• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL. A. Masyarakat Sipil yang Berhak Memiliki Senjata Api

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL. A. Masyarakat Sipil yang Berhak Memiliki Senjata Api"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN KEPEMILIKAN SENJATA API BAGI MASYARAKAT SIPIL

A. Masyarakat Sipil yang Berhak Memiliki Senjata Api

Kasus kriminalitas makin meningkat,korbanpun makin bertambah. Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal.Untuk memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini.

Instruksi presiden RI No. 9 tahun 1976 senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar Angkatan Bersenjata,

(2)

senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Inpres No. 9 Tahun 1976. Yang menginstruksikan agar para Menteri/Pimpinan lembaga pemerintahan dan non pemerintahan membantu Menteri Pertahanan dan Keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya.

Untuk melaksanakan hal tersebut Menteri Pertahanan dan Keamanan telah membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan pengawasan dan pengendalian senjata api dengan Surat Keputusan MenHankam No. KEP-27/XII/1977 tanggal 26 Desember 1977.Dalam keputusan tersebut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai termasuk salah satu Instansi Pemerintah yang menurut ketentuan perundang-undangan diberi wewenang menjalankan tugas dibidang keamanan, ketentraman dan ketertiban.

Warga sipil dapat memiliki senjata api kepemilikannya telah diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004.42

42

Untuk kalangan sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI, berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non standard TNI Kaliber 12 GA dan KA secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan

(3)

pengendalian senjata api non organik TNI/POLRI. Di dalamnya ditentukan, pemohon harus mengajukan melalui Polda setempat, kemudian diteruskan ke Mabes Polri,. Yang dicek pertama kali adalah syarat formal, antara lain kriteria calon yang boleh memiliki senjata api, yaitu pejabat pemerintah, minimalsetingkat Kepala Dinas ditingkat pusat dan setingkat Bupati dan Anggora DPRD di daerah; Pejabat TNI/POLRI, minimal Perwira Menengah atau Perwira Pertama yang tugas operasional: pejabat bank/swasta, minimal Direktur Keuangan; Pengusaha/Pemilik Toko Mas; Satpam atau Polisi khusus yang terlatih.43

Untuk jenis senjata api tajam, pejabat pemerintah yang diberi izin antara lain Menteri, Ketua DPR/MPR-RI, Sekjen, Irjen, Dirjen, Sekretaris Kabinet, Gubernur, Wagub, Sekda/Wil Prop, DPRD Propinsi, Walikota dan Bupati, Pejabat TNI/POLRI dan Purnawirawan, harus golongan Perwira Tinggi dan Pamen berpangkat paling rendah Kompol.44

Untuk jenis senjata api karet, yang diberi izin adalah anggota DPRD Kota /Kabupaten, Camat ditingkat Kotamadya, Instalasi pemerintah paling rendah Gol III anggota TNI/POLRI minimal berpangkat Ipda, pengacara dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dan dokter praktek dengan skep menteri kesehatgan.

Kalangan swasta yang boleh memiliki senjata api tajam, masing-masing komisaris, presiden komisaris, komisaris, presiden direktur, direktur utama, direktur dan direktur keuangan. Golongan profesi, antara lain pengacara senior dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dokter dengan skep menteri kesehatan atau Departemen Kesehatan.

43 Y.Sri Pudyatmoko, “Perizinan” (Jakarta:garsindo, 2009), Hal 302 44Y.Sri Pudyatmoko, Ibid, Hal 303

(4)

Kalangan swasta antara lain presiden komisaris, komisaris, dirut, direktur keuangan, direktur bank, PT, CV, PD, Pimpinan perusahaan/organisasi, pedagang mas (pemilik) dan manajer dengan SIUP tbk/Akte pendirian perusahaan (PT, CV, dan PD).

Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun (maks. 65), punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api. Dalam hal izin pembelian senjata api, juga harus mendapat rekomendasi Perbakin, surat keterangan catatan permohonan ke Kapolri Up. KabagIntelkam Polri dengan tembusan Kapolda setempat untuk mendapat rekomendasi.

