LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS
A.
A. Definisi
Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan
darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson,
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson,
2006).
2006). Stroke trombotik yaitu strok
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan k
e yang disebabkan karena adanya penyumbatan
arena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemik.
menyebabkan iskemik.
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem
arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan
arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna.
arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna.
B.
B. Etiologi
Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis.Beberapa keadaan
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis.Beberapa keadaan
1.
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
thrombus (embolus)
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
terjadi perdarahan.
2.
2. Hypercoagulasi pada p
Hypercoagulasi pada polysitemia
olysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
melambatkan aliran darah serebral.
3.
3. Arteritis( radang pada arteri )
Arteritis( radang pada arteri )
C.
C. Faktor Resiko
Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997, Goldstein
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997, Goldstein
2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1.
1. Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke
bertambah
bertambah dengan
dengan meningkatnya
meningkatnya tekanan
tekanan darah
darah dan
dan berkurang
berkurang bila
bila tekanan
tekanan
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
2.
2. Penyakit jantung
Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih
besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.
4.
Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun
fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan
mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami
stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein
dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar
kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif
antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang
dihisap per hari.
8.
Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa.
Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang
bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.
Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin
sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10. Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh
darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya,
akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.
11. Jenis kelamin (pria > wanita)
12. Ras (kulit hitam > kulit putih)
D. Patofisiologi
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya
glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada
endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat
kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam
granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1.
Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2.
Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
E. Manifestasi Klinis
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam
tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke
iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),
hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia,
peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan
penurunan kesadaran.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus
juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi te rakhir,
CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur.
Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan
yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat
pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa
parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum,
kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT)
dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang
dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia
dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan
mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang
semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah
perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan
hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke.
PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
G. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a.
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b.
Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c.
Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d.
Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
2.
Pengobatan Konservatif
a.
Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b.
Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c.
Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
d.
Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular.
3.
Pengobatan Pembedahan
a.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b.
Revaskularisasi
terutama
merupakan
tindakan
pembedahan
dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c.
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d.
Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.
H. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas,
dan terjatuh
3.
Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4.
Hidrosefalus
I.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membran alveolar-kapiler
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bernapas, sesak napas
DO :
a. Gangguan visual
b. Penurunan karbondioksida
c. Takikardi
d. Tidak dapat istirahat
e. Somnolen
f. Irritabilitas
g. Hipoksia
h. Bingung
i. Dispnea, perubahan warna kulit (pucat, sianosis)
j. Hipoksemia dan hiperkarbia
k. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan abnormal
l. Diaphoresis
m. pH darah arteri abnormal
n. Mengorok/ stridor
2.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK
Ditandai dengan:
DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO :
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gangguan atau kehilangan memori
c. Deficit sensorik
d. Perubahan tanda vital
e. Perubahan pola istirahat
f. Kandung kemih penuh
g. Gangguan berkemih
h. Demam
i. Batuk
j. Perubahan reflex
k. Perubahan kekuatan otot
l. Perubahan visual
m. Kejang
n. Pergerakan tidak terkontrol
3.
Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bergerak
DO :
b. Parastesia
c. Paralisis
d. Kerusakan koordinasi
e. Keterbatasan rentang gerak
f. Penurunan kekuatan otot
4.
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit berbicara
DO :
a. Disartria
b. Afasia
c. Kata-kata tidak dimengerti
d. Tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan
5.
Defisit perawatan diri b.d paralisis, hemiparesis, quadriplegia
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan badan lumpuh sebagian atau seluruhnya
DO :
a. Klien bedrest
b. Perubahan TTV
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Klien terlihat tidak rapi dan kotor
6.
Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan pada jaringan otak
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan jantung berdebar-debar
DO :
a. Perubahan irama jantung (aritmia, takikardia, bradikardia)
b. Perubahan preload (distensi vena jugularis, kelelahan, edema,
murmur, peningkatan dan penurunan tekanan vena pusat (CVP),
peningkatan dan penurunan tekanan pulmonal (PAPW), dan
perubahan berat badan.
c. Perubahan afterload (kulit dingin, sesak nafas atau apnea, oligouria,
pengisian kapiler lambat, penurunan nadi perifer, perubahan TD,
peningkatan dan penurunan resistensi pembuluh sistemik (SVR),
peningkatan dan penurunan PVR, dan perubahan warna kulit)
d. Perubahan kontraktilitas (crackles, batuk, orthopnea, CO>4 l/mnt,
CI< 2,5 l/menit, penurunan hantaran paksi S VI (VSWI), terdapat
suara S3 dan S4.
