• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ubi Jalar Udah Jadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Ubi Jalar Udah Jadi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PRAKTIKUM MANDIRI

ANALISIS BAHAN PRODUK AGROINDUSTRI

ANALISIS ZAT BAHAN UBI JALAR

Disusun oleh : 1. Yunia Anggarini (F34080055) 2. Bunga Cahyaputri (F34080068) 3. Aldo Bimantoro (F34080079) 4. Ridho Aslam (F34080127) 5. Fahrudin (F34080129) 2009

Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

(2)

Bogor

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki posisi geografis yang sangat mendukung bagi berkembangnya keanekaragaman hayati. Dengan iklim tropis yang ada, maka memungkinkan hampir semua jenis tumbuhan dapat hidup dan tumbuh berkembang dengan baik disini. Salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik adalah umbi-umbian. Umbi-umbian adalah salah satu makanan pokok di Indonesia. Macamnya, antara lain singkong atau yang biasa disebut ubi kayu, kentang, talas, uwi, gembili, kimpul,suweg, ganyong dan ubi jalar. Semua itu mengandung zat hidrat arang yang jumlahnya sekitar setengah dari jumlah hidrat arang yang terdapat dalam beras. Zat proteinnya sangat rendah, sehingga bila akan dijadikan makanan utama, maka harus ditambah makanan yang merupakan sumber protein, lemak dan vitamin. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas lokal yang masih perlu dikembangkan karena memiliki prospek yang bagus.

Ubi jalar sudah sangat populer di masyarakat. Sehingga selain dikonsumsi secara langsung, ubi jalar juga banyak sekali poduk turunanya, karena termasuk mudah untuk diolah. Ubi jalar juga memiliki produktivitas yang tinggi. Lalu zat-zat yang dikandung pun juga sangat banyak dan beragam. Maka dari itu demi penelitian dan pengembangan lebih lanjut, diadakan uji analisis proksiimat untuk menentukan mutu dari ubi jalar itu sendiri.

(3)

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan sifat spesifik dari ubi jalar. Dengan begitu akan dapat ditentukan mutu dari ubi jalar tersebut dan bagaimana penanganan yang tepat.

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada uji proksimat ini yaitu oven pengering, cawan aluminium, neraca/timbangan, soxhlet apparatus, tanur, otoklaf, cawan porselen, kertas saring, buret, erlenmeyer, pipet, dan peralatan gelas lainnya.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah ubi jalar, larutan H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, air panas, aceton/alkohol.

B. Metode

Pada praktikum kali ini, kami melakukan uji proksimat yang terdiri dari uji kadar air, kadar serat, kadar abu, kadar lemak kasar dan kadar lemak protein.

Pada uji kadar air, sebanyak 5 gram ubi jalar yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam cawan (cawan sudah dipanaskan di oven dan didinginkan di desikator). Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama tiga jam.

(4)

Setelah didapat berat akhir bahan, hitung kadar air (%) dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air(%) = (berat awal – berat akhir) × 100% berat awal bahan

Untuk uji kadar abu, sebanyak 5 gram bahan dimasukkan kedalam labu porselen yang kering dan telah diketahui beratnya. Kemudian pijarkan bahan dalam tanur selama dua jam pada suhu 600 0C sampai diperoleh abu berwarna

keputih-putihan. Selanjutnya bahan didinginkan pada desikator dan ditimbang. Hitung persentase kadar abu dengan rumus berikut :

Kadar Abu (%) = berat abu setelah pengabuan × 100% berat awal

Pada kadar serat, sebanyak 1 gram bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 100 ml H2SO4 0,325

N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 1050C

selama 15 menit. Dinginkan bahan dengan desikator, kemudian tambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Hidrolisis kembali bahan di dalam otoklaf bersuhu 1050C selama 15 menit. Saring bahan

menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml

Aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan ke dalam oven bersuhu 700C selama 1 jam. Setelah itu ditimbang

dan dihitung kadar serat yang dihasilkan.