Selain warga negara Indonesia warga negara asing juga bisa memiliki senjata api, selama berada di Indonesia diantaranya:45

a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api. b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api

di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari :

(5)

1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu.

2) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api.

3) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran. 4) Petugas security tamu negara.

5) Awak kapal laut pesawat udara.

6) Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian.

B. Tujuan Pengaturan Kepemilikan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil Negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum (Rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat), maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum.Begitu juga masyarakat tidak lepas dari aturan permainan hukum itu (rule of law).Segala sesuatu memiliki aturan hukum yang tersendiri, adapun yang menjadi tujuan pengaturan kepemilikan senjata api yaitu:46

1. Memberikan batasan kepada siapa senjata api dapat diberikan pada dasarnya senjata api diberikan kepada aparat keamanan yaitu TNI/POLRI .Tetapi senjata api dapat diberikan kepada masyarakat sipil tertentu seperti;Pengusaha dan Pejabat Pemerintah.

2. Sebagai Perangkat Hukum dalam Menindak Kepemilikan senjata api Tanpa prosedur. Dengan adanya pengaturan Tentang senjata api, bagi masyarakat yang memiliki senjata api tanpa prosedur dapat dikenai sanksi sesuai dengan UU Darurat No 12 Tahun 1951.

3. Menambah Pemasukan Bagi Pendapatan Negara. Dalam pengurusan Izin senjata api akan dikenakan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan PP No 31 Tahun 2004 Tentang tarif atas jenis Penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisan Negara Republik Indonesia.

(6)

Tujuan sesungguhnya penggunaan senjata api haruslah sangat sensitif dan selektif,tidak disetiap kondisi penangangan kejahatan masyarakat harus menunjukkan,menodongkan bahkan meletuskan senpi miliknya. Dalam pasal 2 Perkap 01Tahun 2009 tentang : tujuan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisianadalah: mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatanatau tersangka yang sedang berupaya atau sedang melakukan tindakan yangbertentangan dengan hukum; mencegah pelaku kejahatan atau tersangkamelarikan diri atau melakukan tindakan yang membahayakan anggota Polri ataumasyarakat; melindungi diri atau masyarakat dari ancaman perbuatan atauperbuatan pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menimbulkan luka parahatau mematikan; atau melindungi kehormatan kesusilaan atau harta benda dirisendiri atau masyarakat dari serangan yang melawan hak dan/atau mengancamjiwa manusia.

Sejumlah pengaturan mengenai senjata api yang dianggap ketat ternyata dapat ditembus oleh oknum-oknum tertentu, sehingga celah-celah dalam pengaturan kepemilikan senjata api dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya saja berdasarkan SK tahun 2004 yang mensyaratkan mengenai cara memilki izin kepemilikan senjata api yang mudah, yaitu menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, dan lain-lain, seseorang berusia 24-65 tahun yang memiliki sertifikat menembak dan juga lulus tes menembak, maka dapat memiliki senjata api. SK tahun 2004 tersebut juga mengatur mengenai individu yang berhak memiliki senjata api untuk keperluan pribadi dibatasi

(7)

minimal setingkat Kepala Dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat pemerintah minimal Letnan Satu untuk kalangan angkatan bersenjata, dan pengacara atas rekomendasi Departemen Kehakiman.

Sedangkan pengaturan mengenai warga sipil yang memiliki senjata api yaitu diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004.

Untuk kalangan masyarakat sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI, berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non standard TNI Kaliber 12 GA dan ka Secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan pengendalian senjata api non organik TNI/POLRI.47

C. Dasar Hukum Kepemilikan Senjata Api bagi Masyarakat Sipil

Orang-Orang yang boleh menggunakan senjata api, izin kepemilikan senjataapi untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurutketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif.Mereka

47

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:XlKVOODduQwJ:https://ml.sc ribd.com/doc/200740096/PENGATURAN-DAN-PROSEDUR-KEPEMILIKAN-SENJATA-API-docx+&cd=16&hl=id&ct=clnk&gl=id, diakses pada tanggal 02 Desember 2015

(8)

masing adalahpejabat swasta atau perbankan, pejabat pemerintah, TNI/Polri danpurnawirawan.48

