• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PENCEMARAN DALAM UPAYA KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SIAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN PENCEMARAN DALAM UPAYA KONSERVASI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SIAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2, Hal.: 153 - 162 ISSN 1978-1873

PENGENDALIAN PENCEMARAN DALAM UPAYA KONSERVASI

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SIAK

H. T. Ariful Amri

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau dan

Direktur Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam FMIPA Universitas Riau

Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007

ABSTRACT

Water is one of the natural resources which are vital for lifes. Siak river water flow region as the asset of development in Riau Province has to be correctly maintained for long-term development. This is due to the vital role of Siak water flow region to supply the human lives demand such as clean water source, transportation, industrial need, public shower place, port, as well for plantations and fisheries. The initial step to decide the policy in the conservation of integrated land and water resources along Siak water flow region required a good masterplan arrangement by looking at the various activity. Based on the research by Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam FMIPA Universitas Riau in the last 10 years by comparing and checking the parameters of depth, pH, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) indicated that the quality of Siak River has been heavily polluted. To increase the environment quality along Siak River is required the policy by looking at some importances by involving some stakeholder with a concept One River One

Management .

Keywords: Pollution, conservation, DAS Siak

1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah bangsa yang sejak awal berdirinya tidak memiliki tabiat konservasi yang kuat. Sejarah membuktikan, kesadaran kita akan pentingnya konservasi sangat rendah. Selama Indonesia merdeka, laju kerusakan dan pengrusakan lingkungan hidup jauh lebih cepat dibandingkan dengan laju pencegahan kerusakan dan rehabilitasi lingkungan hidup. Percepatan industrialisasi selama lebih dari 40 tahun terakhir melahirkan industrialisme dan urbanisme. Ekonomi desa-agraris-konservatif di marjinalisasi oleh ekonomi modern, megapolitanisasi dan urbanisasi pedesaan. Kerusakan lingkungan hidup berakumulasi dari hari ke hari, terutama akibat pencemaran dari limbah industri berbahaya.

Daya topang ekologi (ecological carrying capacity) semakin rendah. Di sejumlah tempat bahkan sudah terlampaui. Bukan hanya kelanjutan pembangunan yang terancam tetapi juga masa depan hidup umat manusia. Seiring berkembangnya trans-nasionalisasi persoalan-persoalan lingkungan hidup, masalah pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi bisa dipandang secara sempit sebagai persoalan lokal atau nasional. Selain itu, kegagalan pengelolaan yang kita lakukan bisa memicu persoalan serius dengan negara lain, terutama negara tetangga. Reformasi memang telah menghasilkan banyak perubahan positif (kebebasan, kompetisi, proliferasi organisasi masyarakat dan partai politik, amandemen konstitusi dan perubahan tatanan lembaga-lembaga Negara, dan sebagainya). Tetapi, kesadaran baru tentang vital dan mendesaknya penanganan persoalan lingkungan hidup belum juga terbangun.

Peningkatan perhatian terhadap persoalan lingkungan hidup lebih banyak terjadi sebagai kecenderungan intelektual yang belum terakomodasi secara layak menjadi kecenderungan politik . Demokratisasi Indonesia tidak ditandai oleh terjadinya reformasi birokrasi secara bermakna, termasuk reformasi birokrasi. Umumnya masyarakat tidak menyadari betapa pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain karena dampak kerusakannya seringkali tidak bisa kasat mata dalam waktu singkat1).

Ketidakhati-hatian kita dalam memperlakukan lingkungan pada saat mengeksploitasi sumber daya alam dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah menimbulkan berbagai persoalan yang pada gilirannya akan mengurangi nilai pembangunan di segala bidang2, 3). Salah satu contoh yang terkait dengan aspek ini adalah Sungai Siak. Sungai

Siak merupakan salah satu dari 4 sungai besar di Provinsi Riau selain dari Sungai Kampar, Rokan dan Indragiri. Selain itu sungai Siak merupakan satu-satunya sungai besar yang merupakan lintas kabupaten/kota di Provinsi Riau. Hasil

(2)

H. T. Ariful Amri Pengendalian Pencemaran dalam Upaya Konservasi

data yang menunjukkan bahwa sungai Siak memiliki dimensi Panjang 330 Km, Lebar rata-rata 100-150 m dan debit air maksimum 209 m3/detik sedangkan debit minimum rata-rata 5,32 m3/detik. Di samping itu sungai Siak merupakan

sungai terdalam di Indonesia dengan kedalaman rata-rata 20-29 meter (1996) dengan warna airnya coklat kemerah-merahan yang menunjukkan kaya akan senyawa humat (humic acid) serta pH-nya berkisar antara 4 sampai 54).

