• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA POPULASI LARVA NYAMUK Aedes spp. DI KELURAHAN BANTARJATI KOTA BOGOR KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA POPULASI LARVA NYAMUK Aedes spp. DI KELURAHAN BANTARJATI KOTA BOGOR KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA POPULASI LARVA NYAMUK Aedes spp.

DI KELURAHAN BANTARJATI KOTA BOGOR

KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Populasi Larva Nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013 Karenditta Maulida Cahyaningtyas NIM B04090048

(4)

ABSTRAK

KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS. Dinamika Populasi Larva Nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus sebagai vektor utama penyakit DBD. Penelitian bertujuan untuk mengamati dinamika populasi larva Aedes spp. dikaitkan antara korelasi indeks curah hujan dengan breteau index (BI). Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2012 di Kelurahan Bantarjati kota Bogor yang merupakan daerah endemik penyakit DBD. Pengumpulan larva dilakukan pada tempat penampungan air (TPA) dan non TPA di dalam rumah dan di lingkungan rumah sebanyak 396 wadah dari 200 rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi larva nyamuk di Kelurahan Bantarjati termasuk ke dalam kategori sedang berdasarkan density figure (DF) 2−5 (WHO 1972). Larva Ae. aegypti banyak ditemukan pada wadah di dalam rumah (8.81%) dan larva Ae. albopictus pada wadah di luar rumah (34.33%). Nilai rata-rata BI merupakan indikator terbaik untuk menggambarkan kepadatan populasi larva nyamuk. Dalam penelitian ini, nilai rata-rata BI berkorelasi signifikan (p<0.05) dengan indeks curah hujan Kota Bogor selama bulan April sampai dengan Juli 2012.

Kata kunci: Aedes aegypti, Aedes albopictus, demam berdarah dengue (DBD), larva nyamuk.

(5)

ABSTRACT

KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS. Population Dynamics of Aedes spp. Mosquito Larvae in Bantarjati Subdistrict Bogor City. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is caused by dengue virus. The virus is transmitted to humans through the bites of Aedes aegypti and Ae. albopictus as the primary vector dengue. The aim of this research to observed population dynamics of Aedes spp. mosquito larval related to rainfall index correlated breteau index (BI). This research was conducted in April until July 2012 in DHF endemic area Bantarjati Subdistrict Bogor City. The larval collected in containers indoor and outdoor were 396 containers from 200 households. The result showed that the density of larval population in Bantarjati Subdistrict were belonged to the moderate category according to density figure (DF) in the rate of 2−5 (WHO 1972). Ae. aegypti larval were also found in indoor containers (8.81%) and Ae. albopictus in outdoor containers (34.33%). The BI average was the best indicator to describe the density of larval population. In this research, BI average was significantly correlated (p<0.05) to the rainfall index of Bogor during April−July 2012.

Keywords: Aedes aegypti, Aedes albopictus, Dengue hemorrhagic fever (DHF), Mosquito larvae

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DINAMIKA POPULASI LARVA NYAMUK Aedes spp.

DI KELURAHAN BANTARJATI KOTA BOGOR

KARENDITTA MAULIDA CAHYANINGTYAS

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(7)

Judul Skripsi: Dinamika Populasi Larva Nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor

Nama : Karenditta Maulida Cahyaningtyas NIM : B04090048

Disetujui oleh

Dr drh Upik Kesumawati Hadi MS drh Supriyono

Ketua Anggota

Tanggal Lulus:

(8)

Judul Skripsi : Dinamika Populasi Larva Nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor

Nama : Karenditta Maulida Cahyaningtyas NIM : B04090048

Disetujui oleh

Dr drh Upik Kesumawati Hadi MS Ketua

drh Supriyono Anggota

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Dinamika Populasi Larva Nyamuk Aedes spp.di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa arahan dan bimbingan dari Ibu drh. Upik Kesumawati, MS, Ph.D dan Bapak drh. Supriyono. Terima kasih atas segala masukan dan sarannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mulya Danarasa, Ibunda Yeni Sri Wahyuni, Vinessa Irania Weningtyas, Astrid Irditta Ayuningtyas, dan teman-teman Geochelone atas kasih sayang, doa, dan dukungannya selama penulisan berlangsung. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Tim Peneliti Jumantik, warga Kelurahan Bantarjati Kota Bogor, Staff Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Badan klimatologi dan Geofisika Kota Bogor serta semua pihak yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2

Gambaran Umum Masyarakat Sasaran 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi dan Daur Hidup Vektor DBD 2

Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue 4

METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat 5

Pengamatan Larva 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Lokasi Penelitian 6

Jenis Larva Nyamuk Aedes spp. 6

Habitat Larva Nyamuk Aedes spp. 7

Analisis Korelasi ICH dan BI 13

SIMPULAN 14

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kepadatan populasi larva nyamuk (Density Figure) 6

2 Jenis wadah positif larva Aedes spp. 7

3 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan jenis wadah 9 4 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan bahan dasar wadah 10 5 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan warna wadah 12 6 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan letak wadah 12

7 Indeks larva per bulan 13

8 Korelasi antara ICH dengan BI 14

DAFTAR GAMBAR

1 Daur hidup Aedes spp. 3

2 Comb scale larva nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus 7 3 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. pada TPA dan non TPA 8 4 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. berdasarkan bahan wadah 10 5 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. berdasarkan warna wadah 11

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) mendorong masyarakat untuk mengubah pola hidup menjadi lebih baik. Pola perilaku dan pengetahuan masyarakat sangat berkaitan erat dengan kemunculan penyakit DBD. Menurut Wafa (2011) sebanyak 68% masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor memiliki tingkat pengetahuan yang kurang terhadap masalah vektor dan penyakit DBD.