7.
Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke b.d kurangnya informasi
mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah
Ditandai dengan:
DS : klien, dan atau keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
DO :
a. Sulit mengikuti petunjuk
b. Tidak melakukan pemeriksaan secara akurat
c. Kurang mengenal masalah
d. Kurang dapat mengingat
e. Salah menginterpretasikan informasi
f. Keterbatasan pengetahuan
g. Tidak tertarik belajar
h. Tidak familiar terhadap sumber-sumber informasi
8.
Resiko cedera b.d paralisis
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan kelumpuhan anggota gerak
DO :
a. Hemiplegia
b. Klien melakukan aktivitas dengan bantuan atau menggunakan alat
bantu
c. Berjalan lamban
9.
Resiko aspirasi b.d kehilangan kemampuan untuk menelan
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Batuk saat menelan
b. Dispnea
c. Bingung
d. Penurunan PaCO
210. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuann
menelan sekunder dari paralisis.
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi
b. Terjadi penurunan BB 20% atau lebih dari berat badan ideal
c. Konjungtiva anemis
d. Hb abnormal
e. Sulit membuka mulut
f. Sulit menelan
g. Lidah sulit digerakkan
11. Gangguan proses pikir b.d gangguan aliran darah serebral, gangguan sensasi,
dan kegagalan interpretasi terhadap rangsangan lingkungan.
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan mengalami gangguan konsentrasi
DO :
a. Penurunan kesadaran (GCS menurun)
b. Penurunan agitasi
c. Kurang kooperatif
d. Gangguan memori
e. Gangguan bahasa
f. Labil
g. Gangguan persepsi
h. Perubahan gambaran diri
i. Perubahan sensasi
j. Perubahan pandangan
k. Perubahan mobilitas
14 J. Intervensi Keperawatan No Dx Tgl/ jam Tujuan
Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi dengan
kriteria:
1 Klien akan merasa nyaman
2 Klien mengatakan sesak berkurang dan dapat membandingkan dengan keadaan sesak pada saat serangan pada waktu yang berbeda
3 TD dalam batas normal 18-44 tahun: 140/90 mmHg 45-64 tahun: 150/95 mmHg ≥65 tahun : 160/95 mmHg Nadi dalam batas normal
Remaja: 50-110x/menit
1.1 Istirahatkan klien dalam posisi semifowler
1.1 Pertahankan oksigenasi NRM 8-10 lpm
3.1 Observasi TTV tiap jam untuk melindungi respon klien
Posisi semilowler membantu dalam ekspansi otot-otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi
Oksigen sangat penting untuk reaksi yang memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen pada jaringan akan menyebabkan lintasan metabolism yang normal dengan akibat terbntuknya asam laktat (asidosis metabolic) ini akan bersama dengan asidosis respirtorik akan menghentikan metabolisme. Regenerasi ATP akan berhenti sehingga tidak ada lagi sumber energy yang terisi dan terjadi kematian.
