KAJIAN KARAKTER ARSITEKTUR TROPIS PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL
DI PULAU DERAWAN
Meidina Hafida1, Ir. Hanif Budiman, MSA2
1Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia 2Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
Email: meidinahfd@gmail.com
ABSTRAK
Pulau Derawan merupakan surga tropis bagi para wisatawan yang termasuk dalam gugusan kepulauan Derawan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Tak hanya obyek pantainya yang menawan, Derawan juga memiliki kehidupan bawah laut yang dapat dilihat pula dalam jarak 50 meter dari garis pantai hanya dengan mata telanjang. National geographic dalam websitenya menyebutkan pula bahwa Kepulauan Derawan menjadi Best Trip in 2014 (Reader Choice Winner). Hal ini menerangkan bahwa Pulau Derawan mulai diminati oleh wisatawan mancanegara maupun domestik. Akomodasi yang ada di Pulau Derawan pun harus mengimbangi kebutuhan para wisatawan dan penduduk. Namun karakter arsitektur rumah tinggal Pulau Derawan belum teridentifikasi sehingga bangunan-bangunan yang ada di Pulau ini hanya merespon seadanya dari kondisi alam Pulau Derawan. Arsitektur tropis merupakan salah satu cabang ilmu arsitektur, yang mempelajari tentang arsitektur yang berorientasi pada kondisi iklim dan cuaca, pada lokasi di mana massa bangunan atau kelompok bangunan berada, serta dampak, tautan ataupun pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar yang tropis. Maka prinsip arsitektur tropis di Pulau Derawan seharusnya tidak hanya mempertimbangkan kondisi alam setempat namun juga dampak terhadap lingkungan sekitar. Maka, bagaimana karakter arsitektur tropis pada bangunan rumah tinggal di Pulau Derawan? Dengan metode pengumpulan data dari berbagai sumber serta analisa tentang arsitektur tropis diharapkan hasil dari karya tulis ini akan mendapatkan rekomendasi arahan desain yang sesuai dengan karakter arsitektur tropis Pulau Derawan.
Kata kunci: karakter, arsitektur tropis, bangunan rumah tinggal, Pulau Derawan
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pulau Derawan merupakan surga tropis bagi para wisatawan yang termasuk dalam gugusan kepulauan Derawan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kepulauan Derawan sendiri terdiri dari beberapa pulau yaitu Pulau Derawan, Maratua, Sangalaki, Kakaban, dan Nabucco. Namun hanya Pulau Derawan dan Pulau Maratua yang memiliki air tawar sehingga hanya di dua pulau ini banyak didirikan resort atau penginapan. Di Pulau Derawan sendiri terdapat sejumlah obyek wisata bahari yang menawan, salah satunya adalah Taman Bawah Laut yang diminati
wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia. Derawan sangat kaya akan kehidupan bawah lautnya karena memiliki 460 jenis karang dan lebih dari 870 jenis ikan berada di pulau ini dengan kedalaman 5 meter. Airnya yang jernih, membuat keindahannya dapat dilihat pula dalam jarak 50 meter dari garis pantai hanya dengan mata telanjang. Telah lebih dari 5000 pengunjung dari berbagai penjuru dunia datang untuk berwisata di Pulau Derawan sejak dibuka tahun 1993 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau, 2014).
Dikutip dari website National Geographic, Kepulauan Derawan terpilih
menjadi “NatGeo’s Best Trip in 2014 (Reader Choice Winner)”. Menurut salah seorang pembaca NatGeo, “Setiap wisatawan pasti bermimpi tentang tersesat dan menemukan tempat yang sempurna di suatu tempat terpencil. Meskipun Kepulauan Derawan sudah cukup terkenal, namun perjalanan kesana masih dirasa sulit dan terasa seperti menemukan sesuatu yang baru. Saya telah melakukan perjalanan ke ratusan tempat di seluruh dunia tetapi tidak ada tempat lain seperti Derawan. Sebuah kampung kecil tinggal di sebuah desa yang kecil dan bersih, dan menyambut wisatawan dengan tangan terbuka. Setelah anda bangun dan menyaksikan matahari terbit dari balkon, kemudian melompat pada air laut yang bersih dan jernih untuk bermain dengan kura-kura yang lebih banyak dari yang anda bayangkan. Melihat lebih jauh ke bawah laut untuk melihat terumbu karang. Berbaring di pantai yang kosong, mendengarkan suara pohon kelapa yang melambai ditiup angin, dan menunggu matahari terbenam yang luar biasa indah di atas lautan sementara suara adzan dari masjid menenangkan pikiran dan kekhawatiran”. (Beata Ulman, UK)
Mulai diminatinya Pulau Derawan oleh wisatawan mancanegara maupun domestik maka harus diimbangi dengan bangunan-bangunan hunian atau akomodasi untuk mendukung para wisatawan dan penghuni pulau yang ada di sana. Karakter arsitektur tropis Pulau derawan yang belum teridentifikasi membuat bangunan-bangunan yang ada disana hanya merespon dari kondisi alam di Pulau Derawan.