Kadar Serat(%)= (berat kertas saring+bahan)-berat kertas saring ×100%

Berat awal bahan

Pada uji kadar lemak kasar, bahan yang berasal dari sisa uji kadar air disaring menggunakan kertas saring (yang sudah

(5)

ditimbang) berbentuk tabung lalu disekletasi selama empat jam dan didinginkan kertas saringnya. Selanjutnya bahan dianginkan sampai kepekatan hilang lalu dikeringkan dalam oven selama satu jam dan dimasukkan ke dalam desikator lalu dihitung bobot akhirnya dan dihitung kandungan lemak kasarnya.

% Lemak Kasar=berat awal-berat akhir × 100 % berat awal

Uji terakhir adalah menguji kadar protein dalam bahan. Sebanyak 0,2 gram bahan ditambah katalis dan ditambahkan 2,5 ml asam sulfat pekat lalu didestruksi sampai menjadi warna hijau bening. Hasil dari proses destruksi didinginkan. Selanjutnya ditambahkan aquades sampai tanda tera dan didestilasi dengan tambahan natrium hidroksida 50% sebanyak 15 ml. Destilat yang dihasilkan ditampung dan ditambahkan HCl 0,02 N. Proses dihentikan apabila volume destilat berjumlah dua kali volume sebelumnya. Selanjutnya dititrasi dengan natrium hidroksida (NaOH) 0,02 N dan indikator mensel. Selanjutnya dihitung kadar proteinnya. (Faktor Konversi ubi jalar= 6,25)

% total N=[(ml titrasi(blanko-contoh)) x N NaOH x 14/] × 100%

gram contoh x 1000

(6)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan {Terlampir} B. Pembahasan

1. Prospek Ubi Jalar Di Indonesia

Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi, 2009 *)

Provinsi

Luas Produktivitas Produksi

Panen (Ha) (Qu/Ha) (Ton)

1. Nanggroe Aceh D. 1,556 100.97 15,711 2. Sumatera Utara 12,841 111.05 142,602 3. Sumatera Barat 4,461 155.24 69,253 4. R i a u 1,291 79.16 10,219 5. J a m b i 2,360 96.61 22,800 6. Sumatera Selatan 3,013 68.56 20,657 7. Bengkulu 3,293 95.17 31,341 8. Lampung 5,120 97.33 49,835 9. Bangka Belitung 623 80.35 5,006 10. Riau Kepulauan 199 77.19 1,536 11. D.K.I. Jakarta 0 0.00 0 12. Jawa Barat 28,617 136.23 389,851 13. Jawa Tengah 8,606 139.05 119,670 14. D.I. Yogyakarta 591 109.97 6,499 15. Jawa Timur 14,729 98.21 144,659 16. Banten 3,051 117.47 35,841 17. B a l i 6,407 131.84 84,469 18. Nusa Tenggara Barat 1,506 116.02 17,472 19. Nusa Tenggara Timur 14,044 80.29 112,765 20. Kalimantan Barat 1,632 74.22 12,112 21. Kalimantan Tengah 1,526 70.10 10,698 22. Kalimantan Selatan 2,918 109.51 31,954 23. Kalimantan Timur 3,623 92.91 33,662

(7)

24. Sulawesi Utara 4,396 98.41 43,261 25. Sulawesi Tengah 2,737 107.39 29,392 26. Sulawesi Selatan 5,899 107.28 63,287 27. Sulawesi Tenggara 3,458 83.06 28,721 28. Gorontalo 399 96.59 3,854 29. Sulawesi Barat 1,310 109.78 14,381 30. Maluku 2,559 85.97 21,999 31. Maluku Utara 3,062 87.00 26,640 32. Papua Barat 1,278 101.17 12,929 33. Papua 34,078 98.08 334,235 Indonesia 181,183 107.48 1,947,311

Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia).

Dari table diatas dapat diketahui bahwa produktivitas lahan, luas panen, dan produksi Ubi jalar di negara Indonesia masih tergolong rendah. Ini terbukti produksi Ubi jalar di Indonesia bahkan belum mencapai angka 2 Juta Ton/tahun 2009. Dilihat dari produktifitas lahan juga sangat rendah, menurut beberapa sumber disebutkan bahwa nilai ekspor Ubi jalar negara Indonesia tidak sampai pada angka 2 % total produksi ubi jalar dari berbagai negara di dunia. Jika dibandingkan dengan negara Cina telah yang telah mencapai produktifitas lahan 208,58 kwintal per ha, dan Jepang adalah 247,33 kwintal per ha, maka negara Indonesia masih sangat jauh tertinggal.

