• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. beberapa dekade terakhir. Pemahaman tentang penempatan posisi yang sama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. beberapa dekade terakhir. Pemahaman tentang penempatan posisi yang sama"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Keresahan tentang ketidaksetaraan gender memang telah meluas dalam beberapa dekade terakhir. Pemahaman tentang penempatan posisi yang sama antara perempuan dan laki-laki kini memang menjadi perhatian bagi beberapa kalangan, tidak terkecuali perempuan di Lombok Timur. Selama ini perempuan seringkali ditempatkan pada posisi yang kurang strategis dan cenderung tidak menguntungkan. Isu-isu ketidaksetaraan gender baik disadari maupun tidak juga terjadi di Lombok Timur selama bertahun-tahun. Bentuk-bentuk tidak setaranya posisi perempuan dan laki-laki di Lombok Timur - mungkin juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia - nampak dalam berbagai stereotipe atau pelabelan negatif kepada perempuan.

Stereotipe yang ada di Lombok Timur biasanya dikaitkan dengan kondisi fisik perempuan yang memang pada dasarnya tidak sekuat laki-laki sehingga pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan perempuan seringkali dianggap tidak sepenting pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Kenyataan ini terjadi dalam banyak hal di Lombok Timur, di beberapa daerah dalam wilayah administratif Lombok Timur seperti di Pringgabaya dan Sambelia masih banyak ditemui pekerjaan sampingan wanita seperti mengasuh anak, mencuci, atau membersihkan rumah dengan hanya membuahkan penghasilan kurang lebih

(2)

7

sekitar 10 ribu rupiah setiap kali bekerja1. Pekerjaan tersebut dilakukan perempuan disana memang semata-mata untuk membantu perekonomian keluarga atau sekedar mengisi waktu luang namun bukan berarti pekerjaan-pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan tersebut dapat dihargai dengan murah. Bukan berarti pekerjaan membersihkan rumah dan menjaga anak tidak seberat pekerjaan menyopir hingga perempuan hanya dibayar 10 ribu rupiah sebagai imbalan tenaganya.

Stereotipe tersebut pada kenyataannya menimbulkan masalah perempuan lain di Lombok Timur. Baik disadari maupun tidak, perempuan di Lombok Timur termarjinalisasi baik secara ekonomi maupun sosial. Kecenderungan dominasi laki-laki sebagai kepala keluarga membuat perempuan seringkali terdiskriminasi dalam berbagai bidang pekerjaan di Lombok Timur. Tidak banyak perempuan di Lombok Timur yang dapat terjun dalam jenis-jenis pekerjaan formal. Kebanyakan perempuan disana jika pendidikannya rendah hanya akan menjadi pekerja serabutan atau pekerja panggilan sebagai sampingan. Kenyataan tersebut nampak dalam data penempatan kerja berdasarkan pendidikan di Kabupaten Lombok Timur sebagai berikut:

1 Hasil wawancara dengan Afina Dhuaini, 23 tahun warga desa Batuyang kecamatan Pringgabaya

(3)

8 Sumber: DinNakerTrans Kabupaten Lombok Timur

Data diatas sekaligus menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan jumlah tenaga kerja terdidik antara perempuan dan laki-laki yang cukup besar di Kabupaten Lombok Timur. Bahkan jumlah tenaga kerja perempuan yang mengenyam 12 tahun pendidikan dasar terus menurun dari tahun ke tahun. Kondisi serupa juga nampak dalam penempatan kerja diluar negeri sebagai berikut:

Sumber: Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kabupaten Lombok Timur NTB

Data diatas menunjukkan kebanyakan perempuan Lombok Timur yang menjadi TKI bekerja di sektor informal sedangkan laki-laki di sektor formal. Kondisi ini menggambarkan bahwa ada kemungkinan perbedaan akses, kemampuan, maupun pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja perempuan dan laki-laki dari Lombok Timur hingga menimbulkan kesenjangan seperti tersebut. Selain itu jumlah TKI perempuan dari Lombok timur dari tahun ketahun terus mengalami penurunan. Hal tersebut mungkin terjadi karena kendala budaya disana yang menganggap bahwa ketika perempuan bekerja ada kecenderungan perempuan tersebut dianggap akan menyaingi suaminya2. Atau kemungkinan

2 Hasil wawancara dengan Basuki Raharjo, Tenaga Ahli P2KP Provinsi NTB yang juga penduduk

(4)

9

perempuan yang pernah menjadi TKI di usia muda tidak kembali ke luar negeri karena telah memiliki keluarga. Karena kebanyakan TKI perempuan disana pergi keluar negeri pada usia yang masih sangat muda seperti setelah lulus SMA atau SMP.