Adapun aktivitas di sepanjang DAS Siak yang sangat menonjol sejak tahun 2000-2005 antara lain Industri Perkayuan (Sawmill), Pengolahan Karet (Crumb Rubber), Pulp dan Kertas, Pelayaran Internasional (IMO), Dermaga Untuk Kebutuhan Sendiri (DUKS), Pemukiman, sumber air minum masyarakat Pekanbaru (PDAM Tirta Siak), Mandi Cuci Kakus (MCK), Penangkapan ikan secara tradisional, Hutan Tanaman Industri (HTI), Perkebunan Sawit dan Pabrik Pengolahan Sawit, Penambangan Pasir dan Kerikil, Cuci Kapal, Dermaga pelayanan masyarakat baik antar pulau maupun antar negara, serta Kawasan Ekowisata Budaya (Istana Sultan Siak).

Bila dikaitkan dengan banyaknya aktivitas yang terdapat di sepanjang DAS Siak, maka sudah dapat dipastikan telah terjadi pengubahan fungsi alami kawasan itu menjadi lingkungan buatan yang berdampak terhadap mutu lingkungan di sepanjang DAS Siak baik secara biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya. Sebagai illustrasi, kejadian kematian ikan yang terjadi secara beruntun setiap tahunnya yaitu: kematian ikan seberat 2 ton di sekitar Kuala Sungai Gasib (1 Oktober 1998); kematian ikan berjumlah ribuan ekor akibat 1200 metrik ton BBM yang tumpah dari Kapal Stephanie XVI ke badan sungai (Agustus 1999); kematian ikan seberat 300-400 kg/tahun akibat debit air yang turun drastis (2000-2003); kematian ikan dalam jumlah ribuan ekor dengan berat sekitar 1,2-1,5 ton (Juni 2004); tenggelamnya Kapal North Star yang memuat ribuan ton Pulp di Dermaga IKPP Perawang dan sampai saat ini belum diangkat (Juli 2004)55-14).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi rona lingkungan di sepanjang DAS Siak dengan menggunakan beberapa parameter fisika dan kimia; (2) Mengevaluasi mutu lingkungan di sepanjang DAS Siak dengan menggunakan beberapa parameter fisika dan kimia; (3) Sebagai informasi dalam mengambil kebijakan sebagai upaya pengendalian pencemaran dilihat dari aspek konservasi di sepanjang DAS Siak

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap yakni penetapan lokasi (Sampling Site), pengambilan sampel, parameter dan metode analisis, evaluasi dan kesimpulan.

2.1. Penetapan Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel pada beberapa tempat di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005 Lokasi Pengambilan Sampel

Koordinat

Stasiun Nama Daerah

ST 1 Sungai Sibam/Palas LU : 00o3303,69" BT : 101o24'00,05"

ST 2 Muara Sungai Senapelan LU : 00o32'27,18" BT : 101o 26'15,71"

ST 3 Muara Sungai Sago LU : 00o32'33,12" BT : 101o26'15,71"

ST 4 Muara Sungai Sail LU : 00o32'45,43" BT : 101o28'40,46"

ST 5 Maredan LU : 00o36'56,36"

BT : 101o35'50,34"

ST 6 Feri Penyeberangan Perawang LU : 00o38'13,88" BT : 101o36'45,67"

ST 7 Dermaga IKPP LU : 00o40'27,35"

BT : 101o38'11,61"

LU : 00o41'02,90"

(3)

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

2.2. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Bottle Water Sampler serta peralatan lainnya pada masing-masing lokasi yang bersifat representatif baik bagian permukaan, pertengahan, dan sekitar dasar sungai. Kemudian semua sampel air dicampur secara homogen dan diukur parameter insitunya dengan menggunakan peralatan yang sesuai pula (Tabel 2).

