LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
MANAJEME
MANAJEMEN PERI
N PERIOPERA
OPERATIF
TIF P
PADA
ADA P
PASIEN
ASIEN
STRUMA UNINODOSA BILATERAL, DEVIASI
STRUMA UNINODOSA BILATERAL, DEVIASI
TRAKEA KE KANAN,
TRAKEA KE KANAN, KEMUNGKINAN SULIT
KEMUNGKINAN SULIT
INTUBASI
INTUBASI
Disusun Oleh: Disusun Oleh: K
Kararinina Sa Suurriiaal R!l R!""## $%$%&%&%''%$%$%$%$$$$$$%$%$$$$
Pe()i()in*: Pe()i()in*: Dr
Dr+ r+ r+ A+ + A+ An-. An-. As(!r!, As(!r!, S/+AnS/+An
LABORATORIUM 0 SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF LABORATORIUM 0 SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRA1IJA2A FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRA1IJA2A
RUMA3 SAKIT UMUM DR+ SAIFUL
RUMA3 SAKIT UMUM DR+ SAIFUL AN1AN1ARAR MALANG
MALANG 4%$5 4%$5
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Management jalan napas adalah tugas terpenting dari anestesiologi
Management jalan napas adalah tugas terpenting dari anestesiologi
maupun dokter umum yang bekerja di IGD
maupun dokter umum yang bekerja di IGD. Meskipun banyak disiplin. Meskipun banyak disiplin
kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah
kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah
kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas
kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas
rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol
rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol
pernapasan.
pernapasan. Data morbiditas dData morbiditas dan mortilitas yang tean mortilitas yang telah dipublikasikanlah dipublikasikan
menunjukkan di mana kesulitan dalam
menunjukkan di mana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahanmenangani jalan napas dan kesalahan
dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi
dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi
pasien tersebut.
pasien tersebut. (5)(5)
Seara epidemiologi dari !5" intubasi sulit dihasilkan dari data
Seara epidemiologi dari !5" intubasi sulit dihasilkan dari data yangyang
dikumpulkan seara retrospekti# dari $,%$&
dikumpulkan seara retrospekti# dari $,%$& atatan kasus anestesi pasienatatan kasus anestesi pasien
dewasa (&.!"& laki'laki, &.!5
dewasa (&.!"& laki'laki, &.!5 perempuan) yang menjalani anestesi umumperempuan) yang menjalani anestesi umum
untuk operasi rutin.
untuk operasi rutin. enilaian preoperati# napas setiap pasien dilakukan denganenilaian preoperati# napas setiap pasien dilakukan dengan
menggunakan pedoman standar. anjang mandibula, berat badan
menggunakan pedoman standar. anjang mandibula, berat badan dandan
mobilitas rahang, kepala dan
mobilitas rahang, kepala dan leher die*aluasi dengan pengukuran sederhana.leher die*aluasi dengan pengukuran sederhana.
+ehadiran menonjol rahang atau gigi atas, tumor atau
+ehadiran menonjol rahang atau gigi atas, tumor atau kista lidah, mulut panjangkista lidah, mulut panjang
dan sempit, otot leher pendek dan penyimpangan laring atau trakea didasarkan
dan sempit, otot leher pendek dan penyimpangan laring atau trakea didasarkan
pada pemeriksaan klinis dan atau radiologis.
pada pemeriksaan klinis dan atau radiologis.(-)(-)
Insiden intubasi sulit di GD tidak
Insiden intubasi sulit di GD tidak dapat diekstrapolasi dari literaturdapat diekstrapolasi dari literatur anestesiologi. /
anestesiologi. /ampampaknya masuk akal aknya masuk akal untuk mengharapkan bahwa sulit untuk mengharapkan bahwa sulit saluransaluran udara akan lebih sering di GD
udara akan lebih sering di GD daripada di ruang operasi, mengingatdaripada di ruang operasi, mengingat
kebutuhan mendesak untuk prosedur dan kurangnya persiapan pasien. +etika kebutuhan mendesak untuk prosedur dan kurangnya persiapan pasien. +etika menilai seorang pasien membutuhkan dukungan saluran napas, dokter
menilai seorang pasien membutuhkan dukungan saluran napas, dokter spesialis emergensi pertama'tama harus berusaha untuk m
spesialis emergensi pertama'tama harus berusaha untuk m engidenti#ikasiengidenti#ikasi petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kesulitan jalan
petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kesulitan jalan na#as.na#as. (5)(5)
0aktor risiko y
0aktor risiko yang telah berkorelasang telah berkorelasi dengan ukurai dengan ukuran relati# lidah ternyatan relati# lidah ternyata
memiliki probabilitas rendah dan tingkat kesulitan intubasi. 0aktor risiko yang
memiliki probabilitas rendah dan tingkat kesulitan intubasi. 0aktor risiko yang
paling penting adalah gerakan rahang.
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Management jalan napas adalah tugas terpenting dari anestesiologi
Management jalan napas adalah tugas terpenting dari anestesiologi
maupun dokter umum yang bekerja di IGD
maupun dokter umum yang bekerja di IGD. Meskipun banyak disiplin. Meskipun banyak disiplin
kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah
kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah
kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas
kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas
rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol
rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol
pernapasan.
pernapasan. Data morbiditas dData morbiditas dan mortilitas yang tean mortilitas yang telah dipublikasikanlah dipublikasikan
menunjukkan di mana kesulitan dalam
menunjukkan di mana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahanmenangani jalan napas dan kesalahan
dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi
dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi
pasien tersebut.
pasien tersebut. (5)(5)
Seara epidemiologi dari !5" intubasi sulit dihasilkan dari data
Seara epidemiologi dari !5" intubasi sulit dihasilkan dari data yangyang
dikumpulkan seara retrospekti# dari $,%$&
dikumpulkan seara retrospekti# dari $,%$& atatan kasus anestesi pasienatatan kasus anestesi pasien
dewasa (&.!"& laki'laki, &.!5
dewasa (&.!"& laki'laki, &.!5 perempuan) yang menjalani anestesi umumperempuan) yang menjalani anestesi umum
untuk operasi rutin.
untuk operasi rutin. enilaian preoperati# napas setiap pasien dilakukan denganenilaian preoperati# napas setiap pasien dilakukan dengan
menggunakan pedoman standar. anjang mandibula, berat badan
menggunakan pedoman standar. anjang mandibula, berat badan dandan
mobilitas rahang, kepala dan
mobilitas rahang, kepala dan leher die*aluasi dengan pengukuran sederhana.leher die*aluasi dengan pengukuran sederhana.
+ehadiran menonjol rahang atau gigi atas, tumor atau
+ehadiran menonjol rahang atau gigi atas, tumor atau kista lidah, mulut panjangkista lidah, mulut panjang
dan sempit, otot leher pendek dan penyimpangan laring atau trakea didasarkan
dan sempit, otot leher pendek dan penyimpangan laring atau trakea didasarkan
pada pemeriksaan klinis dan atau radiologis.
pada pemeriksaan klinis dan atau radiologis.(-)(-)
Insiden intubasi sulit di GD tidak
Insiden intubasi sulit di GD tidak dapat diekstrapolasi dari literaturdapat diekstrapolasi dari literatur anestesiologi. /
anestesiologi. /ampampaknya masuk akal aknya masuk akal untuk mengharapkan bahwa sulit untuk mengharapkan bahwa sulit saluransaluran udara akan lebih sering di GD
udara akan lebih sering di GD daripada di ruang operasi, mengingatdaripada di ruang operasi, mengingat
kebutuhan mendesak untuk prosedur dan kurangnya persiapan pasien. +etika kebutuhan mendesak untuk prosedur dan kurangnya persiapan pasien. +etika menilai seorang pasien membutuhkan dukungan saluran napas, dokter
menilai seorang pasien membutuhkan dukungan saluran napas, dokter spesialis emergensi pertama'tama harus berusaha untuk m
spesialis emergensi pertama'tama harus berusaha untuk m engidenti#ikasiengidenti#ikasi petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kesulitan jalan
petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kesulitan jalan na#as.na#as. (5)(5)
0aktor risiko y
0aktor risiko yang telah berkorelasang telah berkorelasi dengan ukurai dengan ukuran relati# lidah ternyatan relati# lidah ternyata
memiliki probabilitas rendah dan tingkat kesulitan intubasi. 0aktor risiko yang
memiliki probabilitas rendah dan tingkat kesulitan intubasi. 0aktor risiko yang
paling penting adalah gerakan rahang.
merupakan 20S berkontribusi sesekali untuk jalan na#as sulit dengan 3ilai
merupakan 20S berkontribusi sesekali untuk jalan na#as sulit dengan 3ilai
predikti# positi# adalah masing'masing -4,5 dan $,". +ombinasi #aktor
predikti# positi# adalah masing'masing -4,5 dan $,". +ombinasi #aktor
risiko memiliki dampak kumulati# berkontribusi terhadap tingkat kesulitan yang
risiko memiliki dampak kumulati# berkontribusi terhadap tingkat kesulitan yang
tinggi.
BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi 2.1 Anatomi
Seara makro anatomi, sistem respirasi dapat dibedakan menjadi & (dua)
Seara makro anatomi, sistem respirasi dapat dibedakan menjadi & (dua)
bagian yaitu6 pars konduktoria (saluran respirasi) dan pars respiratorius
bagian yaitu6 pars konduktoria (saluran respirasi) dan pars respiratorius
(al*eolus). ars kondukto
(al*eolus). ars konduktoria tersusun atas6 hidung 7 ria tersusun atas6 hidung 7 rongga rongga hidung 7hidung 7
pharyn8 7 laryn8 7trahea 7
pharyn8 7 laryn8 7trahea 7 bronhus 7 bronhiolus. ars konduktoriabronhus 7 bronhiolus. ars konduktoria
ber#ungsi sebagai saluran udara respirasi dari atmos#er ke dalam al*eoli.
ber#ungsi sebagai saluran udara respirasi dari atmos#er ke dalam al*eoli. 9pitel9pitel
respirasi tersusun atas epitel kolumner (toraks) bertingkat bersilia, dan
respirasi tersusun atas epitel kolumner (toraks) bertingkat bersilia, dan
diantaranya banyak terdapat sel goblet.
diantaranya banyak terdapat sel goblet. (4)(4)
2
2..11..11 HHiidduunngg
2ongga hidung atau ka*um nasi
2ongga hidung atau ka*um nasi berbentuk terowongan dari depan keberbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
ka*um nasi kanan dan kiri. /iap ka*um nasi mempunyai $ buah dinding yaitu
ka*um nasi kanan dan kiri. /iap ka*um nasi mempunyai $ buah dinding yaitu
dinding medial, lateral, in#erior dan superior.
dinding medial, lateral, in#erior dan superior.
1agian dari ka*um nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat
1agian dari ka*um nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakangdibelakang
nares anterior, disebut sebagai *estibulum. Dinding medial rongga
nares anterior, disebut sebagai *estibulum. Dinding medial rongga hidunghidung
adalah septum nasi. Din
adalah septum nasi. Dinding ding lateral dibentuk oleh permulateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesuskaan dalam prosesus
#rontalis os maksila, os lakrimalis,
#rontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yangkonka superior dan konka media yang
merupakan bagian dari os
merupakan bagian dari os etmoid, konka in#erior, lamina perpendikularius osetmoid, konka in#erior, lamina perpendikularius os
palatum, dan lamina pterigoides medial. ada dinding lateral terdapat
palatum, dan lamina pterigoides medial. ada dinding lateral terdapat empatempat
buah konka. :ang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka in#erior,
buah konka. :ang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka in#erior,
kemudian yang lebih keil adalah konka media, yang lebih keil lagi
kemudian yang lebih keil adalah konka media, yang lebih keil lagi konkakonka
superior, sedan
superior, sedangkan yang terkeil ialah gkan yang terkeil ialah konka suprema dan konka supremakonka suprema dan konka suprema
biasanya
biasanya rudimenter.rudimenter.
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superiorkartilago lateralis superior
dan in#erior, os nasal, prosesus #rontalis os maksila, korpus os etmoid dan
dan in#erior, os nasal, prosesus #rontalis os maksila, korpus os etmoid dan
korpus os s#enoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa
korpus os s#enoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa
yang di
yang dilalui #ilamen lalui #ilamen ' ' #ilamen n.ol#akto#ilamen n.ol#aktorius yanrius yang berasal g berasal dari permukadari permukaan bawaan bawahh
bulbus ol#aktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
bulbus ol#aktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
kranial konka superior.
2.1.2 Faring
0aring adalah suatu kantong #ibromuskuler yang bentuknya seperti orong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum *ertebra (;rjun S <oshi, &44). +antong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus .setinggi *ertebra ser*ikal ke'-. +e atas, #aring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus oro#aring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. anjang dinding posterior #aring pada orang dewasa kurang lebih 4$ m= bagian ini merupakan bagian dinding
#aring yang terpanjang. Dinding #aring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, #asia #aringobasiler, pembungkus otot dan sebagian #asia buko#aringeal 0aring terbagi atas naso#aring, oro#aring dan laringo#aring (hipo#aring) (;rjun S <oshi, &44). nsur'unsur #aring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot (2usmarjono dan 1ambang >ermani, &%).
(!)
2uang pada bagian posterior rongga mulut dapat dibagi dalam naso#aring, oro#aring, dan hipo#aring. <aringan lim#oid pada sekitar #aring dapat mempersulit proses intubasi dengan endotraheal tube karena jaringan tersebut menutupi jalan masuk. ?tot internal dari #aring membantu proses menelan dengan
mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya merupakan otot konstriktor yang membantu mendorong makanan masuk kedalam esophagus. Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk dari endotraheal tube pada pasien yang akan dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang teranestesi ringan. ersara#an sensorik dan motorik dari #aring berasal dari 3er*us +ranial I@ keuali pada Muskulus Ae*ator Beli alatini yang dipersara#i oleh 3er*us +ranial B.
enyumbatan jalan na#as dapat terjadi pada daerah #aring. Ini terjadi pada saat timbulnya pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara.
enyumbatan tersebut terjadi pada daerah alatum Molle (So#t alate) yang kemudian menepel pada dinding naso#aring. Contoh lidah dapat jatuh
kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan na#as dengan menempel pada dinding posterior oro#aring. +ondisi ini dapat terjadi pada pasien yang
tersedasi dan teranestesi ataupun pada pasien sewaktu tidur. enyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan #ungsi lumen #aring. ada pasien yang berna#as spontan, penurunan #ungsi lumen jalan na#as dapat berhubungan dengan meningkatnya #rekuensi respirasi dan menghasilkan
jumlah tekanan negati# yang besar dibawah tingkat obstruksi. +eadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan penyumbatan yang timbul akibat adanya tekanan negati# yang menekan jaringan lunak ke daerah yang kolaps. ermasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstukti*e sleep apnea.
2.1.3. Laring
+artilago laring terbagi atas & (dua) kelompok, yaitu 6 a. +elompok kartilago mayor, terdiri dari 6
• +artilago /iroidea, 4 buah • +artilago +rikoidea, 4 buah • +artilago ;ritenoidea, & buah
b. +artilago minor, terdiri dari 6
• +artilago +ornikulata Santorini, & buah • +artilago +unei#orme risberg, & buah
• +artilago 9piglotis, 4 buah (1allenger, 4""!)(&)
2.1.4. Tra!a
/rakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh inin kartilago. /rakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk inin stempel dan meluas ke anterior pada eso#agus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah
berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. +elenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi inin trakea kedua hingga kelima. Sara# laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoeso#agus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot'otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoi.($)
2.1." Bronu#
1ronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan perabangan dari trakea. 1ronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus primer berabang membentuk bronkus
sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin mengeil dan menyempit, batang atau lempeng kartilago menggannti inin kartilago. 1ronkus kanan kemudian menadi lobus superior, lobus medius dan in#erior ($)
2.2Intu$a#i
Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira'kira dipertengahan trakea.(")
2.2.1 india#i intu$a#i tra!a
a) menjaga potensi jalan napas oleh sebab apapun misalnya kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan seret jalan napas dan lain'lainnya,
b) mempermudah *entilasi positi# dan oksigenasi misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan e#isien, *entilasi jangka panjang.
) penegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. 2.2.2 Prin#i% Intu$a#i
a. <alur intra*ena yang adekuat
b. ?bat‐obatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot . astikan alat sution tersedia dan ber#ungsi
d. eralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laryngoskop dengan blade yang tepat, 9// dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet e. astikan lampu laringoskop hidup dan ber#ungsi serta u## 9//
ber#ungsi
#. Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit anestesi yang ber#ungsi
g. Monitor pasien termasuk elektrokardiogra#i, pulse oksimeter dan tekanan darah nonin*asi*e
h. /empatkan pasien pada posisi Sni##ing osition selama tidak ada kontraindikasi
i. ;lat‐alat untuk *entilasi
j. ;lat monitoring karbon dioksida untuk memastikan 9// dalam posisi yang tepat.