Dominasi peran laki-laki di Lombok Timur dalam berbagai aspek, baik pekerjaan maupun pengambilan keputusan akhirnya menghambat perkembangan perempuan dalam bidang-bidang strategis seperti perekonomian sehingga kepentingan perempuan seringkali dianggap tidak penting dan bahkan terabaikan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perempuan seringkali mengalami kekerasan oleh kaum laki-laki karena kaum laki-laki merasa memiliki superioriti terhadap perempuan. Kondisi tersebut dapat digambarkan dalam data berikut ini:

Rekap Permasalahan Perempuan Dinas Sosial Kabupaten Lombok Timur

Sumber: DinsosNaker Kabupaten Lombok Timur (diolah)

Walaupun demikian berbagai bentuk dan akibat ketidaksetaraan gender tersebut seakan diterima dan tidak dipersoalkan oleh perempuan itu sendiri. Hal tersebut karena pemahaman tentang posisi perempuan dan laki-laki yang tidak setara telah terkonstruksi secara sosial menjadi sebuah kewajaran. Seperti kebanyakan perempuan di berbagai daerah dan suku bangsa di Indonesia, terdapat

(5)

10

pembagian peran antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki cenderung berperan dalam urusan-urusan mencari nafkah dan pengambilan keputusan dalam keluarga. Sedangkan perempuan cenderung akan berperan dalam urusan-urusan domestik keluarga seperti mengurusi dapur dan merawat anak.

Selain itu telah terkonstruksi dalam masyarakat bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan sehingga tidak pantas kemudian jika seorang perempuan memegang peranan yang lebih dominan daripada laki-laki. Singkatnya perempuan harus menurut dengan laki-laki. Peran-peran strategis secara konstruksi sosial pun seringkali mendiskriminasi perempuan karena perempuan dianggap kurang memiliki rasionalitas dan lebih mementingkan emosionalitas jika dibandingkan dengan kebanyakan laki-laki. Sehingga perempuan kurang dipercaya untuk mengambil keputusan dan menjadi pemimpin. Superioritas laki-laki di Lombok Timur juga terbangun akibat adat-istiadat disana yang memungkinkan laki-laki untuk mendominasi perempuan. Hal ini nampak dalam budaya merariq, yaitu suatu budaya yang dilakukan ketika seorang perempuan dan laki-laki hendak menikah.

Budaya tersebut mengharuskan calon pengantin laki-laki untuk menculik atau melarikan perempuan terlebih dahulu sebelum nantinya kedua keluarga bertemu untuk merundingkan pernikahan. Budaya yang demikian kemudian menyebabkan ego laki-laki menjadi tinggi terhadap perempuan. Karena dirinya merasa mampu melarikan seorang perempuan. Dan dalam kasus ini nampak bahwa perempuan terlihat diposisikan pada posisi yang lemah.

(6)

11

Stereotipe yang selama ini melekat dalam diri perempuan juga seringkali mengkonstruksi pemahaman kebanyakan orang tua di Lombok Timur yang menganggap bahwa anak gadisnya hanya akan berakhir di kamar bayi dan di dapur saja sehingga bukan menjadi kebutuhan yang mendesak untuk memberikan pendidikan sampai jenjang yang tinggi bagi anak perempuannya. Berbeda dengan anak laki-laki yang harus disiapkan betul masa depannya karena laki-laki lah yang akan bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga. Terbukti dengan data yang telah diuraikan diatas terkait penempatan kerja berdasarkan pendidikan masih mengalami kesenjangan yang cukup tinggi antara perempuan dan laki-laki. Pemahaman tersebut juga nyata-nyata terjadi dalam masyarakat Lombok Timur yang masih banyak menikahkan anak gadisnya pada usia dini.