Personel Pelayanan Kepolisian dibidang Intelkam merupakan kelengkapanpemenuhan kewajiban hukum dari masyarakat yang telah diamanatkan dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian IzinPemakaian Senjata Api dan Undang-Undang Nomor 20 Prp Tahun 1960 tentangKewenangan Perijinan yang diberikan menurut perundang-undangan mengenaisenjata api serta Undang-Undang Nomor 12 Darurat Tahun 1951 tentang PeraturanHukum Istimewa Sementara, dan dalam pelaksanaannya pelaksanaan pelayananpublikterkait dengan perijinan senjata api non organik TNI/polri dan bahanpeledak komersial di Direktorat Intelkam di awaki personil berpangkat Bintara dibawah kendali dan pengawasan Kepala Seksi Pelayanan Administrasi yang berpangkat Komisaris Polisi.49

Senjata api yang diperbolehkan undang-undanguntuk dimiliki oleh masyarakat sipiltelah diatur dalam undang-undang no. 8tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izinpemakaian senjata api. Untuk kalangan sipil Terdapat beberapa pengaturan mengenai senjata api, yaitu: Undang-UndangDarurat No.12 Tahun 1951; Undang-Undang No.8 Tahun 1948 dan Perpu No.20Tahun 1960; SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan; SK Kepala Polri Nomor 82Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

48www.multiplay.com, diakses pada tanggal 02 Desember 2015

(9)

senjata apidiperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/ POLRI yaitu:

a. Senjata genggam kaliber 22 sampai 32

b. Senjata bahu (laras panjang) hanya dengan caliber 12 GA dan kaliber 22.

Dasar hukum yang mengatur mengenai kepemilikan senjata api dalam hal ini adalah:

a) UU Senjata Api 1963 Lembaran Negara 1937 No. 170 dirubah denganLembaran Negara 1939 No. 278 (UU tentang milik, perdagangan danpengangkutan senjata gas, mesiu dan munisi di Indonesia);

b) Peraturan Pemerintah 30 Mei 1939 (Lembaran Negara 1939 No. 279)tentang Peraturan pelaksanaan UU Senjata Api tahun 1939;

c) UU No. 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api;

d) UU No. 12 tahun 1951 (LN.No. 78/51 yo pasal 1 ayat d UU no.8 tahun 1948)tentang Peraturan Hukum Istimewa;

e) UU No. 20 tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikanmenurut perundang-undangan Mengenai Senjata Api, Amunisi dan Mesiu;

f) Inpres RI No. 9 th 1976 tentang Wasdal senjata Api dan Amunisi;

g) Keputusan Menhamkam /Pangab No. Kep/27/XII/1977 tanggal 28desember 1977 tentang Tuntutan Kebijaksanaan untuk MeningkatkanPengawasan dan Pengendalian Senjata Api sebagai pelaksananan inpresNo.9 tahun 1976;

h) Skep Pangab No. Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentangKewenangan Perizinan Senjata Api dan bahan peledak;

i) Skep Kapolri No.Pol.: Skep/244/II/1999 tanggal 28 Februari 1999 tentangKetentuan Perijinan Senjata Api Non Organik TNI/Polri untuk bela diri;

j) Ordonasi bahan Peledak (LN 1893 No. 243 dirubah menjadi LN 1931 No.168 tentang Pemasukan, Pemilikan Pembuatan, Pengangkutan dan Pemakaian bahan peledak;

k) Kepres RI No. 86 tahun 1994 tanggal 23 Desember 1994 tentang Perubahanatas kepres RI No. 5 tahun 1988 tentang Pengadaan bahan peledak;

l) Kep menhamkam No. : Kep/010/VI/1988 tanggal 28 Juni 1988 tentangPengawasan dan pengendalian bahan peledak sebagai Pelaksanaan kepresRI No. 5 tahun 1988;