Penyakit DBD atau dikenal dengan istilah dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue fever (DF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk. Dalam hal ini nyamuk berperan sebagai vektor virus dengue (DENV). Virus dengue termasuk ke dalam famili Flaviviridae, genus Flavivirus (Hess et al. 2011). Vektor penyakit DBD yang paling potensial adalah nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus dan Ae. polynesiensis (Ooi dan Gubler 2008). Hanya terdapat dua spesies vektor DBD yang paling potensial di Indonesia yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Abednego 1997).

Kota Bogor merupakan daerah endemik penyebaran kasus DBD terutama pada saat perubahan musim. Kasus DBD di Bogor cukup tinggi dan dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Dinas Kesehatan Kota Bogor melaporkan jumlah kasus DBD pada tahun 2011 yaitu sebanyak 608 kasus. Kejadian tertinggi tahun 2011 terjadi di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor sebanyak 51 penderita penyakit DBD.

Penyebaran penyakit DBD di suatu wilayah disebabkan oleh kepadatan populasi Aedes spp. dan ketersediaan habitat (Abednego 1997). Habitat yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk dapat meningkatkan kasus DBD. Genangan air yang terjadi akibat adanya hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes spp. Faktor lainnya yang dapat menimbulkan kejadian penyakit DBD adalah kondisi lingkungan, kepadatan penduduk, tempat penampungan secara alami ataupun buatan dan perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit DBD antara lain pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengasapan (fogging), larvasidasi, dan pelaksanaan 3M yaitu mengubur, menguras, dan menutup. Ooi dan Gubler (2008) menyebutkan bahwa mobilitas penduduk merupakan faktor utama dalam penyebaran virus dengue. Jutaan orang pindah ke kota untuk mencari pekerjaan mengakibatkan keadaan pusat perkotaan yang tidak terkontrol. Perumahan, pasokan air, dan sistem pembuangan sampah tidak cukup memadai. Hal ini menjadi faktor penyebab pertumbuhan ideal bagi Ae. aegypti.

Secara biologis dan bionomik, vektor penyakit DBD selalu berdekatan dan berhubungan dengan kehidupan manusia. Habitat larva Aedes spp. dapat dengan mudah ditemukan di sekitar rumah dan tempat-tempat yang berisi air jernih seperti tempat penampungan sisa air yang ada di dispenser, pot bunga, tempayan, bak mandi, drum, dan ember. Wadah tersebut terbuat dari bermacam-macam bahan seperti plastik, semen, tanah, dan kaca sebagai tempat penampungan air. Larva yang berkembang secara optimal merupakan cikal bakal adanya nyamuk. Nyamuk dengan virus dengue akan meningkatkan kejadian DBD di suatu wilayah.

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengamati dinamika populasi larva nyamuk Aedes

spp. dikaitkan antara korelasi indeks curah hujan dengan BI di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu terlaksananya pengendalian

vektor nyamuk DBD dengan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu menguras, mengubur, dan menutup (3M) untuk masyarakat umum dan khususnya warga Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Terciptanya pelaksaan PSN yang baik dapat menurunkan tingkat kejadian DBD di daerah endemik tersebut.

Gambaran Umum Masyarakat Sasaran

Sasaran penelitian adalah daerah endemik DBD menurut Dinas Kesehatan tahun 2011 dengan data kependudukan sebagai berikut: Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan Bantarjati memiliki luas wilayah 170 Ha dengan jumlah RW sebanyak 16 dan 72 RT. Kelurahan Bantarjati berbatasan dengan:

Sebelah Barat : Kelurahan Cibuluh Sebelah Timur : Tanah Sareal

Sebelah Utara : Kelurahan Tegal Gundil

Sebelah Selatan : Kelurahan Babakan (Pemerintah Kota Bogor 2007).

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Daur Hidup Vektor DBD

Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus termasuk ke dalam ordo Diptera,

famili Culicidae dan termasuk dalam genus Aedes. Serangga ini dapat mengganggu manusia dan hewan melalui gigitannya. Selain itu juga dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus seperti DHF dan chikungunya. Virus tersebut dapat bereplikasi dalam tubuh nyamuk sebelum ditularkan.

Telur Ae. aegypti memiliki dinding bergaris-garis, berbentuk oval dengan satu ujung lebih tumpul dibandingkan ujung lainnya. Telur Aedes berwarna hitam berukuran 1 mm. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam keadaan kering dan pada suhu 2−42ↄC. Nyamuk Aedes spp. mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa (Hadi dan Koesharto 2006). Telur tersebut biasanya ditetaskan pada dinding kontainer yang agak basah dan mengandung air (CDC 2012). Gandahusada et al. (2000) menyatakan bahwa telur yang telah ditetaskan selama dua hari akan berkembang menjadi larva. Larva biasanya berada di permukaan air membentuk sudut lebih

(14)

3 dari 45⁰ atau berada sedikit di bawah permukaan air (Levine 1994). Pada keadaan yang optimal, larva akan berubah menjadi pupa selama enam sampai delapan hari dengan empat tahap instar (kulit). Becker (2003) menyatakan bahwa telur Ae. aegypti lebih menyukai air yang jernih dengan kandungan organik yang sedang. Telur biasanya diletakkan pada wadah yang berwarna gelap.

Larva nyamuk terdapat di berbagai tempat akuatik. Menurut Hadi dan Koesharto (2006) larva nyamuk memiliki ukuran kepala yang lebih kecil dari toraks. Bagian kepala dilengkapi dengan mata majemuk dan sikat mulut yang berfungsi untuk mengambil makanan. Abdomen terdiri dari delapan sampai sembilan ruas yang jelas. Pada segmen terakhir terdapat pekten yang bergigi serta sifon berbentuk silinder sebagai alat pernafasan.