Tidak jarang orang tua disana cenderung menyodorkan anak gadisnya kepada tuan guru atau seseorang yang dipandang pintar, mapan, dan sebagainya untuk memastikan keberlanjutan kehidupan anak gadisnya. Bukannya malah membekali anak gadisnya dengan pendidikan yang mumpuni, karena sebagian besar orang tua di Lombok Timur masih beranggapan anak gadisnya tidak bisa berkembang sebaik anak laki-laki, sehingga kehidupannya tidak dapat terjamin sebelum dia dinikahkan. Konstruksi sosial tentang tidak setaranya perempuan dan laki-laki ini bukan hanya tertanam dalam pikiran laki-laki saja namun juga dalam kebanyakan perempuan di Lombok Timur, sehingga perempuan sendiri menganggap bahwa stereotipe, subordinasi, dan dominasi kaum laki-laki terhadap dirinya merupakan suatu yang wajar walaupun hal tersebut dapat memarjinalisasikan diri perempuan.

(7)

12

Kenyataan-kenyataan tidak setaranya posisi perempuan dan laki-laki tersebut kemudian berakibat pada terabaikannya masalah-masalah perempuan di Lombok Timur. Sebagai kaum nomor dua yang terkonstruksi secara sosial, menyebabkan posisi perempuan menjadi tersubordinasi dibelakang laki-laki. Masalah-masalah perempuan yang seringakali terabaikan antara lain adalah masalah TKW, kekerasan terhadap perempuan, akses terhadap fasilitas kesehatan reproduksi, single parents, kawin cerai, pernikahan usia dini, hingga masalah yang terkait dengan anak seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Terpinggirkannya masalah-masalah perempuan di Lombok Timur ini juga terjadi dalam berbagai aspek, terutama pembangunan. Hal tersebut terjadi tidak lain karena rendahnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan itu sendiri.

Potret nyata partisipasi perempuan yang rendah bisa dilihat pada penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang kebanyakan dihadiri oleh laki-laki. Bukan berarti musrenbang konvensional tidak membuka akses untuk perempuan ikut andil dalam pembangunan, hanya saja musrenbang konvensional selama ini memang lebih banyak diikuti oleh laki-laki, dan kebanyakan elemen masyarakat dan pemerintah di Lombok Timur memang lebih sering mengirimkan laki-laki sebagai perwakilannya. Kondisi tersebut mungkin juga disebabkan oleh konstruksi sosial yang selama ini terbangun dalam masyarakat di Lombok Timur bahwa perempuan dan laki-laki berada pada posisi dan peran yang berbeda. Sehingga urusan-urusan selain urusan domestik “dianggap” lebih cocok untuk dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan.

(8)

13

Nyatanya belum banyak program untuk perempuan yang dapat dirasakan secara komprehensif oleh perempuan disana. Instansi pemerintah seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) pun nampaknya belum mampu bekerja secara optimal dilapangan. Seperti yang nampak dalam pengakuan beberapa perempuan di desa Batuyang kecamatan Pringgabaya Lombok Timur bahwa mereka merasa tidak pernah mendapat program apapun dari pemerintah kabupaten. Masih ada perempuan di Batuyang tersebut yang bahkan tidak mengetahui apa itu BP2KB atau instansi pemerintah yang mengurusi perempuan3.

Musrenbang konvensional yang selama ini berjalan mungkin belum peka terhadap masalah-masalah perempuan yang pada dasarnya masih banyak tercecer. Selain itu musrenbang konvensional dalam prakteknya juga belum mampu menyadari dan mengatasi masalah tersubordinasinya perempuan dalam banyak aspek pembangunan di Lombok Timur. Tersubordinasinya perempuan tersebut membuat persoalan-persoalan perempuan pada akhirnya diwakilkan oleh laki-laki, sehingga persoalan-persoalan yang diakomodir hanyalah persoalan yang dibuat seolah-olah menjadi persoalan perempuan (Basuki, 2016)4.