“Arsitektur tropis merupakan salah satu cabang ilmu arsitektur, yang mempelajari tentang arsitektur yang berorientasi pada kondisi iklim dan cuaca, pada lokasi di mana massa bangunan atau kelompok bangunan berada, serta dampak, tautan ataupun pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar yang tropis.” - (M.Syarif Hidayat,2010)
“Arsitektur Tropis adalah rancangan arsitektur yang dibuat untuk mengatasi problematika yang ditimbulkan oleh iklim tropis, suatu rancangan yang dibuat untuk memodifikasi
iklim luar yang berkarakter tropis basah (yang tidak dikehendaki) menjadi iklim dalam bangunan yang dikehendaki.” (Tri Harso Karyono, 1999)
Dari kutipan di atas, maka dalam menerapkan prinsip arsitektur tropis tidak hanya mempertimbangkan aspek kondisi alam setempat namun juga dampak atau pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar di lokasi massa bangunan berada. Maka, apakah arsitektur tropis mempengaruhi bangunan rumah tinggal di Pulau Derawan?
I.2 Permasalahan Permasalahan Umum
Bagaimana tipe dan identifikasi karakter bangunan rumah tinggal di Pulau Derawan?
Permasalahan Khusus
a. Bagaimana pengaruh arsitektur tropis terhadap bangunan rumah tinggal di Pulau Derawan?
b. Bagaimana rekomendasi pendekatan arahan desain yang sesuai dengan karakter arsitektur tropis pada bangunan rumah tinggal di Pulau Derawan?
II. LANDASAN TEORI II.1 Iklim Tropis
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi. Iklim di suatu tempat
di bumi dipengaruhi oleh
letak geografis dan topografi tempat
tersebut. Pengaruh posisi
relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim. (Wikipedia, 2015).
Tropis dapat didefinisikan sebagai daerah yang terletak di antara garis isoterm di sebelah bumi utara dan selatan atau daerah yang terdapat di antara 23½° lintang utara dan 23½° lintang selatan. Pada dasarnya wilayah yang termasuk
iklim tropis dapat dibedakan menjadi daerah tropis kering yang meliputi padang pasir, stepa, dan savana kering dan daerah tropis lembap yang meliputi hutan tropis, daerah-daerah dengan angin musim dan savana lembap. Indonesia sendiri termasuk dalam iklim tropis lembab (basah).
II.2 Arsitektur Tropis
Arsitektur Tropis adalah rancangan arsitektur yang dibuat untuk mengatasi problematika yang ditimbulkan oleh iklim tropis, suatu rancangan yang dibuat untuk memodifikasi iklim luar yang berkarakter tropis basah (yang tidak dikehendaki) menjadi iklim dalam bangunan yang dikehendaki. (Tri Harso Karyono, 1999).
Bangunan arsitektur tropis mempunyai ciri-ciri bentuk bangunan secara umum, seperti:
Mempunyai atap yang relatif tinggi dengan kemiringan diatas 30 derajat. Ruang dibawah atap berguna untuk meredam panas.
Mempunyai teritisan/overstek atap yang cukup lebar untuk mengurangi efektampias dari hujan yang disertai angin. Juga untuk menahan sinar matahari langsung yang masuk ke dalam bangunan.
Mempunyai lubang/bukaan untuk ventilasi udara secara silang, sehingga suhu didalam ruangan bisa tetap nyaman.
Pada daerah tertentu, rumah panggung menjadi ciri utama yang kuat untuk antisipasi bencana alam dan ancaman binatang buas.
Penggunaan material lokal yang sumbernya bisa didapat di sekitarnya.