Padahal, bila dilihat potensi lahan Indonesia yang digunakan untuk penanaman ubi jalar sangat besar. Bahkan dari 33 provinsi yang ada di Indonesia tercatat 32 Provinsi turut menyumbangkan produksi Ubi jalar. Namun, kualitas metode pelaksanaan prapanen yang diterapkan tampak sangat buruk

(8)

yang akhirnya menyebabkan lahan luas yang digunakan tidak sepadan dengan kuantitas panen yang dihasilkan.

Pemanfaatan Ubi jalar dalam produk nasional sebagian besar pun masih sebatas sebagai bahan pangan. Sedangkan di Amerika Serikat, ubi jalar digunakan sebagai bahan baku dalam industri lem, fermentasi, tekstil, farmasi dan kosmetik. Secara umum, ubi jalar sebenarnya menyimpan potensi sebagai pangan alternatif dan juga menguntungkan dari segi bisnis (Apandi,1984).

Sekalipun masih fluktuatif, peluang ekspor ubi jalar sebenarnya masih terbuka lebar jika produktivitas dan kualitas ditingkatkan. Hal ini disebabkan permintaan pasar untuk kebutuhan pengolahan makanan dan industri masih cukup tinggi. Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan dan Amerika Serikat merupakan pasar untuk melakukan ekspor ubi jalar maupun produk olahannya. Tidak hanya peluang ekspor yang cukup tinggi. Keuntungan dalam usaha tani ubi jalar juga cukup menjanjikan.

Gambaran keuntungan tersebut didukung dengan kemudahan dalam pengelolaan ubi jalar yakni sekitar 3,5 bulan. Umur tersebut umumnya relatif lebih pendek dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain. Selain itu terdapat beberapa jenis varietas ubi jalar yang memiliki kekhasan tersendiri dan dapat disesuaikan dengan permintaan pasar.

Jika dilihat dari aspek lahan, ubi jalar juga tidak terlalu sulit dan masih sangat luas. Pada lahan kering atau ladang, ubi jalar dapat dibudidayakan melalui model tumpang sari. Bisa juga ditanam setelah panen komoditas utama. Hampir sebagian

(9)

besar wilayah pertanian merupakan lahan yang cocok untuk pengembangan ubi jalar.

Gambaran sederhana di atas setidaknya menjadi kesadaran semua pihak untuk mengembangkan potensi Ubi jalar baik pangan maupun ragam pemanfaatan yang lainnya. Dalam arti lain, tidak saja sebagai potensi pangan alternatif tetapi juga perlu mendorong potensi bisnis atas komoditas tersebut. Paling tidak, potensi bisnis tersebut akan mendorong petani lokal untuk lebih meningkatkan produktivitas.

Potensi bisnis ubi jalar dapat dilihat dari manfaat ubi jalar yang sangat banyak mulai dari baik untuk kesehatan seperti yaitu meningkatkan kekebalan tubuh, mengandung anti peradangan, mencegah asma, mencegah bronchitis, mencegah arthriti, menjaga fungsi pencernaan, anti Kanker, menjaga keseimbangan air, mencegah radang lambung, mencegah diabetes, penambahan berat badan. Ubi jalar merupakan sumber energi dan efektif untuk membangun otot-otot. Bagi Anda yang tidak percaya diri karena tulang-tulang menonjol ke permukaan kulit, cobalah mengkonsumsi makanan super ini. Cara ini tidak menghasilkan efek samping apapun sehingga lebih aman daripada mengkonsumsi suplemen pembangun otot. Keuntungan lainnya adalah ubi jalar juga efektif menghentikan ketergantungan pada rokok, minuman serta narkotika tertentu. Selain itu, juga sangat baik bagi kesehatan pembuluh darah vena dan arteri. Konsentrasi beta karoten yang tinggi serta fosfor sangat baik bagi kesehatan mata dan kardiovaskular

2. Analisis Uji Proksimat Ubi Jalar

Ubi jalar atau ketele rambat merupakan kelompok umbi-umbian. Ubi jalar ini sangat cocok tumbuh di Indonesia karena

(10)

sesuai dengan keadaan geografis di sebagian besar wilayah Indonesia. Ubi jalar sangat baik untuk dikembangkan karena memiliki masa produksi yang relatif singkat dibandingkan dengan tanaman umbi lainnya. Masa produksi ubi jalar berkisar lebih dari 4 bulan.

