• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bonus Demografi KEPENDUDUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bonus Demografi KEPENDUDUKAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

mengalami bonus demografi. Bonus demografi yang dimaksud yaitu ketika negara Indonesia memiliki jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah yang melimpah, yaitu sekitar 2/3 dari jumlah penduduk keseluruhan. Bonus demografi dapat dilihat dengan parameter Dependency Ratio (angka beban ketergantungan) yang cukup rendah, yaitu mencapai 44. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk tidak produktif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2010 menunjukkan dependency ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara pada tahun 2015 dependency ratio memiliki angka lebih kecil yaitu 48,6. Angka dependency ratio ini akan semakin kecil lagi pada tahun 2020 hingga 2030, yang akan menciptakan bonus demografi untuk Indonesia.

Keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi dipengaruhi oleh kesiapan pemerintah untuk menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas. Kualitas tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kecukupan gizi. Data BPS tahun 2014 menunjukkan bahwa dari segi partisipasi sekolah penduduk Indonesia masih rendah digolongan umur 19-24 tahun. Angka partisipasi sekolah kelompok umur 19-24 pada tahun 2013 masih 20,14%. Walau angka ini telah mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan angka partisipasi sekolah kelompok umur dibawahnya yang memiliki rata-rata mencapai diatas 60%, masih menunjukkan kesenjangan yang besar.

Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan United

Nations for Development Program (UNDP) menunjukkan angka HDI

Indonesia masih menempati urutan ke-111 dari 182 negara (Detiknews, 2014). Kunci utama memanfaatkan bonus demografi yaitu dengan mempersiapkan angkatan kerja yang berkualitas. Fenomena yang terjadi saat ini adalah negara maju kekurangan penduduk muda, sebagai kelompok angkatan kerja yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi. Untuk itu peluang tersebut bisa dimanfaatkan oleh negara-negara yang mendapatkan bonus demografi.

Peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bonus demografi bisa saja menjadi boomerang. Ketika Indonesia tidak mampu

(2)

menyiapkan angkatan kerja berkualitas, tentu akibat yang terjadi yaitu akan menimbulkan pengangguran dimana-mana. Pengangguran terjadi ketika angkatan kerja tidak mampu terserap kedalam lapangan kerja yang sebenarnya tersedia karena tidak memenuhi kualifikasi yang di butuhkan perusahaan. Sehingga, bonus demografi tidak memberikan dampak positif.

Aspek lain yang penting untuk diperhatikan yaitu bagaimana menekan angka fertilitas (angka kelahiran). Jika tingkat fertilitas meningkat pada fase bonus demografi, maka akan menghambat upaya negara dalam mempersiapkan angkatan kerja yang berkualitas. Upaya pemerintah dalam menekan angka kelahiran melalui program keluarga berencanan (KB) menjadi sangat penting.

2. Penduduk Usia Produktif yang Melimpah sebagai Keuntungan Demografi

Bonus Demografi atau sering juga disebut keuntungan demografi merupakan fase dimana jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke atas). Menurut Dr Sukamdi, MSc, seorang peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa bonus demografi yang akan diterima Indonesia tahun 2020 sangat menguntungkan. Pada kondisi bonus demografi masyarakat akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dengan dana tabungan yang lebih banyak. Pada fase bonus demografi tingkat ketergantungan (dependency ratio) penduduk tidak produktif kepada penduduk produktif cenderung rendah (Detiknews, 2014).

Dependency Ratio Indonesia sejak tahun 1930 hingga tahun 2015

menunjukkan kecenderungan semakin kecil. Artinya, beban ketergantungan penduduk usia produktif kepada penduduk produktif semakin rendah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2010 menunjukkan Dependency

ratio Indonesia sebesar 50,5. Sementara pada tahun 2015 dependency ratio

memiliki angka lebih kecil yaitu 48,6. Kecenderungan dependency ratio yang semakin kecil akan berlanjut hingga tahun 2030, dan menciptakan bonus demografi bagi Indonesia. Sementara itu diperkirakan setelah tahun 2030 kecenderungan dependency ratio akan naik kembali karena jumlah lansia meningkat.