1. Faktor-Faktor Arsitektur Tropis Menurut Heinz Frick dalam Dasar-Dasar Eko-Arsitektur (1998), dalam rangka persyaratan kenyamanan, masalah yang harus diperhatikan terutama berhubungan dengan ruang dalam. Maka, masalah tersebut mendapat pengaruh besar dari alam dan iklim tropis di lingkungan
sekitarnya, yaitu sinar matahari dan orientasi bangunan, angin dan pengudaraan ruangan, suhu dan perlindungan terhadap panas, curah hujan dan kelembapan udara.
a. Sinar matahari dan orientasi bangunan Bangunan yang ditempatkan tepat di antara lintasan matahari dan angin, serta bentuk denah yang terlindung adalah titik utama dalam peningkatan mutu iklim-mikro yang sudah ada. Dalam hal ini tidak hanya perlu diperhatikan sinar matahari yang mengakibatkan panas saja, melainkan juga arah angin yang memberi kesejukan. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang paling cocok dan menguntungkan terdapai sebagai kompromi antara letak bangunan berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin menurut gambar. Kemudian, dalam hal ini gedung yang berbentuk persegi panjang lebih beruntung dari pada gedung yang berbentuk bujur sangkar.
Gambar 2.1. Orientasi bangunan terhadap matahari dan angin
Sumber: Dasar-Dasar Eko-Arsitektur (1998). Frick, Heinz.
b. Angin dan pengudaraan ruangan Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran terbaik karena dengan penyegaran tersebut terjadi proses penguapan yang menurunkan suhu pada kulit manusia. Dengan demikian juga dapat digunakan angin untuk mengatur udara di dalam ruang.
Gambar 2.2. Aliran angin terhadap bangunan Sumber: Dasar-Dasar Eko-Arsitektur (1998).
Frick, Heinz.
Gambar 2.3. Aliran dan kecepatan udara Sumber: Dasar-Dasar Eko-Arsitektur (1998).
Frick, Heinz.
c. Suhu dan perlindungan terhadap panas Pengaruh dari suhu terhadap ruangan dapat diatur dengan konstruksi atap yang selain melindungi manusia terhadap cuaca, juga memberi perlindungan terhadap radiasi panas dengan sistem penyejuk udara secara alamiah.
Gambar 2.4. Pengaturan atap untuk mengurangi radiasi panas
Sumber: Dasar-Dasar Eko-Arsitektur (1998). Frick, Heinz.
d. Curah hujan dan kelembapan udara Faktor terakhir yang cukup penting untuk diperhatikan adalah curah hujan dan kelembapan udara terhadap keseimbangan alam dengan desain tropis. Kadar kelembapan udara tergantung pada curah hujan dan suhu udara. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi pula kemampuan udara menyerap air.
II.3 Arsitektur Rumah Tinggal
Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah
harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006:1)
1. Fungsi Rumah Tinggal
Turner (dalam Jenie, 2001 : 45), mendefinisikan tiga fungsi utama yang terkandung dalam sebuah rumah tempat bermukim, yaitu:
a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat. b. Rumah sebagai penunjang kesempatan
(opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan. c. Rumah sebagai penunjang rasa aman
(security) dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).
2. Syarat Rumah Tinggal a. Aksesibilitas
Kebutuhan transportasi terpenuhi dengan mudah dan murah.
Jarak tempat ke fasilitas umum mudah dan cepat
Jalan menuju lokasi kualitasnya cukup baik, aman, dan nyaman hendaknya lancar.
b. Lingkungan
Kesehatan lingkungan terpenuhi. misalnya : Jauh dari polusi ( Pabrik maupun kendaraan umum )
Penataan lingkungan cukup asri dan alami
Cukup ruang terbuka. misalnya : taman atau komunitas
Prasarana dan sarana memadai. misalnya : jalan lingkungan, tempat-tempat ibadah, olahraga, taman, sekolah dll.
c. Secara fisik rumah itu sendiri harus
Sesuai dengan organisasi keluarga (kebutuhan ruang)
Sehat
Nyaman
Aman
III. METODE PEMBAHASAN Metode pembahasan atau penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) berjudul Kajian Arsitektur Tropis Pulau Derawan ini melewati langkah-langkah dan rencana dari proses berpikir isu di Pulau Derawan yang mulai marak dibicarakan wisatawan lalu memecahkan masalah, mulai dari pendahuluan, penemu masalah, pengamatan, pengumpulan data baik dari survey maupun referensi tertulis, kemudian pengolahan data sampai penarikan kesimpulan atas permasalahan yang dibahas atau diteliti. Metode yang digunakan dalam pembahasan adalah metode analisis deduktif, yaitu cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisasi tersebut.
