• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) merupakan kelanjutan dari pengajaran yang diterima oleh peserta didik mulai dari Tingkat Dasar, Sekolah Menegah Pertama dan Atas. Namun berbagai persoalan muncul dalam proses pembelajaran PAI. Materi yang diajarkan boleh dikatakan sama secara nasional. Banyaknya materi ajar dan kurang berfariasinya pengajar dalam menyampaikannya, ditambah lagi dengan alokasi waktu yang kurang memadai, menjadikan peserta didik (mahasiswa) kurang bergairah dalam menyerap perkuliahan. Kesan yang sering muncul di kalangan mahasiswa adalah mata kuliah “wajib lulus” ini seakan berubah menjadi “wajib diluluskan” karena kalau tidak lulus akan menjadi hambatan bagi mata kuliah di atasnya. Secara sederhana bisa juga dikatakan bahwa mahasiswa “wajib lulus” dan sang dosen “wajib meluluskan”.

Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui, sudah sering dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum dan usulan penambahan jumlah SKS-nya. Namun selalu terkendala dilapangan oleh

berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam bidang keagamaan. Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional sering kali membuat staf pengajar tidak mampu melakukan improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi monoton. Dilihat dari jumlah tatap muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks. Berbagai upaya dilakukan untuk menambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering didengar adalah “sudah begitu banyak beban mata kuliah masiswa yang harus diselesaikan, terutama mata kuliah Jurusan, sehingga tidak perlu diberi beban tambahan”.

Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu pengetahuan, perlu berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), perlu pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh masing-masing program studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok bahasan melalui disiplin ilmu tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU. Untuk mahasiswa Politeknik, hal ini dirasakan masih belum memadai dan perlu dikembangkan.

Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk mentaati ketentuan Allah sebagai

guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam menjalankan ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna

Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.(Dep. Agama, IDI EIII, 1996, h..4).

Untuk memahami hukum-hukum Tuhan itu, manusia perlu menggunakan akalnya yang dibimbing oleh tauhid sebagai pembeda manusia dengan makhluk lain (QS. 7:199). Karena itu pula hanya manusia yang dipersiapkan oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi (QS. 2:30).

B. Kedudukan Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi

Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada lingkungan lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Salah satu mata kuliah dalam lembaga pendidikan di perguruan tinggi, yang sangat berkaitan dengan perkembangan moral dan

(2)

perilaku adalah Pendidikan Agama. Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamaisnya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.

Tujuan mata kuliah Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi ini amat sesuai dengan dasar dan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan nasional. GBHN 1988 menggariskan bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila “bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani… dengan demikian pendidikan nasional akan membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.

Kualitas manusia yang ingin dicapai adalah kualitas seutuhnya yang mencakup tidak saja aspek rasio, intelek atau akal budinya dan aspek fisik atau jasmaninya, tetapi juga aspek psikis atau mentalnya, aspek sosial yaitu dalam hubungannya dengan sesama manusia lain dalam masyarakat dan lingkungannya, serta aspek spiritual yaitu dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Pendidikan Tinggi merupakan arasy tertinggi dalam keseluruhan usaha pendidikan nasional dengan tujuan menghasilkan sarjana-sarjana yang profesional, yang bukan saja berpengetahuan luas dan ahli serta terampil dalam bidangnya, serta kritis, kreatif dan inovatif, tetapi juga beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berkepribadian nasional yang kuat, berdedikasi tinggi, mandiri dalam sikap hidup dan pengembangan dirinya, memiliki rasa solidaritas sosial yang tangguh dan

berwawasan lingkungan. Pendidikan nasional yang seperti inilah yang diharapkan akan membawa bangsa kita kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional yakni “… masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual...”.

A. Kesimpulan

Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi perilaku para penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan penting agama dan nilai-nilai agama ini antara lain terlihat dalam mata kuliah Pendidikan Agama. Mata kuliah ini merupakan

pendamping yang penting bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamawinya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dan benar serta baik perilakunya.

Perilaku kehidupan beragama di Indonesia masih kuat dibayang-bayangi tradisiformalisme dan keberagamaan belum mempunyai kekuatan untuk mengoreksi distorsi moral dalam kehidupan sosial. Musuh agama tidak hanya maksiat, tetapi juga korupsi dan kekerasan. Dari hari ke hari kita semakin biasa mendengar dan melihat pembakaran, pengrusakan, pengeroyokan, pembunuhan, dan teror bom. Sementara itu, masyarakat semakin apatis terhadap pemberantasan korupsi yang masih berputar-putar pada isu.

Sebagai bangsa yang dikenal religius, seharusnya keberagamaan mempunyai kontribusi untuk mengurangi kejahatan sosial di sekitar kita. Nyatanya, belum ada tanda-tanda

demikian. Sebuah pekerjaan rumah yang besar. Pertanyaan yang menggelitik, ”Apakah ada yang salah dengan pendidikan agama di

sekolah sehingga lahir generasi seperti ini?” Sebuah pertanyaan kecil yang patut direnungkan.