(3)

Sementara itu, melimpahnya jumlah penduduk muda di berbagai wilayah provinsi Indonesia telah mnciptakan bonus demografi. Bonus demografi dibeberapa provinsi di Indonesia tersebut dapat dilihat dengan parameter

Dependency Ratio yang cukup rendah, yaitu mencapai dibawah 45. Yang

berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 45 penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke atas). Perhatikan data dependency ratio menurut Provinsi di Indonesia pada tabel 1 berikut.

Tabel.1 Dependency Ratio menurut Provinsi, 2010-2035

Provinsi Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Aceh 56,3 54,8 53,6 50,8 47,9 45,8 Sumatera Utara 58,0 56,3 55,3 53,6 51,7 50,8 Sumatera Barat 57,7 55,8 54,8 53,6 51,7 50,6 Riau 54,1 51,5 49,7 48,4 47,1 46,6 Jambi 50,8 47,3 44,5 43,3 42,7 42,7 Sumatera Selatan 51,3 49,7 48,4 47,3 45,8 45,3 Bengkulu 51,3 47,9 46,2 44,9 44,3 44,5 Lampung 51,1 49,5 48,6 47,3 45,6 45,3 Kepulauan Bangka Belitung 48,6 46,2 44,9 44,3 43,3 43,1 Kepulauan Riau 46,8 49,7 46,4 41,8 38,1 37,9 DKI Jakarta 37,4 39,9 42,0 42,2 40,1 39,5 Jawa Barat 49,9 47,7 46,4 46,4 46,2 46,6 Jawa Tengah 49,9 48,1 47,7 48,4 49,9 51,7 DI Yogyakarta 45,8 44,9 45,6 46,8 47,7 48,4 Jawa Timur 46,2 44,3 43,9 44,3 46,2 48,4 Banten 48,6 46,4 45,3 43,9 41,8 41,0 Bali 47,3 45,6 43,3 42,2 43,3 45,8

Nusa Tenggara Barat 55,8 53,8 52,2 50,2 48,6 48,1 Nusa Tenggara Timur 70,6 66,7 63,4 62,1 61,6 61,6 Kalimantan Barat 52,7 50,8 49,7 48,8 47,3 46,6 Kalimantan Tengah 50,4 46,2 43,3 41,4 40,3 39,9 Kalimantan Selatan 49,3 48,6 47,7 46,2 44,7 44,7 Kalimantan Timur 48,6 46,2 44,5 43,7 43,1 43,5 Sulawesi Utara 47,9 46,6 46,4 46,8 47,3 48,4 Sulawesi Tengah 52,7 50,6 49,7 49,5 48,6 48,6 Sulawesi Selatan 56,0 52,9 51,3 50,4 49,5 49,7 Sulawesi Tenggara 63,4 60,5 58,0 54,6 52,7 51,5 Gorontalo 51,7 48,6 47,5 47,7 47,7 47,9 Sulawesi Barat 60,5 56,0 53,8 52,7 51,5 51,1

(4)

Maluku 63,1 59,7 58,2 57,5 55,8 54,3 Maluku Utara 61,3 58,5 56,0 53,4 51,5 50,8 Papua Barat 53,6 49,9 47,1 45,3 44,3 43,7 Papua 53,8 47,5 43,7 42,0 41,6 42,2 INDONESIA 50,5 48,6 47,7 47,2 46,9 47,3 Sumber: BPS Indonesia

Bonus Demografi sebenarnya telah dialami oleh beberapa Provinsi di Indonesia sejak tahun 2010. Beberapa provinsi itu seperti Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur dan Kepulaun Riau. Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa beban ketergantungan di empat provinsi telah berada pada angka 46 dan 45. Beban ketergantungan yang cukup rendah ini telah menciptakan jendela peluang untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi diwilayah yang bersangkutan.

Kesiapan pemerintah dalam menghadapi bonus demografi akan mendatangkan keuntungan yang besar. Dengan Bonus demografi berarti Indonesia akan mendapati kondisi dimana jumlah angkatan kerja yang melimpah. Angkatan kerja dengan jumlah yang besar tersebut jika dapat dikelola dengan baik akan mendorong kemajuan dan pertumbuhan ekonomi negara. Kuncinya terletak pada peningkatan kualitas angkatan kerja yang berdaya saing pada pasar tenaga kerja global.