Pupa merupakan stadium akhir yang berada di akuatik. Pupa nyamuk memiliki morfologi seperti koma dengan bentuk tubuh yang tidak lurus dan kepala yang besar. Pupa yang pertama kali muncul akan terlihat berwarna putih dan dalam waktu yang singkat akan mengalami pigmentasi. Fase pupa membutuhkan waktu selama dua hari sampai menjadi nyamuk dewasa. Selama fase tersebut, pupa tidak memakan apapun. Nyamuk yang baru muncul dari pupa akan segera mencari pasangan untuk melakukan perkawinan. Nyamuk betina akan mencari darah untuk perkembangbiakan telurnya, dan telur dapat ditetaskan apabila nyamuk telah menghisap darah.

Gambar 1 Daur hidup Aedes spp. (Sumber: CDC 2012).

Nyamuk yang baru keluar dari pupa akan diam sejenak di atas permukaan air sambil mengeringkan sayapnya. Pada nyamuk dewasa, terdapat dua pasang sayap yang memiliki fungsi berbeda. Pasangan sayap pertama terletak di mesotoraks dan berbentuk tipis. Pasangan sayap kedua sering disebut juga sebagai halter yang dapat menjaga keseimbangan nyamuk sewaktu terbang. Nyamuk Ae. aegypti mudah dikenali dan dibedakan dari subgenus lainnya dengan melihat dua strip putih keperakan pada bagian dorsal skutum membentuk garis sejajar di bagian dorsal tengah dan diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.

(15)

4

Sedangkan pada nyamuk Ae. albopictus garis putih tebal hanya terdapat pada bagian dorsal skutumnya (Hadi et al. 2011).

Hadi et al. (2012) melaporkan bahwa aktivitas nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus juga dapat terjadi di malam hari (nokturnal). Oleh karena itu untuk mencegah adanya gigitan vektor DBD tidak hanya dilakukan pada siang hari. Pencegahan dapat dilakukan dengan penggunaan repellent sesaat sebelum tidur, penggunaan kelambu saat tidur, dan tidak menggantung baju bekas pakai yang akan menjadi tempat istirahat nyamuk Aedes spp.

Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk dengan penyebaran yang cepat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti (WHO 2009). Virus dengue termasuk ke dalam kelompok B arthropod borne virus (arbovirus) genus flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN−1, DEN−2, DEN−3, dan DEN−4 (Seema dan Jain 2005). Keempat serotipe tersebut ditemukan di Indonesia. Serotipe DEN−1, DEN−2, dan DEN−3 paling banyak mengakibatkan terjadinya kasus DBD sedangkan DEN−4 kemungkinannya sangat kecil (Hess et al. 2011).

Penularan terjadi apabila nyamuk mengisap darah manusia yang mengandung agen penyakit dalam stadium infekif. Dalam tubuh nyamuk, agen penyakit akan berkembang dan kembali ke kelenjar ludah nyamuk. Pada fase ini, nyamuk siap menularkan virus ke manusia lain yang peka saat mengisap darah (Hadi et al. 2006).

Sejak tahun 1980 DBD menyebar luas pada daerah tropis dan subtropis meliputi benua Amerika, Afrika, Asia, dan Pasifik Barat. Setiap tahunnya kasus DBD meningkat terutama pada daerah yang terjangkit (Bermawie 2006). Pada tahun 2000 penyakit DBD mengalami peningkatan kasus di wilayah yang telah lama terjangkit di Asia Tenggara. Sebanyak delapan Negara melaporkan kejadian kasus DBD yaitu India, Australia, Thailand, Taiwan, Malaysia, Cina, Filipina, dan Indonesia. Indonesia yang termasuk negara tropis dengan populasi penduduk yang tinggi telah banyak melaporkan kasus DBD (WHO 2011).

Kota Bogor dengan curah hujan yang tinggi yaitu 5 958,5 mm setiap tahunnya dengan jumlah penduduk 950 334 jiwa menjadikan Kota Bogor berpotensi terjadinya penyakit DBD. Kasus yang terjadi selama tahun 2007 cukup tinggi, tercatat sebanyak 1 769 kasus dan sepuluh orang meninggal dunia dengan kebanyakan anak-anak di bawah umur sepuluh tahun menjadi penderitanya (Dinkes Kota Bogor 2007). Berbeda dengan di Desa Babakan Kabupaten Bogor kasus DBD di derita oleh kelompok usia 19−40 tahun dengan persentase tertinggi 37% (Wafa 2011). Pada tahun 2007 penderita DBD cukup tinggi di Kelurahan Bantarjati, Kedung Badak dan wilayah sekitarnya (Praja 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan strategi yang efisien untuk mengurangi penyebarluasan penyakit DBD, satu diantaranya adalah dengan pengendalian vektor. Upaya pengendalian vektor DBD untuk menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kimiawi atau biotik. Dewi (2004) melaporkan bahwa pengendalian nyamuk vektor DBD dengan cara biotik adalah penggunaan larva Toxorhynchites yang dapat menurunkan populasi larva nyamuk Ae. aegypti

(16)

5 sebanyak 17 ekor/hari dan Ae. albopictus sebanyak 16 ekor/hari. Hasil penelitian Nasution (2003) pun menunjukkan bahwa ekstrak rimpang lengkuas efektif sebagai bahan alami untuk insektisida khususnya larva nyamuk Ae. aegypti.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2012 di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor dan Laboratorium Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemilihan lokasi rumah penduduk dilakukan berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kota Bogor terkait daerah yang banyak terjadi kasus DBD. Pengambilan larva dilakukan pada 200 rumah di 5 RW yang beberapa penduduknya terjangkit kasus DBD.

