• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Banyak teori yang menjelaskan tentang kepemimpinan, namun tidak satupun yang secara baku menetapkan teori mana yang harus dipakai atau diterapkan dalam suatu organisasi. Karena pola kepemimpinan sangat dari pribadi seorang pemimpin dan juga tergantung pada situasi dan kondisi lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.

Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robbins, 2008). James dalam Tampubolon (2007) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yangdisukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi darifalsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin

(2)

commit to user

12

ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Poin penting yang perlu dipahami adalah walaupun semua pemimpin memiliki tujuan dasar yang sama, mereka tetaplah individu yang berbeda maka bukanlah sesuatu yang aneh jika cara mereka memimpin juga berbeda. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat dipahami jika ada seribu pemimpin sejak peradaban manusia dimulai maka akan ada seribu gaya kepemimpinan yang juga ikut terbentuk. Oleh karena itu, para peneliti dan pakar telah mengelompokkan gaya kepemimpinan tersebut ke dalam beberapa kelompok berdasarkan sifat maupun ciri umumnya, sehingga lebih mudah bagi kita untuk mempelajarinya.

Robbins (2008) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:

a. Gaya kepemimpinan kharismatik b. Gaya kepemimpinan transaksional c. Gaya kepemimpinan transformasional d. Gaya kepemimpinan visioner

(3)

commit to user

13

Sedangkan Siagian (2002) membagi gaya kepemimpinan menjadi lima macam yang disesuaikan dengan situasi,yaitu:

a. Tipe pemimpin yang otokratik b. Tipe pemimpin yang militeristik c. Tipe pemimpin yang paternalistik d. Tipe pemimpin yang kharismatik e. Tipe pemimpin yang demokratik

Menurut Bass dalam Ancok (2012), gaya kepemimpinan dibagi menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional didasari oleh teori kebutuhan atau motivasi maslow (Robbins, 2008).

Sumber: dnuxminds.files.wordpress.com Gambar 1. Diagram Kebutuhan Maslow

Kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah bisa dipenuhi dengan baik oleh pola kepemimpinan transaksional sedangkan pemuasan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi hanya bisa dipenuhi oleh pemimpin yang menerapkan pola kepemimpinan transformasional.

(4)

commit to user

14

a. Gaya kepemimpinan transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya. Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut.

Bass membagi dimensi kepemimpinan transformasional dalam empat bagian yaitu:

1) Karisma

Sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan mereka terinspirasi dari pemimpin tersebut.

2) Motivasi inspirasional

Sejauh mana seorang pemimpin mengkomuniksikan sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha-usaha bawahan dan memodelkan perilaku-perilaku yang sesuai.

(5)

commit to user

15

3) Stimulasi intelektual

Sebuah proses pemimpin dalam meningkatkan kesadaran para pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah-masalah dari suatu perspektif baru.

4) Pendekatan individual

Memberi dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-pengalaman tentang pengembangan kepada para pengikut.

Yamarino dalam Krietner dan Kinichi (2011) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan transformasional. Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional adalah karakteristik undividual dan organisasi yang mencakup tiga unsur, yaitu:

1) Traits (ciri atau sifat)

Banyak hasil penelitian yang menemukan bahwa pemimpin transformasional cenderung memiliki kepribadian yang extraverted atau peduli terhadap lingkungan sosial dan fisik, agreeable( ramah atau menyenangkan), dan proaktif. Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa hubungan antara personality traits dengan kepemimpinan transformasional relatif lemah.

(6)

commit to user

16

2) Life experiences (pengalaman hidup)

Pengalaman hidup seseorang memainkan peran dalam membentuk kepemimpinan transformasional dan bahwa kepemimoinan transformasional dapat dipelajari.

3) Organizational culture (budaya organisasi)

Budaya organisasi yang ada menentukan sejauh mana seorang pemimpin menjadi pemimpin yang transformasional. Budaya yang adaptif dan fleksibel akan menciptakan lingkungan yang dapat mendorong kemungkinan kepemimpinan transformasional untuk muncul dibandingkan dengan budaya yang kaku dan birokratis.

b. Gaya kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan transaksional dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dengan menawarkan imbalan/akibat terhadap setiap kontribusi yang diberikan oleh anggota kepada organisasi. Kriettner dan Kinicki (2011) mendefinisikan gaya kemepemimpinan transaksional sebagai gaya kepemimpinan yang mengklarifikasi atau memperjelas peran dari pegawai dan menyediakan imbalan kontingen atas performa atau hasil pekerjaannya. lebih jauh lagi, kepemimpinan transaksional mencakup aktivitas manjerial fundamental dari penentuan tujuan,

(7)

commit to user

17

memonitor perkembangan terhadap pencapaian target, memberikan imbalan dan hukuman atas pencapaian target bawahan.

Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin taransaksional pada hakekatnya menkankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan firi pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.

Kepemimpinan transaksional mempunyai dua dimensi. Dua dimensi kepemimpinan transaksional menurut Bass yaitu:

1) Contingent reward

Mencakup kejelasan mengenai pekerjaan yang diminta untuk memperoleh imbalan-imbalan dan penggunaan insentif untuk mempengaruhi motivasi.

2) Management by exception

Mencakup pemantauan para bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan pekerjaan tersebut sudah dilaksanakan secdara benar dan efektif. Management by

exeption dibagi menjadi dua yaitu active management by exception dan pasive management by exception. Antokanis

dalam Voon (2011) menyatakan active management by

(8)

commit to user

18

melakukan pengawasan pada bawahan dan memastikan bawahan mencapai target. Pemimpin jenis ini secara aktif melakukan pengawasan pada perilaku karyawannya seta memaksakan tindakan disiplin dalam upaya menjaga standar pekerjaan. Sedangkan pasive management by exception merujuk pada pemimpin yang melakukan tindakan hanya ketika terjadi masalah di perusahaan/organisasi. Pemimpin jenis ini secara pasif mengawasi standar kerja dengan melakukan intervensi dan menerapkan tindakan disiplin hanya sebagai respon ketika terjadi kerusakan atau kesalahan dalam pekerjaan

Berangkat dari definisi konsep tersebut, dalam penelitian ini gaya kepemipinan yang digunakan sebagai variabel adalah gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional yang dikemukakan oleh Bass (1985). Gaya kepemimpinan tersebut merupakan gaya yang paling banyak digunakan dalam variabel penelitian baik di dalam maupun di luar negeri.

2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Kepuasan kerja adalah suasana psikologis tentang perasaan

(9)

commit to user

19

menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka (Judge, 2008). Sementara itu Porter dan Lawler dalam Bavendam, J. (2000) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan pekerjaannya.

Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Lebih lanjut Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri. Setiawan dan Ghozali(2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya. Martoyo dalam Mangkunegaran (2009) menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang bersangkutan.

Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001) kepuasan kerja penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering

(10)

commit to user

20

melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.

Dikutip dari Siagian (2002), kepuasan kerja diartikan sebagai kepuasan secara individual yang berasal dari aspek-aspek intrinsik dan ekstrinsik dari karir mereka yang meliputi gaji/upah (pay), kemajuan

(advancement) dan kesempatan pengembangan (developmental opportunities). Sedangkan Robbins (2008) menyebutkan lima aspek

dalam kepuasan kerja, yaitu:

a. Kerja yang secara mental menantang

Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. b. Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan secara adil dan sebanding dengan pengharapan mereka.

c. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur

(11)

commit to user

21

(suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).

d. Rekan kerja yang mendukung

Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan sosial. Orang-orang ingin mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi dari pekerjaan yang mereka lakukan. Oleh karena itu bila mereka mempunyai rekan kerja yang ramah dan menyenangkan, maka akan dapat meningkatkan kepuasan kerja. Tetapi perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.

e. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan

Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebidang) dengan pekerjaan yang dipilih, mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan tersebut. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dan sukses. Hal ini dapat menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi.

3. Organizational Citizenship Behavior (OCB) a. Konsep OCB

Organ (2006) mendeskripsikan OCB sebagai perilaku individual yang dilakukan sesuai dengan keinginan pribadi sendiri, dan tidak secara langsung atau tegas diakui dalam sistem

(12)

commit to user

22

pemeberian upah serta hal itu secara keseluruhan dapat meningkatkan kefektifan fungsi-fungsi organisasi. robbins dan Judge (2008) mendefinisikan OCB sebgai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinhya organisasi tersebut secara efektif.