Tabel 2. Daftar Parameter dan Metode Analisis Air DAS Siak

Parameter Metode Alat

Kedalaman (m) Insitu Meter

pH Potensiometri pH meter

TSS (mg/L) Gravimetri Timbangan Analitik

TDS (mg/L) Gravimetri Timbangan Analitik

DO (ppm) Insitu DO meter

BOD (ppm) Inkubasi 5 hari modifikasi Winkler Inkubator COD (ppm) Refluks dengan K2Cr2O7 pada 150oC selama 2 jam Biuret

2.3. Analisis Data

Semua data yang diperoleh baik yang diukur secara insitu maupun di laboratorium diolah, ditabulasi, dan dibuat visualisasi dalam bentuk grafik yang selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kedalaman

Berdasarkan pengamatan dari delapan stasiun, ternyata kedalaman alur DAS Siak sangat bervariasi dan fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran kedalaman sejak tahun 1996-2005 yang menunjukkan bahwa pada setiap stasiun pengamatan telah terjadi kecenderungan pendangkalan di alur DAS Siak. Secara keseluruhan dari waktu ke waktu terjadi perubahan kedalaman alur sungai yang sifatnya fluktuatif dengan laju penurunan kedalaman berkisar antara 2 sampai 5 meter. Tingginya tingkat penurunan kedalaman disebabkan karena erosi pada musim hujan dan abrasi dari aktivitas pelayaran di sepanjang DAS Siak. Secara keseluruhan hasil pengukuran kedalaman pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat dalam Tabel 3 dan Gambar 1.

Tabel 3. Perubahan Tingkat Kedalaman (m) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 11,00 7,50 4,50 4,50 3,50 7,50 5,00 9,00 1997 9,00 7,00 4,75 4,75 3,50 7,35 4,85 9,00 1998 8,50 3,00 6,50 4,00 3,60 3,75 4,50 7,50 1999 16,50 8,25 8,25 2,25 3,75 4,10 4,75 7,30 2000 7,75 9,50 6,50 5,50 5,50 6,50 4,50 6,25 2001 7,60 9,50 6,50 1,75 2,75 7,75 4,25 5,75 2002 2,50 9,50 6,50 6,50 1,75 7,75 4,25 6,00 2003 7,60 9,50 6,50 6,50 1,75 7,75 4,15 6,00 2004 7,50 3,50 3,50 3,50 3,50 4,75 4,20 4,75 2005 6,60 4,50 3,50 2,75 3,25 4,25 3,50 4,35

(4)

H. T. Ariful Amri Pengendalian Pencemaran dalam Upaya Konservasi

Gambar 1. Grafik Perubahan Tingkat Kedalaman pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005 3.2. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH untuk delapan stasiun pengamatan ternyata cukup bervariasi dengan kisaran nilai 4,78 sampai dengan 7,75. Namun demikian ada kecenderungan bahwa nilai pH tersebut semakin ke hilir relatif semakin tinggi. Hal ini diduga berkaitan dengan banyaknya aktivitas industri di bagian hilir dan dipengaruhi pula oleh pengaruh arus pasang dari Selat Malaka yang bergerak ke arah hulu sehingga terjadilah peningkatan nilai pH dari suasana asam ke basa. Secara keseluruhan nilai pH yang diperoleh pada kedelapan lokasi pengamatan dari tahun 1996 sampai 2005 masih relatif normal, walaupun demikian di bagian hulu kecenderungan asam karena dipengaruhi oleh adanya Asam Humat dari Sungai Tapung Kanan yang merupakan kawasan genangan rawa-rawa. Secara keseluruhan hasil pengukuran pH di masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Gambar 2.

