Structural
Seismic Interpretation
Dr. Ir. Eko Widianto, MT
Interpretasi seismik
• Interpretasi struktur
• Interpretasi Seismik
Stratigrafi
• Karakterisasi
Reservoir
Tujuan
• Menafsirkan kondisi struktur geologi
dan unsur-unsurnya, proses
kejadiannya dan faktor yang
mempengaruhi.
• Memberikan rekomendasi
prospektifitas atau resiko yang
terkandung di dalamnya
(a)
(d) (c)
• Identifikasi struktur
geologi/tektonik
• Identifikasi stratigrafi
• Interpretasi fasies
pengendapan/
lingkungan pengendapan
• Karakterisasi reservoir
fluida
• Rekomendasi,
mendefinisikan
petroleum system
Interpretasi Seismik
Seismic
section
Model
geologi
Interpretasi
Alur pikir interpretasi seismik
Seismic section Well log synthetic Fecies model Geology model
DATA COLLECTING
DIAGRAM ALIR INTERPRETASI SEISMIK
DATA SEISMIK (stack migration,PSTM) NAVIGASI (KOORDINAT) PETA DASAR (BASE MAP) SUMUR ( LOG)
Sonic/ & densitas, VSP/WVS.
DATA KECEPATAN
SEISMIK
verifikasi data)
Looping /composite line untuk memeriksa kondisi data / mistie
Periksa &verifikasi data sumur (log)
OK?
OK?
PENYIAPAN DATA
Mistie analysis / post stack prosesing (penyamaan amplitude vintage berbeda)
Sintetik Seismogram TIDAK YA TIDAK YA SEISMIC-WELL TIE
Pengikatan data seismik ke data sumur & Penentuan horison
HORIZON PICKING HORIZON MAPPING
PETA GEOLOGI, PETA STRUKTUR, DATA INTERPRETASI/EVALUASI , STUDI TERDAHULU STUDI PENDAHULUAN
EVALUASI
Penentuan interest area, rekomendasi dll (Laporan)
INTERPRETASI DATA SEISMIK
Tektonik Regional, Struktural, dan Pola Pengendapannya
• Memahami tektonik dan system pengendapan pada daerah yang
diinterpretasi, sehingga dalam interpretasi : fault, geometri struktur dan
fasies sedimentasinya harus konsisten dengan tektonik regional dan
system pengendapannya.
• Kenampakan atau pola dari seismic sangat bervariasi, sehingga harus
dapat membedakan mana betul-betul signal refleksi (data) atau bukan
(noise). Dalam hal ini harus diyakinkan di antaranya dengan data
sumur (synthetic seismogram) untuk memprediksi respon dari litologi/
kandungan fluidanya.
Obyektif interpretasi
Interpreter harus mengerti obyektif yang menjadi target interpretasi seismic. Sebab banyak sekali informasi yang tersedia pada penampang seismic, ini sangat penting untuk mengarahkan pada tujuan /obyektif
2.Persiapan
Beberapa tahapan dalam interpretasi data seismic yang harus diikuti :
Peta Dasar dan Penampang seismik Peta Dasar mencakup :
• Posisi arah lintasan seismic dan perpotongan antar lintasan seismic. • Koordinat, sistim koordinat yg digunakan
• Nama lintasan dan nomer shot point (titik tembak). • Skala peta (tegantung tujuan), arah utara/mata angin • Posisi sumur
• Culture dan legend/ keterangan.
Penampang Seismik :
• bentuk stack migrasi dan umumnya adalah PSTM .
• Skala umumnya horisontal 1 : 20 000 dan vertikal 1 cm = 100 msec. • Pada penampang seismik juga memuat informasi tentang :
bagian atas : data kecepatan, nomer SP, Trace , posisi crossing line, topografi, shot
hole depth
bagian samping (kanan) : nama lintasan, nomer SP dan status processing, informasi
Data Sumur
• Final log, untuk mengetahui puncak formasi atau lapisan tertentu sebagai marker atau zona-zona mengandung HK (DST, UKL).