Gibson,et al. (2009) mendefinisikan OCB sebagai out of

role activities yaitu perilaku yang ditunjukkan oleh pegawai

melebihi tuntutan tugasnya tanpa mempertimbangkan pemberian penghargaan atau bonus. Huang,et al. (2012) mengemukakan tiga kategori pekerja, yaitu: (1) berpartisipasi, terikat dan berada dalam suatu organisasi; (2) harus meyelesaikan suatu pekerjaan dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh organisasi; (3) melakukan aktifitas yang inovatif dan spontan melebihi persepsi perannya dalam organisasi. Kategori terakhirlah yang sering disebyut OCB atau the extra-role behavior

Terdapat beberapa faktor yang mempegaruhi terbentuknya OCB pada karyawan, yaitu:

1) Kepuasan kerja

Kepuasan kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi OCB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karambayya (1990) menyimpulkan karyawan yang berada pada tim yang memiliki kinerja yang baik dan memiliki tingkat kepuasan

(13)

commit to user

23

kerja yang tinggi menunjukkan tingkat OCB yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Murphy, et al. (2002) yang menunjukan ada pengaruh dari kepuasan kerja terhadap OCB. Berdasarkan penelitian tersebut, karyawan yang puas dengan tugas-tugas yang diberikan perusahaan kepada selama ini menunjukan tingkat OCB yang lebih tinggi daripada yang tidak puas.

2) Jenis kelamin (gender)

Greenberg dan Baron (2000) dan penelitian yang dilakukan oleh Lovel,et al. (1999) menyatakan bahwa secara signifikan menunjukan ada perbedaan perilaku OCB antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa perempuan memiliki perilaku OCB yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

3) Masa kerja

Sommer, et al. (1996) menyebutkan bahwa masa kerja yang lama akan menyebabkan karyawan memiliki kedekatan dan keikatan yang kuat terhadap organisasi. Selain itu, masa kerja yang lama juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi karyawan dalam bekerja serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi.

(14)

commit to user

24

b. Manfaat OCB

Menurut Murphy,et al. (2002) OCB diperlukan untuk pertumbuhan, keberhasilan, efektifitas dan produktifitas organisasi. OCB memiliki peran yang sangart penting untuk menunjang keefektifan fungsi-fungsi organisasi, terutama dalam jangka panjang. Menurut Podsakof,et al. (2002), OCB mempengaruhi keefektifan organisai karena alasan berikut:

1) Membantu meningkatkan produktifitas rekan kerja 2) Membantu meningkatkan produktifitas manajerial

3) Membantu mengefisienkan penggunaan sumber daya organisasi untuk tujuan-tujuan produktif

4) Menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumber daya organisasi secara umumn untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan

5) Menjadi dasar yang efektif untuk aktifitas-aktifitas koordinasi antar anggota tim dan antar kelompok kerja

6) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang handal

7) Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

8) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi secara lebih efektif terhadap perubhan-perubahan lingkungan

(15)

commit to user

25

c. Dimensi OCB

Menurut Organ (2006), Organizational Citizenship

Behavior mempunyai lima dimesi yaitu:

1) Altruism

Perilaku inisiatif untuk membantu atau menolong rekan kerja dalam organisasi secara sukarela

2) Courtesy

Perilaku proaktif yang bertujuan untuk menghindari potensi masalah yang timbul dalam organisasi

3) Sportmanship

Perilaku toleransi terhadap ketidaknyamanan dan pembebanan kerja tanpa engeluh dan membuat masalah tampak lebih beasar daripada yang sebenarnya

4) Conscientiouness

Pengabdian atau dedikasi yang tinggi pada perkerjaan dan ekinginan untuk melebihi standar pencapaian setiap aspek 5) Civic virtue

Perilaku individu yang menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki tanggung jawab untuk terlibat, berpartisispasi, turut serta dan peduli dalam berbagai kegiatan yang diselenggarkan organisasi.

(16)

commit to user

26

Menurut Schnake dan Dumler (2003), dimensi-dimensi OCB yang paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian empiris adalah lima dimensi tersebut diatas. Chien (2004) termasuk salah satu pendukung konseptualisasi lima faktor OCB yang dikemukakan oleh Organ tersebut.