Menurut SNI 01-4493-1998, umbi memiliki warna kulit seperti warna merah atau putih atau warna lainnya dan keseragaman warna daging umbi, seperti putih , kuning, orange dan ungu sesuai dengan varietasnya.

Sistematika (taksonomi) tanaman ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut(Simonwidjanarko, 2008): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomea

Spesies : Ipomoea batatas

Ubi jalar biasanya berbentuk bulat sampai lonjong dengan permukaan yang rata sampai tidak rata. Ubi jalar terbagi menjadi tiga jenis yaitu ubi jalar ungu, ubi jalar putih, dan ubi jalar kuning. Kandungan dari masing-masing ubi jalar sebagian besar sama, hanya konsentrasinya yang membedakan. Kandungan yang paling menonjol dari ubi jalar yaitu kandungan betakarotennya yang cukup tinggi. Semakin gelap intesitas warna ubi jalar maka semakin tinggi kandungan betakarotennya.

(11)

Ubi jalar merupakan karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar juga sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), Fosfor (p), dan Kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, Lemak, serat kasar dan abu. Ubi jalar juga merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang memiliki kandungan gizi dan mineral yang cukup banyak. Di bawah ini adalah komponen-komponen yang terkandung dalam 100 gram ubi jalar beserta jumlahnya.

Komponen Jumlah Kadar air (%) 72,84 Pati (%) 24,28 Protein (%) 1,65 Lemak (%) 0,4 Gula reduksi (%) 0,85 Mineral (%) 0,95 Asam askorbat (mg/100 g) 22,7 K (mg/100 g) 204,0 S (mg/100 g) 28,0 Ca (mg/100 g) 22,0 Mg (mg/100 g) 10,0 Na (mg/100 g) 13,0 Fe (mg/100 g) 0,59 Mn (mg/100 g) 0,355 Vitamin A (IU/100 g) 20063,0 Energi (kJ/100 g) 441,0

(12)

Sumber: Kotecha dan Kadam (1998)

Adapun Spesifikasi persyaratan khusus menurut SNI 01-4493-1998

Komponen Mutu Mutu

I II III

Berat umbi ( gram/umbi) >200 100-200 75-100

Umbi cacat (per 50 biji) maks.

tidak ada 3 biji 5 biji

Kadar air (% bb min) 65 60 60

Kadar serat (% bb maks) 2 2,5 >3,0

Kadar pati ( % bb min) 30 25 25

Dari tabel diatas dapat diketahui standar mutu yang harus dipenuhi untuk masuk ke kualitas umbi tertentu. Ubijalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis-jenis ubijalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna, kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen. Dengan mengetahui kadar air ubi jalar, maka dapat diketahui juga perawatan pascapanen komuditas umbi yang efesien dan efektif, seperti pengelompokan mutu umbi yang sejenis.

(13)

Komoditi pertanian yang dianalisa sering mengandung air yang jumlahnya tidak menentu. Jumlah air yang terkandung sering tergantung dari perlakuan yang telah dialami bahan, kelembaban udara dan sebagainya. Pada umumnya pengeringan berdasarkan pemanasan dikerjakan pada suhu serendah mungkin yang dapat digunakan agar mengurangi kemungkinan penguraian bahan,atau ikut sertanya bahan lain seperti penguapan maupun adanya reaksi-reaksi sampingan. (Harjadi, 1990). Kadar air produk pertanian umumnya sangat tinggi sehingga kondisi ini dapat menyebabkan hasil pertanian mudah mengalami kerusakan terutama karena pengaruh mikroorganisme. Untuk menghindari hal ini maka penanganan pasca panen dari hasil pertanian sangat penting untuk menjaga hasil pertanian tersebut sebelum diolah menjadi produk lain atau selama pendistribusian kepada konsumen

Kandungan air bahan pangan akan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Bahan yang mengandung kadar air terlalu banyak akan lebih rentan terhadap serangan mikroba. Karena air dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian kadar air dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu. (Winarno, 2002).