&am$ar 1 Pro'!#i Sa(uran Na%a#"
1eberapa hal utama untuk mempersiapkan tindakan untuk membantu intubasi pada pasien dengan anatomi jalan na#as normal adalah #leksi dari leher, er*ial bawah dan ekstensi dari kepala pada sendi ;tlantooipital. osisi ini sering disebut sebagai ESni##ing ositionF dan ini adalah ara yang terbaik untuk mengerti mengenai tiga bagian sudut utama pada jalan na#as. ada jalan na#as orang dewasa, Sudut panjang dari mulut terletak horiontal, pararel dengan lantai pada keadaan berdiri. Sudut panjang dari #aring terletak hampir *ertial. Sedangkan sudut panjang laring terletak *ertial dari arah posterior ke anterior. enjajaran dari ketiga sudut ini menyebabkan pita suara dapat terlihat dari mulut. asien dengan keterbatasan pergerakan er*ial
akan menyebabkan intubasi sulit karena adanya keterbatasan posisi anterior dari laring.(%)
Difucult airway terdiri dari dificut ventilasi dan difficult intubasi dimana
Di##iult Bentilation adalah +etidakmampuan menjaga S?& H" saat *entilasi dengan menggunakan masker wajah, dan ?& inspirasi 4, dengan
ketentuan bahwa tingkat saturasi oksigen *entilasi pra masih dalam batas normal. Sedangkan Difficult Intubation adalah suatu keadaan intubasi yang Dibutuhkannya H ! kali usaha intubasi atau usaha intubasi yang terakhir H 4 menit.
2.3 P!nata(a#anaan Intu$a#i Ja(an Na%a# Su(it )*+
ersiapan yang adekuat untuk menangani pasien dengan jalan na#as yang sulit membutuhkan pengetahuan dan juga perlengkapan yang tepat. engetahuan yang dibutuhkan untuk penanganan pasien ini adalah
pengetahuan lanjutan yang sama untuk penatalaksanaan semua pasien,
keuali adanya beberapa tambahan tertentu. ;S; sudah menetukan beberapa tambahan seara algoritma untuk penatalaksanaan jalan na#as sulit. ;lgoritma tersebut adalah6
2.3.1 A(goritma ASA
4. Menentukan gejala dan mani#estasi klinik dari penatalaksanaan masalah dasarnya 6
a. +esulitan dengan kerjasama dan persetujuan pasien b. Bentilasi masker sulit
. +esulitan menempatkan SG; d. Aaringoskopi sulit
e. ;kses jalan na#as pembedahan sulit
&. Seara akti# menari kesempatan untuk menangani kasus'kasus penatalaksanaan jalan na#as sulit.
!. Mempertimbangkan kegunaan dan hal'hal dasar yang mungkin dilakukan sebagai pilihan penatalaksanaan 6
;. Intubasi sadar *ersus intubasi setelah induksi pada G;.
1. endekatan tehnik intubasi non in*asi# *ersus pendekatan tehnik intubasi in*asi#.
C. Aaringoskopi yang dibantu *ideo sebagai pendekatan awal intubasi C. emeliharaan *entilasi spontan *ersus ablasi *entilasi spontan.
$. Membuat strategi utama dan alternati#nya.
;lgoritme ;S; bertindak sebagai model pendekatan terhadap kesulitan jalan na#as bagi perawat anestesi, dokter gawat darurat dan tenaga diluar
rumah sakit, juga ahli anestesi. alaupu algoritme banyak menjelaskan tentang algoritme. +esulitan jalan na#as mewakili interaksi yang kompleks antara #ator pasien, keadaan klinis dan ketrampilan personel.
<alan masuk algoritma dimulai dengan e*aluasi jalan na#as. alaupun terdapat beberapa pertentangan seperti metode dan indeks nilai yang
die*aluasi, klinisi harus menggunakan seluruh data yang ada dan pengalaman klinis sendiri untuk menapai penilaian umum sebagai kesulitan jalan na#as pasien dalam hal laringoskopi dan intubasi, tehnik *entilasi supraglotik, resiko aspirasi atau toleransi apnu.
9*aluasi ini harus mengarahkan klinisi untuk memasuki algoritme ;S; pada satu dari dua poin dasar 6 ;'Eawake intubationF, atau 1' usaha intubasi setelah induksi anestesi umum. >al ini menyoroti penamaan yang salah tidak hanya untuk kesulitan jalan na#as, tapi rele*an terhadap seluruh keadaan dimana jalan na#as ditangani. +otak 1 menggambarkan pendekatan yang diambil pada
kebanyakan intubasi trakea ( dan dapat diterapkan untuk masker wajah'dan SG;'pasien).
+eputusan untuk memasuki algoritme *ia kotak ; atau 1 merupakan suatu premanajemen. +otak ; dipilih bila kesulitan jalan na#as diantisipasi, sedangkan kotak 1 untuk situasi dimana kesulitan jalan na#as tidak
diantisipasi. +eputusan ini dapat disaring pada penekanan perkembangan SG;. /akenaka, mempertanyakan kebutuhan untuk memasuki kotak ;S; D;; saat SG; dipertimbangkan berguna walaupun kesulitan jalan na#as pada intubasi laringoskopi trakea sudah diantisipasi. Ini sudah lebih jauh
digambarkan ke dalam jalur keputusan reoperati# oleh 2osenblatt. ilihan yang ditekankan dari panduan praktis ;S;, sangat tergantung pada
ketrampilan dan pengalaman klinisi. 2inian ;S; dapat disimpulkan di sini6 4. ;pakah dibutuhkan pengendalian jalan na#as /idak masalah seberapa
rutin sedasi atau anestesi umum mempunyai potensi mengakibatkan pasien apnu, sebaiknya selalu dipertimbangkan seara serius dan alternati#nya harus dipertimbangkan.
&. ;kankah laringoskopi langsung akan sulit <ika terdapat indikasi dimana laringoskopi langsung akan sulit (berdasarkan pemeriksaan #isik dan riwayat), klinisi dapat melakukan dengan dengan teknik lain (induksi, laringoskopi langsung, AM;, dll)bila sesuai klinis. Ini adalah esensi dari kotak 1 ;S;'D;;.
!. Dapatkah *entilasi SG; digunakan <ika klinisi merasa bahwa terdapat suatu alasan #isik bahwa *entilasi SG; (dengan #aemask, AM;, atau alat yang lain) akan sulit, suatu titik Etidak dapat diintubasitidak dapat di*entilasi)F (C3IC3B) telah diapai. +arena ini merupakan algoritme preoperati*e, kotak ; ;S;'D;; dipilih
$. ;pakah terdapat resiko aspirasi Seperti dibiarakan di awal, pasien dengan resiko aspirasi bukan kandidat untuk pengunaan SG; elekti#. Suatu titik waktu E tidak dapat diintubasiseharusnya tidak di*entilasiF telah diapai dan kotak ;S;'D;; dipilih.
5. ;kankah pasien mentoleransi suatu periode apnu ertanyaan ! dari da#tar ini sulit dijawab dan sangat sangat tergantung pada ketrampilan dan pengalaman klinisi. 1ila intubasi gagal, dan *entilasi tidak adeJuate, kemampuan pasien untuk mempertahankan saturasi oksigen akan
ditentukan kemampuannya untuk mentoleransi periode apnu. 0aktor seperti usia, obesitas, status pulmo, komsumsi oksigen abnormal ( mis, demam), dan pilihan obat induksi akan mempengaruhi ini.
engeualian nya yaitu pasien yang tidak dapat bekerjasama karena retardasi mental, intoksikasi, keemasan, penurunan derajat kesadaran, atau
usia. asien ini mungkin masih memasuki kotak ;, tetapi intubasi EawakeF mungkin membutuhkan modi#ikasi teknik yang mempertahankan *entilasi spontan (th, induksi inhalasi)
ada kebanyakan keadaan, intubasi EawakeF berhasil jika pendekatan dengan perhatian dan kesabaran. <ika intubasi EawakeF gagal, klinisi memiliki sejumlah pilihan. ertama, dapat dipertimbangkan pembatalan pembedahan. ada situasi ini. eralatan atau personil khusus dapat dikumpulkan untuk
kembali ke ruang operasi. <ika pembatalan tidak dipilih, dapat dipertimbangkan teknik anestesi regional, atau, jika situasi membutuhkan, jalan na#as bedah (mis, trakeostomi) dapat diilih.
