• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI DI SMP NEGERI 1 HALONG KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI DI SMP NEGERI 1 HALONG KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP

PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI DI SMP

NEGERI 1 HALONG KALIMANTAN SELATAN

OLEH

RIBKA SINTAKU DEWI 80 2011 081

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagai Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PENGARUH PELATIHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP

PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI DI SMP

NEGERI 1 HALONG KALIMANTAN SELATAN

Ribka Sintaku Dewi Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian pelatihan tentang kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi yang ada di SMP Negeri 1 Halong, Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan metode Eksperimen Semu (QuasiExperimental) dengan rancangan penelitian One Group Pretest Postest Design. Partisipan dalam penelitian ini yaitu siswi SMP Negeri 1 Halong berjumlah 25 orang. Hasil dari penelitian ialah adanya pengaruh yang signifikan pada pengetahuan kesehatan reproduksi siswi SMP Negeri 1 Halong setelah diberikan pelatihan tentang kesehatan reproduksi.

(9)

ii

Abstract

The purpose of this research is to see the influence of the provision of training about reproductive health on knowledge on reproductive health face was in public junior high schools Halong 1 , South Kalimantan .This research uses experimental methods specious ( quasiexperimental ) to a draft research one group pretest postest design .The participants in this study that is the students of public junior high schools 1 Halong a total of 25 people .The results of the research is that they clearly significant influence on knowledge reproductive health the students of public junior high schools 1 Halong having given training about reproductive health .

(10)

1

A. PENDAHULUAN

Siswa SMP merupakan remaja dalam masa yang penuh gejolak dalam mencari identitas diri dan perkembangan seksual mereka. MenurutAdams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11- 20..Hurlock berpendapat bahwa masa puber merupakan fase dalam rentang perkembangan anak–anak berubah dari makhluk aseksual menjadi mahluk seksual. Salah satu gejala yang muncul pada masa ini adalah preoccupation with seks (mulai timbul minat pada seks) (Mighwar,2006). Remaja sering kali mengalami kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dan akses terhadap

pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau serta terjamin

kerahasiaannya.Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini.Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahaminya.Sebagian dari masyarakat masih amat percaya pada mitos – mitos yang merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual.Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak – anak menjadi perilaku seksual dewasa.Menurut Pangkahila, kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarganya (Soetjiningsih, 2004).

(11)

2

Disamping itu juga banyak remaja yang kurang atau tidak memiliki hubungan yang stabil dengan orang tua maupun orang dewasa lainnya, dengan siapa seharusnya remaja ini berbicara tentang masalah-masalah kesehatan reproduksi yang memprihatinkan atau yang menjadi perhatian mereka.

Fenomena yang serupa juga didapati oleh peneliti, tepatnya di desa Halong Kalimantan Selatan. Remaja putri banyak yang tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi karena informasi yang didapatkan sangat minim dan terbatas. juga hampir tidak pernah adanya upaya dari pemerintah daerah ataupun sekolah untuk memberikan seminar mengenai kesehatan reproduksi, sehingga berdampak pada munculnya perilaku seksual yang tinggi. Terbukti banyaknya anak remaja SMP yang putus sekolah karena hamil. Selain peneliti mengamati keadaan di daerah tersebut, peneliti pun mencoba bertanya kepada beberapa warga yang tinggal di desa Halong mengenai kondisi remaja putri di daerah tersebut. Remaja putri sangat rentan terhadap dampak yang negatif karena pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang, karena tugas perkembangan dari remaja putri lebih kompleks dibandingkan pada laki-laki. Permasalahannya adalah bagaimana informasi pengetahuan kesehatan reproduksi yang sehat dapat dimiliki oleh setiap siswa?

Informasi mempunyai peranan dan dampak besar dalam kehidupan seseorang. Informasi dikatakan Aristoteles (dalam Fisher, 1986) dapat digunakan untuk mengubah perilaku seseorang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemberi informasi. Melalui informasi dikatakan King(dalam Fisher, 1986) dapat mengarahkan seseorang pada perilaku pencapaian tujuan seperti yang diinginkan seseorang. Selain itu, informasi dapat membantu seseorang dalam mengatasi sejumlah masalah yang dihadapi dan membuat seseorang lebih siap menghadapi situasi yang belum dikenal. Oleh karena

(12)

3

itulah peneliti tertarik untuk memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi secara benar kepada siswi yang ada di SMPN 1 Halong.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Fadhila(2010)menunjukan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan seksual pranikah remaja.Hubungan antara pengetahuan dengan sikap seksual pranikah menunjukkan arah kecenderungan siswa dengan pengetahuan yang baik akan lebih ke arah negatif atau kecenderungan untuk menghindari seksual pranikah, sedangkan pada remaja dengan pengetahuan yang kurang akan mempunyai kecenderungan ke arah yang positifkecenderungan untuk mendekati seksual pranikah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah ”Adakah pengaruh pemberian pelatihan tentang kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi?”