(10)

m) Skep Menhankam No. : Skep/1808/XII/1992 tanggal 08 Desember 1922 tentang Perincian Bahan Peledak;

n) Skep pangab no. : Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentangKewenangan Perijinan Senjata Api dan Bahan Peledak;

o) SkepKapolri No. Pol.: Skep/243/VI/1989 tanggal 14 Juni 1989 tentangPelimpahan Wewenang Menandatangani Surat izin khusu untukpemasukan dan Pengeluaran bahan peledak;

p) Skep Kapolri No. Pol.: Skep/139/I?1995 tanggal 30 Januari 1995 tentang Penunjukan badan-badan Usaha sebagai penyelenggara pengangkutan bahan peledak;

q) Peraturan Kapolri No. 2 tahun 2008 tanggal 29 April 2008 tentang pengawasan, pengendalian dan Pengamanan bahan peledak komersial; r) Kepres RI No. 125 tahun 1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang bahan

Peledak;

s) Skep Kapolri No.Pol.: Skep/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang pengawasan dan pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri; dan t) Peraturan Kapolri No. 13 tahun 2006 tanggal 3 Oktober 2006 tentang

pengawasan, dan pengendalian senpi non organik TNI dan Polri.

Bahaya akan penggunaan senjata api ditangan masayarakat sipil sangatlah penting ditanggapi dengan serius karena senjata api hanya dapat dipengang oleh orang yang betul-betul telah teruji dengan baik antara lain dengan syarat :50

1) Syarat medis. Yaitu calon pengguna harus sehat jasmani, tidak cacat fisik, penglihatan normal, dan syarat-syarat lain berdasarkan pemeriksaan dokter. 2) Syarat psikologis. Seperti tidak mudah gugup, panik, emosional, marah, tidak

psikopat, dan syarat lain berdasarkan tes yang dilakukan tim psikologis POLRI.

3) Memiliki kecakapan menembak. Jadi pemohon harus lulus tes menembak yang dilakukan MABES POLRI dan mendapat sertifikasi.

50

(11)

4) Berusia 24-65 tahun, memiliki surat keterangan atau keputusan dari suatu instansi, dan berkelakukan baik.

Walau memiliki syarat dan lulus uji maka pemohon harus meminta izin kepada POLRI untuk menggunakan senjata api, namun Mengingat banyaknya tindak kejahatan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan senjata api,maka untuk saat sekarang ini pihak POLRI telah memberikan pernyataan tak akan menghentikan pemberian izin kepemilikan dan penggunaan senjata kepada sipil. Akan tetapi izin tersebut hanya berupa perpanjangan dan tidak ada izin baru untuk sipil. Polisi mengeluarkan izin untuk tiga jenis senjata api bagi sipil, yaitu senjata api dengan peluru tajam, peluru karet, dan gas. Untuk peluru tajam, izin yang dikeluarkan untuk senjata api kaliber 31 dan 32. Senjata organik (untuk internal POLRI) adalah kaliber 38.

Jadi tidak sembarangan memiliki senjata api, ingat ancaman bagi pemilikan senjata api sangatlah berat yaitu hukuman mati dan hidup 20 tahun dipenjara paling ringan, oleh karena itu mari kita bersama mentaati peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercipta rasa aman dan nyaman.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Kadar Debu, Masa Kerja, Penggunaan Masker Dan Merokok Dengan Kejadian Pneumokoniosis Pada Pekerja Pengumpul Semen Di Unit Pengantongan Semen PT.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi nilai pH, daya ikat air berupa nilai drip loss dan cooking loss, serta kesempurnaan pengeluaran darah daging landak Jawa

aureus bersifat intoksikasi yaitu mampu menghasilkan racun enterotoksin bila jumlah telah melebihi 10 6 mikroba (Bennet and Amos 2006). Berdasarkan jenis pangan peluang

Pada penelitian ini dilakukan pengkajian penjadwalan kereta api jalur tunggal dengan menggunakan algoritma greedy, karena secara umum sudah sering digunakan untuk

Seperangkat instrument kromatografi Gas Shimadzu 2010.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jumlah, jenis, dan kelimpahan rajungan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu lipat di TPI Tanjung Sari,Rembang,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon siswa tentang kompetensi profesional guru, untuk mengetahui tingkat minat belajar matematika siswa dan untuk

DAFTAR NAMA WISUDAWAN/WISUDAWATI DOKTER SPESIALIS OBETETRI DAN GINEKOLOGI.. PERIODE NOVEMBER 2012 –