+eputusan untuk melanjutkan dengan anestesi regional karena jalan na#as telah dinilai atau terbukti sulit untuk ditangani harus dipertimbangkan dalam hal resiko dan bene#it. ;S;'D;; benar'benar berguna pada jalan na#as sulit yang tidak diantisipasi (kotak 1, tidak dapat diintubasi dengan laringoskopi langsung setelah induksi anestesi). <ika obat induksi (dengan atau tanpa
pelemas otot) telah diberikan dan jalan na#as tidak dapat dikendalikan,
keputusan manajemen *ital harus dibuat seara epat. Seara tipikal, klinisi telah menoba laringoskopi langsung dan intubasi setelah anestesi *entilasi EmaskF yang berhasil atau gagal (keuali induksi epat sedang dilakukan). 1ahkan jika saturasi oksigen pasien tetap adeJuate dengan usaha ini, jumlah usaha laringoskopi sebaiknya dibatasi hingga tiga kali. Seperti didiskusikan di awal, trauma jaringan lunak dapat terjadi akibat l aringoskopi multipel, yang memperburuk keadaan. ertama, *entilasi EmaskF sebaiknya dilakukan. <ika E#aemaskF adekuat, jalur nonemergensi ;S;'D;; dimasuki. +linisi kemudian dapat berubah teknik ke yang paling nyaman danatau ook untuk melakukan intubasi jika dibutuhkan. Ini dapat termasuk, tapi ti dak dibatasi, oral EblindF atau intubasi nasal= intubasi yang di#asilitasi dengan bronkoskop #iberoptik, AM;, AM;'0astrah, bougie, lighted stylet, atau retrograde wire= atau jalan na#as bedah. (aling luas diterapkan pada prosedur ini, juga teknik baru, didiskusikan di skenario klinis pada bagian selanjutnya bab ini). <ika *entilasi masker gagal, algoritma menyarankan *entilasi supraglotis melalui AM;. <ika berhasil, jalur nonemergensi ;S;'D;; telah dimasuki lagi dan teknik alternati*e intubasi
trakea dapat digunakan, jika dibutuhkan (mis, mungkin *entilasi AM; adekuat untuk situasi klinis).
1ila *entilasi AM; gagal mempertahankan pasien, jalur emergensi dimasuki. ;S;'D;; menyarankan penggunaan 9sophageal'/raheal
Combitube, rigid bronkoskopi, oksigenasi transtrakeal, atau jalan na#as bedah. ada suatu waktu, keputusan untuk membangunkan pasien sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan adekuasi *entilasi, resiko aspirasi, dan resiko memelakukan perobaan intubasi atau prosedur pembedahan.
emposisian AM; kedalam algoritme (pada publikasi ulang tahun &!) berdasar pada lebih dari 4& tahun penggunaan klinis di ;merika (dan lebih dari & tahun pengalaman di seluruh dunia). 2elati# sedikit kasus kegagalan AM; dalam menghadapi situasiEC3IC3BF telah dilaporkan. /iga kategori berperan pada kegagalan ini6 sudut oral'#aring akut, sumbatan pada le*el hipo#aring, sumbatan di bawah liptan #okal. Sebaliknya banyak kasus penyelamatan
dengan AM; pada jala na#as gagal telah dilaporkan. alau studi ontrol jarang, armer menatat bahwa seluruh kasus C3IC3B (dengan pengeualian
sumbatan subglotis iatrogeni) terjadi pada periode & tahun pada satu rumah sakit diselamatkan dengan AM;.
2.3.2. 3 ,P- Pr!di#i Pr!%ara#i. Dan Pra/ti/!.
Seara sederhana, penatalaksanaan pasien dengan kesulitan jalan na#as dapat diatasi dengan tiga EF yaitu 6
• rediksi. • reparasi. • ratie.
2.3.2.1 Pr!di#i
Mengetahui kondisi pasien dengan resiko anatomi jalan na#as sulit akan membuat dokter dapat mempertimbangkan berbagai pilihan ara
penatalaksanaan jalan na#as beserta dengan persiapan'persiapannya. >al ini penting karena pada beberapa tehnik yang dilakukan akan sulit dilakukan jika terjadi perdarahan pada jalan na#as, dan beberapa pasien bahkan menjadi apneu yang kemudian berpotensi menjadi hipoksia saat dilakukan induksi anestesi. 1eberapa ara umum yang dapat dipakai untuk memprediksi adanya
intubasi sulit atau tidak yaitu dengan pemeriksaan #isik. :ang utama adalah menge*aluasi tes prediksi karena dibutuhkan beberapa klari#ikasi.
Cara pemeriksaan prediksi yang pertama adalah tes malampati. /es ini menge*aluasi apa yang terlihat pada saat pasien membuka mulut dilihat apakah u*ula dan #aring posterior tampak. ;da beberapa ara dalam
melaksanakan tes malampati yaitu dengan duduk atau terlentang dan dengan atau tanpa #onasi. ada jurnal'jurnal akhir'akhir ini t es malampati akan lebih sensiti# jika dilakukan tanpa #onasi baik terlentang atau duduk. Semakin tinggi hasil tes malampati maka semakin sulit dilakukan intubasi.
&am$ar 2 Diagram T!# 0a(am%ati
+esulitan intubasi dikatakan dapat terjadi bila seorang dokter anestesi tidak dapat memasukan endotraheal tube pada waktu dan ara yang tepat. Dapat dikatakan bahwa dibutuhkan lebih dari satu kali perobaan untuk melakukan intubasi. 1agaimanapun juga sulit intubasi dapat dihubungkan dengan derajat terlihat atau tidaknya penglihatan dari laringoskop.
&am$ar 3 Diagram Lar'ngo#o%
Dikatakan sulit intubasi apabila pada penglihatan terlihat derajat III atau IB. Derajat I 6 ita suara terlihat.
Derajat II 6 >anya sebagian pita suara terlihat. Derajat III 6 >anya epiglottis yang terlihat.
ada penelitian sebelumnya sudah ada perbandingan maam'maam tes untuk memprediksi ara'ara terbaik untuk menetukan intubasi sulit. ;da berbagai #aktor yang harus die*aluasi dalam memeriksa pasien untuk dilakukannya intubasi endotraheal.
2iwayat asien6 +ebanyakan pasien tidak mengetahui riwayat i ntubasi sebelumnya jika pada pasien tersebut saat dilakukan intubasi sebelumnya tidak memiliki kesulitan intubasi. /etapi bagaimanapun juga pasien yang
memiliki riwayat intubasi yang sulit yang sudah diketahui oleh pasien tersebut kemungkinan besar akan mengalami intubasi sulit terus.
Kondi#iondi#i 'ang da%at m!nim$u(an intu$a#i #u(it ada(a6
• Sindrome ongenital, termasuk Sindrom Down, Goldenhar, /reaher
Collins, ierre 2obin dan Muopolysaharidoses, dll.
• enyakit /ulang, termasuk 2heumatoid ;rthritis, ;nkylosing Spondylitis,
0iksasi atau 0raktur Mandibula, ;nkylosis sendi /emporomandibular.
• +elainan <aringan Aunak, termasuk ?besitas, /umor, >emangioma,
;bses, In#eksi <alan 3a#as seperti 9piglotitis, erdarahan.
• /rauma pada wajah dan leher, luka bakar, perubahan'perubahan post
operasi termasuk bekas luka, perubahan akibat radiasi.
• 1entuk gigi6 Gigi Insisi*us depan yang menonjol dapat mempersulit
melihat laring selama dilakukannya intubasi, perhatian khusus diberikan pada pasien yang memiliki gigi yang terbelah yang dapat memuat bilah laringoskop.
• ergerakan sendi temporomandibular6 Dapat dinilai dari bukaan mulut
yang kemudian ditentukan dengan mengukur jarak interinisor dan kemampuan untuk prognasi. <arak Interinisor paling tidak harus muat untuk dilewati bilah standar laringoskop.
• Derajat ?ro#aringeal6 lebih umum disebut sebagai derajat Mallampati=
Dilakukan e*aluasi dengan membuka mulut agar terlihat #aring. enilaian dari derajat !'$ adalah merupakan kemungkinan besar akan terjadi
intubasi sulit (Gambar 45).
• Aebar palatum6 asien dengan palatum yang panjang dan dangkal
• <arak thyromental6 adalah jarak dari sumbu anterior mandibula sampai
dengan punak kartilago thyroid. Semakin pendek maka anterior laring akan semakin terlihat.
• Auas ruang mandibula6 adalah #aktor yang penting untuk die*aluasi,
selama intubasi lidah dan jaringan lunak lain didasar mulut akan terdorong ke anterior ke ruang mandibula dan menyebabkan akan terlihatnya laring. asien dengan ruang mandibula yang keil seperti pada pasien obesitas atau pasien dengan in#eksi akan mempersulit untuk terlihatnya laring selama intubasi.
• Aemak tubuh juga harus die*aluasi terutama lemak pada daerah leher
yang tebal dan luas serta kelainan anatomi lain yang membuat
pergerakan kepala menjadi terbatas seperti tumpukan lemak diantara sapula.
