pemilu berlangsung, dimana hal ini meningkatkan intensitas kesibukan subjek. Tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan tersebut dapat menyebabkan subjek mempersepsikan adanya tekanan yang tinggi.

Dari hasil yang telah didapat dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara stress dengan dimensi Physical Aggression (PA) dan Hostility (H). Ketidakterkaitan antara stres dengan physical aggression dapat terjadi karena kekerasan fisik merupakan hal yang dibutuhkan subjek dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota kepolisian Reskrim. Sesuai dengan Protap Kapolri tentang Penanggulangan Anarki nomor 1 tahun 2009 nomor 2(f) yang menyebutkan menangani pelaku kejahatan anggota kepolisian memiliki prosedur yang sudah ditetapkan untuk bertindak apabila

(5)

pelaku kejahatan melakukan perlawanan fisik. Prosedur penanggulangannya seperti melumpuhkan dengan menggunakan tangan kosong lunak, tangan kosong keras, kendali tangan tumpul, senjata kimia contohnya gas air mata atau alat lain yangs sesuai standar Polri dan kendali dengan senjata api. Sebagai bagian dari tugas, meskipun subjek mempersepsikan ada atau tidaknya stres, maka kekerasan fisik tetap dapat terjadi.

Ketidakterkaitan antara stres dengan hostility dapat terjadi karena saat melakukan penyelidikan anggota kepolisian reskrim memang seharusnya memiliki rasa ketidakpercayaan agar tidak mendapatkan bukti-bukti yang diragukan kebenarannya. Rasa ketidakpercayaan itu masuk kedalam dimensi Hostility. Seperti Physical Aggression, sebagai dari bagian pekerjaan maka hostility akan tetap ada meskipun subjek memperspesikan ada atau tidaknya stres.

5.3 Saran

5.3.1 Saran Teoritis

Peneliti berasumsi bahwa konsep agresivitas pada anggota kepolisian berbeda dengan konsep agresivitas pada umumnya, perlu ada pertimbangan untuk penggunaan alat ukur yang sesuai untuk anggota kepolisian terutama anggota kepolisian reskrim, berdasarkan hasil diskusi yang teah dijelaskan sebelumnya. Kemudian dapat pula mengaitkan dengan lainnya seperti variabel tipe kepribadian yang memiliki hubungan positif dengan agresivitas, seperti hubungan persepsi stres dengan tipe kepribadian.

Untuk penelitian yang akan dilakukan dimasa yang akan datang, akan lebih baik jika mempertimbangkan waktu dalam pengambilan data agar tidak memberikan dapak secara siginifikan terhadap hasil penelitian. Serta untuk hasil yang maksimal sebaiknya melakukan wawancara untuk menggali hasil yang lebih dalam pada subjek penelitian yang menalami persepsi tinggi dan agresivitas rendah untuk memahami fenomena yang sebenarnya terjadi.

5.3.2 Saran Praktis

Saran praktis yang dapat peneliti berikan untuk anggota kepolisian ialah agar dapat lebih bisa mengontrol persepsi stres yang ada didiri masing-masing, agar dapat menjalani tugas dengan sebaik-baiknya. Cara mengontorol persepsi stres tersebut dapat

(6)

melakukan konseling dengan bagian psikologi yang ada dilingkungan kepolisian. Apabila didalam ruang lingkup kepolisian tidak ada program konseling, alangkah baiknya hal ini dapat menjadi perhatian para pimpinan yang menjabat untuk membuat program konseling agar para anggota kepolisian dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada pembaca dan peneliti sendiri serta dapat membantu lembaga keuangan syariah untuk

Pada dasarnya manusia hidup bermasyarakat pastinya akan terjadi konflik di dalam masyarakat itu sendiri, begitu juga dengan sesama para profesi joged. Bentuk dari konflik itu

Peningkatan skor domain psikomotorik pada kelompok perlakuan ini disebabkan karena pengetahuan yang didapat dari konseling farmasis berupa pengetahuan tentang

Nilai rata-rata kemampuan memotivasi siswa 3,875 menunjukkan babwa profesionalisme guru yang diwujudkan dalam kemampuan memotivasi siswa sangat baik.. Kemampuan kemampuan

Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah penelitian ini adalah berapakah intensitas rata- rata paparan medan magnet dan medan listrik pada pengguna

Penelitian yang dilakukan oleh Yenny, et al.: Menyatakan bahwa perencanaan arsitektur perusahaan menggunakan kerangka kerja TOGAF ADM dapat memberikan output dalam bentuk cetak

 Hasil Analisis Korelasi Hara C dengan K-tukar Tanah Descriptive Statistics Mean Std... Peta Administrasi Desa Banuaji