C. Tujuan penelitian

Untuk membuktikan pengaruh pemberian pelatihan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi.

D. Manfaat

1. Manfaat secara teoritis

Memperkaya wawasan penelitian dibidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan anak dan remaja, serta pentingnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi pada anak dan remaja.

2. Manfaat secara praktis

Memberikan masukan atau gambaran kepada pemerhati masalah kesehatan reproduksi seperti bidan, perawat dan guru. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi suatu wacana tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dan remaja.

(13)

4

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan kesehatan reproduksi a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalu panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007)

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall)sesuatu yang spesifk dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Kesehatan reproduksi

Pengertian kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Pengertian kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan

(14)

5

memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.

c. Remaja

Definisi Remaja Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 20 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) 14 berpendapat bahwa pada masa

(15)

6

remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka. Pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001). Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu : Perkembangan fisik Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahanperubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.

Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).Yang kedua, Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka.Informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau

(16)

ide-7

ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

METODE PENELITIAN 1. Rancangan penelitian

Jenis penelitian menggunakan Eksperimen Semu (QuasiExperimental) dengan rancangan penelitian One Group Pretest Postest Design (Notoatmodjo, 2010).

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Halong (Kalimantan Selatan) danwaktu penelitan pada tanggal 4-5 juli 2015. Peneliti memilih tempat penelitian berdasarkan fenomena yang telah terjadi pada siswi remaja ditempat tersebut sehingga peneliti ingin mengadakan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan cara yang benar. Peneliti juga dalam hal memilih partisipan yang belum pernah mengikuti pelatihan kespro, dapat memahami bahasa indonesia dan bersedia untuk mengikuti rangkaian pelaksanaan pelatihan.

3. Partisipan Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 25 siswi di SMPNegeri 1 Halong (Kalimantan Selatan)

4. Intervensi

Prosedur pelaksanaan pelatihan

(17)

8 Hari pertama Materi Menit 60 Waktu 10.00-11.00 Pembukaan, doa dan

perkenalan

5 menit 10.00-10.15

Mengisi angket 10 menit 10.15-10.25

Pemberian materi: seksualitas 10 menit 10.25-10.35 Pubertas 5 menit 10.35-10.40 break 15 menit 10.40-10.55 Menstruasi 15 menit 10.55-11.10 Hari kedua Materi Menit 65 Waktu 10.00-11.05

Doa dan pembukaan 5 menit 10.00-10.05

Kehamilan dan Alokon 15 menit 10.05-10.20

Konsekuensi hubungan seks pranikah 15menit 10.20-10.35 Break 10 menit 10.35-10.45 Aborsi 5 menit 10.45-10.50 IMS 10 menit 10.50-11.00 Postest 5 menit 11.00-11.05

(18)

9

Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Bebas : Pelatihan Kesehatan Reproduksi

Definisi : Pelatihan kesehatan reproduksi adalah suatu kegiatan pendidikan yang berguna untuk menyampaikan pesan dengan cara ceramah mengenai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Topik-topik kesehatan reproduksi yang diberikan dalam penelitian yaitu seksualitas, pubertas, menstruasi, kehamilan, aborsi, dan IMS (infeksi menular seksual).

2. Variabel terikat : Pengetahuan kesehatan reproduksi

Definisi : Hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dalam penelitian ini menyangkut topik-topik seksualitas, pubertas, menstruasi, kehamilan, aborsi, dan IMS.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dengan jumlah pertanyaan sebanyak 32 item, yang terbagi menjadi beberapa topik yaitu seksualitas, pubertas, menstruasi, kehamilan, aborsi, dan IMS. Skor pertanyaan nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah.

6. Analisis Data

Hasil penelitian kemudian akan dianalisis dengan uji paired samples test uji satu kelompokmenggunakan aplikasi program SPSS.