Saat ini Indonesia memiliki 67 juta anak muda berumur 10-24 tahun. Mereka inilah yang akan menjadi pemimpin dan penggerak pembangunan Indonesia pada fase bonus Demografi tahun 2020-2030. Jumlah anak muda yang melimpah menjadi incaran tenaga produktif negara-negara maju yang kekurangan anak muda. Sehingga bisa menjadi keuntungan yang besar jika Indonesia mampu merespon permintaan pasar tenaga kerja global (Kompas, 2014).

Indonesia menempati posisi ketiga setelah India yang memiliki jumlah anak muda 356 juta, dan Thiongkok yang memiliki jumlah anak muda 269 juta. Jumlah anak muda ini akan sangat menguntungkan jika strategi pembangunan yang memanfaatkan bonus demografi bisa dijalankan dengan benar. Dengan investasi yang tepat dari pemerintah, maka jutaan anak muda akan benar-benar menjadikan berkah demografi. Selain itu, jika mampu dikelola dengan baik tentu akan bisa mengubah masa depan Indonesia menjadi lebih baik.

Bonus Demografi sebagai Jendela Peluang Pertumbuhan Ekonomi

Bonus demografi yang akan datang pada tahun 2020 hingga 2030, menjadi jendela peluang (windows opportunity) untuk pertumbuhan ekonomi. Populasi

(5)

penduduk produktif yang besar akan bermanfaat sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan tersedianya penduduk produktif yang siap kerja dengan jumlah yang besar menjadi modal awal dalam pembangunan ekonomi. Selanjutnya bagaimana pemerintah mampu menyiapkan angkatan kerja yang berkualitas dan lapangan kerja yang cukup untuk menampung mereka.

Jaminan tersedianya lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian pencari kerja, memungkinkan anak-anak muda Indonesia mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Dengan memperluas kesempatan kerja, akan memperluas usaha dan produksi yang dihasilkan. Sehingga hal tersebut dapat mengerakkan ekonomi negara dan meningkatkan income.

Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia bulan Agustus 2014 masih cukup tinggi yaitu 5,94%. Angka tersebut lebih tinggi dari tingkat pengangguran terbuka bulan Februari 2014 yang hanya 5,70%. Dalam kerangka bonus demografi sangat diperlukan kesiapan dan strategi yang tepat, sehingga jumlah anak muda yang melimpah mampu mendorong peningkatan ekonomi. Terserapnya jutaan anak muda dalam lapangan kerja selain mengurangi angka pengangguran juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Bonus demografi menjadi kondisi yang sangat baik bagi suatu negara untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakatnya pada posisi yang sejahtera. Selain itu dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan akan bisa mengakhiri kemiskinan yang selama ini masih menjadi salah satu problem utama.

Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Pemanfaatan Bonus Demografi

Keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, ketersediaan lapangan kerja, dan konsistensi penurunan angka kelahiran melalui program KB.

Pada fase bonus demografi jumlah anak muda sangat besar sebagai kelompok produktif yang telah memasuki usia kerja. Sehingga Pengelolaan ketenagakerjaan yang baik, menjadi pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan ketenagakerjaan yang baik dengan mempersiapkan angkatan kerja yang berkualitas, akan menentukan keberhasilan pemanfaatan bonus demografi. Untuk itu dalam mempersiapkan angkatan kerja yang

(6)

berkualitas haruslah dilihat dari aspek kualitas pendidikan, kualitas kesehatan dan kecukupan gizi.

1. Peningkatan Kualitas Pendidikan

Meningkatnya jumlah anak muda pada tahun 2020 hingga 2030, akan berpengaruh pada meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pendidikan. Pendidikan menjadi kebutuhan dasar bagi penduduk yang harus dipenuhi selain kecukupan gizi dan kesehatan. Kesempatan yang mudah untuk mengenyam pendidikan dapat menciptakan penduduk yang berkualitas dan terampil.

Salah satu usaha yang tepat untuk meningkatkan kualitas anak muda adalah dengan menyediakan kesempatan pendidikan seluas-luasnya. Kemudahan akses pendidikan dan didukung oleh prasarana pendidikan yang lengkap, serta tenaga pendidik yang berkualitas, akan menciptakan masyarakat yang berkualitas pula. Peningkatan kualitas pendidikan menjadi faktor utama keberhasilan perencanaan ketenagakerjaan. Perencanaan tenaga kerja akan menjamin kebutuhan tenaga kerja, terutama tenagakerja terdidik yang diperlukan dalam pembangunan (Sumarsono, 2003).