• Log sonic dan densitas, digunakan untuk membuat sintetik seismogram untuk seismic well tie
• WVS/VSP, untuk mengetahui kecepatan rata-rata tiap interval atau
menkonversi data kedalaman ke data waktu atau sebaliknya, dan sebagai kalibrasi synthetic seismogram
Data geologi
• Geologi permukaan, peta geologi untuk membantu menentukan batas litologi dengan horizon tertentu, analisis stratigrafis, hubungan fasies (mengetahui kondisi geologi regional daerah setempat ).
• Citra satelit, berupa landsat, spot dsb, digunakan menentukan pola/ kelurusan struktur permukaan dan penyebaran batuan (geologi regional).
• Data seismic survey terdahulu (sebelumnya), akan membantu interpretasi karena akan menambah data asal mempunyai kualitas yang memadai.
Verifikasi
1. Data navigasi
2. Data sumur dan data lainnya yang terkait. (dapat
dikerjakan pada saat loading data ke workstation)
3. Kesesuaian penempatan lintasan-lintasan seismic
ataupun penempatan in-line dan cross-line dari suatu
set data seismic
4. Penomoran SP/CDP ataupun penomoran inline/
crossline arah-arah lintasan
5. Kesesuaian nama lintasan seimik baik antara header
data, data seismik tersebut maupun dalam peta dasar.
6. Pastikan sistim koordinat yang digunakan.
Tahap : Penarikan horizon /picking
Setelah selesai persiapan, berikutnya adalah
• Memadukan data yang tersedia.
• Membuat looping /composite line untuk memastikan kondisi data
tersebut dan memeriksa ada tidaknya mistie.
Pemilihan horizon :
didasarkan pada : kontinuitas refleksi, amplitude yang mudah dikenal,
sifat-sifat khusus yang mewakili atau horizon yang ekwivalen dengan
lapisan produktif.
Pengikatan data seismik dengan synthetic seismogram dari data sumur
yang dijadikan acuan. Data sonic/ densitas serta data VSP/Checkshoot
adalah dasar dalam pembuatan synthetic seismogram.
Penentuan top-top lapisan/reservoir, top-top formasi pada penampang
seismik berdasarkan data ikatan sumur acuan dan dilakukan penarikan
horison dari lapisan-lapisan yang akan diinterpretasikan mulai dari
lintasan yang diikatkan ke sumur acuan.
Pemetaan
Persiapan Pemetaan
Sebelum memetakan, cek ulang :
• lintasan yang melewati sumur apakah korelasi seismic dan data sumur sesuai (matching),
• pastikan pada perpotongan antar lintasan, horizon ataupun sesarnya sudah “tie”. • Base map/peta dasar sudah dilengkapi lintasan dan nomer SPnya.
• Kwalitas mapping tergantung pada ketelitian interpretasi
Pembacaan / Gridding
• Pembacaan /gridding untuk mengetahui harga dan posisi horizon atau fault yang akan dipetakan , dengan syarat seluruh data seismic sudah cocok (tie).
• Hasil pembacaan kemudian di plot pada peta dasar . Dalam beberapa kasus apabila lintasan seismic yang terdapat pada peta dasar masih jarang (jarak antar lintasannya jauh) maka harga pada posisi antar lintasan akan diinterpolasi .
Mistie
Mistie adalah perbedaan waktu refleksi pada horizon dan posisi yang
sama antara dua penampang seismic yang berpotongan.
Mistie antara 1 - 10 msec, dapat diabaikan untuk kepentingan pemetaan
regional (kontur intervalnya 20 - 50 msec),
Untuk pemetaan detail dengan interval kontur 5 - 10 msec, mistie diatas
5 msec harus dikoreksi.
Mistie ini dapat terjadi akibat adanya:
1. Kesalahan dalam interpretasi
2. Kesalahan dalam prosesing (perbedaan kecepatan, koreksi statik,
filtering dll)
3. Migrasi akibat geometri dari dipping/kemiringan data, biasanya
terdapat pada ujung lintasan dan sering disebut dengan end of line
effect .