Normalnya tekanan darah akan sama pada berbagai posisi. Nadi menandakan tekanan dinding arteri. Nadi > 50x/menit menunjukkan penurunan elastisitas arteri, yang akan menyebabkan berkurangnya aliran darah arteri dan transport oksigen. Tekanan nadi <30x/menit menandakan
Dewasa: 70-82x/menit
4 AGD dalam batas normal pH: 7,35-7,45 CO2: 20-26mEq (bayi), 26-28 mEq (dewasa) PO2(PaO2) 80-110 mmHg PCO2(PaCO2) 35-45 mmHg Sa O2: 95-97%
4.1 Kolaborasi pemeriksaan AGD
insufisiensi sirkulasi volume darah, yang mengakibatkan kekurangan oksigen ringan. Suhu aksila normalnya 36,70C
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan tubuh kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan suhu tubuh yang buruk
Sesak nafas merupakan suatu bukti bahwa tubuh melakukan mekanisme kompensasi guna mencoba membawa oksigen lebih banyak ke jaringan. Sesak napas pada penyakit paru dan jantung mengkhawatirkan karena dapat timbul hipoksia
2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien tidak menunjukkan peningkaatan TIK, dengan kriteria:
1. Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
1.1 Ubah posisi klien secara bertahap Klien dengan paraplegia berisiko mengalami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam dan melindungi respon klien dapat mencegah teterjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen yang dibawa oleg darah
15
Dewasa: 70-82x/menit
4 AGD dalam batas normal pH: 7,35-7,45 CO2: 20-26mEq (bayi), 26-28 mEq (dewasa) PO2(PaO2) 80-110 mmHg PCO2(PaCO2) 35-45 mmHg Sa O2: 95-97%
4.1 Kolaborasi pemeriksaan AGD
insufisiensi sirkulasi volume darah, yang mengakibatkan kekurangan oksigen ringan. Suhu aksila normalnya 36,70C
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan tubuh kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan suhu tubuh yang buruk
Sesak nafas merupakan suatu bukti bahwa tubuh melakukan mekanisme kompensasi guna mencoba membawa oksigen lebih banyak ke jaringan. Sesak napas pada penyakit paru dan jantung mengkhawatirkan karena dapat timbul hipoksia
2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien tidak menunjukkan peningkaatan TIK, dengan kriteria:
1. Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman
1.1 Ubah posisi klien secara bertahap Klien dengan paraplegia berisiko mengalami luka tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam dan melindungi respon klien dapat mencegah teterjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi dan oksigen yang dibawa oleg darah
2. Mencegah cedera 4.1 Atur posisi klien bedrest
4.2 Jaga susasana tenang
4.3 Kurangi cahaya ruangan
4.4 Tinggikan kepala
4.5 Hindarkan rangsangan oral 4.6 Angkat kepala dengan hati-hati
4.7 Awasi kecepatan tetesan cairan infus
Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik, beban kerja jantung, mengatasi keadaan high output yang disebabkan oleh tiroksin, anemia, beri-beri, dll, mengatasi keadaan yang dapat menyebabkan demam, takikardi, memperbaiki shunt arterioventrikular, fistula AV, paten duktus arterioles, dan yang merupakan beban kerja jantung. Suasana terang akan memberikan rasa nyaman pada klien dan mencegah ketegangan
Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap TIK
Membantu drainase vena untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler
Rangsangan oral resiko terjadi peningkatan TIK Tindakan yang beresiko terhadap peningkatan TIK Mencegah resiko ketidakseimbangan cairan
Mencegah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan mempercepat proses
16
2. Mencegah cedera 4.1 Atur posisi klien bedrest
4.2 Jaga susasana tenang
4.3 Kurangi cahaya ruangan
4.4 Tinggikan kepala
4.5 Hindarkan rangsangan oral 4.6 Angkat kepala dengan hati-hati
4.7 Awasi kecepatan tetesan cairan infus 4.8 Berikan makanan menggunakan
Bedrest bertujuan mengurangi kerja fisik, beban kerja jantung, mengatasi keadaan high output yang disebabkan oleh tiroksin, anemia, beri-beri, dll, mengatasi keadaan yang dapat menyebabkan demam, takikardi, memperbaiki shunt arterioventrikular, fistula AV, paten duktus arterioles, dan yang merupakan beban kerja jantung. Suasana terang akan memberikan rasa nyaman pada klien dan mencegah ketegangan
Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang beresiko terhadap TIK
Membantu drainase vena untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler
Rangsangan oral resiko terjadi peningkatan TIK Tindakan yang beresiko terhadap peningkatan TIK Mencegah resiko ketidakseimbangan cairan
Mencegah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan mempercepat proses penyembuhan
sonde sesuai jadwal
4.9 Pasang pagar tempat tidur
4.10Hindari prosedur non-esensial yang berulang
4.11Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara
* kaji respon membuka mata 4= spontan
3= dengan perintah 2= dengan nyeri 1= tidak berespon * kaji respon verbal 5= bicara normal
4= kalimat tidak mengandung arti 3= hanya kata-kata saja
2= hanya bersuara saja 1= tidak ada suara * kaji respon motorik
Mencegah resiko cedera cedera jatuh dari tempat tidur akibat tidak sadar
Meminimalkan peningkatan TIK
Fungsi kortikal dapat dikaji dengan mengevaluasi pembukaan mata dan respon motorik. Tidak ada
17
sonde sesuai jadwal
4.9 Pasang pagar tempat tidur
4.10Hindari prosedur non-esensial yang berulang
4.11Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara
* kaji respon membuka mata 4= spontan
3= dengan perintah 2= dengan nyeri 1= tidak berespon * kaji respon verbal 5= bicara normal
4= kalimat tidak mengandung arti 3= hanya kata-kata saja
2= hanya bersuara saja 1= tidak ada suara * kaji respon motorik
6= dapat melakukan semua perintah
Mencegah resiko cedera cedera jatuh dari tempat tidur akibat tidak sadar
Meminimalkan peningkatan TIK
Fungsi kortikal dapat dikaji dengan mengevaluasi pembukaan mata dan respon motorik. Tidak ada
respon menunjukkan kerusakan mesenfalon.