Pengamatan Larva Pengumpulan Larva

Pengumpulan larva dilakukan dengan penangkapan larva disetiap rumah dan di lingkungan sekitar rumah pada semua tempat penampungan air (TPA) dan non TPA. TPA yang dimaksud adalah seperti bak mandi, ember, drum, dan tempayan, sedangkan wadah non TPA seperti tempat penampungan sisa air yang ada di dispenser, ban bekas, vas bunga, potongan bambu, kolam atau akuarium dan barang bekas. Pengumpulan larva dilakukan mulai pukul 08.00–17.00 WIB. Larva yang diambil dari setiap wadah dimasukkan ke dalam plastik berukuran 15×4 cm menggunakan pipet plastik dan diberi label.

Identifikasi Larva

Identifikasi larva nyamuk dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop dengan kunci identifikasi Depkes RI (2008).

Pengumpulan Data Sekunder

Data curah hujan diambil dari badan klimatologi dan geofisika Kota Bogor.

Analisis Data Analisis Kepadatan Larva

Analisis data kepadatan larva meliputi container index (CI), house index (HI), dan breteau index (BI) mengikuti rumus yang digunakan oleh Hadi et al. (2008) sebagai berikut:

( )

(17)

6

( )

( )

Kepadatan populasi larva nyamuk diperoleh dari gabungan HI, CI, dan BI dinyatakan dalam skala 1−9 dengan 3 kategori yaitu Density Figure (DF)=1: kepadatan rendah, DF=2−5: kepadatan sedang dan DF=6−9: kepadatan tinggi.

Tabel 1 Kepadatan populasi larva nyamuk (Density Figure) (WHO 1972)

Tingkat kepadatan House Index Container Index Breteau Index

1 1−3 1–2 1–4 2 4−7 3–5 5–9 3 8–17 6–9 10–19 4 18–28 10–14 20–34 5 29–37 15–20 35–49 6 38–49 21–27 50–74 7 50–59 28–31 75–99 8 60–76 32–40 100–199 9 77 + 41 + 200 +

Analisis Korelasi Kepadatan Larva dengan Cuaca

Angka breteau indeks (BI) yang didapatkan pada Bulan April−Juli 2012 selanjutnya dihubungkan dengan data indeks curah hujan (ICH) yang didapatkan dari badan klimatologi dan geofisika Kota Bogor pada selang waktu yang sama dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Uji korelasi dihitung menggunakan program SPSS 16™.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor yang merupakan daerah dengan kasus DBD tertinggi dalam beberapa tahun atas laporan Dinas Kesehatan Kota Bogor. Kondisi lingkungan disetiap rumah terawat dengan baik tetapi di lingkungan sekitar rumah masih banyak lahan luas yang ditumbuhi pohon. Selain itu, di lahan luas tersebut banyak terdapat pot bunga dan barang-barang bekas yang dapat menampung air sehingga keberadaan genangan air tidak terkontrol dengan baik.

Jenis Larva Nyamuk Aedes spp.

Hasil identifikasi larva nyamuk dari lapangan ditemukan dua spesies yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Pemeriksaan larva nyamuk dilakukan secara mikroskopis dengan melihat bagian comb scales (Gambar 2). Larva nyamuk Ae. aegypti memiliki bentuk comb scales yang bergerigi dengan tiga lateral dentikel

(18)

7 (trisula). Bentuk comb scales pada larva nyamuk Ae. albopictus tidak memiliki lateral dentikel (fringe) (Depkes RI 2008). Larva Aedes spp. memiliki siphon sebagai tabung udara untuk mengambil oksigen. Morfologi siphon Aedes spp. berukuran pendek dan lebar apabila dibandingkan dengan siphon dari genus lain famili Culicinae (Hadi et al. 2011).

Gambar 2 Comb scales pada larva Ae. aegypti (A) dan larva Ae. albopictus (B).

Habitat Larva Nyamuk Aedes spp. Jenis Wadah

Total pemeriksaan yang dilakukan pada TPA adalah 298 dan non TPA adalah 98 wadah (Tabel 3).

Tabel 2 Persentase jenis wadah positif larva Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012 .

TPA Non TPA

Persentase wadah 75.25 24.75

Persentase positif larva 12.20 60.01

Jumlah TPA yang diperiksa saat penelitian sebesar 75.25%, sedangkan non TPA 24.75%. TPA lebih banyak digunakan karena hampir setiap rumah memiliki tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. Penampungan air pada TPA berhubungan dengan ketersediaan air bersih di wilayah tersebut. Masyarakat akan lebih banyak menampung air dalam berbagai TPA jika persediaan air bersih tidak mencukupi.

Larva nyamuk Aedes spp. lebih banyak ditemukan pada non TPA (60.01%) dan hanya sedikit ditemukan pada TPA yaitu 12.20% (Tabel 2). Hal ini karena masyarakat sekitar lebih sering membersihkan TPA di dalam rumah seperti menguras bak mandi secara rutin.

(19)

8

Gambar 3 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. pada TPA dan non TPA di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012.