Istilah umum yang dipakai untuk air yang terdapat dalam bahan makanan adalah air terikat (bound water). Menurut derajat keterikatan air, air terikat terbagi atas empat tipe. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Tipe II yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan

(14)

molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya sgsk berbeda dari air murni. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran kapiler, serat dll. Tipe IV adalah air yang terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh. Adapun kandungan air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dapat dinyatakan dengan aw (Winarno, 1992).

Dalam pengujian kadar air, air yang terukur merupakan air yang menguap (air bebas). Sedangkan dalam bahan masih terdapat kandungan air yang disebut sebagai air terikat. Dalam pengujian kadar air ubi jalar diketahui bahwa kadar airnya mencapai 67,50%. Angka yang didapatkan tidak berbeda jauh dari literatur yang ada yaitu berkisar 72,84%. Namun perbedaan nilai kadar air ini kemungkinan karena pengaruh genetis, kelembaban udara sekitar prapanen, daya serap akar ubi jalar tersebut, dll. Setelah bahan dipanen, jika dibiarkan juga akan menyebabkan kandungan airnya menurun karena bahan tersebut tidak mendapatkan asupan air bahkan dapat mengalami evaporasi (air dalam bahan tersebut menguap). Untuk penanganan pasca panen umumnya dilakukan pengeringan sehingga umur simpan dari hasil pertanian lebih lama. Umumnya pengeringan dilakukan hingga kadar air dalam bahan menjadi sekitar 3-4% (Mustikasari,2002).

b. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.

(15)

Mineral ini dapat dibedakan menjadi dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik meliputi garam asam malat, oksalat, asetat dan pektat, Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. (Sudarmadji, 1996)

Dalam hasil pengamatan didapat kadar abu dalam ubi jalar 12.53%. Semakin tinggi kadar abu maka tepung ubi jalar tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan daging dari kulit ada sebagian kulit yang ikut menjadi tepung ubi jalar. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam ubi jalar yang diujikan tidak bersih dalam pengolahannya, karena berdasarkan literatur kadar abu ubi jalar rata-rata seharusnya sekitar 1-3%. Pengolahan yang tidak bersih ini diduga terjadi karena pemisahan daging dari kulit yang tidak baik.

c. Kadar Serat

Serat yang terdapat dalam bahan pangan yang tidak tercerna mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolisme. Nama istilah yang sering digunakan adalah dietary fiber. Dietary fiber merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasla dari berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia serat tersebut terdiri dari berbagai karbohidrat seperti selulosa, lignin, pektin dan non karbohidrat seperti polimer lignin, gumi dan mucilage. Walaupun demikian, serat kasar tidaklah identik dengan dietary fiber (Winarno, 1992)

Adapun yang dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan

(16)

dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan. Serat kasar ini terdiri dari selulosa, lignin, dan hemiselulosa serta sebagian kecil substansi pektat. (Muchtadi ,1983).

Kadar serat merupakan perbandingan antara berat umbi terhadap serat dalam umbi keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah. Prinsip dari uji kadar serat adalah pengukuran kandungan serat dengan memisahkan bahan baku serat dengan cara melarutkan larutan asam dan basa kuat pada kondisi panas. Dalam uji serat kasar dari sebanyak 1 gram ubi jalar yang diuji terdapat 2,84 % total serat kasar yang jika dikonversikan dalam satuan massa bernilai 0,0284 gram merupakan kandungan serat kasar dari ubi jalar karena serat tersebut tidak larut dalam proses hidrolisis.

d. Kadar Lemak

Untuk pengujian kadar lemak ubi jalar dilakukan dengan menggunakan tabung soxhlet. Tabung soxhlet digunakan sebagai wadah untuk mengekstrasi minyak dari suatu sampel yang diuji. Pengekstrasian minyak/lemak menggunakan larutan petroleum eter sebanyak 2/3 dari volume labu soxhlet. Setelah minyak/lemak di ekstraksi, labu kembali dipanaskan guna memisahkan larutan petroleum eter dengan minyak/lemat yang

(17)

ingin diketahui massanya. Tabung soxhlet yang digunakan masih peralatan yang lama sehingga memerlukan sakletasi lebih lama yaitu selama 4 jam dibanding dengan alat Soxhlet yang baru. Ekstraksi dengan soxlet apparartus merupakan ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang digunakan dapat diambil kembali. Semakin padat suatu bahan maka semakin lama waktu ekstraksi yang dibutuhkan karena diperlukan pelarut yang lebih banyak. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, contoh yang diuji harus cukup kering dan biasanya digunakan dari bekas penentuan kadar air. Jika contoh masih basah maka selain memperlambat ekstraksi, air akan turun ke labu suling sehingga akan mempersulit penentuan berat tetap dari labu suling (Winarno,2002).