• ergerakan leher dinilai berdasarkan pergerakan #leksi dan ekstensinya.
ergerakan kepala pada persendian atlantooipital dinilai juga.
ergerakan yang terbatas pada sendi ini akan membuat laring terlihat ke anterior.
enilaian tes'tes tersebut telah dilakukan di semua literatur. Semakin banyak #aktor yang dinilai, maka semakin akurat hasil prediksi untuk
penatalaksanaan pasien dengan jalan na#as sulit. Semakin banyak hasil prediksi negati# dari pemeriksaan tersebut maka kemungkinan adanya
kesulitan anatomi jalan na#as akan semakin tinggi. <ika semua #aktor penilaian anatomi jalan na#as adalah normal maka tingkat kesulitan untuk intubasi akan semakin rendah.
2.3.2.2 Pr!%ara#i
ntuk menghadapi pasien intubasi jalan napas yang sulit harus
mempersiapkan beberapa alat untuk menunjang keberhasilan dari intubasi. ;lat yang disiapkan hampir sama dengan intubasi normal dengan tambahan
beberapa alat sebagai berikut. a. S%!/ia(i!d or/!%
&am$ar 4 S%!/ia(i!d For/!% untu Intu$a#i
Merupakan #orep yang khusus digunakan untuk membantu pemasangan retrograde intubation. 1isa juga dipakai untuk meretraksi lidah pada saat pemasangan intubasi #iberopti.
$. Air5a' E6/ang! 7at!t!r
&am$ar " Air5a' E6/ang! 7at!t!r
+ateter ini membantu proses oksigenasi dan membantu memantau jumlah karbon dioksida selama pemasangan endotraheal tube. Dapat digunakan bersama dengan E<et BentilationF untuk meningkatkan oksigenasi selama pemasangan endotrahe (al tube.
/. Fi$!ro%ti/ Lar'ngo#/o%!
0iberopti 1ronhosopi Intubation (01I) menggunakan bronhosopes #le8ible untuk intubasi. 1anyak perusahaan sudah membuat sopes untuk intubasi dengan bentuk lebih panjang dan lebih keil diameternya dari ukuran standard diagnosti bronhosopes. +euntungan dari 01I termasuk6
9ndotraheal tube masuk ke trakea dengan penglihatan langsung melalui sope, /idak terbatas pada ukuran besar pasien karena sope'nya memiliki
berbagai maam ukuran, ntuk kepentingan terapi seperti penempatan bronhial blokers dan double lumen endotraheal tube, Selain itu dapat digunakan juga untuk mengangkat sekret dari bronkus.
&am$ar 8 Fi$!ro%ti Lar'ngo#/o%! d!ngan 0a/into# B(ad! dan Fi$!ro%ti untu $ron/o#o%i
d. Lar'ng!a( 0a# Air5a'
&am$ar 9 Bagian$agian L0A
AM; dapat membantu mengubah kondisi pasien yang tidak bisa di*entilasi menjadi bisa di*entilasi. AM; menjadi salah satu ara intubasi aman pada jalan na#as alternati# pasien sadar atau juga dengan trakeostomi. 1agaimanapun juga bila *entilasi sudah dapat diyakinkan maka tehnik jalan na#as yang lain dapat dilakukan dengan aman. /he Intubating Aaryngeal Mask ;irway (IAM;) adalah salah satu perlengkapan untuk penatalaksanaan pasien
dilakukan dengan baik pada hampir semua pasien dengan alat ini, bahkan pada perobaan intubasi pertama. enggunaan IAM; harus dipertimbangkan pada penanganan awal pasien dengan anatomi jalan na#as sulit yang tidak diduga karena dapat membantu mengendalikan jalan na#as pasien. <ika IAM; tidak tersedia, maka AM; masih dapat digunakan untuk membantu intubasi pasien, sebagai blind intubasi atau dengan airway e8hange atheters atau dengan #iberopti bronhosopes."
!. 7oo :!trograd! Intu$ation Kit
&am$ar * I#i dari 7oo :!trograd! Intu$ation Kit
Merupakan paket alat untuk melaksanakan intubasi retrograde. Diesdiakan mulai dari jarum, guide wire, sampai stylet khusus untuk menegah jarum tertinggal pada trahea."
2.3.2.3 Prat!
/eknik'teknik Intubasi <alan 3apas Sulit a. P!ma#angan Fi$!r ;%ti/ Intu$ation
&am$ar < S!ma Fi$!ro%ti/ Intu$ation
/eropong atau sope diletakan ditengah diantara kedua tangan agar
sope ke #aring diusahakan agar posisinya tetap di garis tengah. Struktur pada jalan na#as atas harus dikenali= maju K'4 m. ujung sope digerakan ke
atasanterior kemudian di#le8ikan untuk melihat laring, kemudian sope diputar ke distal dan diposisikan di tengah didepan pita suara. ntuk melewati pita suara ujung dari sope dikembalikan ke posisi semula agar dapat masuk ke trakea. +emudian posisikan sope diatas karina tanpa menyentuhnya karena dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk. Masukan endotraheal tube ke dalam trakea dengan tampilan gambar di sope tetap pada karina. <angan memaksakanmemasukan endotraheal tube dengan kekerasan karena dapat menyebabkan kerusakan pada jalan na#as ataupu pada sope.
$. P!ma#angan Lar'ng!a( 0a# Air5a' 0!nurut Brain
&am$ar 1= S!ma P!ma#angan Lar'ng!a( 0a# Air5a' 0!nurut Brain 4. +a# harus dikempeskan maksimal dan benar sebelum dipasang.
engempisan harus bebas dari lipatan dan sisi ka# sejajar dengan sisi lingkar ka#.
&. ?leskan jeli pada sisi belakang AM; sebelum dipasang. >al ini untuk
menjaga agar ujung ka# tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum. emberian jeli pada sisi depan akan dapat mengakibatkan sumbatan atau aspirasi, karena itu tidak dianjurkan.
!. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan Eair sni##ingF dengan ara menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan. 1uka mulut dengan ara menekan mandibula kebawah atau dengan jari ketiga tangan yang dominan.
$. AM; dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan ka#.
5. jung AM; dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan dengan bantuan jari telunjuk AM; dimasukkan lebih dalam dengan
menyusuri palatum.
-. AM; dimasukkan sedalam'dalamnya sampai rongga hipo#aring. /ahanan akan terasa bila sudah sampai hipo#aring.
%. ipa AM; dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita. 1ila sudah berpengalaman, hanya dengan jari telunjuk, AM; dapat langsung menempati posisinya.
K. +a# dikembangkan sesuai posisinya.
". AM; dihubungkan dengan alat perna#asan dan dilakukan perna#asan bantu. 1ila *entilasi tidak adekuat, AM; dilepas dan dilakukan
pemasangan kembali.
4. asang bite L blok untuk melindungi pipa AM; dari gigitan, setelah itu lakukan #iksasi
/. Intu$a#i :!trograd!
Gambar 44 Skema /ata Cara 2etrograde Intubation
<alan masuk dari endotraheal tube dapat dibantu oleh guide wire melalui insisi membrane krikotiroid menuju jalan na#as atas dengan ara retrograde. /ehnik ini dapat dipergunakan dengan menggunakan alat 1antu yang sudah disediakan dalam kotak perlengkapan yang tersedia (Cook 2etrograde +it).
Dengan latihan, tehnik ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang tidak lama.
Intubasi +awat 2etrograde (2etrograde ire Intubation 2I) meliputi penarikan antegrade atau membimbing 9// kedalam trahea menggunakan kawat atau kateter yang sudah dimasukkan ke trahea melewati lubang keil perkutan melalui membran riothyroid atau membran riotraheal dan
seara buta dimasukkan retrograde ke dalam Aaryn8, hypopharyn8, pharyn8 dan keluar dari mulut atau hidung. Intubasi retrograde pertama kali
dilakukan pada 4"- oleh 1utler dan Cirillo, dengan penempatan kateter uretra berwarna merah melalui trakeostomi sebelumnya, naik melalui laring dan keluar melalui mulut.
Intubasi retrograde dari jalan na#as dilakukan pada pasien pada posisi duduk dengan penempatan perkutan dari kateter no.4K melalu
riothyroid menggunakan larutan saline dengan 4 ml syringe untuk mendeteksi udara yang berhubungan dengan jalan masuk traheal.
(setelah anestesi lokal inisial in#iltrasi pada kulit diatas membrane). <arumnya diposisikan diatas membran mid'riothyroid dengan sudur $5odari dada.