Wadah TPA yang sering ditemukan adalah bak mandi 144 buah (36.36%) dan ember 141 buah (35.61%). TPA lainnya yang ditemukan saat pemeriksaan adalah drum (2.02%) dan tempayan sebesar 1.26% (Gambar 3). Frekuensi seringnya ditemukan larva nyamuk Ae. aegypti terdapat pada bak mandi dengan persentase 13.89%. Hal ini dikarenakan bak mandi tidak sering mengalami pergantian air dibandingkan TPA lain seperti ember. Larva nyamuk Ae. aegypti pun dapat ditemukan di drum dan ember dengan persentase yang lebih kecil.

Frekuensi seringnya ditemukan larva nyamuk Ae. albopictus di TPA terdapat pada drum (12.5%). Saat dilakukan pemeriksaan, drum memiliki persentase keberadaan wadah yang kecil karena tidak setiap rumah memilikinya untuk tempat penampungan air. Drum di lokasi pemeriksaan lebih banyak ditemukan di luar rumah sesuai dengan spesies yang ditemukan yaitu Ae. albopictus. Nyamuk ini merupakan nyamuk kebun dan hutan yang beradaptasi dengan lingkungan manusia (Ratigan 2000, Guillaumot 2005).

Tempat penampungan sisa air yang ada pada dispenser termasuk wadah non TPA yang banyak ditemukan di lokasi penelitian (10.86%), setelah itu kolam atau akuarium yang tidak terpakai (5.56%) dan vas bunga (5.05%). Wadah non TPA lainnya ditemukan dalam persentase kecil kurang dari 5%. Wadah non TPA yang menjadi habitat larva Ae. albopictus saat pemeriksaan adalah ban bekas, potongan bambu, saluran air, vas bunga, dan akuarium yang sudah tidak terpakai. Pada ban bekas, jenis larva nyamuk yang ditemukan adalah Ae. albopictus dan Ae. aegypti yang bergabung dalam satu wadah. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyudi et al. (2013) yang menyatakan bahwa tempat perkembangbiakan larva nyamuk paling banyak terdapat pada ban bekas yaitu sebesar 48.8%. Ban bekas termasuk sampah padatan yang sulit untuk dimusnahkan. Selain berwarna hitam, permukaannya yang kasar banyak menampung air disukai oleh larva nyamuk sebagai tempat perkembangbiakan (Hasyimi et al. 2009). Ban bekas merupakan tempat perkembangbiakan larva Aedes spp. utama di perkotaan (WHO 2011). Larva nyamuk yang ditemukan pada potongan bambu hanya Ae. albopictus. Hal

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ae. aegypti Ae. albopictus Persentase wadah

(20)

9 ini dapat terjadi karena larva nyamuk Ae. albopictus lebih menyukai wadah dengan bahan alami (Ratigan 2000, Guillaumout 2005).

Jenis wadah TPA yang positif larva nyamuk Ae. aegypti jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan larva nyamuk Ae. albopictus. TPA yang diperiksa saat penelitian berada di dalam rumah penduduk. Hadi dan Koesharto (2006) menyatakan bahwa Ae. aegypti dapat ditemukan pada tempat penampungan air yang terdapat di dalam rumah.

Tabel 3 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan jenis wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012

Jenis Wadah

Jumlah Wadah Persentase

Jumlah Wadah Container Index (%)

TPA Ae. aegypti Ae. albopictus

Tempayan 5 1.26 0.00 0.00 Drum 8 2.02 12.50 12.50 Ember 141 35.61 3.55 4.26 Bak Mandi 144 36.36 13.89 1.39 NON TPA Ban Bekas 1 0.25 100.00 100.00 Potongan Bambu 1 0.25 0.00 100.00

Tempat Air minum burung 1 0.25 0.00 0.00

Saluran Air 2 0.51 0.00 50.00 Barang Bekas 3 0.76 0.00 0.00 Kaleng Bekas 5 1.26 40.00 0.00 Vas/Pot 20 5.05 40.00 10.00 Kolam/Aquarium 22 5.56 9.09 27.27 Dispenser 43 10.86 18.60 0.00 TOTAL 396 100.00

Wadah non TPA yang terabaikan dapat menampung genangan air dan menjadi habitat perkembangbiakan larva nyamuk. Larva nyamuk yang banyak ditemukan pada wadah non TPA adalah Ae. albopictus (Tabel 3). Wadah non TPA biasanya lebih terbuka dan memiliki permukaan dasar yang kasar.

Bahan Dasar Wadah

Terdapat berbagai macam bahan dasar wadah yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan larva nyamuk Aedes spp. seperti semen, tanah, kaca, plastik, keramik, logam, karet, dan kayu. Bahan dasar wadah yang banyak ditemui berturut-turut adalah plastik, keramik, semen, kaca, logam, tanah, karet, dan kayu. Wadah berbahan dasar plastik banyak digunakan pada setiap rumah tangga untuk menampung air misalnya ember, drum, dan bak mandi.

(21)

10

Gambar 4 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. berdasar bahan wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012.

Tabel 4 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan bahan dasar wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012

Bahan Wadah Jumlah

Wadah Persentase

Jumlah Wadah Container Index (%)

Ae. aegypti Ae. albopictus

Tanah 1 0.25 0.00 0.00 Kayu 1 0.25 0.00 100.00 Karet 1 0.25 100.00 100.00 Logam 5 1.26 40.00 20.00 Kaca 13 3.28 15.38 23.08 Semen 24 6.06 8.33 8.33 Keramik 74 18.69 14.86 0.00 Plastik 277 69.95 6.14 5.78 TOTAL 396 100.00

Persentase yang rendah pada wadah berdasarkan bahan dasar terdapat pada tanah, karet, dan kayu. Hal ini dikarenakan penggunaan wadah berbahan dasar tanah, karet, dan kayu sudah jarang digunakan sehari-hari. Produk keperluan rumah tangga yang beredar sekarang ini pada umumnya berbahan dasar plastik.