Kecenderungan perempuan untuk diwakilkan oleh laki-laki ini membuat partisipasi perempuan dalam pembangunan rendah, sehingga sejak dulu perempuan lebih cenderung menjadi penerima pembangunan saja daripada laki-laki yang sudah malang melintang ikut dalam proses perencanaan dan menerima

3 Hasil wawancara dengan Kak Cung, salah satu perempuan warga desa Batuyang kecamatan

Pringgabaya Lombok Timur pada tanggal 4 Mei 2016 di rumahnya.

4 Hasil wawancara dengan Basuki Raharjo Tenaga Ahli P2KP Provinsi NTB yang juga terlibat dalam

penyelenggaraan musrenbang perempuan Lombok Timur sekaligus penduduk desa Batuyang, Pringgabaya Lombok Timur.

(9)

14

hasil pembangunan5. Sehingga semangat untuk memperjuangkan kesetaraan partisipasi, akses, peran, dan posisi perempuan di Lombok Timur mulai digiatkan sejak lama oleh beberapa aktivis dan lembaga swadaya masyarakat pemerhati perempuan di Lombok Timur, untuk mewujudkan lingkungan sosial yang ramah terhadap kebutuhan perempuan di Lombok Timur. Semangat ini terutama diinisiasi oleh Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) Lombok Timur. Karena LPSDM merasa masih ada banyak masalah perempuan – seperti yang diuraikan diatas - yang belum mampu terakomodasi melalui program pembangunan yang selama ini dirasa belum sepenuhnya melibatkan perempuan (Ririn, 2016).

Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu LSM atau non-government organization yang concern terhadap permasalahan perempuan di Kabupaten Lombok Timur. Untuk merespon berbagai masalah yang telah diuraikan diatas LPSDM menginisiasi penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) khusus perempuan di Kabupaten Lombok Timur sebagai arena untuk memperjuangkan kesetaraan peran dan posisi perempuan terhadap laki-laki serta peningkatan kualitas hidup perempuan. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaring aspirasi perempuan dalam pembangunan di berbagai bidang yang selama ini hanya sempat terwakilkan atau seringkali terabaikan. Musrenbang Perempuan di Kabupaten Lombok Timur NTB ini merupakan

5 Hasil wawancara dengan Ririn Hayudiani, Direktur Program LPSDM Lombok Timur sekaligus

(10)

15

sesuatu yang baru dan merupakan pilot project untuk daerah lainnya yang ada di Indonesia.

Pada awalnya LPSDM bernama Yayasan Sumber Daya. Yayasan tersebut berdiri sejak tahun 1993 namun sejak 23 April 2007 Yayasan Sumber Daya berubah nama menjadi Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM). Lembaga ini hanya memiliki kantor dan beraktivitas di Lombok Timur. Misi utama dari lembaga ini adalah mewujudkan masyarakat yang berpartisipatif, berdemokratis, serta berwawasan gender. LPSDM memiliki program utama yang terbagi dalam empat bidang. Bidang pertama adalah bidang Kepemimpinan Perempuan (KP). Bidang KP memiliki tujuan untuk mengadvokasi dan melatih perempuan untuk berani serta mampu menjadi pemimpin dalam segala bidang. Bidang selanjutnya adalah bidang gender watch (GW).

Bidang GW memiliki tujuan utama untuk memperjuangkan kesetaraan gender di Kabupaten Lombok Timur dan menanamkan semangat kesetaraan gender kepada seluruh masyarakat di Lotim hingga dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bidang selanjutnya adalah bidang Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) dengan program utamanya yaitu PIPRB (Perubahan Iklim dan Penanggulangan Resiko Bencana). Bidang ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat Lotim yang tanggap dan siap dalam menghadapi bencana. Dan bidang yang terakhir adalah bidang Tenun. Bidang tenun merupakan bidang pemberdayaan perempuan di Lombok Timur agar mampu memproduksi tenun khas Lombok Timur.