(19)

10

Penelitian ini dilakukan tepat dimulainya bulan ramadhan dimana semua sekolah dalam keadaan libur, namun hal tersebut tidak begitu menjadi kendala agar dapat diselenggarakan pelatihan kesehatan reproduksi bagi sisiwi ini. Hari pertama sebelum dimulainya pelatihan, peneliti memberikan pengukuran terlebih dahulu kepada siswi SMPN ini. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian pelatihan selama 1 jam. Selama pelatihan tidak mengalami hambatan semua berjalan dengan lancar, para siswi cukup berantusias mengikuti pelatihan. Hanya saja saat para bidan menyampaikan pelatihan tersebut kerap kali menggunakan bahasa daerah supaya para siswa lebih mengerti apa yang disampaikan mereka.Pada hari ke-2 pelatihan siswi merasa bosan dan terlihat tidak nyaman dikarenakan waktu dimulainya pelatihan mundur 15 menit. Sehingga menghabiskan cukup banyak waktu diluar ruangan mengakibatkan para siswi kepanasaan dan juga mereka tengah berpuasa. Sehingga saat pelatihan mereka kurang berkonsentrasi. Namun dibalik itu semua pelatihan yangdiselenggarakan ini cukup berjalan dengan baik.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan analitik komparatif kategori berpasangan maka analisis menggunakan uji t satu kelompok berpasangan. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak SPSS statistis 16.00

(20)

11

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi statistik penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 4-5 juli 2015 di Desa Halong Kalimantan Selatan dengan data sebanyak 25 siswi SMP. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner sebelum pelatihan (pretest) dan setelah penyuluhan (postest). Materi pelatihan yang diberikan berkaitan dengan topik kesehatan reproduksi yaitu seksualitas, pubertas, menstruasi, kehamilan, aborsi, dan IMS.

Tabel 1. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi sebelum pelatihan

Tingkat pengetahuan Jumlah partisipan Presentase

Tinggi 1 1%

Sedang 9 11,24%

Rendah 15 88,75%

Berdasarkan hasil analisa diatas diperoleh hasil bahwa ada 1 siswi (1%) partisipan yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan reproduksi. Sedangkan sebanyak 9 siswi (11,24%) memiliki pengetahuan sedang dan ada 15 siswi (88,75%) yang memiliki pengetahuan rendah tentang kesehatan reproduksi.

Tabel 2. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi sesudah pelatihan

Tingkat pengetahuan Jumlah partisipan presentase

Tinggi 23 90,73%

Sedang 2 9,27%

(21)

12

Setelah pelatihan dilakukan, terdapat 23 siswi (90,73%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan reproduksi, sebanyak 2 siswi (9,27%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan (0%) responden yang memiliki pengetahuan rendah.

Tabel 3. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah pelatihan.

Tingkat pengetahuan Sebelum Sesudah

Tinggi 1% 90,73%

Sedang 11,24% 9,27%

Rendah 88,75% 0%

Analisis pengaruh pelatihan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan.

variabel pengetahuan Pretest postest N 25 25 Mean rank 20.88 30.00 Sig (2tailed) .000

Pada tabel diatas kriteria pengujian berdasarkan uji-paired samples testnilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05, maka sesuai dasar pengambilan keputusan uji independent sampel T-tes maka disimpulkan Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa adanya pengaruh pelatihan terhadap

(22)

13

pengetahuan kesehatan reproduksi siswi di SMP Negeri 1 Halong.Dannilai Mean pada pretest 20.88 sedangkan postest 30.00 pada artinya terjadi kecenderungan peningkatan pengetahuan setelah diberikan pelatihan tentang kesehatan reproduksi.

Pembahasan

Penelitian ini berjudul pengaruh pelatihan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMP Negeri 1 Halong, Kalimantan selatan. Bertujuan mengetahui pengaruh pelatihan terhadap tingkat pengetahuan khususnya di SMP Negeri 1 Halong.Jenis penelitian menggunakan quasi experimental dengan teknik purposive sampling untuk menentukan sampel penelitian. Pengambilan sampel mewakili populasi dari semua siswa yang berada di SMP Negeri 1 Halong. Kuisioner pre test diberikan pada hari pertama sebelum dimulainya pelatihan dan post test diberikan setelah pelatihan dilakukan . Pelatihan atau perlakuan yang merupakan instrumen penelitian sebagai data primer. Metode dalam pengambilan partisipan dengan purposive samplingyaitu dimana pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Responden yang mewakili populasi dengan kriteria inklusi siswi dari SMP Negeri 1 Halong, memahami bahasa Indonesia, sehat jasmani – rohani, dan bersedia untuk diberi pelatihan. Kriteria ekslusinya adalah siswi yang tidak melengkapi data kuisioner, dan yang sudah pernah mengikuti penyuluhan kesehatan reproduksi. Peneliti memperkirakan dengan mengambil sampel

(23)