Frekuensi seringnya ditemukan larva Aedes aegypti ditemukan pada wadah berbahan dasar karet, logam, kaca, semen, keramik, dan plastik (Gambar 4). Bahan dasar karet memiliki persentase terbesar adanya larva nyamuk Ae. aegypti sebesar 80% pada penelitian Medronho et al. (2009). Bahan dasar karet merupakan habitat yang disukai nyamuk karena warnanya yang gelap dan memiliki permukaan yang kasar. Larva nyamuk Ae. aegypti juga ditemukan pada wadah dengan bahan keramik sebesar 14.86%. Wadah berbahan keramik memiliki permukaan yang halus dan licin, sambungan antar keramik dapat membentuk celah untuk perkembangbiakan larva.

Persentase wadah positif larva nyamuk juga ditemukan pada wadah berbahan kaca yaitu 15.38% untuk Ae. aegypti dan 23.08% Ae. albopictus. Wadah

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 persentase Ae. aegypti Ae. albopictus wadah

(22)

11 berbahan kaca seperti akuarium mudah ditumbuhi alga yang merupakan sumber nutrisi larva. Lorenz et al. (2013) melakukan penelitian menggunakan lapisan plastik pada kontainer yang akan menghambat pertumbuhan alga. Kurangnya nutrisi dari alga pada kontainer dapat menurunkan jumlah larva nyamuk Ae. j. japonicus.

Warna Wadah

Wadah yang digunakan sebagai TPA dan non TPA juga dikategorikan

berdasarkan warna. Wadah berwarna biru banyak ditemukan saat pemeriksaan yaitu sebanyak 25.51% kemudian warna putih 22.22% (Gambar 5). Wikandari (2012) melaporkan bahwa warna wadah yang paling banyak ditemui saat pemeriksaan di Pasir Kuda adalah biru (38.4%), abu-abu (31.8%) dan putih (25%).

Frekuensi seringnya ditemukan larva nyamuk Ae. albopictus berada pada wadah yang tidak berwarna, wadah berwarna hitam, putih, biru, dan coklat. Wadah berwarna coklat menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Ae. albopictus. Wadah dengan warna coklat banyak ditemui pada pot bunga yang dapat menampung genangan air. Warna menjadi satu diantara faktor habitat potensial larva nyamuk. Wadah yang berwarna gelap dan tidak terkena sinar matahari secara langsung disukai oleh nyamuk untuk meletakkan telur. Nyamuk akan lebih merasa tenang dan nyaman pada kondisi tersebut (Wahyudi et al. 2013).

Larva nyamuk Ae. aegypti dapat ditemukan pada wadah yang tidak berwarna, wadah berwarna jingga, merah muda, coklat, abu-abu, hijau, hitam, putih, dan biru. Saat pemeriksaan, wadah yang tidak berwarna sering ditemui pada akuarium tidak terpakai yang berada di dalam rumah

Gambar 5 Persentase jenis larva nyamuk Aedes spp. berdasarkan warna wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012.

0 10 20 30 40 50 60 70 persentase Ae. aegypti Ae. albopictus wadah

(23)

12

Tabel 5 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan warna wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012.

Warna Wadah Jumlah Wadah Persentase

Jumlah Wadah Container Index (%)

Ae. aegypti Ae. albopictus

Jingga 4 1.01 25.00 0.00 Merah Muda 10 2.53 10.00 0.00 Kream 12 3.03 0.00 0.00 Coklat 12 3.03 25.00 58.33 Bening 16 4.04 31.25 12.50 Abu 19 4.80 10.53 0.00 Merah 19 4.80 0.00 0.00 Hijau 43 10.86 4.65 0.00 Hitam 72 18.18 4.17 15.28 Putih 88 22.22 11.36 2.27 Biru 101 25.51 8.91 3.96 TOTAL 396 100.00 Letak Wadah

Wadah di dalam rumah lebih banyak ditemukan daripada di luar rumah. Jumlah wadah di dalam rumah mencapai 83.03% dan 16.92% untuk wadah di luar rumah. Jumlah wadah yang dapat menampung air di dalam rumah lebih banyak karena digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci dan memasak.

Tabel 6 Kepadatan larva nyamuk berdasarkan letak wadah di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012

Letak Wadah Jumlah

Wadah Persentase

Wadah Positif

Jumlah Ae. aegypti Jumlah Ae. albopictus

Dalam rumah 329 83.08 29 8.81 3 0.91

Luar rumah 67 16.92 7 10.45 23 34.33

Total 396 100.00 36 26

Larva nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan di dalam rumah, sedangkan larva nyamuk Ae. albopictus banyak ditemukan di luar rumah. Wadah yang berada di luar rumah berpotensi menampung air dan tidak mengalami pembersihan secara rutin. Wikandari (2012) melaporkan bahwa di Kelurahan Pasir Kuda Kota Bogor, sebanyak 82% larva Ae. aegypti ditemukan pada wadah di dalam rumah dan larva Ae. albopictus ditemukan di luar rumah (68.29%).

(24)

13

Indeks Larva

Kepadatan populasi larva nyamuk dapat dihitung menggunakan indeks

larva yang terdiri dari container index, house index, dan breteau index. Nilai indeks larva yang didapatkan digunakan sebagai gambaran kepadatan larva nyamuk di Kelurahan Bantarjati. Data indeks larva setiap bulannya memiliki nilai yang bervariasi.