(11)

16

Sebagai lembaga swadaya, LPSDM mengusahakan sendiri pendanaan bagi kegiatan-kegiatannya. Tidak jarang LPSDM juga mendapat bantuan pendanaan dari berbagai lembaga donor. LPSDM sering mendapat donor dari lembaga internasional seperti USAID. Namun kegiatan penggalangan dana utama yang dilakukan LPSDM adalah dengan mendirikan koperasi. Koperasi tersebut sudah sejak lama dijalankan secara mandiri bersama dengan beberapa kelompok binaan LPSDM. Selain juga memasukkan proposal kepada instansi pemerintah yang terkait.

Selain itu LPSDM juga sering bekerjasama dengan unsur pemerintah untuk mewujudkan sinergitas dalam mencapai tujuan LPSDM. Unsur pemerintah yang pernah bekerjasama dengan LPSDM antara lain seperti Dinas Sosial terutama terkait dengan isu perlindungan sosial, isu Jaminan Kesehatan Nasional, hingga BPJS. Selanjutnya juga dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lombok Timur, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lotim yang keduanya merupakan mitra kerja LPSDM dalam menyelenggarakan musrenbang perempuan di Kabupaten Lombok Timur.

Musrenbang perempuan tersebut memiliki fungsi yang sama dengan musrenbang konvensional pada umumnya yaitu untuk mempertemukan kepentingan para stakeholder dalam pembangunan di Lombok Timur. Namun dalam hal ini ada satu alasan penting yang diperjuangkan dalam penyelenggaraan musrenbang perempuan di Lombok Timur, bahwa pemerintah di Lombok Timur ingin lebih memperhatikan perempuan dalam program pembangunannya.

(12)

17

Kesadaran terhadap kebutuhan perempuan ini muncul dikarenakan beberapa desakan yang datang dari berbagai elemen masyarakat terkait pentingnya menyusun program pembangunan yang ramah terhadap kebutuhan perempuan6.

Sebenarnya para aktivis di Lombok Timur sudah sejak lama mendesak pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk menyusun program pembangunan yang responsif terhadap isu-isu perempuan. Jika diruntut dari track record perencanaan pembangunan di Kabupaten Lombok Timur sebenarnya program yang terkait dengan isu-isu diatas memang sudah mulai diperhatikan pemerintah Kabupaten Lombok Timur namun menurut penuturan Ririn Hayudiani program pembangunan yang responsif terhadap isu-isu perempuan tidak dapat terlaksana dengan baik karena tidak dikawal sejak awal melalui perencanaan dan penganggaran. Hal tersebut menyebabkan masih banyaknya potret kesenjangan antara perempuan dan laki-laki seperti misalnya dalam jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lombok Timur sebagai berikut:

Gambar 1.3

Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: RPJMD Lotim 2013-2018

6 Hasil wawancara dengan Ririn Hayudiani, Inisiator Musrenbang Perempuan Kabupaten Lombok

(13)

18

Grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja didominasi oleh kaum laki-laki padahal komposisi penduduk Lotim antara perempuan dan laki-laki tidak mengalami perbedaan yang terlalu jauh yaitu sebanyak 46,65% penduduk laki-laki dan 53,35% adalah perempuan dengan sebagian besar penduduk merupakan usia produktif (RPJMD Lotim 2013-2018). Oleh karena itu beberapa aktivis penggiat perempuan di Lombok Timur dan LPSDM merasa perlu membuka ruang dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan.

LPSDM sukses menginisiasi pelaksanaan musrenbang khusus perempuan sejak tahun 2014 dan bahkan hingga saat ini telah berjalan hingga 3 kali sampai periode 2016. Namun dalam penyelenggaran musrenbang ini memang masih ditemui beberapa kendala pada awal penyelenggaraan musrenbang perempuan antara lain belum terbiasanya masyarakat disana untuk melakukan diskusi. Selain itu perempuan di Lombok Timur kebanyakan masih belum paham perspektif pentingnya musrenbang dan juga masih belum sensitif terhadap masalah lingkungannya. Oleh karena itu model penyelenggaraan musrenbang perempuan di Lombok Timur didesain sedemikian rupa untuk sekaligus memberikan pemahaman kepada perempuan disana terkait perencanaan pembangunan.