Adapun parameter kajian dari Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah:
Variabel Paramater Iklim Tropis Ciri Iklim Tropis Lembab. Sumber: Sugiyanto (1998) Kelembapan tinggi Temperatur maksimum rata-rata 320C Curah hujan 1500-2500mm setahun Kecepatan angin rata-rata 1.0 m/det Arsitektur Tropis Ciri Bentuk Bangunan Sumber: Anonim (2012) Kemiringan atap di atas 30 derajat Tritisan lebar Ventilasi silang Rumah panggung Penggunaan material lokal Faktor Arsitektur Tropis Sumber: Heinz Frick (1998) Sinar matahari dan orientasi bangunan Angin dan pengudaraan ruang Suhu dan perlindungan terhadap panas
Curah hujan dan kelembapan Arsitektur Rumah Tinggal Fungsi Sumber: Turner (2001) Sebagai indentitas Sebagai penunjang kesempatan Sebagai penunjang rasa aman Syarat Sumber: Anonim (2015) Aksesibilitas Lingkungan Keadaan secara fisik
Tabel 3.1 Parameter Kajian Sumber: Penulis (2015) IV. DATA dan PEMBAHASAN IV.1 Deskripsi Pulau Derawan
Pulau Derawan berada dalam Kepulauan Derawan, Kabupaten Derawan, Kalimantan Timur. Kepulauan Derawan memiliki tiga kecamatan yaitu, Pulau Derawan, Maratua, dan Biduk Biduk, Berau. Sedikitnya ada empat pulau yang terkenal di kepulauan tersebut, yakni Pulau Maratua, Derawan, Sangalaki, dan Kakaban. Namun karena hanya Pulau Maratua dan Pulau Derawan yang memiliki air tawar, hanya dua pulau inilah yang dapat ditinggali.
Secara umum, Indonesia berada pada iklim tropis sesuai kategori iklim Koppen-Geiger. Tak hanya itu, karena memiliki hutan hujan tropis, maka Indonesia termasuk dalam iklim tropis lembab. Berada pada letak astronomis 2.270 LU, 118.240 BT, secara otomatis Pulau Derawan masuk ke dalam iklim tropis lembab.
Satuan morfologi Pulau Derawan adalah dataran pantai dan bertopografi datar. Pantai pasir memiliki kemiringan lereng sekitar 7o – 11o dengan lebar 13,5 – 20 meter. Material penyusun pantai didominasi pasir kasar yang tersusun oleh fargmen-fragmen karang. Di Kepulauan Derawan terdapat beberapa ekosistem pesisir dan pulau kecil yang sangat penting yaitu terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau (hutan mangrove). Selain itu banyak spesies yang dilindungi berada di Kepulauan Derawan seperti penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, kima, ketam kelapa, duyung, ikan barakuda dan beberapa spesies lainnya.
Sumber: http://3.bp.blogspot.com/-xVZUicjluuM/T3QKPei5EkI/AAAAAAAAAGM
/jOGNdG6h1JE/s1600/kaltim_derawan-NO.jpg, 2015
IV.2 Klimatologi Pulau Derawan
Suhu Tertinggi dan Terendah Kabupaten Berau
Kondisi Geografi di Berau di pengaruhi oleh dinamika aliran Sungai Berau dan dinamika laut lepas selat makassar. Sehingga kisaran suhu udara sepanjang tahun relatif konstan yaitu rata-rata berkisar 26,680C. Berdasarkan pada gambar 3.2 suhu minimum dan maksimum terjadi pada bulan September yaitu sebesar 21,2 0C suhu minimum dan 35,8 0C suhu maksimum.
Tabel 4.1 Rata-Rata Suhu Udara Per Bulan 2012 Sumber: Daerah Dalam Angka (Berau), 2013 Kecepatan Angin dan Arah Angin Kabupaten Berau
Arah angin secara umum di Berau mengikuti musim yang ada di Indonesia, yaitu musim barat (angin Utara) dan musim timur (angin Selatan). Kecepatan angin yang paling rendah terjadi pada bulan Januari yang mencapai 3 knot dengan arah 320 FFo. Kecepatan angin
maksimum terjadi pada bulan Maret yaitu dengan kecepatan 17 knot dengan arah 350o.