Gambar 1. Grafik Perubahan Nilai pH pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

K e d a la m a n ( m ) S t a s i u n

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

S t a s i u n p H

(5)

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

Tabel 4. Perubahan Nilai pH pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 6,88 6,87 6,90 6,86 7,19 7,28 7,21 7,03 1997 5,03 5,08 5,06 5,22 6,33 6,35 6,34 6,92 1998 5,80 5,74 4,78 5,76 6,25 6,00 6,87 6,05 1999 6,32 6,30 6,65 5,91 6,45 6,56 6,68 6,46 2000 6,02 6,00 5,72 5,91 5,76 5,70 5,71 7,75 2001 6,01 6,00 5,72 5,91 5,76 5,70 5,71 7,75 2002 6,60 5,71 5,72 5,91 6,22 7,95 5,71 6,64 2003 6,00 6,00 5,72 5,93 5,76 5,70 5,76 7,75 2004 5,97 6,09 6,30 5,90 5,75 6,43 7,71 6,42 2005 6,00 5,72 5,91 5,76 5,71 6,02 7,75 6,20 3.3. TSS dan TDS

TSS (Total Suspended Solid) dan TDS (Total Dissolved Solid) merupakan parameter fisika kunci untuk suatu badan perairan karena sangat terkait dengan banyak atau sedikitnya komponen yang tersuspensi maupun yang terlarut di suatu badan perairan. Parameter ini juga digunakan sebagai ukuran untuk memprediksi terjadinya penumpukan sedimen di badan suatu perairan dan berkorelasi pula terhadap besar kecilnya laju erosi. Oleh sebab itu pengukuran parameter TSS dan TDS di suatu badan perairan sungai (DAS) merupakan suatu keharusan. Parameter TSS dari delapan stasiun pengamatan di sepanjang DAS Siak diperoleh data yang cukup fluktuatif dengan kisaran nilai 2,00 sampai 264,00 mg/L. Secara keseluruhan data yang diperoleh pada tahun 2001 relatif lebih baik dari tahun-tahun pengukuran lainnya. Data yang diperoleh juga menggambarkan bahwa total padatan yang tersuspensi di sepanjang DAS Siak relatif tersebar secara merata. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya pendangkalan di sepanajng DAS Siak sebagai akibat terjadinya penetralan partikel koloid yang kontak dengan ion-ion lain ketika arus pasang berlangsung dan bergerak ke arah hulu. Parameter TDS dari delapan stasiun pengamatan di sepanjang DAS Siak juga diperoleh data fluktuatif dengan kisaran nilai 8,53 sampai 671,00 mg/L. Hasil pengamatan dari hasil keseluruhan data pada tahun 2005 jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Data ini juga semakin mendukung pernyataan terjadinya pendangkalan di sepanjang DAS Siak. Hasil pengukuran TSS dan TDS pada beberapa stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6 serta Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Grafik Perubahan Kadar TSS pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

275

ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

T S S ( m g / L ) S t a s i u n

(6)

H. T. Ariful Amri Pengendalian Pencemaran dalam Upaya Konservasi

Tabel 5. Perubahan Kadar TSS (mg/L) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 11,00 75,00 40,00 25,00 47,00 39,00 19,00 36,00 1997 32,00 22,00 90,00 67,00 72,00 82,00 27,00 39,00 1998 83,00 4,00 5,00 5,00 12,00 2,00 29,00 3,00 1999 166,00 34,00 54,00 36,00 64,00 22,00 20,00 48,00 2000 16,00 15,00 32,00 74,00 264,00 150,00 101,00 30,00 2001 26,00 20,04 20,84 26,23 22,60 23,23 7,80 26,20 2002 64,00 32,00 37,00 107,00 89,00 87,00 60,00 95,00 2003 69,00 11,00 36,00 54,00 8,00 9,00 2,00 63,00 2004 83,00 25,00 25,00 22,00 32,00 39,00 13,00 259,00 2005 20,04 20,84 26,23 22,60 7,80 22,00 26,20 81,20

Tabel 6. Perubahan Kadar TDS (mg/L) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 69,00 156,00 65,00 56,00 73,00 287,00 93,00 57,00 1997 50,00 256,00 258,00 203,00 476,00 260,00 196,00 203,00 1998 97,00 81,00 74,00 79,00 136,00 118,00 382,00 113,00 1999 231,00 393,00 671,00 287,00 671,00 538,00 505,00 508,00 2000 102,00 87,00 79,00 97,00 162,00 288,00 148,00 148,00 2001 40,00 21,20 21,47 27,06 26,80 23,54 8,53 28,20 2002 41,00 128,00 114,00 86,00 663,00 207,00 189,00 150,00 2003 97,00 74,00 79,00 91,00 136,00 382,00 113,00 128,00 2004 102,00 97,00 162,00 288,00 137,00 148,00 66,00 52,03 2005 21,20 21,47 27,06 26,80 8,53 34,00 28,20 63,00 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