Setelah dilakukan aspirasi udara bebas, lapisan /e#lon dari kateter
dimasukkan kedalam trahea. +awat pembimbing radiology dengan diameter ,!5 inhi dan panjang 44 inhi dimasukkan melalui kateter sampai ujung proksimalnya munul dari mulut. 9// %, ditempatkan pada kawat dan
dibimbing ke dalam trahea. +awatnya di keluarkan dengan mendorongnya ke lubang keil perkutan dan menariknya dariujung proksimal saluran
trahea. ;uskultasi suara na#as pada lapang paru sejalan dengan adanya tekanan positi# dari *entilasi bantuan.
d. >!nti(a#i Tran#tra/!a( J!t
Dalam hubungannya dengan jalan na#as yang potensial, jet *entilation masuk kedalam trakea dengan menembus membran krikotiroid yang
kemudian akan memberikan *entilasi yang adekuat pada pasien yang tidak mungkin untuk dilakukannya intubasi. <et *entilation m embutuhkan sumber gas dengan tekanan yang tinggi agar dapat ber#ungsi e#ekti#, seperti #lush gas dari mesin anestesi atau dari katup sumber gas oksigen yang terdapat di
dinding. /ranstrheal <et Bentilation dapat menjadi penyelamat hidup namun harus dilihat juga sebagai salah satu jembatan untuk melakukan
penatalaksanaan jalan na#as alternati*e. ;da beberapa resiko terhadap tehnik ini yaitu diantaranya adalah barotrauma dan em#isema subkutis.
&am$ar 12 S!ma Tran# Tra/!a( J!t
+ateter intra*ena 4&,4$ atau 4- dengan syringe 5 ml atau lebih, kosong atau terisi sebagian (anestesi saline atau lokal), harus digunakan untuk memasuki jalan napas. asien dalam posisi supinasi, dengan kepala pada midline atau ekstensi terhadap leher dan thorak (jika tidak kontraindikasi oleh situasi klinis). Setelah persiapan aseptik, anestesi lokal disuntikkan diatas membran krikotiroid (jika pasien sadar dan waktu memungkinkan). /angan kanan klinisi berada pada sisi kanan pasien, menghadap kearah kepala. +linisi dapat menggunakan tangan non dominan untuk menstabilkan laring. <arum kateter dimasukkan pada sudut tepat di kauda ketiga membran. Sejak saat punksi kulit aspirasi syringe harus konstan. ;spirasi yang bebas dari udara menunjukkan telah memasuki trakhea. <arum kateter harus
dilepaskan, dan hanya kateter yang memasuki jalan napas. alaupun teknik ini telah dijelaskan dengan angiokateter, peralatan yang terbuat dari material kink'resistant dan dengan asesori port telah ada.
&am$ar 13 S!ma Tra/!o#tomi
ada beberapa pasien trakeostomi harus dilakukan sebagai jalan na#as alternati#, kadang juga dilakukan pada pasien yang sadar. endekatan
pembedahan ini merupakan salah satu ara agar pasien dapat di*entilasi. 2. Struma
1 D!ini#i
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan #ungsi atau perubahan susunan kelenjar dan mor#ologinya. Setelah bertahun'tahun,
sebagian #olikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosanon toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang seara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda'tanda hipertiroidisme.
2 Anatomi
+elenjar tiroid merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin. +elenjar tiroid terletak di leher depan, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi inin rakea & dan !. +apsul #ibrosa menggantungkan kelenjar ini pada #asia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar tiroid ke arah kranial, yang merupakan iri khas kelenjar tiroid.
Setiap lobus tiroid berukuran panjang &,5'$ m, lebar 4,5'& m dan tebal 4'4,5 m. 1erat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan iodium. ada orang dewasa beratnya berkisar antara 4'& gram.
Gambar 4. +elenjar tiroid
+elenjar tiroid merupakan organ yang kaya akan *askularisasi, berasal dari a. /iroidea superior kanan dan kiri merupakan abang dari a. Carotis
eksterna, dan a. /iroidea in#erior kanan dan kiri dari a. Subkla*ia, dan a. /iroidea ima yang berasal dari a. 1rakiose#alik salah satu abang dari arkus aorta. Sistem *ena berasal dari pleksus peri#olikular yang menyatu
dipermukaan membentuk *ena tiroidea superior, lateral dan in#erior. ;liran
darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5mlgram. embuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan seara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada diatas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiose#alik dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. ersara#an kelenjar tiroid berasal dari ganglion er*i*alis superior, media dan in#erior. Sara#'sara# ini menapai glandula tiroid melalui n.
yang mempersara#i laring dengan pita suara yaitu n. 2ekurens dan abang dari n. Aaryngeus superior.
Gambar &. ;natomi kelenjar tiroid tampak depan dan potongan melintang 2.2 K(a#iia#i
Seara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut 6
1 Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma di##usa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah di##usa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma di##usa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. <ika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang seara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma di##usa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. enyebab tersering adalah penyakit Gra*e (gondok
ekso#talmike8ophtalmi goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
erjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan'bulan. ;ntibodi yang berbentuk reseptor /S> beredar dalam sirkulasi darah, mengakti#kan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperakti#.
Meningkatnya kadar hormon tiroid enderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini enderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan menegah pembentuknya. ;pabila gejala'gejala
hipertiroidisme bertambah berat dan menganam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, puat, sulit berbiara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
2 Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma di##usa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan iodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumnya kurang sekali mengandung iodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh at kimia.
;pabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda' tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. 1iasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. +ebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. 3amun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada eso#agus (dis#agia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri keuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari pre*alensi dan ekskresi iodium urin. Dalam keadaan seimbang maka iodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. +riteria daerah endemis gondok yang
dipakai Depkes 2I adalah endemis ringan pre*alensi gondok di atas 4 ' & , endemik sedang & ' &" dan endemik berat di atas ! .
1urrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut6 4 3onto8i di##use goiter
& 9ndemi
! Iodine de#iieny $ Iodine e8ess
5 Dietary goitrogeni - Sporadi
% Congenital de#et in thyroid hormone biosynthesis
K Chemial agents, e.g lithium, thioyanate, p'aminosaliyli aid " Compensatory #ollowing thyroidetomy
4 3onto8i nodular goiter due to auses listed abo*e 44 ninodular or multinodular
4& 0untional, non#untional, or both
ada struma endemik, ere membagi klasi#ikasi menjadi6 4 Derajat 6 tidak teraba pada pemeriksaan
& Derajat I 6 teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
! Derajat II 6 mudah terlihat pada posisi kepala normal $ Derajat III 6 terlihat pada jarak jauh
ada keadaan tertentu derajat dibagi menjadi6
a Derajat a 6 tidak terlihat atau teraba, tidak lebih besar dari ukuran normal
b Derajat b 6 jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan
3 &am$aran K(ini#
ada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan
lambat. ;walnya kelenjar ini membesar seara di#us dan permukaan liin. <ika struma ukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. asien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo
atau hipertiroidisme. 1enjolan di leher, peningkatan metabolisme, peningkatan simpatis seperti6 palpitasi, gelisah, berkeringat, tidak tahan uaa dingin, diare, tremor dan kelelahan.
ada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal6 4 <umlah nodul6 satu (soliter) atau lebih dari satu (multiple)
& +onsistensi6 lunak, kistik, keras atau sangat keras ! 3yeri pada penekanan6 adatidak ada
$ erlekatan dengan sekitarnya6 adatidak ada
5 embesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid6 adatidak ada
4 P!nata(a#anaan
ilihan terapi nodul tiroid6
4 /erapi supresi dengan hormone le*otirosin & embedahan
! Iodium radioakti# $ Suntikan etanol
5 S Guided Aaser /herapy
- ?bser*asi, bila yakin nodul tidak ganas Pembedahan
embedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang
sering dibandingkan dengan iodium radioakti#. /erapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioakti# dan tidak dapat diterapi dengan obat'obat anti tiroid. 2eaksi'reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. ada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
(suntik atau pil +1), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. >al ini
disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar /$ sehingga dapat diketahui keadaan #ungsi tir oid.
embedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,
sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar ! hari. +emudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak ukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan !'$ minggu setelah tindakan pembedahan.
Indikasi operasi pada struma adalah6
b Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan Struma dengan gangguan tekanan
d +osmetik
+ontraindikasi operasi pada struma6
a Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
b Struma dengan dekompresi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol
Struma besar yang melekat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. +arsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. erlekatan pada trakea maupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d Struma yang disertai dengan sindrom *ena ka*a superior. 1iasanya karena metastase yang luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah
dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
<enis prosedur pembedahan6 a Aobektomi subtotal b Aobektomi total
/iroidektomi subtotal d /iroidektomi near total e /iroidektomi total
Gambar . <enis prosedur pembedahan
ertama'tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. 1ila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operable atau
inoperable. 1ila kasus yang dihadapi inoperable maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi seara blok para##in. Dilanjutkan
dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. 1ila nodul timbul suspek maligna yang operable, dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (BC). ;da 5 kemungkinan hasil yang didapat6
4 Aesi jinak
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan obser*asi & +arsinoma papilare
Dibedakan atas resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan klasi#ikasi ;M9S. a 1ila resiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
obser*asi
b 1ila resiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total ! +arsinoma #olikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
$ +arsinoma medulare Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5 +arsinoma anaplastik
a 1ila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total
b 1ila tidak memungkinkan, ukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau kemoradioterapi
1ila nodul tiroid seara klinis suspek benigna dilakukan tindakan 03;1. ;da & kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu6
4 >asil 03;1 suspek maligna, #olliulare pattern dan >urthle ell
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti di atas. & >asil 03;1 benigna
Dilakukan terapi supresi /S> dengan tablet /hyra8 selama - bulan kemudian
die*aluasi. 1ila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebai
knya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti di atas.