(3)

B. Saran

Pendidikan agama Islam sebagaimana telah ditetapkan sebagai mata kuliah wajib pada perguruan tinggi, diharapkan dapat mengembangkan sistem, metode, materi dan dosen yang berkomptensi pada pengajaran. Sehingga diharapkan kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata kuliah pengembang kepribadian di perguruan tinggi, mampu

menghasilkan mahasiswa yang berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Kapita Selecta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang: Toha Putra, 1986. B.S. Mardiatmaja, Tantangan Dunia Pendidikan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1996 Dirjen Perguruan Tinggi Agama Islam, Buku Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, Depag. RI, 1988

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0212/14/opi02.html Johannes Oentoro, Pendidikan di Abad ke-21

Judowibowo Poerwowidagdo, Agama, Pendikan dan Pembangunan Nasional, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1996

Nasir, Sahilun A., Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi, Surabaya: Al Ikhlas, Indonesia, 1984.

http://hardjasapoetra.blogspot.com/2010/03/pendidikan-agama-islam-di-perguruan.html

pengertian PAI

Kata pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun

anak. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing).[1]Dalam

wacana Islam, pendidikan lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan riyadhah.

Istilah-istilah tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1.

Tarbiyah

Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan, mendidik, memelihara, merawat

dan lain sebagainya. Tarbiyah dari kata kerja rabba, yang mana kata ini termaktub dalam firman

Allah.

(AYAT TIDAK DAPAT DITAMPILKAN DI BLOG INI)

Artinya:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:

"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku

waktu kecil".

[2]

Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga

afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak

dan menumbuhkembangkan kematangan mentalnya.[3]

(4)

Dalam pengertian yang sederhana, makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani

sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.[4]

2.

Ta’lim

Ta’lim merupakan mashdar (kata benda buatan) yang berasal dari akar

kata allama.Sebagian para ahli menerjemahkan istilah ta’lim dengan pengajaran yang lebih

cenderung mengarah pada aspek kognitif saja.

Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan proses transmisi berbagai ilmu

pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[5]

3.

Ta’dib

Ta’dib pada umumnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tata krama, budi

pekerti, akhlak, moral, dan etika.[6] Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan

peradaban dan kebudayaan.

Menurut Naquib al-Attas,

Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada

manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,

sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan kegungan Tuhan.[7]

Istilah ini menunjukkan bahwa pendidikan mengarahkan pada pembentukan sosok manusia

yang memiliki tata krama serta akhlak mulia, memiliki adab kepada Allah, sesama manusia dan

lingkungannya.

4.

Riyadhah

Riyadhah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan. Menurut al-Bastani

dalam konteks pendidikan berarti mendidik jiwa anak dengan akhlak yang mulia. Sedangkan

menurut al-Ghazali, mengartikan pelatihan dan pendidikan kepada anak yang lebih menekankan

pada aspek psikomotorik dengan cara melatih. Pelatihan memiliki arti pembiasaan dan masa

kanak-kanak adalah masa yang paling cocok dengan metode pembiasaan ini.[8]

Terdapat beberapa perbedaan istilah Pendidikan Agama Islam yang dikemukakan oleh

pakar pendidikan. Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan Zakiyah

Daradjat[9] yaitu,

“(1) Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik

agar setelah selesai dari pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam

serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life); (2) Pendidikan Agama Islam adalah

pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam. (3) pendidikan agama Islam adalah

pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap

anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya, serta menjadikan keselamatan hidup

di dunia maupun di akhirat kelak.”

Sahilun A. Nasir merumuskan Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut.

“Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam membimbing

anak didik yang beragama Islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu

benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam dirinya. Yakni ajaran Islam itu

benar-benar dipahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi

pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.”[10]

(5)

Sedangkan Arifin mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan

manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya,

sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya.[11]

Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama

Islam adalah segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seseorang atau

sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan ajaran Islam dan

nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidup yang diaplikasikan dalam kehidupannya

sehari-hari.

[1] Djumransjah, Filsafat Pendidikan, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 22

[2] QS. Al-Isra’/17: 24

[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 12

[4] Djumransjah, op.cit., hlm 22

[5] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Manar, 1373 H), Juz I, hlm. 262

[6] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, hlm. 149

[7] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., hlm. 21

[8] Ibid.

[9] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 15

[10] Aat Syafaat dan Sohari Sahrani, Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 15

[11] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1994), hlm. 14

Kedudukan Pendidikan Agama Islam dalam kurikulum nasional Pendidikan Tinggi adalah

merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh

perguruan tinggi umum, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan

tinggi negeri maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian

muslim secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan

mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama.[1]

[1] Wahyuddin, dkk. op.cit., hlm. 5

Fungsi pendidikan agama islam

Setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini

menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan

semata-mata berorientasi pada sederetan materi.[1]

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang

akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu,

tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang

dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian pada usaha-usaha pendidikan.

[2]

Secara umum Zakiah Daradjat membagi tujuan Pendidikan Agama Islam menjadi empat

macam, yaitu:

(6)

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik

dengan pengajaran atau dengan cara lain.

2.

Tujuan Akhir

Tujuan akhir adalah tercapai wujud insan kamil¸ yaitu manusia yang telah mencapai

ketakwaan dan menghadap Allah dalam ketakwaannya.

3.

Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah

pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

4.

Tujuan Operasional

Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan

pendidikan tertentu.[3]

Mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi juga memiliki visi dan misi

tersendiri. Adapun visinya adalah menjadikan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dan

pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam pengembangan profesi dan kepribadian Islam.

Sedangkan misinya adalah untuk membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan harapan

bahwa manusia kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.[4]

Tujuan umum PAI di PTN adalah memberikan landasan pengembangan kepribadian

kepada mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional, dan dinamis

berpandangan luas, ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam rangka

pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional.[5]

Syahidin mengungkapkan tujuan khusus mata kuliah PAI di PTN adalah sebagai berikut.