T D S (m g / L )

(7)

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

3.4. DO

Parameter DO (Dissolved Oxygen) dari delapan stasiun pengamatan di sepanjang DAS Siak diperoleh data yang cukup fluktuatif berkisar 0,73 sampai 5,60 ppm. Hal ini menggambarkan banyaknya kandungan oksigen terlarut dalam air. Nilai DO di sekitar lokasi pengamatan hanya sebagian kecil yang sesuai dengan kelas II menurut Kriteria Mutu Air berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 yaitu sebesar 4,00 ppm. Sedangkan sebagian besar lokasi pengamatan berada pada rentang kualitas kelas III hingga kelas IV. Hasil pengukuran DO pada beberapa stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 5.

Tabel 7. Perubahan Kadar DO (ppm) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 5,00 4,80 5,60 5,60 4,00 3,40 4,00 3,20 1997 4,70 4,60 4,50 4,50 4,40 4,20 3,40 4,40 1998 3,47 2,60 2,91 2,85 2,25 0,80 1,10 1,80 1999 4,00 4,20 4,60 4,20 4,60 3,40 3,90 3,20 2000 4,78 2,50 2,50 2,62 2,40 2,50 1,10 3,36 2001 3,70 3,43 2,50 2,50 2,80 2,80 3,60 2,56 2002 0,80 3,43 2,50 0,78 2,80 2,80 0,73 0,96 2003 3,70 3,43 2,50 2,50 2,80 2,80 3,60 2,56 2004 5,50 3,50 3,50 3,50 2,90 4,30 3,10 1,10 2005 4,16 3,54 3,71 2,92 1,21 2,59 1,87 1,68

Gambar 5. Grafik Perubahan Kadar DO pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005 3.5. BOD dan COD

Nilai BOD (Kebutuhan Oksigen Biologis) berkisar antara 3,80 sampai 131,60 ppm. Secara keseluruhan kandungan BOD tertinggi diperoleh pada tahun 2004 dan yang terendah pada tahun 2003. BOD merupakan kondisi yang mendeskripsikan kebutuhan organisme akan oksigen untuk memecah bahan-bahan organik. Bila kandungan oksigen terlarutnya tidak memadai maka ini dapat menurunkan kemampuan organisme dalam memecah bahan organik tersebut. Nilai COD (Kebutuhan Oksigen Kimia) berkisar antara 14,00 sampai 943,40 ppm. Secara keseluruhan kandungan COD tertinggi diperoleh pada tahun 2004 dan yang terendah pada tahun 2003. Nilai COD ditentukan oleh faktor buangan

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

D O ( p p m ) S t a s i u n

(8)

H. T. Ariful Amri Pengendalian Pencemaran dalam Upaya Konservasi

Tabel 8. Perubahan Kadar BOD (ppm) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 49,90 34,30 15,60 3,60 29,50 31,00 13,30 6,50 1997 11,30 13,00 16,10 13,27 13,00 14,30 17,10 14,60 1998 20,30 23,30 8,10 32,70 9,97 21,19 14,68 10,66 1999 11,25 15,75 8,25 27,30 9,00 12,00 6,00 15,00 2000 24,45 13,85 55,46 23,63 7,97 12,90 4,50 44,08 2001 22,34 20,16 17,50 18,00 17,70 16,20 12,75 22,10 2002 22,34 20,16 17,50 18,00 17,70 16,20 12,75 22,10 2003 15,30 9,40 8,20 3,80 22,50 8,50 7,80 10,60 2004 114,30 125,70 131,60 119,00 120,30 133,20 127,30 62,10 2005 14,30 7,60 13,20 21,30 14,80 12,90 44,70 13,90

Gambar 6. Grafik Perubahan Kadar BOD pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005 Tabel 9. Perubahan Kadar COD (ppm) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005