3. Pupil membaik 4. TTV normal, GCS normal 5= melokalisasi nyeri 4= menghindari nyeri 3= fleksi 2= ekstensi 1= tidak berespon
3.1 Kaji respon pupil: pergerakan mata konjugasi diatur oleh saraf bagian korteks dan batang otak
3.2 Periksa pipil dengan penlight
4.1 Kaji perubahan TTV
Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada saraf okulomotorius atau optikus
Saraf cranial VI atau saraf berhubungan dengan abdusen, mengatur dan berhubungan dengan abduksi mata. Saraf cranial V atau saraf trigeminus juga mengatur pergerakan mata
Perubahan tanda vital menandakan peningkatan TIK. Perubahan nadi dapat menunjukkan tekanan batang otak, pada awalnya melambat kemudian meningkat untuk mengkompensasi hipoksia. Pola pernapasan beragam melindungi gangguan pada berbagai lokasi. Pernapasan chyne-stoke (meningkat bertahap, peningkatan periode apnea) menunjukkan kerusakan kedua henisfer serebri, mesenfalon, dan pons atas. Pernapasan ataksia (tidak teratur dengan pernapasan dalam dan dangkal) menandakan disfungsi pada medular. Ketidakteraturan pernapasan: frekuensi melambat, dengan pemanjangan periode apnea meningkatnya TD, dan pelebaran tekanan nadi merupakan tanda
18 3. Pupil membaik 4. TTV normal, GCS normal 5= melokalisasi nyeri 4= menghindari nyeri 3= fleksi 2= ekstensi 1= tidak berespon
3.1 Kaji respon pupil: pergerakan mata konjugasi diatur oleh saraf bagian korteks dan batang otak
3.2 Periksa pipil dengan penlight
4.1 Kaji perubahan TTV
Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada saraf okulomotorius atau optikus
Saraf cranial VI atau saraf berhubungan dengan abdusen, mengatur dan berhubungan dengan abduksi mata. Saraf cranial V atau saraf trigeminus juga mengatur pergerakan mata
Perubahan tanda vital menandakan peningkatan TIK. Perubahan nadi dapat menunjukkan tekanan batang otak, pada awalnya melambat kemudian meningkat untuk mengkompensasi hipoksia. Pola pernapasan beragam melindungi gangguan pada berbagai lokasi. Pernapasan chyne-stoke (meningkat bertahap, peningkatan periode apnea) menunjukkan kerusakan kedua henisfer serebri, mesenfalon, dan pons atas. Pernapasan ataksia (tidak teratur dengan pernapasan dalam dan dangkal) menandakan disfungsi pada medular. Ketidakteraturan pernapasan: frekuensi melambat, dengan pemanjangan periode apnea meningkatnya TD, dan pelebaran tekanan nadi merupakan tanda awal yang menunjukkan hipoksia.
4.2 Catat muntah, sakit kepala (konstan, letargi), gelisah, pernapasan yang kuat, gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsi
Muntah akibat dari tekanan pada medulla. Perubahan yang jelas (contoh letargi, gelisah, pernapasan yang kuat, gerakan yang tak bertujuan dan perubahan fungsi mental). Kompensasi pergerakan saraf, peningkatan TIK, dan nyeri. Perubahan ini merupakan indikasi awal perubahan TIK merangsang pusat muntah di otak dan mengejan, yang dapat menyebabkan maneuver valsava.
3 Klien akan memiliki mobilitas fisik yang maksimal dengan kriteria:
1. Tidak ada kontraktur otot 2. Tidak ada ankilosis pada
sendi
3. Tidak terjadi atropi 4. Mampu menggunakan
alat bantu secara efektif
1.1 Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respon terhadap rangsang
2.1 Ubah posisi klien tiap 2 jam
Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan
Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah melaluui oksigen. Jangan gunakan bantal di bawah lutut pada saat pasien terlentang karena resiko terjadinya hiperekstensi pada lutut. Tetapi letakkan gulungan handuk dalam jangka waktu singkat.