Dalam uji ini, didapatkan nilai kadar lemak ubi jalar sebesar 2,275%. Jika dibandingkan dengan literatur yang kadar lemaknya ±0,4%, berbeda jauh. Hal ini sebenarnya cukup tinggi, mengingat ubi jalar bukanlah komuditas pangan berlemak. Terdapat kesalahan dalam percobaan ini, diduga dalam pratikum ini terdapat kesalahan dalam beberapa tahapan proseduralnya, kesalahan dalam pengambilan contoh.

e. Kadar Protein

Metode yang biasa digunakan untuk mengukur kadar protein dalam bahan pangan adalah metode kjeldahl. Prinsip dari metode Kjedahl adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk ammonia. Amonia yang terdapat dalam asam sulfat berbentuk ammonium sulfat. Sementara, karbondioksida dan air akan terpisah dalam proses destilasi. (Muchtadi, 1989)

(18)

Kadar protein yang terukur dengan metode Kjehdal merupakan protein kasar karena yang terukur tidak hanya protein, tetapi juga komponen lain yang mengandung nitrogen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam anlisa protein dengan metode Kjehdal antara lain jenis katalis. Jumlah H2SO4

selama pemanasan suhu dan waktu pemanasan serta kesempurnaan destilasi ammonia dan amina.

Sampel yang direaksikan dengan asam sulfat panas berguna untuk menguraikan dan mengubah nitrogen menjadi amonium hidrogen sulfat

CaHbNc + H2SO4 a CO2+ 1/2 b H2O + c NH4HSO4 Larutan didinginkan, kemudian ditambah alkali pekat, amoniak yang dilepas didestilasikan. Amonia ditambah dengan asam kuat berlebih, kelebihan asam kuat dititrasi balik dengan basa kuat.

Reaksinya sebagai berikut:

c NH4HSO4 c NH3 + c SO4

2-c NH3 + (2-c+d) HCl NH4Cl + d HCl d HCl + d NaOH d H2O + d NaCl

mmol N (c ) = mmol HCl yg bereaksi = mmol HCl total (c+d) - mmol NaOH (d).

Indikator yang digunakan adalah asam borat dengan warna ungu. Ketika didestilasi, protein akan terpisah dalam bentuk amonia. Kemudian bereaksi dengan asam borat yang mengakibatkan warna larutan berubah menjadi hijau. Pekat tidaknya warna larutan mengindikasikan banyak tidaknya kandungan protein dalam bahan tersebut. Semakin pekat warna larutan tersebut menandakan kandungan protein dalam bahan tersebut semakin tinggi.

(19)

Untuk mengetahui secara pasti jumlah protein dalam bahan tersebut, langkah selanjutnya adalah titrasi. Larutan standar yang digunakan adalah asam sulfat. Titrasi dilakukan secara perlahan. Titrasi dihentikan ketika warna larutan tepat berubah seperti warna semula yaitu ungu. Nilai protein dalam bahan (%) dihitung dengan mengalikan % total N dengan faktor konversinya. Untuk ubi jalar, digunakan faktor konversi sebesar 6,25.

Prinsip dari uji ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk amoniak. Amoniak yang terdapat dalam asam sulfat berbentuk amonium sulfat, sedangkan air dan karbondioksida akan terpisahkan dalam proses destilasi. Adapun hasil destilasi ditampung dengan HCl 0,02 N. Jumlah protein dalam bahan pangan dihitung dalam perkalian jumlah gram nitrogen dengan konstanta 6,25. Asumsi ini diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16%, namun hal ini tidak sepenuhnya benar karena tidak semua protein mengandung kadar nitrogen sebesar 16% sehingga uji ini dinamakan uji kadar protein kasar (Nissen,1992). Didapatkan hasil bahwa ubi jalar mengandung protein kasar sebesar 7,875%. Nilai ini jauh menyimpang dari yang terdapat di literatur, yaitu 1,65%. Hal ini diduga karena kesalahan prosedur yang dilakukan praktikan selama pengujian, kesalahan dalam pengambilan contoh dan persiapan sampel, kurang ketelitian dalam penanganan pereaksi.