Pendidikan menjadi aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Data tentang Human Development Index (HDI) yang disajikan United Nations for Development Programe (UNDP) menunjukkan bahwa peringkat kualitas SDM Indonesia cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1998 HDI Indonesia berada pada posisi 99, tahun 1999 pada posisi 105, dan pada tahun 2000 HDI Indonesia kembali merosot ke posisi 109 (Irianto, 2001). Saat ini HDI Indonesia menempati urutan ke-111 dari 182 negara. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi upaya yang harus di prioritaskan untuk menghadapi bonus demografi beberapa tahun mendatang.

Jika melihat Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Indonesia, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan APS di masing-masing kelompok umur, sepanjang tahun 2003 hingga 2013 (Perhatikan Tabel.2).

Tabel.2 Angka Partisipasi Sekolah ( A P S ) Tahun 2003-2013

Kelompok Umur Tahun series 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 7-12 96,42 96,77 97,14 97,39 97,64 97,88 97,95 98,02 97,62 98,02 98,42 13-15 81,01 83,49 84,02 84,08 84,65 84,89 85,47 86,24 87,99 89,76 90,81 16-18 50,97 53,48 53,86 53,92 55,49 55,50 55,16 56,01 57,95 61,49 63,84

(7)

19-24 11,71 12,07 12,23 11,38 13,08 13,29 12,72 13,77 14,82 16,05 20,14 Sumber: BPS Indonesia

Kecenderungan Angka Partisipasi Sekolah yang semakin kecil pada kelompok umur yang tinggi menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Semakin kecil Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur yang tinggi, berarti penduduk yang berhasil menempuh pendidikan tinggi masih relatif kecil. Angka partisipasi sekolah yang relatif kecil pada kelompok umur 19-24 tahun dipengaruhi beberapa faktor seperti: kemiskinan, biaya pendidikan yang mahal, rendahnya motivasi sekolah di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.

Pada fase bonus demografi angka partisipasi sekolah harus ditingkatkan, khususnya Angka Partisipasi Sekolah pada kelompok umur 16-18 dan 19-24 tahun. Langkah yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menempuh pendidikan. Pendidikan murah dan bantuan biaya pendidikan bagi golongan miskin dapat memacu naiknya angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah yang tinggi pada kelompok umur 19-24 akan menciptakan angkatan kerja yang berkualitas dan terampil. Jenjang pendidikan yang tinggi sebagai bekal utama menghadapai persaingan tenaga kerja.

Faktor utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan terletak pada tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap dan memadai. Selain itu dengan jumlah tenaga pendidik yang memadai dan berkualitas menjadi salah satu aspek penting yang tidak bisa dilupakan. Pemerintah juga harus memperhatikan pengembangan dibidang sains dan teknologi penunjang pendidikan. Hanya dengan peningkatan dan perbaikan diberbagi unsur penting dalam pendidikan, akan menjadi kunci utama peningkatan kualitas pendidikan.

Tidak dapat dipungkiri jika pendidikan formal tidaklah menjadi satu-satunya penentu keberhasilan untuk menciptakan angkatan kerja yang berkulaitas. Oleh karena itu, pemerintah juga harus mengupayakan dan mengembangkan pendidikan non-ijazah yang menekankan pada pengembangan ketrampilan. Pengembangan ketrampilan melalui pendidikan non-formal bisa menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas. Pendidikan non-ijazah bisa menjadi solusi dari keterbatasan pendidikan formal, dan tepat untuk mewadahi anak-anak muda yang tidak cocok dengan pendidikan formal.

(8)

Kualitas kesehatan menjadi aspek penting yang perlu ditingkatkan untuk menyambut bonus demografi. Peningkatan kualitaas kesehatan akan menjadikan angkatan kerja berkualitas selain berkualitas dalam segi pendidikan. kunci utama peningkatan kualitas kesehatan dengan menyediakan layanan kesehatan yang baik dan bermutu.

Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diprioritaskan kepada penduduk usia 0-18 tahun. Prioritas ini di pilih karena penduduk usia 0-18 tahun berada pada usia perkembangan. Dengan peningkatan kesehatan yang diprioritaskan pada penduduk usia emas tersebut, maka nantinya diharapkan akan menciptakan anak-anak muda yang berkualitas.