Tabel 7 Indeks larva per bulan di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012. Bulan HI (%) CI (%) BI (%) April 37.18 9.60 19.00 Mei 15.52 3.03 6.00 Juni 19.05 2.27 4.50 Juli 9.09 0.76 1.50 Rata-rata 20.21 3.91 7.75

Nilai indeks rata-rata CI yang dihasilkan adalah 3.91%, HI 20.21% dan BI adalah 7.75%. Menurut Kantachuvessiri (2002) angka CI di atas 10% sangat potensial bagi penyebaran penyakit DBD. Nilai indeks larva CI, HI, dan BI di Kelurahan Bantarjati termasuk dalam kepadatan nyamuk sedang berdasarkan density figure (DF). Oleh karena itu penularan penyakit DBD masih sangat berisiko sehingga masyarakat setempat harus melaksanakan program PSN untuk mengurangi jumlah kejadian penyakit. Sukesi dan Tri (2012) dalam penelitiannya di Desa Gedongkiwo mendapatkan nilai indeks larva Ae. aegypti dengan menghitung HI dan CI melebihi batas aman penyebaran penyakit DBD sebanyak 38.67% dan 13.41% serta nilai BI masih dalam kondisi yang aman namun berada dalam kondisi waspada. Berbeda dengan penelitian Zulkarnaini et al. (2009) yang menyebutkan bahwa angka HI di Kota Dumai menunjukkan bahwa tinggi populasi nyamuk vektor DBD disetiap rumah sebesar 86.27%.

Analisis Korelasi ICH dan BI

ICH Kota Bogor selama periode pengamatan mengalami penurunan setiap bulannya. Pola penurunan ini sejalan dengan penurunan BI. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ICH dengan BI (p<0.05) (Tabel 8). Semakin tinggi curah hujan maka semakin banyak pula wadah yang akan menampung genangan air untuk tempat perkembangbiakan nyamuk. Nilai ICH tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 359.7 mm dengan BI 19.00% dan nilai ICH terendah (31.8 mm) terjadi pada Bulan Juli dengan BI 1.50%.

Kondisi sanitasi lingkungan yang baik dapat menghambat perkembangbiakan nyamuk menjadi tidak optimal. Nyamuk vektor penyakit DBD dapat berkembang baik pada tempat penampungan air yang jarang dibersihkan dan dikontrol misalnya kaleng bekas dan ban bekas. Oleh karena itu WHO (2001)

(25)

14

menyatakan cara mengendalikan vektor adalah dengan memperbaiki sanitasi lingkungan untuk meminimalkan habitat berkembangbiaknya vektor.

Tabel 8 Korelasi antara indeks curah hujan dan BI

Bulan Indeks Curah

Hujan (mm) Breteau Index (%) Pearson P value April 359.7 19 0.971 0.029 Mei 157.9 6 Juni 39.5 4.5 Juli 31.8 1.5

SIMPULAN

Kepadatan populasi larva nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor menurut Density Figure (DF) berada dalam tingkat sedang. Kepadatan populasi larva nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus berkorelasi positif dengan indeks curah hujan selama bulan April-Juli 2012 di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Abednego HM. 1997. Perkembangan 5 Tahun Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Acta Medica Indosiana 21(1):5−19.

Becker N. 2003. Mosquitoes and Their Control. New York (US): Kluwer Academic/Plenum Pub.

Bermawie N. 2006. Mengatasi demam berdarah dengan tanaman obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (28):26−29

[CDC] Center for Diseases Control. 2012. Dengue Homepage, Mosquito life cycle. [Internet] [diunduh 2013 Juli 6]. Tersedia pada Website:http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/mlifecycle.html

[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dewi EM. 2004. Studi periode stadium larva Toxorhynchites amboinensis dan preferensi predasi terhadap larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus di laboratorium. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

[DINKES] Dinas Kesehatan. 2007. Data distribusi kasus dan kematian DBD tahun 2007 di Kota Bogor (ID). Dinas Kesehatan Kota Bogor.

[DINKES] Dinas Kesehatan. 2011. Data distribusi kasus dan kematian DBD tahun 2011 di Kota Bogor (ID). Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Gandahusada S, HHD. Ilahude, W Pribadi. 2000. Parasitologi Kedokteran Ed. Ke−3. Jakarta (ID) : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guillaumot L. 2005. Arbovirus and their vectors in the pacific-status report. Pacifik Healt Surveillance and Response 12(2)

(26)

15 Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk. Di dalam: Hama Permukiman

Indonesia; Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama dan Pemukiman.

Hadi UK, Sigit SH, Gunandini DJ, Soviana S, Sugiarto FX. 2008. Pengaruh penggunaan repelen masal jangka panjang pada suatu pemukiman terhadap keberadaan nyamuk Aedes aegypti (L). J E I 5(1): 27−35.

Hadi UK, Gunandini DJ, Soviana S, Sigit SH. 2011. Panduan identifikasi ektoparasit: Bidang medis dan veteriner ed. Ke−2. Bogor (ID): IPB Pr. Hadi UK, Soviana S, Gunandini DJ. 2012. Aktivitas nokturnal vektor demam

berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia. J E I 9(1): 1−6.

Hasyimi M, Harmany N, Pangestu. 2009. Tempat-tempat terkini yang disenangi untuk perkembangbiakan vektor demam berdarah. Media Litbang Kesehatan 19(2): 71−76.

Hess AM, Prasad AN, Ptitsyn A, Ebel GD, Olson KE, Barbacioru C, Monighetti C, Campbell CL. 2011. Small RNA profiling of Dengue virus-mosquito interactions implicates the PIWI RNA pathway in anti viral defense. BMC Microbiol 11(45): 1−12.

Kantachuvessiri A. 2002. Dengue haemorrhagic fever in Thai society, the southeast asian. J Trop Med Pub Hth 33(1): 4−10.