19
4.2 Catat muntah, sakit kepala (konstan, letargi), gelisah, pernapasan yang kuat, gerakan yang tidak bertujuan, dan perubahan fungsi
Muntah akibat dari tekanan pada medulla. Perubahan yang jelas (contoh letargi, gelisah, pernapasan yang kuat, gerakan yang tak bertujuan dan perubahan fungsi mental). Kompensasi pergerakan saraf, peningkatan TIK, dan nyeri. Perubahan ini merupakan indikasi awal perubahan TIK merangsang pusat muntah di otak dan mengejan, yang dapat menyebabkan maneuver valsava.
3 Klien akan memiliki mobilitas fisik yang maksimal dengan kriteria:
1. Tidak ada kontraktur otot 2. Tidak ada ankilosis pada
sendi
3. Tidak terjadi atropi 4. Mampu menggunakan
alat bantu secara efektif
1.1 Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respon terhadap rangsang
2.1 Ubah posisi klien tiap 2 jam
Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan
Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah melaluui oksigen. Jangan gunakan bantal di bawah lutut pada saat pasien terlentang karena resiko terjadinya hiperekstensi pada lutut. Tetapi letakkan gulungan handuk dalam jangka waktu singkat. Mencegah deformitas dan komplikasi seperti
3.1 Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien di lantai saat duduk di kursi atau papan penyangga saat tidur di tempat tidur 3.2 Topang kaki saat mengubah posisi
dengan meletakkan bantal di satu sisi saat membalikkan klien
3.3 Pada saat klien di tempat tidur letakkan bantal di ketiak di antara lengan atas dan dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 600
3.4 Jaga lengan dengan posisi sedikit fleksi. Letakkan telapak tangan di atas bantal lainnya seperti posisi patung liberti dengan siku di atas bahu dan pergelangan tangan di atas
siku
3.5 Letakkan tangan dalam posisi
footdrop
Dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi Posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan mencegah edema dan akibat fibrosis
Mencegah kontraktur fleksi
Membantu klien hemiplegia latihan di tmpat tidur berarti memberikan harapan dan mempersiapkan aktivitas di kemudian hari akan perasaan optimis sembuh.
Klien hemiplegia dapat belajar menggunakan kakinya yang mengalami kelumpuhan.
20
3.1 Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien di lantai saat duduk di kursi atau papan penyangga saat tidur di tempat tidur 3.2 Topang kaki saat mengubah posisi
dengan meletakkan bantal di satu sisi saat membalikkan klien
3.3 Pada saat klien di tempat tidur letakkan bantal di ketiak di antara lengan atas dan dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 600
3.4 Jaga lengan dengan posisi sedikit fleksi. Letakkan telapak tangan di atas bantal lainnya seperti posisi patung liberti dengan siku di atas bahu dan pergelangan tangan di atas
siku
3.5 Letakkan tangan dalam posisi berfungsi dengan jari-jari sedikit
footdrop
Dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi Posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan mencegah edema dan akibat fibrosis
Mencegah kontraktur fleksi
Membantu klien hemiplegia latihan di tmpat tidur berarti memberikan harapan dan mempersiapkan aktivitas di kemudian hari akan perasaan optimis sembuh.
Klien hemiplegia dapat belajar menggunakan kakinya yang mengalami kelumpuhan.
Lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan
fleksi dan ibu jari dalam posisi berhubungan dengan abduksi. Gunakan pegangan berbentuk roll. Lakukan latihan pasif, jika jari-jari pergelangan tangan spastic, gunakan
splint.
3.6 Lakukan latihan di tempat tidur. Lakukan latihan kaki sebanyak 5x kemudian ditingkatkan secara perlahan sebanyak 20x setiap latihan 3.7 Lakukan latihan pergerakan sendi
(ROM) 4x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi
3.8 Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur
4.1 Gunakan kursi roda pada klien hemiplegia
pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi atau subluksasi
Klien hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan
Klien hemiplegia perlu latihan untuk belajar berpindah tempat dengan cara aman dari kursi,
21
fleksi dan ibu jari dalam posisi berhubungan dengan abduksi. Gunakan pegangan berbentuk roll. Lakukan latihan pasif, jika jari-jari pergelangan tangan spastic, gunakan
splint.