Iodium Radioaktif
Iodium radioakti# memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. asien yang tidak mau dioperasi maka pemberian iodium radioakti# dapat mengurangi gondok sekitar 5. Iodium radioakti# tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkeil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. /erapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan geneti. Iodium radioakti# diberikan dalam bentuk kapsul atau airan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum
pemberian obat tiroksin.
Pemberian Tiroksin dan obat AntiTiroid
/iroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon /S>. ?leh karena itu untuk menekan /S> serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (/$) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. ?bat anti'tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (/) dan metimasolkarbimasol
BAB III
LAP;:AN KASUS
3.1 Id!ntita# Pa#i!n
3ama 6 /n / sia 6 $% tahun <enis +elamin 6 Aaki'laki ;lamat 6 Malang
ekerjaan 6 1angunan Status ernikahan 6 Menikah /inggi 1adan 6 4% m 1erat 1adan 6 -5 kg 3o. 2egister 6 44&%888
/anggal M2S 6 K Maret &4-/anggal ;nestesi 6 4 Maret &4-Aama ;nestesi 6 4&. L 4%.
Diagnosa ra 1edah6 Struma Multi 3odosa 3on /o8i De8tra Sinistra susp ganas /!3M
<enis embedahan 6 /otal />yroidetomy
<enis ;nestesi 6 General anesthesia intubasi oral sleep non apneu 9// diameter %
3.3 P!r#ia%an Pr! ;%!ra#i
3.3.1 Anamn!#i# Pr! ;%!ra#i (< 0ar!t 2=18) ;utoanamnesa
A ? asien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat'obatan 0 ? '
P ? DM (') >/ (')
L ? - jam sebelum operasi
E ? asien mengeluh benjolan di leher kanan dan kiri sejak $ tahun sebelum masuk rumah sakit. 1enjolan ikut bergerak saat menelan. Sesak ('). 1erdebar'debar ('). erubahan suara ('). Aebih mudah berkeringat berlebihan (N). 11 menurun tanpa sebab yg jelas (N).
3.3.2 P!m!ri#aan Fi#i Pr! ;%!ra#i (< 0ar!t 2=18+
B1 ? ;irway paten, na#as spontan, regular, simetris, 22 4K8mnt,
saturasi oksigen "K tanpa bantuan oksigen, struma (N), Sti##ness ('), perna#asan uping hidung ('), snoring ('), stidor ('), gargling ('), gigi palsu ('), buka mulut ! jari, Mallampati Sore Class II, gerak leher #le8iekstensi, nyeri telan ('), Massa padat di oli sinistra
ukuran & 8 45 m dan olli de8tra !8$ m, berbatas tegas dan ikut bergerak saat menelan , trakea terdorong ke kanan
;uskultasi 6 suara na#as *esikuler, rhonki ('), wheeing (')
B2 ? ;kral hangat kering merah, 3adi radialis reguler kuat angkat KK'"& 8m, C2/ &OO , /D6 4!K Cor itus palpable at MCA S ICS 5, S4' S& tunggal murmur L Gallop '
B3 ? Compos mentis, GCS $5-, 1I !mm!mm, re#lek ahaya NN B4 ? 1;+ (N) spontan
B" ? 0lat, su#el, 1(N)3, meteorismus
B8 ? nyeri ('), krepitasi ('), mobilitas (N), anemis (N)= ekstremitas lain de#ormitas ('), krepitasi ('), anemis ('), yanosis ('), ikterik (')
3.4 P!m!ri#aan P!nun@ang 3.4.1 P!m!ri#aan La$
Darah Aengkap ( 4 Maret &4-)
>b 6 4!,K grdl (3 6 44,$ ' 45,%) 9ritrosit 6 $,5 4-Pl (3 6 $, L 5,)
Aeukosit 6 44.$K 4!Pl (3 6 $,% L 44,!)
/rombosit 6 &--.Pl (3 6 4$&. ' $&$.) >ematokrit 6 $&,- (3 6 !K, ' $&,)
0aal >emostasis ( 44 0ebruari &4- jam &&.$- )
• / 6 ",4 detik (+ontrol 6 4,5 detik) • ;// 6 &&,% detik (+ontrol 6 &5,- detik)
0aal /iroid
• /! 6 4,-• /$ 6 4,!& • /S> 6 ,K
Serum 9lektrolit ( 4 Maret &4-)
• 3atrium 6 4!$ mmolA (3 6 4!- L 4$5)
• +alium 6 $,$- mmolA (3 6 !,5 L 5,) • Chlorida 6 4- mmolA (3 6 "K L 4-)
3.4.2 US& A$dom!n
3." La%oran An!#t!#i Pr!;%!rati
;ssessment6 ;S; &, Strume 9uthyroid, de*iasi trakea ke kanan, kemungkinan sulit intubasi
Diagnosa prabedah 6 Struma Multi 3odusa 3on /o8i De8tra Sinistra susp Ganas /!3M
+eadaan prabedah6
o 116 % kg, /16 4-5 m
o 36 K"8menit, 226 4K 8m, /D6 4&% mm>g, /a86 !-,% oC o >b6 4!,K gdl, leukosit6 &,!$ 4!Pl
o /erakhir makan nasi dan minum tanggal " Maret &45 o IB line 6 4 (tangan kanan kristaloid)
3.8 P!r#ia%an Pr! ;%!rati 3.8.1 Di :uangan
+I9 (N), Surat persetujuan operasi (N), surat persetujuan tindakan anestesi (N), site mark (N)
uasa6 (N) - jam preop
ersiapan 2C & labu (diambil jika perlu) IB0D 3aCA ," & tpm selama puasa ersiapan propanolol dan / ke ?+ 1ak up traheostomy
1ak up IC
remedikasi (4& Maret &4- diberikan 4,5 jam preoperati#) 6
4. ;ntibiotik pro#ilaksis Ce#aolin & gram IB &. Inj. 2anitidin &845 mg IB
!. Metolopramid 4 mg
3.8.2 Di Kamar ;%!ra#i
ersiapan dasar Intubasi Sulit
' Aaringoskop berbagai ukuran ' 9// berbagai ukuran
' Introduer (stylet, elasti bougie)
' ?ral dan nasal airway berbagai ukuran ' Set krikotiroidetomi
' Sution
' ;ssistant yang terlatih ' AM; berbagai ukuran ' Glide sope
' Aaringoskop M Coy
Sope 7 stetoskop, laringoskop
/ubes 7 9// (u##ed) 3on +ing sie %
;irway 7 orotraheal airway
/ape 7 plester untuk #iksasi
Introduer 7 untuk memandu agar pipa 9// mudah dimasukkan
Connetor 7 penyambung antara pipa dan *entilator
Sution 7 memastikan tidak ada kerusakan pada alat sution
- eralatan monitor 6 tekanan darah, nadi, oksimetri berdenyut, dan
9+G.
- eralatan resusitasi dan obat'obatan emergensi 6 sul#as atropin,
3.9 Durant! ;%!rati
3.9.1 La%oran An!#t!#i Durant! ;%!rati
<enis anestesi 6 General ;nestesi Intubasi oral sleep non apneu 9// diameter %
Aama anestesi 6 44.! L 4%. (5 jam ! menit)
Aama operasi 6 4&. L 4-.5 ($ jam 5 menit)
osisi 6 Supine
In#us 6 & line di tangan kanan kiri
?bat'obatan yang diberikan 6
• ?bat induksi 6
4. Inj. ropo#ol &. Inj. +etamine
?bat 2elaksasi dengan 2ouronium bromide diberikan setelah intubasi
• ?bat maintenane anestesi 6
4. Inh. ?&
&. Inh. Iso#luran
• ?bat analgetik durante operati# 6
4. Inj. 0entanyl 4 mg IB
3.9.2 P!m$!rian 7airan
Cairan masuk 6
• re operati# 6 kristaloid 5
+oloid 5
• Durante operati# 6 kristaloid 4
koloid 4 Gela#usin
2C & labu
Cairan keluar 6
• re operati# 6 urin (5 ) • Durante operati# 6 urin Q !
perdarahan Q 4 91B R % 8 % kg R $" ;1A R 4!,K L 4 8 $" R 4!$" 4!,K M R ($84)N(&84)N(485) R 44 jam ? R & 8 % R 4$
3.* Po#t ;%!rati
3.*.1 La%oran An!#t!#i Po#t ;%!rati di :uang Pu(i Sadar
asien masuk 22 jam 4%.