Musrenbang Perempuan di Lombok Timur ini biasanya dibuka dengan seminar untuk menyampaikan beberapa materi, yang disampaikan baik oleh Bappeda, LPSDM, maupun dari unsur pemerintah provinsi. Pada musrenbang pertama yang diinisiasi oleh LPSDM bekerjasama dengan BPPKB materi pertama kali disampaikan oleh unsur Bappeda. Bappeda dalam musrenbang perempuan ini menyampaikan materi yang terkait dengan pentingnya proses perencanaan

(14)

19

pembangunan yang partisipatif, selain itu juga disampaikan terkait sifat perencanaan pembangunan yang teknokratis. Kemudian pada sesi selanjutnya LPSDM berusaha untuk membangun perspektif gender kepada peserta musrenbang yang juga dilanjutkan oleh unsur provinsi dengan materi yang kurang lebih sama.

Pada musrenbang tahun kedua unsur yang diundang sedikit berbeda, yaitu diundangnya Komisi Perempuan Indonesia (KPI) yang memberikan input materi terkait anggaran responsif gender kepada peserta musrenbang. Dalam musrenbang kedua ini Bappeda selain memberikan pengulangan materi terkait perencanaan pembangunan yang partisipatif juga menyampaikan laporan terkait dengan hasil dari musrenbang pertama untuk memberikan pengantar bagi peserta musrenbang yang mungkin baru mengikuti musrenbang untuk pertama kalinya. Kemudian setelah seminar terkait materi-materi barulah diskusi terkait perencanaan pembangunan dilakukan di hari kedua. Namun pada tahun ketiga seminar-seminar terkiat pematerian sudah tidak banyak dilakukan seperti pada tahun pertama dan kedua, sehingga pada tahun ketiga musrenbang lebih diarahkan untuk pengoptimalan diskusi-diskusi terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh perempuan di Lombok Timur.

Keberhasilan penyelenggaraan musrenbang perempuan di Kabupaten Lombok Timur ini menunjukkan kesadaran terhadap pentingnya peran perempuan untuk bergerak dan memperjuangkan kesetaraan posisinya dalam hubungannya terhadap dominasi peran laki-laki. Terselenggaranya musrenbang perempuan di Kabupaten Lombok Timur tersebut juga membuktikan bahwa

(15)

organisasi-20

organisasi berbasis perempuan mampu berperan aktif dalam menginisiasi program-program berbasis perempuan dan mampu memunculkan collective will serta collective action dari perempuan di Lombok Timur untuk berubah kearah yang lebih baik.

Terlaksananya musrenbang perempuan di kabupaten Lombok Timur ini tentu saja telah membuktikan bahwa perempuan juga mampu untuk mengambil bagian dalam percaturan agenda pengambilan kebijakan di level yang lebih jauh. Musrenbang perempuan ini juga sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa perempuan telah berhasil masuk dalam pertarungan kepentingan pengambilan kebijakan publik. Sebuah fenomena tentang masuknya komunitas grassroot pada agenda-agenda elite politik melalui saluran birokrasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa komunitas perempuan baik yang tergabung dalam yayasan, asosiasi maupun perkumpulan berbasis perempuan di Kabupaten Lombok Timur paling tidak telah memiliki kesadaran maupun informasi yang lebih luas dalam memperjuangkan kepentingannya pada level kebijakan.

Kemajuan perempuan Lombok Timur dalam partisipasinya di ranah pembangunan ini tentu saja tidak terlepas dari peran aktif LPSDM sebagai lembaga inisiator pelaksanaan musrenbang perempuan di kabupaten Lombok Timur. Selain sebagai inisiator musrenbang perempuan LPSDM ternyata melakukan kegiatan-kegiatan lain dengan fokus kegiatan pada bidang-bidang atau isu-isu yang terkait dengan perempuan. LPSDM juga menunjukkan bahwa dirinya mampu memberikan dorongan kepada komunitas-komunitas grassroot perempuan

(16)

21

untuk berubah menjadi aktor yang memiliki bargaining position di level kebijakan.