Khairani R. 2013. Pengaruh perilaku masyarakat terhadap kasus demam berdarah dengue di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. (unpublished).

Levine ND. 1994. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Press.

Lorenz AR, Edward DW, Michael GK. 2013. Does authocthonous primary production influence oviposition by Aedes japonicas japonicas (Diptera: Culicidae) in container habitats. J Med Entomol 50(1): 69−78.

Medronho RA, Leonardo M, Danielle M, Novellino, Marcos TF, Lagrotta, Volney M, Camara, Carlos EP. 2009. Aedes aegypti immature form distribution according to type of breeding site. Amer J Trop Med Hyg 80 (3): 401− 404.

Nasution I. 2003. Studi pengaruh ekstrak rimpang lengkuas (Alpingia galangal L. Swartz) terhadap perkembangan pradewasa nyamuk Aedes aegypti. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ooi EE, Gubler DJ. 2008. Dengue in Southeast Asia: epidemiological characteristics and strategic challenges in disease prevention. Cad Saude Pub 25(1): 115−124.

Pemerintah Kota Bogor. 2007. Kelurahan Bantarjati.

http://www.kotabogor.go.id/kecboutara-kelurahan/3533-kelurahan-bantar jati Terhubung Berkala [6 Juli 2013].

Praja WP. 2013. Analisis pola penyebaran spasial penyakit demam berdarah dengue. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ratigan CW. 2000. The Asian tiger mosquito (Aedes albopictus): spatial, ecological and human implications in southeast Virginia. [Tesis]: Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg.

Seema, Jain SK. 2005. Molecular Mechanisme of Pathogenesis of Dengue Virus: Entry and Fusion with Terget Cell. Ind J of Clinical Biochemist 20(2):92−103.

(27)

16

Sukesi, Tri W. 2012. Monitoring populasi nyamuk Aedes aegypti L. vektor penyakit demam berdarah dengue di Kelurahan Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta. J Kes Mas 6 (1): 1−74.

Wafa L. 2011. Pengetahuan dan perilaku masyarakat Desa Babakan Kabupaten Bogor terhadap masalah vektor dan penyakit demam berdarah dengue. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wahyudi RI, Ginanjar P, Saraswati LD. 2013. Pengamatan keberadaan jentik Aedes sp. pada tempat perkembangbiakan dan PSN DBD di Kelurahan Ketapang. J Kes Mas 2 (2): 1−14.

[WHO] World Health Organization. 1972. Vector control in international health. Geneva. 26−28.

[WHO] World Health Organization. 2001. Panduan lengkap pencegahan dan pengendalian dengue dan DBD (alih bahasa: Palupi Widyastuti). Regional Office for South East Asia Region. World Health Organization. New Delhi. [WHO] World Health Organization. 2009. Dengue guidelines for diagnosis,

treatment, prevention and control. New edition. A joint publication of the World Health Organization (WHO) and the Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases (TDR).

[WHO] World Health Organization. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised And Expanded Edition. Regional Office for South East Asia.

Wikandari, M. 2012. Tempat perindukan vektor chikungunya (Aedes spp.) di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zulkarnaini, Siregar YI, Dameria. 2009. Hubungan kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga dengan keberadaan jentik vektor dengue di daerah rawan demam berdarah dengue Kota Dumai tahun 2008. J Environ Sci 2(3): 115−124.

(28)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 26 September 1991 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Mulya Danarasa dan Ibu Yeni Sri Wahyuni. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Mangkalaya Kabupaten Sukabumi pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cisaat Kabupaten Sukabumi dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1 Cisaat Kabupaten Sukabumi dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI.

Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung ke dalam Himpunan Profesi Hewan Kecil dan Satwa Akuatik Eksotik FKH IPB sebagai Sekretaris kedua pada tahun pertama dan menjabat sebagai sekretaris utama di tahun berikutnya.

Gambar

Gambar 1  Daur hidup Aedes spp. (Sumber: CDC 2012).
Gambar 2  Comb scales pada larva Ae. aegypti (A) dan larva Ae. albopictus (B).
Gambar 3  Persentase jenis larva nyamuk  Aedes spp. pada TPA dan non  TPA di  Kelurahan Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012
Tabel  3    Kepadatan  larva  nyamuk  berdasarkan  jenis  wadah  di  Kelurahan  Bantarjati Kota Bogor periode April−Juli 2012
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap orang karena keterampilan

Adanya metode analisis sensitivitas terhadap nilai NPV ( Net Present Value) berdasarkan perbandingan parameter ekonominyadapat memberikan informasi kepada perusahaan

Terumbu dengan persen tutupan karang hidup yang tinggi diikuti oleh persen tutupan karang mati dan batu karang yang rendah. Terumbu karang di depan Mercusuar

Hal ini berarti bahwa model penelitian adalah fit atau dengan kata lain ada pengaruh yang signifikan antara tax amnesty , pengetahuan perpajakan, pelayanan

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika khususnya

Ketiga , modul pembelajaran multikul - tural yang dikembangkan sebagai penun - jang implementasi model “pembelajaran multikultural terpadu menggunakan modul (PMTM)”, secara

syariah compliance yang dituangkan dalam penelitian dengan judul “ Analisis Pengaruh Pengungkapan Syariah Compliance Dalam Meningkatkan Kepuasan Nasabah ” (Studi Pada Bank

Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT.. 16 ةقيرعىا ٍذُ ةثحابىا مدخخ سج ةضقايمٌي غـب لىؿ ةيٌـظ ثناايبىا ةصح لىٕا لظاح ننهخى