3. Konsistensi dalam Penurunan Angka Fertilitas

Konsistensi penurunan angka fertilitas yang baik akan membuat investasi pendidikan dan kesehatan menjadi semakin optimal. Penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi anak-anak, dan akan menjaga populasi anak-anak tetap pada angka yang kecil. Dengan begitu beban ketergantungan dalam fase demografi akan tetap bisa ditekan. Konsistensi penurunan fertilitas ini perlu dipertahankan hingga tahun 2030. Sehingga kesempatan emas pada fase demografi akan benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik.

Konsisitensi penurunan angka fertilitas berarti akan semakin memudahkan pemerintah untuk fokus dalam program peningkatan kualitas anak muda. Penurunan angka kelahiran akan mengurangi anggaran untuk kesehatan dan kebutuhan gizi bayi-bayi yang lahir. Sehingga anggaran yang dimiliki pemerintah sebagian besar bisa digunakan untuk investasi dalam peningkatan kualitas anak muda.

Penuruanan angka fertilitas dalam kerangka bonus demografi memang tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan program keluarga berencana (KB). Meningkatnya partisipasi KB telah berhasil menurunkan angka fertilitas secara signifikan. Data BPS nasional menunjukan bahwa presentase perempuan usia 15-49 tahun yang telah menikah dan ikut KB memiliki proporsi yang cukup besar. Data tahun 2000 hingga 2013 memperlihatkan partisipasi KB menjacapi 50% lebih dimasisng masing tahun. Data tersebut juga menunjukkan kecenderungan meningkat dari taun ketahun.

Tabel.4 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin yang Sedang Menggunakan/Memakai Alat KB Menurut & Angka Fertilitas Total 1971,

(9)

1980, 1985, 1990, 1991, 1994, 1997, 1998, 1999, 2000, 2002, 2007, 2010 dan 2012

Partisipasi KB

Tahun 2000-2013 Angka Fertilitas Total (AFT)Tahun 1971-2012

Tahun % Tahun % 2000 54,35 1971 5,61 2001 52,54 1980 4,68 2002 54,19 1985 4,06 2003 54,54 1990 3,33 2004 56,71 1991 3,02 2005 57,89 1994 2,85 2006 57,91 1997 2,34 2007 57,43 1998 2,65 2008 56,62 1999 2,59 2009 60,63 2000 2,27 2010 60,94 2002 2,45 2011 61,34 2007 2,60 2012 62,43 2010 2,41 2013 62,50 2012 2,60

Sumber:BPS Nasional Indonesia

Meningkatnya Partisipasi KB hingga mencapai 62,43% pada tahun 2013 secara langsung berdampak pada menurunnya angka fertilitas. Sejak tahun 1971 hingga 2012 Angka fertilitas total/TFR (Total Fertility Rate) menunjukkan kecenderungan semakin menurun. Sampai tahun 2012 angka fertilitas total berada pada angka yang cukup kecil, yaitu 2.60. Bahkan pada tahun 2000 angka fertilitas total berada pada angka terkecil yang pernah dicapai Indonesia yaitu 2.27.

Keberhasilan program keluarga berencana dalam menekan angka kelahiran perlu dipertahankan. Dengan konsisitensi menurunkan angka kelahiran melalui program KB, akan menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan pemanfaatan bonus demografi.

4. Ketersediaan Lapangan Kerja

Ketersediaan lapangan kerja yang cukup pada fase bonus demografi menjadi aspek penting yang tak bisa diabaikan. Jaminan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian angkatan kerja akan membuat anak-anak muda bisa mengembangkan potensinya, dan menjadi sumbangangan tanaga yang produktif bagi pengembangan ekonomi negara. Dengan tersedianya lapangan kerja yang besar akan mampu menampung jumlah angkatan kerja yang besar, dan tidak akan menjadikan jutaan anak muda menganggur.