Tabel 4.2 Rata-Rata Kecepatan Angin dan Arah Angin Per Bulan 2012
Sumber: Daerah Dalam Angka (Berau), 2013 Kelembapan Udara dan Intensitas Matahari Kabupaten Berau
Kondisi iklim sesaat, suhu udara dan kelembaban udara ditentukan oleh faktor lamanya penyinaran matahari. Lamanya penyinaran matahari di Kabupaten Berau selama tahun 2011 rata-rata berkisar 43,83%. Intensitas penyinaran matahari terendah terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 19%, sedangkan intensitas penyinaran matahari terbesar terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 67%. Sehingga pada bulan Juli memiliki hari hujan dan curah hujan paling kecil dibandingkan bulan-bulan lainnya, sedangkan pada bulan Desember merupakan bulan yang memiliki hari hujan dan curah hujan terbesar.
Sementara untuk kelembaban udara sepanjang tahun 2011 relatif konstan rata-rata 87% perbulannya. Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 52%. Sedangkan tingkat kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 63%.
Tabel 4.3 Kelembapan Udara dan Penyinaran Matahari Per Bulan 2012
Sumber: Daerah Dalam Angka (Berau), 2013 Curah Hujan di Kabupaten Berau
Berdasarkan gambar 3.5 hari hujan cenderung merata sepanjang tahun. Pada bulan Juli menunjukkan bulan dengan hari hujan terkecil sebanyak 13 hari hujan dalam sebulan. Sedangkan bulan-bulan berikutnya aktifitas hujan relatif merata. Bulan dengan hari hujan terbanyak adalah bulan April sebanyak 25 hari hujan sebulan. Dengan curah hujan yang tinggi dan banyak hujan yang merata sepanjang tahun menyebabkan daerah ini memiliki suplay air yang sangat mencukupi.
Tabel 4.4
Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Per Bulan 2012
Sumber: Daerah Dalam Angka (Berau), 2013 IV.3 Arsitektur Tropis Pulau Derawan Tipe Bangunan di Pulau Derawan
Secara umum, bangunan di Pulau Derawan hampir mirip satu sama lain. Penggunaan material kayu, bukaan yang banyak, dan atap-atap yang tinggi. Bentuk bangunan di Pulau Derawan rata-rata sama, yakni berbentuk persegi atau persegi panjang dengan ketinggian satu lantai (4-5 meter). Bentuk massa bangunan yang linier akan menciptakan turbulensi di belakang bangunan dimana angin akan berputar di belakangnya dan masuk walaupun kecepatannya tidak terlalu tinggi, namun kecepatan angin tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk mencapai kenyamanan termal bangunan.
Namun, terdapat 2 tipe bangunan di Pulau Derawan, yaitu tipe pesisir dan tipe daratan.
a. Tipe daratan miliki ketinggian lantai 50-80cm dari tanah, kemiringan atap di atas 30o, memiliki tritisan yang lebar, bukaan ada namun tidak secara silang, dan material kayu.
Gambar 4.2 Rumah penduduk di daratan Sumber:Dokumen pribadi (2014)
b. Tipe pesisir memiliki ketinggian lantai 2 meter di atas permukaan laut dengan model panggung, kemiringan atap 25o – 30o, memiliki tritisan, bukaan yang banyak, langsung berhadapan dengan jalur dermaga dan air laut, dan menggunakan material kayu. Umumnya bangunan tipe pesisir berfungsi sebagai homestay dan penginapan.
Gambar 4.3 Rumah penduduk di pesisir Sumber:Dokumen pribadi (2014) Sinar Matahari dan Orientasi Bangunan
Bangunan-bangunan yang berada di Pulau Derawan berjejer mengikuti garis pantai Pulau Derawan dimulai dari sisi barat pulau. Sebagai gerbang utama dari Kepulauan Derawan, dermaga kapal di bangun di sisi barat pulau karena lebih dekat ke arah Kabupaten Berau. Orientasi dermaga ini kemudian membuat pemukiman penduduk berorientasi ke arah
barat dan menghadap barat. Rumah-rumah penduduk berjejer secara linear dari utara ke selatan sehingga rumah-rumah tersebut menghadap arah timur dan barat.