3.6 Lakukan latihan di tempat tidur. Lakukan latihan kaki sebanyak 5x kemudian ditingkatkan secara perlahan sebanyak 20x setiap latihan 3.7 Lakukan latihan pergerakan sendi
(ROM) 4x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi
3.8 Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur
4.1 Gunakan kursi roda pada klien hemiplegia
pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi atau subluksasi
Klien hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan
Klien hemiplegia perlu latihan untuk belajar berpindah tempat dengan cara aman dari kursi,
toilet, dan kursi roda
4 Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, pemenuhan kebersihan mandi, gigi, dan mulut, berpakaian, menyisir rambut terpanuhi dengan kriteria:
1. Klien tampak bersih dan rapi
2. Napas tidak berbau
3. Kebutuhan terpenuhi
1.1 Bantu klien mandi
2.1 Lakukan oral higyene
3.1 Bantu klien berpakaian 3.2 Bantu klien menyisir rambur
3.3 Bantu klien mengganti alas tempat tidur
3.4 Ganti alas tempat tidur
Memandikan klien merupakan alah satu cara memperkecil infeksi nosokomial, dengan memandikan klien perawat akan menemukan kelainan pada kulit seperti memar, tanda lahir, kulit pucat, dekubitus, dll.
Membersihkan mulut dan gigi, perawat dapat mengetahui adanya kelainan seperti karies, gigi palsu, gusi berdarah, napas bau aseton sebagai cirri
khas DM serta adanya tumor Merupakan bentuk fisioterapi
Mengurangi resiko terjadinya ruam, infeksi pada klien
22
4 Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, pemenuhan kebersihan mandi, gigi, dan mulut, berpakaian, menyisir rambut terpanuhi dengan kriteria:
1. Klien tampak bersih dan rapi
2. Napas tidak berbau
3. Kebutuhan terpenuhi
1.1 Bantu klien mandi
2.1 Lakukan oral higyene
3.1 Bantu klien berpakaian 3.2 Bantu klien menyisir rambur
3.3 Bantu klien mengganti alas tempat tidur
3.4 Ganti alas tempat tidur
Memandikan klien merupakan alah satu cara memperkecil infeksi nosokomial, dengan memandikan klien perawat akan menemukan kelainan pada kulit seperti memar, tanda lahir, kulit pucat, dekubitus, dll.
Membersihkan mulut dan gigi, perawat dapat mengetahui adanya kelainan seperti karies, gigi palsu, gusi berdarah, napas bau aseton sebagai cirri
khas DM serta adanya tumor Merupakan bentuk fisioterapi
Mengurangi resiko terjadinya ruam, infeksi pada klien
Alas tempat tidur tempat berkembangnya kuman
5 Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien dapat berkomunikasi secara efektif
dengan kriteria:
1. Klien memahami dan membutuhkan komunikasi
2. Klien menunjukkan memahami komunikasi dengan orang lain
1.1 Lakukan terapi berbicara
2.1 Kolaborasi dengan ahli terapi berbicara
2.2 Gunakan petunjuk terapi berbicara (jika klien tidak memahami bahasa lisan, ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti). Klien akan mendengar, bicara pelan, dan jelas. Gunakan komunikasi
nonverbal
Jika klien tidak dapat mengenal
objek dengan menyebut namanya, berikan latihan menerima
imaginasi kita
Contoh: tunjukkan objek dan
Komunikasi membantu meningkatkan proses penyampaian dan penerimaan bahasa. Beberapa klien afasia perlu terapi bicara sehingga perlu dilakukan sedini mungkin komunikasi akan efektif. Klien yang memahami bahasa akan merespon bahasa atau pesan dari komunkasi
23
5 Setelah dilakukan intervensi keperawatan klien dapat berkomunikasi secara efektif
dengan kriteria:
1. Klien memahami dan membutuhkan komunikasi
2. Klien menunjukkan memahami komunikasi dengan orang lain
1.1 Lakukan terapi berbicara
2.1 Kolaborasi dengan ahli terapi berbicara
2.2 Gunakan petunjuk terapi berbicara (jika klien tidak memahami bahasa lisan, ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti). Klien akan mendengar, bicara pelan, dan jelas. Gunakan komunikasi
nonverbal
Jika klien tidak dapat mengenal
objek dengan menyebut namanya, berikan latihan menerima
imaginasi kita
Contoh: tunjukkan objek dan sebutkan namanya