(10)

Tabel.3 Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK dan TPT, 1986–2013

Tahun

Angkatan

Kerja Bekerja Pengangguran

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja - TPAK Tingkat Pengangguran Terbuka - TPT (Juta Orang) Orang)(Juta (Juta Orang) (%) (%) 2005 Februari 105,80 94,95 10,85 68,02 10,26 November 105,86 93,96 11,90 66,79 11,24 2006 Februari 106,28 95,18 11,10 66,74 10,45 Agustus 106,39 95,46 10,93 66,16 10,28 2007 Februari 108,13 97,58 10,55 66,60 9,75 Agustus 109,94 99,93 10,01 66,99 9,11 2008 Februari 111,48 102,05 9,43 67,33 8,46 Agustus 111,95 102,55 9,39 67,18 8,39 2009 Februari 113,74 104,49 9,26 67,60 8,14 Agustus 113,83 104,87 8,96 67,23 7,87 2010 Februari 116,00 107,41 8,59 67,83 7,41 Agustus 116,53 108,21 8,32 67,72 7,14 2011 Februari 119,40 111,28 8,12 69,96 6,80 Agustus 117,37 109,67 7,70 68,34 6,56 2012 Februari 120,41 112,80 7,61 69,66 6,32 Agustus 118,05 110,81 7,24 67,88 6,14 2013 Februari 121,19 114,02 7,17 69,21 5,92 Agustus 118,19 110,80 7,39 66,90 6,25 1967-1999 Max 94,85 88,82 6,03 67,22 6,36 Min 67,20 65,38 1,82 65,60 2,55 1999-2004 Max 103,97 93,72 10,25 68,60 9,86 Min 94,85 88,82 5,81 67,22 6,08 2004-2013 Max 121,19 114,02 11,90 69,96 11,24 Min 103,97 93,72 7,17 66,16 5,92 Sumber: Sakernas, BPS

Menciptakan kesempatan kerja atau lapangan kerja menjadi aspek penting dalam perencanaan tanaga kerja. Ketika perencanaan tenaga kerja telah diupayakan dengan baik melalui peningkatan kualitas angkatan kerja, maka penciptaan kesempatan kerja juga harus dilakukan untuk mendukungnya. Menurut Suroto (1992) perencanaan penciptaan kesempatan kerja dan perencanaan persedian tenaga kerja merupakan dua aspek yang saling berkaitan satu sama lain, dan menjadi satu pasang komponen yang harus cocok (Suroto, 1992:399). Dalam

(11)

kerangka bonus demografi, dua aspek perencanaan tenaga kerja tersebut sangat penting dalam keberhasilan pembangunan bangsa.

Strategi Pengelolaan Bonus Demografi

Rancangan strategi berupa intervensi sosial melalui berbagai kebijakan pemerintah. Intervensi sosial dalam bentuk kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki, baik individu, kelompok maupun negara. Intervensi yang dapat dilakukan setidaknya meliputi empat aspek penting yaitu disektor pendidikan, sektor kesehatan, ketenagakerjaan dan program Keluarga Berencana.

Berikut ini beberapa strategi dalam bentuk kebijakan yang bisa dijalankan pemerintah untuk menghadapi bonus demografi:

1. Strategi dibidang Pendidikan:

a. Peningkatan kualitas pendidikan melalui wajib belajar 12 tahun (sampai tingkat SMA/SMK).

b. Meningkatkan secara konsisten kesempatan sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.

c. Program beasiswa prestasi dan beasiswa keluarga miskin dapat meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah sampai tingkat SMA/SMK, dan juga sampai jenjang perguruan tinggi.

d. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan seperti fasilitas laboratorium yang lengkap, fasilitas multimedia, gedung sekolah dan lain sebaginya.

e. Meningkatkan kualitas tenaga pengajar/guru/dosen. f. Menambah alokasi dana untuk anggaran pendidikan 2. Strategi dibidang kesehatan

a. Meningkatkan anggaran untuk kesehatan

b. Meningkatkan kualitas tenaga medis seperti dokter, bidan, perawat dsb. c. Meningkatkan saranan dan prasaranan kesehatan.

d. Penyediaan layanan kesehatan dalam kerangka bonus demografi diperioritaskan kepada penduduk usia 0-18 tahun (usia emas). Program riil bagi penduduk usia emas ini (usia perkembangan) meliputi penggalakan program “asi eksklusif”, pemberian makanan bergizi, imunisasi, dan lain sebagainya.

e. Selain ditujukan untuk penduduk usia 0-18, layanan kesehatan juga ditujukan kepada penduduk usi 19-21 tahun, karena sebagi penduduk yang akan memasuki dunia kerja. Sehingga kualitas kesehatan penduduk usia ini perlu diperhatikan sebagi syarat kesiapan dalam memasuki dunia kerja.