1.

Membentuk manusia bertakwa, yaitu manusia yang patuh dan takwa kepada Allah dalam

menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim yakni pembinaan

akhlakul karimah;

2.

Melahirkan para agamawan yang berilmu. Bukan para ilmuwan dalam bidang agama, artinya

yang menjadi titik tekan PAI di PTN adalah pelaksanaan agama di kalangan calon para

intelektual yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku mahasiswa ke arah

kesempurnaan akhlak;

3.

Tercapainya keimanan dan ketakwaan pada mahasiswa serta tercapainya kemampuan

menjadikan ajaran agama sebagai landasan penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang

ditekuninya. Oleh sebab itu, materi yang disajikan harus relevan dengan perkembangan

pemikiran dunia mereka;

4.

Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta

terhadap agama dalam pelbagai kehidupan peserta didik yang nantinya diharapkan menjadi

manusia yang bertakwa kepada Allah, taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.[6]

Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa keberadaan Mata Kuliah PAI di Perguruan

Tinggi adalah sangat penting, yang mana bertujuan membina kepribadian mahasiswa secara utuh

dengan harapan bahwa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah

SWT, dan mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia.

[1] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op.cit., hlm. 71

[2] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), hlm. 45-46

[3] Akhmad Sudrajat, Tujuan Pendidikan Islam, artikel, (akhmadsudrajat.wordpress.com), di akses tanggal 28 Januari 2012

(7)

[5] Sesuai dengan SK Dirjen Dikti Nomor 38/DIKTI/Kep/2002, kemudian diperbarui dengan ditetapkannya Kep. Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi.

[6] Syahidin, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Proyek Dikti, 2003), hlm. 3

Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum 

(Kedudukan, Problem dan Prospeknya)

M A K A L A H

Oleh: Sri Rahayu

A. PENDAHULUAN

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, fleksibel dan nilai-nilai ajarannya selalu dapat diterima seperti apa pun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada ajaran agama yang setolerir ajaran Islam. Sehingga sungguh bijak jika pemerintah menjadikan pendidikan agama Islam menjadi salah satu komponen yang dipelajari secara kontinyu dalam dunia pendidikan formal kita. Bahkan menjadi mata pelajaran wajib di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib pada perguruan tinggi. Sekalipun pada

perguruan tinggi umum.

Pada dasarnya pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Yaitu mulai dari jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke SMP kemudian ke SMA. Dari SMA dilanjutkan ke perguruan tinggi. Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum telah terukir dalam sejarah pendidikan di tanah air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negri ini. Bermula dari sebagai mata kuliah yang dianggap kehadirannya tidak diperlukan hingga eksistensinya ‘dihadirkan’ sebagai mata kuliah wajib. Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Bagaimana kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum, itu lah yang menjadi

pokok bahasan dalam makalah ini.

B. PEMBAHASAN

1. Kedudukan Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.

Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia telah mencatat bahwa pada tahun 1910 pendapat umum masih menyatakan bahwa Indonesia belum matang untuk suatu perguruan tinggi, karena belum mempunyai sekolah menengah sebagai sumber murid yang potensial dapat menjadi calon mahasiswa dan lebih penting lagi Indonesia belum mempunyai suasana intelektual tempat ilmu dapat bersemi. Namun ada suara-suara yang menyatakan bahwa pada suatu saat Indonesia tak dapat tidak harus mempunyai perguruan tinggi untuk melatih para ahli dan pekerja untuk kedudukan tinggi. Sebaliknya ada pula pendapat bahwa pendidikan tinggi bagi orang Indonesia akan merusak pribadinya karena ia akan tidak sesuai lagi dengan lingkungannya dan akan mengalami konflik untuk mengasimilasikan dirinya dengan masyarakat Belanda. Ada pula keragu-raguan apakah orang Indonesia dapat dididik dalam ilmu pengetahuan yang setaraf dengan orang Barat, sekalipun orang Indonesia telah menunjukkan prestasi yang luar biasa dalam mencapai gelar akademik. Secara historis sosial politik, pada saat itu Indonesia adalah Negara jajahan Belanda. Salah satu ciri

(8)

Belanda dalam menjajah ialah melakukan pembodohan terhadap Negara jajahannya. Jadi tidaklah mengherankan jika situasi seperti ini yang muncul pada saat itu. Cara Belanda menjajah sangat berbeda dengan cara Inggris. Kalau Inggris justru mencerdaskan Negara jajahannya. Apabila Negara jajahannya

mulai ‘cerdas’ mereka memberi kemerdekaan.

Waktu terus berjalan dan dukungan terhadap perguruan tinggi di Indonesia bertambah kuat. Perang Dunia I yang menghalangi banyak lulusan HBS melanjutkan pelajarannya di negeri Belanda membuat perguruan tinggi di Indonesia sangat urgen. Sebagai tindakan darurat suatu lembaga untuk Pendidikan Tinggi mengumpulkan dana di Nederland untuk membuka kursus persiapan dua tahun. Pada tahun 1919 dimulai pembangunan gedung perguruan tinggi teknik di Bandung yang secara resmi dibuka pada tahun 1920. Dengan ini lengkaplah sistem pendidikan di Indonesia yang memungkinkan seorang anak menempuh pendidikan dari sekolah rendah sampai pendidikan tertinggi melalui suatu rangkaian sekolah yang saling bertalian. Bagi anak Indonesia jalan ini masih sempit, akan tetapi jalan itu telah ada. Dalam tahun akademis 1920-1921 Technische Hogeschool atau Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian menjelma menjadi ITB) mempunyai 28 mahasiswa di antara 22 orang Belanda, 4 Cina dan 2 orang Indonesia. Sekolah ini menghasilkan lulusannya pertama pada tahun 1923-1924 yakni 9 Belanda 3 Cina dan tak seorang pun orang Indonesia. Orang Indonesia pertama lulus pada tahun akademis 1925-1926, yakni sekaligus 4 orang di antaranya Ir.Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.

Pembelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini adalah jangan pernah menyerah sebelum mencoba. Karena Allah sendiri telah mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali oleh kaum itu sendiri (Q.S;13;11). Keep spirit and never give up. Kemudian dalam perjalan sejarah pendidikan di Indonesia, pada tanggal 2 April 1950 tepatnya di Yogyakarta muncullah UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. Jika kita tinjau dari segi politik pada saat itu bentuk Negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan ibukota Negara berada di Yogyakarta (RIS berdiri 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950). Undang-Undang ini seluruhnya terdiri dari 17 bab dan 30 pasal. Uniknya Undang-Undang ini tidak begitu dikenal, sehingga sulit menemukannya dalam referensi Undang-Undang pendidikan.

Kedudukan pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 4 tahun 1950 belum dibicarakan secara spesifik. Baik itu dalam tujuan umum pendidikan maupun dalam tujuan pendidikan tinggi. Berikut kutipan bunyi pasal 3, pasal 7 ayat 4 dan pasal 20 yang menunjukkan hal tersebut:

Pasal 3.

Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Pasal 7

4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan ilmu

dan kemajuan hidup kemasyarakatan.

Pasal 20.

1. Dalam sekolah-sekolah Negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah

anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.

2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah Negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.

Dari rumusan pasal-pasal di atas, dapat dinyatakan bahwa tidak tercermin adanya perhatian terhadap usaha pembinaan mental spiritual dan keagamaan secara terus menerus melalui proses pendidikan. Dengan kata lain kedudukan pendidikan agama Islam dalam Undang-Undang ini masih sangat lemah.

(9)

Kondisi ini bisa dipahami jika kita meninjau perjalanan hadirnya Undang ini, bahwa Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tidak lahir dengan begitu saja, tapi melalui proses panjang seperti halnya pembentukan UU Sisdiknas tahun 2003 yang sulit untuk disahkan karena banyak kepentingan, baik secara politik, sosial, budaya, ekonomi dan emosi (sentiment) keagamaan turut ikut serta di dalamnya (terutama jika mengingat tahun 1950-an Partai Komunis Indonesia masih ‘berkuku’ di parlemen). Selanjutnya Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960 dengan adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan agama sebelum itu secara formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar operasionalnya, pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2 sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”. Jika merujuk pada sejarah, dapat dipahami bahwa sebelum tahun 1965 salah satu organisasi politik yang berpengaruh di parlemen adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Maka tidak heran jika dalam mengambil kebijakan tentang pendidikan di parlemen, mereka tentu berusaha memasukkan missi-nya. Agar segala sesuatunya tetap terlihat ‘bijak’, unsur pendidikan agama tetap dimasukkan dalam mata kuliah, namun diberi kebebasan jika tidak berkenan untuk mengikutinya. Kemudian setelah meletusnya G.30.S.PKI pada tahun 1965, diadakan sidang umum MPRS pada tahun 1966, maka mulai saat itu status pendidikan agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS XXVII/ MPRS/1966 Bab I pasal 1 berbunyi: “Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari SD sampai dengan Universitas-Universitas Negeri.”

Peristiwa G.30.S.PKI memang rajutan sejarah yang telah memberikan luka mendalam serta pelajaran mahal bagi bangsa Indonesia. Terlepas dari beberapa fakta yang memunculkan ada skenario apa sebenarnya di balik peristiwa G.30.S.PKI, yang jelas peristiwa tersebut telah membuka mata bangsa Indonesia untuk lebih waspada akan menyelusupnya paham-paham yang menjauhkan bangsa ini dari

kehidupan beragama.

Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989. Kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan Kemudian dari segi kurikulum, telah dinyatakan dalam pasal 39 ayat 2, yaitu: Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikah wajib memuat:

a. pendidikan Pancasila;

b. pendidikan agama; dan

c. pendidikan kewarganegaraan.

Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:

(1) Tujuan pendidikan tinggi adalah:

1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi dan/atau kesenian;

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya

(10)

kebudayaan nasional. (2) Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

berpedoman pada:

1. tujuan pendidikan nasional;

2. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;

(3) Kepentingan masyarakat; serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi. Dari kutipan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa walaupun tujuan Pendidikan Tinggi menekankan pada nilai-nilai akademik dan professional namun tetap berpedoman pada tujuan pendidikan nasional. Maka dapat dinyatakan ada ‘benang merah’ antara UU No. 2 tahun 1989 dengan PP No. 30 tahun 1990, yang semuanya menunjukkan kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi umum semakin diperhitungkan.

Begitu juga dalam UU No. 20 tahun 2003, dalam Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Kemudian dalam pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum dinyatakan:

(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

a. pendidikan agama;

b. pendidikan kewarganegaraan; dan

c. bahasa.

Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989 dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang diperhitungkan, yaitu sebagai mata kuliah wajib. Ataupun dengan kata lain pendidikan agama islam telah menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi Umum yang belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak memiliki

political will yang jelas.

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses belajarnya menggunakan sistem kredit semester yang masing-masing perguruan tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum). Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan Umum, yaitu pada pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Selanjutnya PAI di perguruan tinggi umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi menjelaskan Visi dan Misi Mata kuliah Pengembangan Kepribadian serta Kompetensi

MPK sebagai berikut:

Pasal 1

Visi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai

manusia Indonesia seutuhnya.

(11)

Misi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Misi kelompok MPK di perguruan tinggi membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudyaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggungjawab.

Pasal 3

Kompetensi Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (1) Standar kompetensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang nilai-nilai agama, budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban. (2) Kompetensi dasar untuk masing-masing mata kuliah dirumuskan sebagai berikut :

a. Pendidikan Agama

Menjadi ilmuwan dan profesional yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan. Dari kutipan di atas, jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum secara yuridis telah mengalami restrukturisasi yang cukup signifikan. Eksistensinya semakin diakui dan dibutuhkan dalam mengembangkan potensi sumber daya generasi muda (mahasiswa) di masa depan. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari para pengambil kebijakan di parlemen yang pasca reformasi makin kelihatan upaya ‘cerdas’-nya, walaupun masih ada kebijakan dalam segmen lain yang mengecewakan. Sementara itu Aminuddin dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum memaparkan bahwa untuk mewujudkan visi dan misi PAI di perguruan tinggi seperti yang diuraikan di atas maka diberikan pokok-pokok ajaran Islam dengan materi-materi ajar antara lain sebagai berikut:

1. Konsep Ketuhanan, alam, dan manusia.

2. Sumber-sumber kebenaran.

3. Sumber-sumber ajaran Islam.

4. Akidah.

5. Syariah.

6. Khilafah.

7. Akhlak.

8. Akhlak dalam bidang ekonomi.

9. Islam, Pengetahuan, dan teknologi.

10. Keadilan, kepemimpinan, dan kerukunan.

Kesepuluh poin tersebut pada umumnya direalisasikan dengan alokasi waktu 2 SKS. Maka dapat dinyatakan betapa perguruan tinggi umum membutuhkan tenaga pendidik (dosen) yang memiliki skill yang tidak dapat diremehkan begitu saja. Bayangkan hanya dengan 2 SKS tujuan tersebut harus tercapai. Hanya tenaga pendidik (dosen) yang memiliki ketrampilan mumpuni yang mampu menjalani tugas ini dengan baik.

http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-perguruan.html

Pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam Menurut para

Ahli

(12)

Pendidikan merupakan kata yang sudah sangat umum. Karena itu, boleh dikatakan bahwa setiap

orang mengenal istilah pendidikan. Begitu juga Pendidikan Agama Islam ( PAI ). Masyarakat

awam mempersepsikan pendidikan itu identik dengan sekolah , pemberian pelajaran, melatih

anak dan sebagainya. Sebagian masyarakat lainnya memiliki persepsi bahwa pendidikan itu

menyangkut berbagai aspek yang sangat luas,termasuk semua pengalaman yang diperoleh anak

dalam pembetukan dan pematangan pribadinya, baik yang dilakukan oleh orang lain maupun

oleh dirinya sendiri. Sedangkan Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan yang

didasarkan pada nilai-nilai Islam dan berisikan ajaran Islam.

Pendidikan sebagai suatu bahasan ilmiah sulit untuk didefinisikan. Bahkan konferensi

internasional pertama tentang pendidikan Muslim ( 1977 ) , seperti yang dikemukakan oleh

Muhammad al-Naquib al-Attas, ternyata belum berhasil menyusun suatu definisi pendidikan

yang dapat disepakati oleh para ahli pendidikan secara bulat .

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa :

"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara" .

Sedangkan definisi pendidikan agama Islam disebutkan dalam Kurikulum 2004 Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD dan MI adalah :

"Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik

untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan

ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman."

Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk

menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam ( knowing ), terampil melakukan atau

mempraktekkan ajaran Islam ( doing ), dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan

sehari-hari ( being ).

Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak

dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang

tercakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan

agama.

Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan,

kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di

sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu

(13)

aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.

Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan tujuan Pendidikan

Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama

itu menjadi dua bagian dengan uraian sebagai berikut :

1)

Tujuan

Umum

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh

al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan

nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan

mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari

keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan

akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai

hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan

mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua

manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia

yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya

sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah

beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah

kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat, 56)

2)

Tujuan

Khusus

Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan

perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan

Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti

tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP,

SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam, keterampilan

mempraktekkannya, dan meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan utama Pendidikan Agama Islam adalah keberagamaan, yaitu menjadi seorang Muslim dengan intensitas

(14)

Upaya untuk mewujudkan sosok manusia seperti yang tertuang dalam definisi

pendidikan di atas tidaklah terwujud secara tiba-tiba. Upaya itu harus melalui proses pendidikan dan kehidupan, khususnya pendidikan agama dan kehidupan beragama. Proses itu berlangsung seumur hidup, di lingkungan keluarga , sekolah dan lingkungan masyarakat.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan agama Islam saat ini, adalah bagaimana cara penyampaian materi pelajaran agama tersebut kepada peserta didik sehingga memperoleh hasil semaksimal mungkin.