Melakukan lik test (e8tubasi) oedem laring
na#as spontan dl ketika masih dan pengehekan ner*us Aaryngeus reurent
/otal 6 edera ner*us, paratiroid,
hematom daerah op daerah operasi pada
engehekan +alsium -'K jam
+eluhan pasien 6 mual ('), muntah ('), pusing (N)
emeriksaan #isik 6
B1 6 aten, benda asing negati#, suara tambahan negati#, 1M H ! <ari, Mallampati II, luka operasi bersih, nyeri leher ('),Sti##ness ('), perna#asan uping hidung ('), snoring ('), stidor ('), gargling ('),leher pendek(', gigi palsu (')
Spontan 4$ 8m reguler simetris, retraksi ('), suara *esikuler simetris, rh (''), wh (''), Sa?& 4 dengan udara ruangan B2 6 ;kral hangat kering merah, 3adi radialis reguler kuat angkat "$
8m, itus palpable at MCA S ICS 5,C2/ &OO, S4'S& tunggal murmur (') Gallop (') /D6 4!"-! IB line lanar (trans#usi 2C labu ke II, sisa dari ?+), onjunti*a anemis (N),
B3 6 ompos mentis, GCS $5-, 1I !mm!mm, re#lek ahaya NN B4 6 produksi urine (N), terpasang kateter ukuran 4- 0r, urin Q 4
( R &,5kg11jam) B" 6 0lat, Supel
B8 6 nyeri ('), krepitasi ('), mobilitas (N), anemis (')= ekstremitas lain de#ormitas ('), krepitasi ('), anemis ('), yanosis ('), ikterik (')
3.*.2 0onitoring
;wasi tanda'tanda *ital seperti tensi, nadi, perna#asan, dan suhu setiap 45 menit.
Muntah, nyeri, inisiasi makanminum ditangani sesuai instruksi pasa anestesi
Cek DA post operasi
BAB I> PE0BAHASAN
ada kasus, didapatkan pasien mengeluh benjolan di leher kanan dan kiri sejak $ tahun sebelum masuk rumah sakit. 1enjolan ikut bergerak saat menelan. Sesak ('). 1erdebar'debar ('). erubahan suara ('). 11 menurun tanpa sebab yg jelas (N),
+eringat berlebihan (N). Sedangkan pada pemeriksaan ; di daapatkan struma de8tra uriga keganasan.
ada teori, indikasi melakukan operasi antara lain Struma di#us toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa, Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan, Struma dengan gangguan tekanan dan kosmetik. <adi pada kasus struma uninodosa bilateral pada pasien memenuhi indikasi operasi karena pada pemeriksaan ; didapatkan struma tersebut merupakan neoplasma.
ada teori, penatalaksanaan pasien dengan kesulitan jalan na#as dapat diatasi dengan tiga EF yaitu 6 prediksi, preparasi dan praktis. Mengetahui kondisi pasien dengan resiko anatomi jalan na#as sulit akan membuat dokter dapat mempertimbangkan berbagai pilihan ara penatalaksanaan jalan na#as beserta dengan persiapan'persiapannya. >al ini penting karena pada
beberapa tehnik yang dilakukan akan sulit dilakukan jika terjadi perdarahan pada jalan na#as, dan beberapa pasien bahkan menjadi apneu yang kemudian berpotensi menjadi hipoksia saat dilakukan induksi anestesi. 1eberapa ara umum yang dapat dipakai untuk memprediksi adanya intubasi sulit atau tidak yaitu dengan pemeriksaan #isik. :ang utama adalah menge*aluasi tes prediksi karena dibutuhkan beberapa klari#ikasi.
Cara pemeriksaan prediksi yang pertama adalah tes malampati. /es ini menge*aluasi apa yang terlihat pada saat pasien membuka mulut dilihat apakah u*ula dan #aring posterior tampak. ;da beberapa ara dalam
melaksanakan tes malampati yaitu dengan duduk atau terlentang dan dengan atau tanpa #onasi. ada jurnal'jurnal akhir'akhir ini t es malampati akan lebih sensiti# jika dilakukan tanpa #onasi baik terlentang atau duduk. Semakin tinggi
hasil tes malampati maka semakin sulit dilakukan intubasi. Sedangkan pada pasien didapatkan malampati sore adalah !.
&am$ar 14 Diagram T!# 0a(am%ati
+esulitan intubasi dikatakan dapat terjadi bila seorang dokter anestesi tidak dapat memasukan endotraheal tube pada waktu dan ara yang tepat. Dapat dikatakan bahwa dibutuhkan lebih dari satu kali perobaan untuk melakukan intubasi. 1agaimanapun juga sulit intubasi dapat dihubungkan dengan derajat terlihat atau tidaknya penglihatan dari laringoskop.
&am$ar 1" Diagram Lar'ngo#o%
Dikatakan sulit intubasi apabila pada penglihatan terlihat derajat III atau IB. Sedangkan pada kasus didapatkan laryngoskop grade III.
Derajat I 6 ita suara terlihat.
Derajat II 6 >anya sebagian pita suara terlihat. Derajat III 6 >anya epiglottis yang terlihat.
Derajat IB 6 9piglottis tidak terlihat sam asekali.
ada penelitian sebelumnya sudah ada perbandingan maam'maam tes untuk memprediksi ara'ara terbaik untuk menetukan intubasi sulit. ;da berbagai #aktor yang harus die*aluasi dalam memeriksa pasien untuk dilakukannya intubasi endotraheal.
2iwayat asien6 +ebanyakan pasien tidak mengetahui riwayat i ntubasi sebelumnya jika pada pasien tersebut saat dilakukan intubasi sebelumnya
tidak memiliki kesulitan intubasi. /etapi bagaimanapun juga pasien yang
memiliki riwayat intubasi yang sulit yang sudah diketahui oleh pasien tersebut kemungkinan besar akan mengalami intubasi sulit terus.
Sedangkan, pada kasus pemeriksaan radiologi #oto polos er *ial ;lateral didapatkan struma klasi#ikasi dengan de*iasi trahea ke kanan dan anterior, dan pada skala A9M?3 didapatkan sebagai berikut 6
Sehingga berdasarkan skala Aemon pasien memenuhi kriteria kemungkinan sulit intubasi.
Difficult airway dide#inisikan sebagai situasi dimana anaestesiologis terlatih kon*ensional mengalami kesulitan saat melakukan intubasi, melakukan
*entilasi masker atau keduanya. Difficult airway merupakan interaksi yang kompleks antara #aktor pasien, kondisi klinis, dan kemampuan dari dokter. ;nalisa pada interaksi ini membutuhkan pengumpulan dan pengambilan
kesimpulan data yang tepat.
Insiden intubasi sulit di GD tidak dapat diekstrapolasi dari literatur anestesiologi. /ampaknya masuk akal untuk mengharapkan bahwa sulit
saluran udara akan lebih sering di GD daripada di ruang operasi, mengingat kebutuhan mendesak untuk prosedur dan kurangnya persiapan pasien. +etika menilai seorang pasien membutuhkan dukungan saluran napas, dokter
spesialis emergensi pertama'tama harus berusaha untuk mengidenti#ikasi petunjuk klinis yang menunjukkan adanya kesulitan jalan na#as dan, bila perlu, pilih perangkat alternati#. ini
Strategi dapat menegah kerusakan pasien atau kematian yang disebabkan oleh beberapa menoba menggunakan metode standar.
erangkat alternati# dan teknik termasuk yang laring mask airway, perangkat dual'lumen, introduers trakea, intubasi transiluminasi, lingkup serat optik #leksibel, dan gaya semi'rigit.
In#ormasi penting dapat dikumpulkan oleh penilaian pra'operasi hati'hati melalui sejarah, #isik
emeriksaan 0isik dan penyelidikan. Sebuah pertanyaan penting untuk bertanya pada diri sendiri adalah apakah *entilasi oleh #aemask mungkin akan sulit.
Difucult airway terdiri dari & kesulitan yakni difficult intubation dan difficult ventilasi sehingga ;S; mengeluarkan alogaritma yang sudah ditampilkan pada bab teori yang dapat menjadi panduan praktis apabila terjadi kesulitan intubasi yang terjadi meski masih ada beberapa pertentangan.