Komunikasi membantu meningkatkan proses penyampaian dan penerimaan bahasa. Beberapa klien afasia perlu terapi bicara sehingga perlu dilakukan sedini mungkin komunikasi akan efektif. Klien yang memahami bahasa akan merespon bahasa atau pesan dari komunkasi
Jika klien sulit mengerti ekspresi
verbal, ulangi kata-kata mulai dari yang sederhana
Gunakan bahasa dengan lambat
dan berikan waktu untuk merespon
Dengarkan dan amati secara
seksama saat berkomunikasi dengan klien afasia
Antisipasi kebutuhan klien afasia,
untuk memahami perasaan tak mampu berkomunikasi
Perpendek jarak komunikasi
dengan posisi langsung berhadapan dan pembicaraan langsung mengarah ke topik, beritahu klien jika hendak
mengganti topik 6 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan nutrisi terpenuhi dengan kriteria:
1. Klien mampu menyampaikan keinginan untuk makan
2. Klien menghabiskan porsi
1.1 Kaji kebiasaan makan klien
2.1 Catat jumlah makanan yang dimakan
Kebiasaan makan klien akan mempengaruhi keadaan nutrisinya
24
Jika klien sulit mengerti ekspresi
verbal, ulangi kata-kata mulai dari yang sederhana
Gunakan bahasa dengan lambat
dan berikan waktu untuk merespon
Dengarkan dan amati secara
seksama saat berkomunikasi dengan klien afasia
Antisipasi kebutuhan klien afasia,
untuk memahami perasaan tak mampu berkomunikasi
Perpendek jarak komunikasi
dengan posisi langsung berhadapan dan pembicaraan langsung mengarah ke topik, beritahu klien jika hendak
mengganti topik 6 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan nutrisi terpenuhi dengan kriteria:
1. Klien mampu menyampaikan keinginan untuk makan
2. Klien menghabiskan porsi yang disediakan
1.1 Kaji kebiasaan makan klien
2.1 Catat jumlah makanan yang dimakan
Kebiasaan makan klien akan mempengaruhi keadaan nutrisinya
Makanan yang telah disediakan telah disesuaikan dengan kebutuhan klien
3. Berat badan dalam batas
normal 3.1 Kolaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk pemenuhan kalori. Diet melindungi klien dari penyebab stroke, DM, dan penyakit lainnya
Pemberian makanan pada klien disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi dan diagnosis penyakit serta usia, jenis kelamin, BB, TB, aktivitas, susu tubuh,
metabolism. 7 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1x24 jam klien tidak menunjukkan tanda-tanda aspirasi dengan kriteria: 1. Tidak tersedak ketika
makan, tidak batuk ketika makan, tidak demam, tidak ada ronkhi
2. Tidak ada perubahan warna kulit
1.1 Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, ronkhi, binngung, penurunan PaO2 pada AGD,
memberikan makan dengan oral atau NGT dengan senter untuk mengecek
sumbatan
2.1 Kaji perubahan warna kulit seperti pucat atau sianosis
Klien dengan hemiplegia mengalami kelemahan meneln sehingga resiko aspirasi
Jika terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan bernapas sehingga terjadi gangguan pertukaran gas yang ditandai dengan sesak napas, sianosis, dan pucat.
25
3. Berat badan dalam batas
normal 3.1 Kolaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk pemenuhan kalori. Diet melindungi klien dari penyebab stroke, DM, dan penyakit lainnya
Pemberian makanan pada klien disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi dan diagnosis penyakit serta usia, jenis kelamin, BB, TB, aktivitas, susu tubuh,
metabolism. 7 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1x24 jam klien tidak menunjukkan tanda-tanda aspirasi dengan kriteria: 1. Tidak tersedak ketika
makan, tidak batuk ketika makan, tidak demam, tidak ada ronkhi
2. Tidak ada perubahan warna kulit
1.1 Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, ronkhi, binngung, penurunan PaO2 pada AGD,
memberikan makan dengan oral atau NGT dengan senter untuk mengecek
sumbatan
2.1 Kaji perubahan warna kulit seperti pucat atau sianosis
Klien dengan hemiplegia mengalami kelemahan meneln sehingga resiko aspirasi
Jika terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan bernapas sehingga terjadi gangguan pertukaran gas yang ditandai dengan sesak napas, sianosis, dan pucat.