(20)

Penanganan pascapanen yang dilakukan pada ubi jalar terdiri dari pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, dan penyimpanan. Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau oleh angkutan. Pemilihan atau penyortiran ubi jalar sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran ubi jalar dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garisgaris pada daging umbi. Penanganan pascapanen ubi jalar biasanya ditujukan untuk mempertahankan daya simpan.

Penyimpanan ubi yang paling baik dilakukan dalam pasir atau abu. Tata cara penyimpanan ubi jalar dalam pasir atau abu adalah sebagai berikut:

a) Angin-anginkan ubi yang baru dipanen di tempat yang berlantai kering selama 2-3 hari.

b) Siapkan tempat penyimpanan berupa ruangan khusus atau gudang yang kering, sejuk, dan peredaran udaranya baik.

c) Tumpukkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu setebal 20-30 cm hingga semua permukaan ubi tertutup.

Cara penyimpanan ini dapat mempertahankan daya simpan ubi sampai 5 bulan. Ubi jalar yang mengalami proses penyimpanan dengan baik biasanya akanmenghasilkan rasa ubi yang manis dan enak bila dibandingkan dengan ubi yang baru dipanen. Hal yang penting dilakukan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka, dan tempat (ruang) penyimpanan bersuhu

(21)

rendah antara 27-30 derajat C (suhu kamar) dengan kelembapan udara antara 85-90 % (Rukmana, 1997).

Selain itu, ubi jalar juga memrlukan aktivitas tambahan, misalnya curing, pre-cooling dan washing. Curing tujuannya adalah agar permukaan kulit yang terluka atau tergores dapat tertutup kembali, mencegah pertumbuhan kapang. Proses penyembuhan ini diperlukan agar luka atau goresan tersebut tidak mempendek umur simpan. Pembentukan epidermis selama proses curing dapat diaktifkan pada suhu 32,80C dengan

kelembaban relatif (RH) 95-97% untuk ubi jalar.

Pre-cooling dilakukan untuk menghilangkan panas lapangan tersebut saat panen dilakukan pada siang hari. Tujuan umumnya untuk memperlambat proses respirasi, menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba, mengurangi jumlah kadar air yang hilang, dan memudahkan pemindahan kedalam ruang penyimpanan dingin atau sistem transportasi. Washing merupakan pembersihan ubi jalar setelah dipanen. Ubi jalar biasanya dibersihkan dengan menggunakan sikat atau lap kering, dan tidak dicuci dengan air. Setelah pencucian biasanya ubi jalar dikeringkan dengan cara mengalirkan udara panas untuk menghilangkan ekses air. (Rukmana,1997)

4. Potensi Industri Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan suatu komoditi pertanian yang belum termanfaatkan seluruhnya. Padahal ubi jalar mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Ubi jalar dapat dijadikan sebagai salah satu komoditi yang menghasilkan bahan pangan berkualitas seperti tape, brem, tepung dan jenis makanan

(22)

lainnya.Selain itu ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri obat-obatan atau farmasi. Dibawah ini adalah pohon industri dari ubi jalar.

Pohon Industri Ubi Jalar

Ubi jalar Batang Daun Pakan ternak Sayuran Pakan ternak Umbi Industri makanan Tepung Tape Gethuk Dodol Keripik Industri Kimia Bioetanol Gula fruktosa Pengemulsi Perekat sirup Industri obat-obatan Kue Brem

(23)

IV. KESIMPULAN

Di Indonesia, penanganan ubi jalar jauh dari makna maksimal. Lahan luas yang digunakan tidak sebanding dengan produksi yang dihasilkan. Produktifitas ubi jalar pun sangat jauh dari beberapa negara lain, seperti cina, ataupun jepang yang produktifitasnya jauh melebihi Indonesia. Padahal Indonesia memiliki potensi lahan luas yang jika dimaksimalkan tentunya akan meningkatkan produksi yang nantinya turut meningkatkan pendapatan pengelolanya.