B. PENGEMBANGAN HIPOTESIS DAN KERANGKA BERPIKIR 1. Hubungan antar Variabel

a. Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja

Penelitian tentang gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja sudah banyak dilakukan. Penelitian Miller,et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Penelitian lain dari Chruch (1997), Mahembe dan Engelbrech (2013), Rad dan Yarmohammadian (2006), Jernigan dan Beggs (2010) juga menyimpulkan bahwa tipe/gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Lebih spesifik, Ngadiman, et al. (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh pada kepuasan kerja. Voon, et al. (2011) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Dengan melihat hasil penelitian di atas maka diajukan hipotesis pertama yaitu:

(17)

commit to user

27

H1 : kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja

H2 : kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan kerja

b. Kepuasan Kerja dan OCB

Salah satu faktor yang mempengaruhi OCB adalah kepuasan kerja. Penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan OCB juga sudah banyak dilakukan, diantaranya: Murphy, et al. (2002), Swaminathan dan Jawahar (2013) serta Suryana dan Fahrudin (2013). Hasil penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan OCB secara keseluruhan secara positif dipengaruhi oleh kepuasan kerja.Dengan melihat hasil penelitian di atas maka diajukanhipotesis kedua yaitu:

H3 : kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada OCB c. Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan OCB

Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, gaya kepemimpinan mempengaruhi kepuasan kerja dan kepuasan kerja mempengaruhi OCB. PenelitianJernigan dan Beggs (2010) menyimpulkan gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Sementara penelitian Murphy, et al. (2002) menunjukan ada pengaruh dari kepuasan kerja terhadap OCB. Zabihi dan Hashemzehi dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional

(18)

commit to user

28

mempunyai pengaruh parsial dan simultan pada OCB. Dengan melihat hasil penelitian di atas maka penulis diajukanhipotesis ketiga yaitu: H4 : kepuasan kerja berperan sebagai mediator pengaruh

kepemimpinan transformasional pada OCB

H5 : kepuasan kerja berperan sebagai mediator pengaruh kepemimpinan transaksional pada OCB

2. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu seperti yang sudah dijelaskan di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2

Sumber: dimodifikasi dari penelitian Murphy et al. (2012), Voon, et al (2011), Zabihi dan Hashemzehi (2012)

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Kepemimpinan merupakan kunci utama dalammanajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan. Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi/perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang memuaskan karyawan dalam bekerja.Voon, et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan

Kepuasan Kerja OCB

Kepemimpinan Transformasional H1 H2 Kepemimpinan Transaksional H3 H4 H5

(19)

commit to user

29

transaksional mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Salah satu dampak dari kepuasan kerja karyawan adalah munculnya perilaku maupun aktivitas karyawan yang melebihi dari peran yang telah disyaratkan kepadanya, misalnya: secara sukarela bersedia untuk bekerja lembur ketika dibutuhkan, menjaga kebersihan dan kerapihan tempat kerja, membantu rekan kerja yang sedang mempunyai banyak pekerjaan, dan lain-lain. Perilaku seperti itulah yang disebut sebagai OCB. Murphy, et al. (2002) menunjukkan ada pengaruh dari kepuasan kerja terhadap OCB.

Organizational Citizenship Behavior merupakan faktor penting yang dapat

berkontribusi bagi kelangsungan hidup organisasi.Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami variabel yang sifatnya signifikan dan positif dalam meningkatkan perilaku OCB karyawan. Salah satu variabel yang mempengaruhi OCB karyawan adalah gaya kepemimpinan. Zabihi dan Hashemzehi (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh parsial dan simultan pada OCB.

Gambar

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pemberian glukosa secara intraperitoneal dengan dosis yang diprediksi dapat menyebabkan hiperglikemia pada hewan

Temuan-temuan ini menurut Larson et al., (2007) membuktikan bahwa masyarakat lokal juga dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian hutan jika

STUDI POLA PENGGUNAAN RUANG BERBAGAI KELAS UMUR BIAWAK KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens) DI LOH BUAYA-PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO,.. NUSA

Isnaeni, M.S., Apt FF 1 Catatan Harian Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Belum Unggah Belum Unggah Belum Unggah 25 Helmy Yusuf, S.Si., Apt., M.Sc., Ph.D FF 0 Catatan Harian

Di sisi lain, kenaikan laju pemanasan ternyata berdampak pada kenaikan massa jenis dan viskositas produk minyak yang dihasilkan dari proses pirolisis sampah plastik

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dimaksud dengan unsur persaingan usaha tidak sehat adalah: --- “persaingan antara pelaku

Namun target-target ini hanya menyediakan gambaran yang terbatas tentang kualitas pertumbuhan dan pembangunan dan kita perlu memiliki pemahaman yang lebih rinci mengenai

Guru menyiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam pembelajaran, seperti alat peraga diantaranya permainan pecahan dan kartu bilangan, materi pembelajaran, lembar kerja