Apabila kita perhatikan dalam proses perkembangan Pendidikan Agama Islam, salah satu kendala yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah metodologi. Metode merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan Pendidikan Agama diperlukan suatu

pengetahuan tentang metodologi Pendidikan Agama, dengan tujuan agar setiap

pendidik agama dapat memperoleh pengertian dan kemampuan sebagai pendidik yang profesional

Setiap guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode yang dapat digunakan dalam situasi tertentu secara tepat. Guru harus mampu menciptakan suatu situasi yang dapat memudahkan tercapainya tujuan

pendidikan. Menciptakan situasi berarti memberikan motivasi agar dapat menarik minat siswa terhadap pendidikan agama yang disampaikan oleh guru. Karena yang harus mencapai tujuan itu siswa, maka ia harus berminat untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menarik minat itulah seorang guru harus menguasai dan menerapkan metodologi pembelajaran yang sesuai.

Metodologi merupakan upaya sistematis untuk mencapai tujuan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Tujuan harus dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sebelum seseorang menentukan dan memilih metode pembelajaran yang akan dipergunakan. Karena kekaburan dalam tujuan yang akan dicapai,

menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang tepat.

Setiap mata pelajaran memiliki kekhususan-kekhususan tersendiri dalam bahan atau materi pelajaran, baik sifat maupun tujuan, sehingga metode yang digunakan pun berlainan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.

http://miragustina90.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-agama.html

Pengertian Pendidikan Agama Islam

» Ilmu Pendidikan Islam, » Pendidikan

Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam ini secara mendalam, maka penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang pendidikan agama Islam sebagai berikut:

(15)

usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.[1]

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (dalam Umi Uhbiyat) pendidikan Islam adalah: bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju

terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.[2]

Pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-orang beragama, dengan demikian pendidikan agama perlu diarahkan ke arah pertumbuhan moral dan karakter.[3]

Ditinjau dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak, menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam. 2. Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk

mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

3. Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar. Yang dimaksud utuh dan benar adalah meliputi Aqidah (keimanan), Syari’ah (ibadah muamalah) dan akhlaq (budi pekerti).

---[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 86. [2] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 9. [3] Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang: Universitas Malang, 2004), hlm.1

http://pustakaaslikan.blogspot.com/2013/01/pengertian-pendidikan-agama-islam.html

Landasan dan Kurikulum PAI di Sekolah

M A K A L A H

LANDASAN DAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH

(16)

Dosen Pembimbing : Rahmat Isma’il Hasybuan

Disusun Oleh Kelompok I Abas

Abd. Rohman 96 Abd. Rohman 97

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF (STAIM) SAMPANG 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Wa Syukurillah Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta inayahnya kepada Kami, atas petunjukNya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam tidak

(17)

henti-hentinya kami sampaikan kepada Nabi Agung junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah dengan judul “ Landasan dan Kurikulum PAI di Sekolah” Semester V/ MPI / S.I di Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’arif (STAIM) Sampang.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik. Dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Rahmat Isma’il Hasybuan, selaku dosen pembimbing mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada kami.

Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penyusun menyadari bahwa di dalam menyusun makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala saran dan kritik dari pembaca sangat kami nantikan untuk penyempurnaan makalah ini.

Banyuates, 19 Oktober 2013 Penyusun DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... . ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1 B. Rumusan Masalah... 1 C. Tujuan Penulisan... 2 D. Manfaat Penulisan... 2 BAB II PEMBAHASAN

(18)

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 3 B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah……… .... 3 C. Hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah... 8 D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah ……….. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan... 11 B. Kritik dan Saran... 11 DAFTAR PUSTAKA ……….. 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Agama Islam merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh pendidikan. Tanpa adanya Pendidikan Agama Islam proses pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik, karena dalam pendidikan agama islam mencetak peserta didik berakhlakul karimah dan mentaati segala peraturan perundang undangan di indonesia. Mengingat saat ini banyak dari siswa dan mahasiswa yang bertawuran dan melanggar etika dan juga undang undang Negara, bahkan pelecehan sekssualpun banyak di lakukan oleh remaja yang tak lain semua itu terdiri dari pelajar dan mahasiswa maka dianggap penting adanya pendidikan agama islam masuk sebagai kurikulum dalam pendidikan, khususnya kurikulum PAI di Sekolah, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum tersebut sama-sama membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal dalam pendidikan.

Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di sekolah dapat benar-benar tercapai, maka perlu adanya suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini mengingat bahwa suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang beriman dan bertakwa.

(19)

Beberapa permasalahan yang timbul di ranah pendidikan baik itu tentang kurikulum maupun pengembangan kurikulum PAI di Sekolah, sehingga memunculkan beberapa permasalahan dalam proses pendidikan antara lain :

1. Apa landasan PAI di Sekolah?

2. Apa hakikat kurikulum PAI di Sekolah ?

3. Apa landasan dalam pengembangan kurikulum PAI di Sekolah ? C. Tujuan Penulisan

1. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai landasan PAI di Sekolah

2. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai khakikat kurikulum PAI di

Sadrasah

3. Penyusun ingin mengetahui dan memaparkan mengenai pengembangan kurikulum

PAI di madrasah

D. Manfaat Penulisan

Setelah menyelesaikan pembuatan makalah ini, ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh penyusun:

1. Adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran

terhadap suatu ilmu.

2. Penyusunan makalah ini dapat dikaji bersama dalam forum diskusi.

3. Mencari solusi yang bijak dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam forum

diskusi.