Ubi jalar sebagian besar kandungannya terdiri atas pati dan sedikit protein, serta lemak. Sewajarnya komuditas ubi jalar dapat digunakan sebagai subtitusi bahan pangan, tapi tidak tertutup kemungkinan Ubi jalar dapat diolah menjadi ragam produk lain

(24)

yang memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi, seperti sebagai bahan baku dalam industri lem, fermentasi, tekstil, farmasi dan kosmetik.

Berdasarkan uji proksimat yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesalahan pratikan dalam beberapa tahapan prosedural yang menyebabkan penyimpangan nilai yang didapat dari nilai literatur yang ada. Namun demikian, tetap dapat diketahui bahwa ubi jalar sebagian besar kandungannya terdiri atas kadar air. Tingginya kandungan kadar air ini mengindikasikan perlunya proses penanganan pasca panen yang baik. Karena kadar air selain menentukan kesegaran komuditas juga dapat berpengaruh buruk, yakni dapat menjadi media tumbuhnya mikroorganisme yang dapat merusak komuditas, seperti ubi jalar. Penanganan pascapanen komuditas seperti ubi jalar ini pada umumnya melalui proses pengeringan, tapi perlu diperhatikan pengeringan dilakukan pada suhu serendah mungkin guna menghindari terikutnya kandungan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, H. 1984. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Jakarta : Departemen Pertanian Kanwil DKI Jakarta.

(25)

Harjadi, W.1990.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Muchtadi, Deddy .1983. Serat Makanan. Bogor : ITP FATETA IPB. Muchtadi, Deddy.1989. Evaluasi Nilai Giza Pangan. Bogor : Institut

Pertanian Bogor

Mustikasari, Nurul. 2002. Teknik Pengolahan Pasca Panen Hasil Pertanian. Malang : Unibraw Press.

Nissen,Steven. 1992. Modern Methods in Protein Nutrition and Metabolism. London : Academic Press.

Rukmana, Rahmat. (1997). Ubi jalar: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius

Simonwidjanarko.2008.simonbwidjanarko.files.wordpress.com/2008/ 06/ubijalar-22.pdf

Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.

Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : PT Sastra Hudaya

(26)

LAMPIRAN

Tabel 1. Kadar Air

Berat Awal (g) Berat Akhir (g) Kadar Air (%)

5,0153 1,6296 67,50

Tabel 2. Kadar Abu

Berat Awal (g) Berat Abu setelah

pengabuan (g) Kadar Abu (%)

2,0909 0,262 12,53

Tabel 3. Kadar Serat

Berat Awal Bahan (g) Berat Kertas Saring (g) Berat Kertas Saring + Bahan (g) Kadar Serat (%) 1,0069 0,8314 0,86 2,84%

Tabel 4. Kadar Lemak Kasar

Berat Kertas Saring + Bahan Awal (gr) Berat Kertas Saring + Bahan Setelah Pemanasan (gr) Kadar Lemak Kasar (%) 3,3400 3,2640 2,27

Tabel 5. Kadar Protein

Berat Contoh (g) Ml titrasi (blanko-contoh) Total N (%) Faktor Konversi Kadar Protein (%) 0,2 9 1,26 6,25 7,875

Gambar

Tabel 1. Kadar Air

Referensi

Dokumen terkait

Faktor pembatas dari aspek fisik di daerah penelitian adalah lama bulan kering, bahan kasar, kejenuhan basah, C- Organik, lereng, bahaya erosi, batuan permukaan

Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan subtitusi terigu untuk produk makanan olahan, dimana daya substitusinya tergantung dari produk yang dihasilkan.. Kemampuan

TOTAL GULA, pH DAN SERAT KASAR ES KRIM FERMENTASI DENGAN SUBTITUSI UBI

Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses

Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama pemanasan autoklaf memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar,

Kegunaan spektroskopi massa antara lain untuk mengethaui komposisi unsur dari bahan yang dianalisa sehingga diketahui berat dan rumus molekulnya, mengetahui unsur senyawa baik senyawa

Rasio penggunaan tepung ubi jalar merah dan tepung ampas kedelai berpengaruh nyata terhadap kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, ketahanan renyah flakes di dalam susu, dan uji