Keterangan:
1 Dermaga dari Tanjung Batu, Kabupaten Berau
2 Area Rumah Penduduk
Gambar 4.4 Orientasi bangunan di sisi barat Sumber: Analisa Penulis, 2015
Angin dan Pengudaraan Ruangan Berdasarkan data tabel 3.2, arah angin di Pulau Derawan berasal dari arah barat dengan kecepatan angin rata-rata 4 knot.
Gambar 4.5 Aliran angin dalam bangunan Sumber: Analisa Penulis, 2015
Gambar di atas merupakan salah satu contoh bangunan yang ada di Pulau Derawan. Sebelah barat hanya memiliki satu pintu bukaan dan satu jendela bukaan. Di sebelah utara dan timur merupakan jendela bukaan. Dalam hal ini bukaan tidak memberikan penyegaran udara karena lubang udara yang masuk lebih besar daripada lubang udara yang keluar sehingga kecepatan udara didalam rungan berkurang. Tanaman yang ada juga tidak
1
2
mempengaruhi aliran angin pada bangunan ini karena tanaman berada di sebelah utara dan tidak membelokkan angin ke dalam bangunan.
Suhu dan Perlindungan Terhadap Panas
Bangunan-bangunan di Pulau Derawan sebagian besar tidak berplafon, sehingga konstruksi atap langsung terlihat dan (awalnya) berfungsi untuk mengurangi panas dan mengurangi biaya konstruksi. Namun, karena tidak berplafon dan aliran angin hanya dari bukaan saja, panas dari atap juga terasa di dalam bangunan.
Gambar 4.6 Aliran angin dalam bangunan Sumber: Analisa Penulis, 2015
Antisipasi terhadap suhu panas juga tidak diimbangi oleh lapisan luar (eksterior) terhadap pantulan dan penyerapan panas. Rata-rata bangunan di Pulau Derawan menggunakan warna-warna kayu dan warna cat yang cenderung warna-warni. Sehingga pemantulan radiasi matahari cenderung rendah dan memperngaruhi panas dalam bangunan.
Curah Hujan dan Kelembapan Udara Curah hujan di Pulau Derawan tergolong tinggi walaupun rata-rata banyaknya hari hujan hanya mencapai 19 hari/bulan. Belum ada bangunan yang mempertimbangkan curah hujan lebih jauh. Pengantisipasian terhadap hujan hanya dengan penambahan tritisan di bangunan pada umumnya.
V. KESIMPULAN dan REKOMENDASI
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dan hasil penelusuran
teori-teori bersangkutan pembahasan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang telah dicari, maka disimpulkan bahwa arsitektur tropis mempengaruhi bangunan rumah tinggal yang ada di Pulau Derawan dengan identifikasi bangunan rumah tinggal sebagai berikut.
a. Tipe daratan miliki ketinggian lantai 50-80cm dari tanah, kemiringan atap di atas 30o, memiliki tritisan yang
lebar, bukaan ada namun tidak secara silang, dan material kayu.
b. Tipe pesisir memiliki ketinggian lantai 2 meter di atas permukaan laut dengan model panggung, kemiringan atap 25o – 30o, memiliki tritisan, bukaan yang
banyak, langsung berhadapan dengan jalur dermaga dan air laut, dan menggunakan material kayu. Umumnya bangunan tipe pesisir berfungsi sebagai homestay dan penginapan.
Sesuai dengan pembahasan pada Bab IV, maka rekomendasi pendekatan arahan desain bangunan rumah tinggal yang sesuai dengan karakter arsitektur tropis di Pulau Derawan, yakni:
Orientasi Bangunan
Bangunan-bangunan yang ada di Pulau Derawan cenderung berorientasi ke arah barat karena adanya pintu gerbang/dermaga ke Tanjung Redeb di sisi barat pulau. Namun hal ini merugikan bangunan yang menghadap ke sisi barat. Selain karena dapat menangkap radiasi panas yang lebih lama, kondisi di dalam ruangan akan terasa lebih panas.
Perancangan bangunan di Pulau Derawan hendaknya menghadap utara selatan, terutama untuk bangunan yang berada di tepi pantai/laut. Sehingga tepat di barat dan timur sebagai tempat bukaan aliran udara masuk dan cahaya matahari. Peletakkan dan penentuan arah orientasi bangunan ini akan mempengaruhi kondisi di dalam ruangan.