Keberadaan musrenbang perempuan di Kabupaten Lombok Timur ini membuktikan bahwa LPSDM mampu mengorganisir perempuan di wilayah-wilayah Kabupaten Lombok Timur untuk bersama-sama memahami dan mengidentifikasi isu-isu perempuan sebagai masalah bersama yang harus diperjuangkan pada level yang lebih jauh. Sehingga menjadi menarik kemudian untuk membahas tentang sejauh mana LPSDM sebagai lembaga mitra bagi perempuan di Kabupaten Lombok Timur merepresentasikan kekuatan perempuan yang berasal dari komunitas grassroot pada level percaturan kepentingan yang lebih jauh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana peran Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) dalam memperjuangkan musrenbang perempuan sebagai arena perjuangan kesetaraan perempuan di Kabupaten Lombok Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran LPSDM dalam memperjuangkan isu-isu kesetaraan perempuan di Lombok Timur melalui musrenbang perempuan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan LPSDM untuk dapat membangkitkan collective will dari perempuan di lombok timur untuk peka terhadap isu-isu kesetaraan gender dan sejauh mana musrenbang perempuan mampu berkontribusi

(17)

22

dan mempengaruhi arah serta kebijakan pembangunan di Kabupaten Lombok Timur. Sehingga lebih responsif terhadap isu-isu gender di lingkungan masyarakat Kabupaten Lombok Timur. Tujuan pokok tersebut kemudian diturunkan kedalam beberapa tujuan khusus, antara lain adalah:

a. Mengetahui cara, metode, maupun saluran yang digunakan LPSDM sebagai inisiator musrenbang perempuan dalam menciptakan collective will perempuan di Lombok Timur untuk sadar dan bersedia melakukan perubahan

b. Mengetahui perubahan apa yang ditimbulkan dari kegiatan LPSDM di komunitas akar rumput untuk mendukung pelaksanaan musrenbang perempuan

c. Mengetahui hasil musrenbang perempuan dan pengaruhnya pada

kebijakan pembangunan di Kabupaten Lombok Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberi manfaat kepada beberapa pihak antara lain

a. Bagi LPSDM : penelitian ini memberikan manfaat kepada LPSDM sebagai bahan evaluasi kinerja mereka selama ini dalam memperjuangkan isu kesetaraan perempuan di Kabupaten Lombok Timur dari kacamata peneliti, atau dalam konteks ini bisa dikatakan sebagai outsider

b. Bagi Keilmuan Manajemen Dan Kebijakan Publik : penelitian ini memberikan insight bagi keilmuwan MKP terutama dalam menunjukkan dan membuktikan bentuk kontribusi nyata LSM atau NGO dalam mendorong peran komunitas akar rumput untuk menciptakan

(18)

23

demokratisasi dan genderisasi proses pembangunan di level pemerintah daerah

c. Bagi peneliti: penelitian ini pengalaman bagi peneliti dalam melihat, menemukan dan menganalisis aktivitas LSM atau NGO bersama dengan komunitas akar rumput yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah

Referensi

Dokumen terkait

7 6 Hasil uji senyawa antimikrob yang telah mengalami optimasi terhadap bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam media NA dengan waktu inkubasi 18 jam pada suhu 37 °C ... 8

3) Disyaratkan untuk diatur sebagai suatu perusahaan dealer/pialang efek, atau “rumah investasi”, atau kemitraan. Untuk “rumah investasi”, semua batasan yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk evaluasi penggunaan obat antituberkulosis pada pasien TB Paru di Klinik Rakyat Makassar, Berdasarkan

Sebanyak 87.5 % mahasiswa menjawab bahwa pengukuran viskositas menggunakan dua kumparan merupakan hal yang menarik dengan alasan karena hal baru dan mudah untuk

Kedua, seperti yang dikatakan oleh Siprianus Sogen 3 dan George Mella 4 , Soe adalah sebuah kota kecil sehingga organisasi tukang ojek yang dibentuk tidak hanya

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan modul tema polusi berkarakter peduli lingkungan efektif digunakan dalam pembelajaran yang dilihat dari hasil

Untuk memenuhi tuntutan profesi Farmasis (Apoteker) yang berkembang pesat dalam era global ini, lulusan S-1 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas

Turbin gas adalah topik yang dianalisa pada tugas akhir ini dan analisa dilakukan pada performa turbin gas sebelum dan setelah dilakukannya Overhaul combustion inspection.