(12)

3. Strategi dibidang Ketenagakerjaan

a. Membuka kesempatan kerja yang luas melalui penyediaan lapangan kerja yang banyak

b. Penyediaan dan penambahan lapangan kerja disesuaikan dengan kemampuan para pencari kerja

c. Pengembangan UMKM sebagai sektor informal yang lebih fleksibel dalam penyerapan lapangan kerja

d. Menciptakan angkatan kerja yang berkualitas melalui pendidikan dan pelatihan-pelatihan, untuk bisa bersaing di dunia internasional

4. Strategi dibidang Keluarga Berencana untuk menekan angka fertilitas a. Meningkatkan aseptor KB

b. Mendorong dan meningkatkan Aseptor KB laki-laki

c. Penyuluhan untuk kesehatan reproduksi dan pernikahan dini d. Disusun UU mengenai batas usia minimum pernikahan

Kesimpulan

Bangsa yang besar dan kuat harus memiliki perencanaan yang matang, terutama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi keuntungan daya saing sebuah bangsa. Bonus demografi yang kini tengah kita alami dan dapat terus kita nikmati hingga 2035 ibarat pedang bermata dua, bisa menjadi berkah jika kita mempersiapkannya dengan sebaik mungkin sehingga SDM usia produktif berkualitas dan terserap lapangan kerja hingga akhirnya memiliki tabungan, investasi, dan menambah devisa negara, dan dapat pula menjadi bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan dari sekarang. Untuk memanfaatkan bonus demografi dengan baik, maka diperlukan kebijakan dan strategi visioner yang bisa diimplementasikan dengan baik. Untuk menjadikan bonus demografi menguntungkan bagi Indonesia perlu strategi yang tepat. Strategi tersebut meliputi empat aspek utama yaitu peningkatan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, penyediaan lapangan kerja yang cukup, dan konsistensi pemerintah dalam menekan angka fertilitas. Jika momentum bonus demografi ini dapat dimanfaatkan dengan baik, Indonesia bisa menjadi salah satu negara terkuat di dunia dengan masyarakat yang adil dan makmur.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Yusuf. 2001. Isu-isu Strategis Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jawatimur: Insan Cendikia

Koesmarini, AN., 2015. Bonus Demografi Itu Ibarat Pedang Bermata Dua, Bisa

Menjadi Berkah ataupun Musibah, Kompasiana.com diakses pada 12

Oktober 2017,

Sumarsono, Sony. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan

Ketenagakerjan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Kurniawan, Bagus. 2014, ‘2020 Indonesia Alami Bonus Demografi’, Detiknews, [Online], diakses 12 Oktober 2017, yang ada di :

http://news.detik.com/read/2014/06/12/225936/2606875/10/2020-indonesia-alami-bonus-demografi

Moh.Yasin, dkk. 2004. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Republika, 2014, ‘BKKBN: Masalah Bonus Demografi Sangat Serius’, Surat Kabar Republika, [Online], diakses 12 Oktober 2017,

Suroto, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari perancangan ini dapat membuat masyarakat terbujuk untuk berpartisipasi didalam program dari Yayasan Yatim Mandiri yaitu Genius (Guru Exelent Yatim

Pada dasarnya data insiden penyakit TB akan diakuisisi dari data sekunder pada level kabupaten/kota di provinsi Lampung baik yang didokumentasi maupun dipublikasi oleh instansi

Dalam analisis yang dilakukan, kerawanan bangunan dinilai dari kinerja yang ditunjukkan model bangunan pada analisis non-liniear statik ( pushover ) berdasarkan beban gempa (SNI

Kesabaran dalam menjalani hidup dengan lurus, ramah kepada alam, dan sikap antisipatif terhadap setiap kemungkinan adanya bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu

Sebenarnya dalam perkembangan Islam di Korea pada periode modern ini terbagi menjadi tiga periode yaitu 1950- 1960 yang dimana pada rentang periode ini komunitas Muslim Korea

brackishwater ponds.  Agricultural

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesenjangan tetjadi antara harapan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang mengetahui faktor-faktor yang

Hasil pengolahan data menggunakan smartPLS menunjukkan bahwa suasana atau atmosfer Rumah Kopi Ranin berpengaruh sebesar 45,83% terhadap keputusan pembelian,