Pengudaraan Ruangan
Lebar bukaan angin masuk lebih besar dari lebar bukaan angin keluar membuat kecepatan angin di dalam ruang berkurang. Hal ini menyebabkan pertukaran udara melambat dan bangunan tidak mendapatkan pertukaran angin yang sesuai. Tanaman sekitar bangunan juga tidak dapat membelokkan angin agar dapat masuk lebih banyak ke dalam bangunan.
Rekomendasi perancangan terhadap pengudaraan ruangan adalah:
a. Letak bukaan sesuai arah angin datang.
b. Lebar bukaan angin masuk tidak lebih lebar dari lebar bukaan angin keluar.
c. Pemberian elemen peneduh (shading) untuk mempengaruhi tekanan udara yang masuk
d. Pemberian tanaman
peneduh/semak-semak untuk memberi perlindungan terhadap matahari dan menyalurkan aliran udara pada bangunan rendah.
Perlindungan Terhadap Panas
Pengaturan atap pada bangunan di Pulau Derawan hanya sebagai penutup atas biasa, yaitu sebagai pelindung matahari dan hujan. Namun, tidak memberikan perlindungan radiasi panas dengan sistem penyejuk alamiah. Bangunan yang tidak memiliki plafon tidak hanya memberikan ruang bagi udara panas yang diserap oleh atap, namuun juga mempengaruhi kondisi suhu ruangan.
Antisipasi terhadap suhu panas juga tidak diimbangi oleh lapisan luar (eksterior) terhadap pantulan dan penyerapan panas. Rata-rata bangunan di Pulau Derawan menggunakan warna-warna kayu dan warna-warna cat yang cenderung warna-warni. Sehingga pemantulan radiasi matahari cenderung rendah dan memperngaruhi panas dalam bangunan.
Perancangan bangunan di Pulau Derawan hendaknya memakai sistem penyejuk alamiah. Karena kondisi iklim
Pulau Derawan yang tropis namun memiliki kecepatan angin yang cukup tinggi, dapat dimanfaatkan untuk pengkondisian alami ruangan. Posisi bukaan yang tepat, dengan material finishing luar berwarna muda (warna kayu muda/cat warna muda) dapat memantulkan radiasi panas sehingga bangunan dapat lebih dingin.
Curah Hujan
Belum ada bangunan yang mempertimbangkan curah hujan lebih jauh. Pengantisipasian terhadap hujan hanya dengan penambahan tritisan di bangunan pada umumnya. Tingkat curah hujan yang cukup dapat dimanfaatkan dalam segi estetika dan pengurangan suhu dalam bangunan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Satistik. 2014. Derawan Dalam Angka 2013. Berau:Badan Pusat Statistik.
Darsini, Ni Nyoman. 2013.
JENIS DAN MANFAAT FLORA PULAU DERAWAN
KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. Universitas Udayana: Bali
Frick, Heinz dan Mulyani, Tri Hesti. 2006. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius. Frick, Heinz dan Suskiyatno. 1998. Dasar-Dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta:
Kanisius.
Kabalmay, Agmilda Alfa. 2013. KARAKTERISTIK WILAYAH PESISIR DAN PULAU – PULAU KECIL. Budidaya Perairan. Unsrat Manado.
http://abarchitects.blogspot.com/2013/10/arsite ktur-tropis.html
http://anditriplea.blogspot.com/2011/06/iklim-tropis-di-indonesia.html http://arsitekistn.blogspot.com/2011/04/kenya manan-thermal-pada-bangunan.html http://dellyani.blogspot.com/2013/05/definisi-dan-fungsi-rumah-tinggal.html https://duniaarsitektur.wordpress.com/2013/12 /23/strategi-perancangan-bangunan-pada-iklim-tropis/ http://id.wikipedia.org/wiki/Iklim http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Deraw an http://inizaka.blogspot.com/2012/11/klasifikasi -iklim-menurut-para-ahli.html http://lifestyle.okezone.com/read/2010/12/06/4 08/400650/pulau-derawan-yang-masih-perawan http://terangi.or.id/index.php?option=com_con tent&view=article&id=153%3Aekosistem- pesisir-dan-pengelolaannya-di-indonesia&catid=72%3Asains&Itemid=52&la ng=id http://travel.nationalgeographic.com/travel/bes t-trips-2014/ http://rizkikhaharudinakbar.blogspot.com/2012 /11/pengertian-rumah-fungsi-dan-syarat.html