BAB II PEMBAHASAN

(20)

Telah disebutkan dalam penegasan istilah bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan. Depdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan,pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. dan dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain, dalam hubunganya dengan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan negara.

B. Landasan Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:

1. Landasan Religius

Al-Qur'an dan al-Hadits adalah sumber dan dasar ajaran Islam yang original. Banyak ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits secara langsung maupun tidak langsung yang berbicara tentang kewajiban umat Islam melaksanakan pendidikan, khususnya pendidikan agama, sebagaimana Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:

مه كئلواو ركنملا نع نوهنيو فورعملاب نورمأيو ريخلا ىلا نوعدي ةما مكنم نكتلو نوحلفملا

( 104 : نارمعلا)

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Ali Imran: 104)

Hadits nabi Muhammad saw.:

( ةجام نبا هاور ) مكيلا ةيده وكدكلوا ناف مهبادكا اونسحاو مكدكلوا اومركا

"Hormatilah anak-anakmu dan perbaikilah pendidikannya, karena anak-anakmu karunia Allah bagimu". (HR. Ibnu Majah)

(21)

Untuk menanamkan kebaikan (amal soleh) pada setiap peserta didik, bahkan pada setiap orang maka perlu adanya pendidikan agama islam sebagai suatu pendidikan yang menanamkan prilaku terpuji pada setiap insan.

2. Landasan Historis

Ketika Pemerintah Sjahrir menyetujui pendirian Kementrian Agama (sekarang Departemen Agama) pada 3 Januari 1946, elit Muslim menempatkan agenda pendidikan menjadi salah satu agenda utama Kementrian Agama selain urusan haji, peradilan, dan penerangan. Sebagai reaksi terhadap kenyataan lembaga pendidikan yang tidak memuaskan harapan mereka, elit Muslim tersebut dalam alam proklamasi memusatkan perhatian kepada dua upaya utama yang satu sama lain saling berkaitan. Pertama ialah mengembangkan pendidikan agama (Islam) pada sekolah-sekolah umum yang sejak Proklamasi berada di bawah pembinaan Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementrian PPK). Upaya ini meliputi: (1) memperjuangkan status pendidikan agama di sekolah-sekolah umum dan pendidikan tinggi, (2) mengembangkan kurikulum agama, (3) menyiapkan guru-guru agama yang berkualitas, dan (4) menyiapkan buku-buku pelajaran agama. Kedua, upaya yang dilakukan oleh Kementrian Agama ialah peningkatan kualitas atau “modernisasi” lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini telah memberi perhatian pada pendidikan/pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum modern sekaligus. Strateginya ialah: (1) dengan cara memperbarui kurikulum yang ada dan memperkuat porsi kurikulum pengajaran umum modern sehingga tak terlalu ketinggalan dari sekolah-sekolah umum, (2) mengembangkan kualitas dan kuantitas guru-guru bidang umum, (3) menyediakan fasilitas belajar seperti buku-buku bidang studi umum, dan (4) mendirikan sekolah Kementrian Agama di berbagai daerah/wilayah sebagai percontohan atau model bagi lembaga pendidikan Islam setingkat.

Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan elit Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan ini dapat kita pahami bahwa masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan kewajiban kita khususnya kalangan akademis di lingkungan PTAI maupun para praktisi pendidikan di lapangan.

3. Landasan Yuridis/ Perundamng-Undangan

Semangat keagamaan setelah bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan, tercermin dalam batang tubuh UUD 1945, dalam alinea ketiga dan keempat. Dan sila pertama falsafah Negara Republik Indonesia (Pancasila), yaitu Ketuhanan Yang

Maha Esa.Berdasarkan konstitusional terdapat dalam UUD 1945 Bab XI pasal 29

(22)

No.IV/MPR/1973 yang diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pada intinya bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam secara langsung masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

Landasan perundang-undangan sebagai landasan hukum positif keberadaan PAI pada kurikulum sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat 1 point bahwasannya setiap peserta didik dalam setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional, Bab X Pasal 36 ayat 3 bahwasannya kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan taqwa. Dan pasal 37 ayat 1, bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No. 20/2003, maka semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari semua jenjang dan jenis sekolah dalam perundang-undangan yang berlaku sangat kuat.

Dalam PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Selanjutnya pada pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dari beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat jelas bahwa pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ada di semua jenjang dan jalur pendidikan. Dengan demikian, eksistensinya sangat strategis dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.

4. Landasan Psikologi

Sejarah perkembangan manusia dari zaman purbakala, primitive hingga sampai sekarang yang sering disebut era globalisasi dan era informasi, akan didapati bahwa manusia dari generasi ke generasi selanjutnya mempunyai sesuatu yang dianggapnya berkuasa, bahkan mencari sesuatu yang dianggapnya paling berkuasa yaitu Tuhan. Bermacam-macam benda dianggap sebagai Tuhan Yang Maha

(23)

Esa seperti matahari, bulan, bintang, angin, patung, api dan sebagainya. Hingga akhirnya manusia menemukan kepercayaan bahwa Tuhan itu bukanlah benda yang dapat dilihat dan diraba oleh panca indera, melainkan hanya dapat dirasa dalam hati dan jiwa manusia serta dapat diterima oleh fikiran.

5. Landasan Filosofis

Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah memberikan landasan filosofis antara lain secara epistimologis dan aksilogis.

Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.