4. Kesalahan posisioning
5. Adanya perbedaan dalam parameter akusisi.
6. Pada pemetaan manual, diakibatkan kesalahan dalam pembacaan
gridding.
Contouring
Sebelum penggambaran garis kontur,
1. Plotting posisi sesar (fault), pola sesar dan simbolnya harus
dilakukan terlibih dulu.
2. Pemetaan ini adalah contouring yaitu titik titik harga tersebut
dapat dikontur dengan interval atau jarak antar kontur yang
disesuaikan dengan skala peta (1/2000 x skala peta) atau
disesuaikan dengan kebutuhan
Cakupan pembahasan struktur
• Pembahasan struktur geologi pada eksplorasi hidrokarbon
mengharuskan kita untuk menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan: - Geometry : menyangkut bentuk, ukuran, arah, pola suatu
struktur
- Genesa : meliputi interpretasi mekanisme pembentukan, arah gaya pembentukanya, urutannya
- Potensi menjadi perangkap hidrokarbon.
• Hasilnya berupa peta: harus jelas menginformasikan seperti nilai kontur, interval kontur, arah bidang sesar, arah pergerakan sesar, sifat sesar dll.
Pembentukan graben
• Graben menjadi unsur yang sangat penting dalam
pembentukan daerah dapur hidrokarbon. Isolated sediment
biasanya sangat bagus sebagai dapur hidrokarbon sebagai
produk endapan lacustrine.
• Dalam model yang dibuat dari material lumpur yang
dilengkungkan seperti busur menunjukkan deformasi dengan
membentuk graben.
• Model lain menunjukkan bahwa graben dapat terbentuk akibat
gaya tensional atau terjadinya rifting.
• Syntesa lainnya adalah adanya akibat arus konveksi dari
dalam bumi yang menyebabkan terjadinya seri sesar listrik
membentuk graben.
Karakter regime tensional
• Sesar normal dengan sudut
kemiringan besar ( + 60
0
)
• Domino style
• Listric normal faulting
• Sesar utama biasanya diikuti sesar
antitetik
Karakter regime kompresi
•
Thrust fault dengan Basement involve
• Thin skin deformation
• Inconsistency deformation, perbedaan
pertumbuhan pensesaran.
• Bentuk thrust di pengaruhi oleh kemiringan
RCD-A BKP-A MRT-A SPT-B TIGA PULUH HIGH
A.MENDAHARA-1 TIUNG-1 GERAGAI-1 TIUNG-2 MANIS MATA-1 SOGO-1 BETUNG-1 AAB-1 SG-5 KT-3 N-1 S.MEDAK-1 MUARA SABAK-1 MERANG-1 G-1 SIAPO -1 NIKAM -1 BAKUNG-1 KUKU LAMBAR-1 TUNGKAL-1 KALIBERAU-5 BL-2 P-1 P-2 JANGGA-1 HARI-1 GEGER KALONG-1 MERSAM-1 P-1A M-1 GERAGAI DEEP TUNGKAL DEEP AWS 0 5 15 km 1 0 3 ° 0 0
1 0 3 ° 1 5
1 03° 3 0
1 0 3 ° 4 5
103 ° 3 0
1 0 3 ° 1 5
1 0 4 ° 4 5
1 0 4 ° 3 0
1 0 4 ° 1 5
1 0 4 ° 0 0
KE NA LI E SPT-B MRT-B BKP-B RCD-B LEGEND: TAF >300m TAF 100-300m TAF <100m TAF absent Igneous rock
Karakter strike-slip fault
• Kondisinya cenderung komplek
• Perubahan orientasi komponen struktur
sangat menonjol
• Pola en-echelon fold, en-echelon tension
fracture sering dijumpai
• Kemenerusan/releasing bend
• Pembentukan pull-apart
A horizon slice of the productive sand. The high amplitudes against the salt dome and noted in yellow indicates minor amounts of gas in solution downdip. And the red (high amplitudes) along the major fault is interpreted as gas migrating toward the trap after migrating up the fault.