14

yangseluruhnya siswi berasal dari SMP Negeri 1 halong akan mendapatkan banyaknya partisipan, namun pada kenyataannya adalah hanya 25 orang yang menjadi partisipan. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari partisipan disaat situasi sekolah sedang libur panjang.Hasil dari analisis data penelitan mengenai tingkat pengetahuanmenjelaskan bahwa responden telah memiliki pengetahuan cukup baik pada pretest dan meningkat lebih baik dengan peningkatan nilai tingkatpengetahuan pada post test. Dengan demikian menyatakan bahwahipotesis pemberian pelatihan kesehatan reproduksi berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMP Negeri 1 Halong dapat diterima. Hal ini lebih diperjelas dengan melihat rpre test yang lebih rendah daripada posttest setelah pelatihan. Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian bahwa tingkat pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi sebelum menerima pelatihan kesehatan reproduksi masih kurang, setelah menerima pelatihan terdapat peningkatan pengetahuan tetapi tidak mempunyai pengaruh terhadap sikap siswa ( Haryanto, 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswi SMP Negeri 1 Halong, Kalimantan Selatan.

(24)

15

Saran

1. Perlunya pelatihan bagi siswi mengenai kesehatan reproduksi di sekolah terutamasekolah menengah pertama menjadi bahan kegiatan belajar

mengajarsehingga dapat membantu remaja megetahui, memahami,

danmencegah lebih dini permasalahan kesehatan reproduksi.

2. Disarankan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti berkaitan dengan pelatihankesehatan reproduksi untuk menambah aspek lain didalam pelatihan tidak hanya berfokus pada permasalahan fisik.

(25)

16

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. Jakarta: Grasindo.

Aviyanti, D., 2012. Penyerapan pengetahuan tentang kanker serviks sebelumdan sesudah penyuluhan. UNIMUS Journal. Vol 1.

BKKBN., 2015. Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012 kesehatanreproduksi remaja laporan pendahuluan. Available online at :http://www.bkkbn.go.id [diakses tanggal 8 JULI 2015]

Dahlan, M. S., 2012. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: SalembaMedika. FIP-UPI, 2007. Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian III: pendidikan disiplinIlmu. Jakarta: Grasindo.

Hakim, T., 2009. Belajar secara efektif. Jakarta: Niaga Swadaya.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2015. Laporan perkembangan HIVAIDSTriwulan I Tahun 2013. Available online at :http://www.aidsindonesia.or.id/list/5/Laporan-Bulanan [diakses tanggal 8September 2015]

Manuba, I.A.C., Manuba, I.B.G.F., Manuba, I.B.G., 2009. Memahami kesehatanreproduksi wanita. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, S., 2011. Kesehatan masyarakat ilmu & seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo, S., 2012. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. Notoatmojo, S., 2010. Metodologi penelitian pesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Santhya, K.G., Ram U., Acharya, R., Jejeebhoy, S.J., Ram, F., Singh, A., 2010.

Associations between early marriage and young women’s martial and reproductive health outcome: evidence from India. Int Perspect SexRepord Health. 36(3): 132-139.

WHO., 2009. Promoting adolescent sexual and reproductive health through schools in low

(26)

17

http://whqlibdoc.who.int/hq/2009/WHO_FCH_CAH_ADH_09.03_eng.pdf[diakses tanggal 8 September 2015]

WHO., 2010. Social Determinants of Sexual and Reproductive Health: Informing Future

Research and Programme Implementation. Available online

at:www.who.int/entity/social_determinants/tools/WHO_SocialDeterminantsSexualHealth_201 0.pdf#page=121 [diakses tanggal 8 September 2015]

Gambar

Tabel 1. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi sebelum pelatihan  Tingkat pengetahuan  Jumlah partisipan  Presentase
Tabel  3.  Tingkat  pengetahuan  kesehatan  reproduksi  sebelum  dan  sesudah  pelatihan

Referensi

Dokumen terkait

Kompetisi Tiga Media Televisi (RCTI, SCTV, dan IVM) dan Tingkat Perbandingan Kepuasan Audien (Suatu analisa melalui pendekatan ekologi media tentang kompetisi

Kegiatan praktik kerja lapangan di Koperasi Pegawai Negeri Mina Utama,. praktikan ditempatkan pada unit simpan

Hasil pengujian dan perhitungan dengan menggunakan datasheet , sumber data WHO dan rumus segitiga didapatkan disain yang baik dari Lampu PJU Otomatis dengan

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

[r]

Terlebih dalam Konsep KUHP yang mengatur hal apa saja yang dapat dipidana terkait ujaran kebencian, bentuk-bentuk ujaran kebencian di dalam dunia maya, kemudian

merakit dan menetapkan paket soal US/M dengan cara menggabungkan 25% (dua puluh lima persen) paket soal dari Kementerian dengan 75% (tujuh puluh lima

Tujuan Menghasilkan kurikulum berbasis kompetensi unggulan spesifik jurusan yang difokuskan pada bidang akuntansi untuk meningkatkan efektifitas dan produktifitas proses