Pendidikan Agama Islam pada tataran epistimologis ialah kajian ilmiah terhadap konsep dan teori Pendidikan Islam yang dibahas dalam bidang ilmu pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk pendidikan Islam

Pendidikan Agama Islam pada tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin mengutip dari Tafsir (2004), ialah pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam, bukan pendidikan agama Islam. Namun kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama Islam disebut sebagai PAI. Karena “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Karena pada tataran aksiologis, realitas keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum di Indonesia dilaksanakan di bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka tujuan pendidikan agama Islam dirancang oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan dinamika perkembangan budaya dan keberagamaan masyarakat Indonesia

C. Hakikat Kurikulum PAI di Sekolah

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan tertentu.

As-Syaibani menetapkan lima dasar pokok kurikulum pendidikan yaitu dasar religious, falsafah, psikologis, sosiologis, dan organisatoris.

1. Dasar religious, dasar yang ditetapkan nilai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-Qur’an

dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal. 2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan arah tujuan pendidikan sehingga susunan

(24)

3. Dasar psikologis, dasar ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik yang

berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan dan keinginan individu.

4. Dasar sosiologis, dasar ini memberikan gambaran bahwa kurikulum pendidikan

memegang peranan penting dalam penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat.

5. Dasar organisatoris, dasar ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yaitu

organisasi kurikulum.

Fungsi kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah. Fungsi kurikulum bagi anak didik sebagai suatu organisasi belajar tersusun yang diharapkan mereka mendapatkan pengalaman baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja. Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat turut serta membantu pihak sekolah dalam memajukan putra putrinya.

Adapun tujuan kurikulum PAI di sekolah yaitu untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (visi dan misi sekolah).

Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum dikelompokkan menjadi empat yaitu:

1. Kelompok komponen-komponen Dasar yaitu konsep dasar filosofis dalam

mengembangkan kurikulum PAI yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut

2. Kelompok komponen-komponen Pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan,

system pendidikan, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan.

3. Kelompok-kelompok Pelaksana dan Pendukung kurikulum yaitu komponen

pendidik, peserta didik dan konseling

4. Kelompok Usaha-usaha Pengembangan yang ditujukan dengan adannya evaluasi

dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan kurikulum tersebut.

D. Landasan Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah

Landasan Pengembangan kurikulum PAI di sekolah, pada hakikatnya adalah factor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang

(25)

kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Landasan-landasan tersebut antara lain :

1. Landasan Agama

Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.

2. Landasan Filsafat

Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.

3. Landasan Psikologi Belajar

Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat. 4. Landasan Sosio-budaya

Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di sekolah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.

5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.

Dengan adanya landasan tersebut maka perlu untuk mengembangkan kurikulum PAI di sekolah dalam dunia pendidikan, baik itu dalam Sekolah Umum

(26)

ataupun Madrasah agar tujuan dari pendidikan agama islam tercapai dalam mencetak insan yang berbudi pekerti dan baik.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa danberakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:

Landasan Religius, Landasan Historis, Landasan Yuridis/ Perundamng-Undangan, Landasan Psikologi, Landasan Filosofis

Hakikat kurikulum meliputi pengertian, fungsi, tujuan serta komponen-komponen kurikulum. Dengan mengetahui hakikat kurikulum tersebut, jelaslah betapa pentingnya kurikulum bagi madrasah ataupun sekolah untuk kemajuan dan prestasi madrasah atau sekolah tersebut.

Sedangkan Landasan kurikulum PAI di sekolah antara lain landasan Agama, Filsafat, Psikologi Belajar, Sosio-budaya, dan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Kritik dan Saran

Dari pembuatan tugas makalah ini, kami dari penyusun mengharapakan makalah ini bermanfaat dan bisa menambah ilmu bagi para pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu kami mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://wayqodratullahs.blogspot.com/2012/05/pai-di-sekolah-2-landasan-pai-di.html

2. http://kuliahgratis.net/landasan-pai-di-sekolah/#chitika_close_button

3. http://nanozuko.blogspot.com/2012/02/landasan-pengembangan-kurikulum-pai-di.html

(27)

4. http://e-fiqih.blogspot.com/2013/07/landasan-pelaksanaan-pembiasaan-pai.html

5.

http://www.slideshare.net/andarosita/landasan-historis-filosofis-dan-sosiologis-pendidikan

Diposkan oleh Arman Smith di 20.37

http://armansmith.blogspot.com/2013/12/landasan-dan-kurikulum-pai-di-sekolah.html

file:///C:/Users/Tecer%20Fragma%20Shinta/Downloads/Documents/bab%203.pdf (skripsi)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI”

Dosen Pembimbing : Martono, S.Pd,I.,MA

Oleh :

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum perlu dikelola dan dikembangan dengan serius dan masif. Karena Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum merupakan

BANTUAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM (PTAI).. TAHUN

Kecuali tenaga pendidik (dosen) di perguruan tinggi umum mampu mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan agama Islam dalam mata kuliah lain. Begitu juga dosen untuk

Pengembangan karakter bangsa dalam pendidikan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk

Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan

Buku kecil ini, yang diberi judul Kurikulum Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum, disusun sebagai hasil beberapa kali pertemuan tentang Kurikulum Pendidikan Agama

Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 2 berbunyi: Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar dari pada kebudayaan

Buku kecil ini, yang diberi judul Kurikulum Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum, disusun sebagai hasil beberapa kali pertemuan tentang Kurikulum Pendidikan Agama