!
In doing seismic interpretation, it must be remembered, it still contains noises which is any reflection unrelated to geology objects.
Common noises which are multiples, diffraction and velocity anomaly. This noises can act as pitfalls for interpreter, and thus need to be recognized.
1.Multiple
Multiple occurs when the wavefront is reflected more than one time.
Data acquisition parameters can be designed to minimize multiple, mainly by using stacking and deconvolution technique
However, multiple still often appear in the record even though the data have been intensively processed
source geophone
surface
Seismic reflector
1st multiple
t = two way time t
2t
Figure 1. Illustration of simple multiple
PR IMAR Y R EF LEC T IO N LONG P A TH MU LT IPL E LONG P A TH MU LT IPL EPEG LEG GHOST GHOST
SURFACE
Figure 2. General type of multiple
Se ismi c re fle ct or
Figure 5. Examples of multiple : WB – water bottom multiple, IBM-interbed multiple and sideswide
WBM WBM
2.Diffraction
Diffraction occurs due to the sharp change of reflector plane geometry, for examples due to the faults, instrusion, karst, etc (Figure 9). The sharp plane refract energy to all direction and recorded as hyperbolic trace with diffraction source as its apex. The position of fault plane can be estimated by joining the apexes (Figure 10).
Even though diffraction can be minimized using migration technique, they still appear in seismic records and interfere interpretation.
☼
Sketch showing a diffraction from a fault. The hyperbolic form of diffractions arises from the assumption made by the CMP method that reflections arise from mid-point locations between the source and geophone
Figure 9 . Illustration of diffraction effect due to fault plane (Badley, 1985)
Geophone Source
Diffraction from fault
Assumed mid-point locationst
Figure 10d. Seismic examples of a burried focus. (a) Stacked section showing the bow-tie effect. (b) Migrated section, revealing the true synclinal shape of the reflector (courtesy Norsk Hydro)
(a)
3.Velocity Efect
Changes of rock properties, for instances due to formation thickness and facies can create velocity change. The change can give distortion between the stacked time section and the real thickness and depth.
Down-dip apparent thinning occurs due to the increasing interval velocity with depth for a constant thickness bed. This makes the bed become thinner to the depth in time section (Figure 11). Apparent thinning can also accur along fault plane due to the change of rock velocity across the fault plane (Figure 12).
Velocity anomaly also often occurs beneath low-angle dip fault plane like in the case of thrust and lystric normal fault because of the lateral velocity change due to the faulting (Figure 13-14)
Pull-up velocity anomaly will also develop under salt structure, and high-velocity carbonate or channel (Fig.15-17). On the contrary, push down high-velocity anomaly can occur beneath shale diapir or carbonates with lower velocity than the surroundings (Figure 18). Extreme change of water depth can also cause severe velocity anomaly (Figure 19).
Velocity anomaly beneath carbonate reef. (a) and (b) Pull-up.
(b) (c) and (d) pull-down (Badley, 1985)
SEISMIC SECTION SEISMIC SECTION
The effect of increasing velocifty with depth on the seismic expression of a dipping unit.
(a) Geological model of a thick dipping sandstone unit. The sandstone s interval velocity increases with depth due to diagenesis, but its thickness remains constant.
(b) Seismic expression : The sandstone unit appears to thin. It takes less time for the seismic signal to travel through the sandstone as its interval velocity increase.
Figure 11. Apparent bed thinning due to velocity effect (Badley, 1985)
Interva
l velocity
increases
Interval thins in time
Time (b)
Depth (a)
Downbending of reflections into a fault. This can occur when low-velocity material is faulted by a dipping fault. In the zone beneath the fault plane, downbending of reflections can occur due to the lower velocities (and, there-for, longer traveltimes) in lower-velocity downthrown rocks.
Figure 12. Apparent downbending effect due to the velocity effect (Badley, 1985) Downbending of reflection V = Velocity V3>V2>V1 V1 V1 V2 V2 V3 V3