TAHUN STASIUN ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 1996 108,40 75,90 32,20 19,20 59,60 66,70 23,00 110,40 1997 34,10 38,00 64,90 61,00 28,10 49,30 52,70 54,90 1998 64,05 67,40 35,85 97,99 41,11 85,08 54,01 31,99 1999 44,80 64,00 48,96 95,36 21,76 50,88 15,56 77,68 2000 211,20 72,00 571,20 153,60 33,60 76,80 19,00 432,00 2001 54,10 148,80 91,20 60,00 100,80 48,00 57,60 73,60 2002 54,10 148,80 91,20 60,00 100,80 48,00 57,60 73,60 2003 42,10 28,10 23,40 14,00 44,17 24,00 24,00 28,80 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

B O D ( p p m ) S t a s i u n

(9)

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

Gambar 7. Grafik Perubahan Kadar COD pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005 dan COD ada faktor lain yang dapat mendeskripsikan kondisi perairan yang tercemar. Bila kandungan COD-nya tinggi maka nilai DO-nya akan semakin rendah karena pada daerah ini nilai kecukupan oksigennya tidak memadai. Hasil pengukuran BOD dan COD pada beberapa stasiun pengamatan di sepanjang DAS Siak dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9 serta Gambar 6 dan 7.

3.6. Strategi Pengendalian Pencemaran Lingkungan di Sepanjang DAS Siak

Pengendalian pencemaran lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran. Dampak kerusakan lingkungan terhadap kondisi sosial-ekonomi yang utama adalah terganggunya aktifitas masyarakat dalam menjalankan kehidupannya. Di samping itu kebijakan pengelolaan sumber daya air perlu pula dilakukan. Secara umum kebijakan pengeloalaan sumber daya air telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Beberapa kebijakan yang diatur dalam undang-undang tersebut antara lain mengendalikan keseimbangan sumber daya air dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan kepentingan ekonomis secara selaras. Adapun prinsip utama pola pengelolaan sumber daya air adalah keseimbangan antara konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Dalam pelaksanaannya konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Selain itu pendayagunaan sumber daya air didasarkan kepada keterkaitan antara air hujan, air permukaan dan air tanah, dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Oleh sebab itu daur hidrologi merupakan sisi lainnya yang perlu dipahami dengan memperhatikan kearifan lokal.

Agar pelaksanaan konservasi sumber daya air yang ada di sepanjang DAS Siak memiliki nilai berkelanjutan, maka perlu dilakukan penyusunan Masterplan DAS Siak yang bersifat terpadu. Keterpaduan dalam penyusunan Masterplan merupakan kewajiban yang harus dilakukan agar pola pemulihan DAS Siak dapat terukur secara berkesinambungan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk menyusun Masterplan DAS Siak yang bersifat terintegrasi perlu pula mempertimbangkan aspek penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non-hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati serta perubahan iklim.

Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup di sepanjang DAS Siak, maka setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan yang telah disusun dan ditetapkan dalam

Masterplan DAS Siak. Oleh sebab itu Masterplan DAS Siak merupakan acuan yang digunakan oleh semua Stakeholders

dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan DAS Siak serta merupakan implementasi konsep One River One

Management . 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

C O D ( p p m ) S t a s i u n

(10)

H. T. Ariful Amri Pengendalian Pencemaran dalam Upaya Konservasi

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dari berbagai aktivitas di sepanjang DAS Siak, ternyata telah mengubah tatanan DAS Siak itu sendiri dari keadaan alami ke lingkungan buatan. Dampak dari berbagai aktivitas tersebut tidak hanya menguntungkan dari aspek ekonomi, namun juga telah berkontribusi menurunkan mutu lingkungan di sepanjang DAS Siak itu. Hal ini dapat dilihat dari pengukuran berbagai parameter fisik dan kimia seperti Kedalaman, pH, TSS, TDS, DO, BOD, dan COD yang seluruhnya memberikan informasi bahwa DAS Siak telah tercemar berat.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mengendalikan laju degradasi di sepanjang DAS Siak diperlukan adanya Masterplan DAS Siak yang mengacu kepada konsep One River One Management .

DAFTAR PUSTAKA

1. Fatah, E. S., 2006, Politik Lingkungan Hidup, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

2. Anonim, 1997, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.

4. Anonim, 2004, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta.

5. Amri, T. A., 2007. Fenomena DAS (daerah aliran sungai) Siak dari Waktu ke Waktu, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru.

6. Amri, T. A., Syahrul, J., Awaluddin, A., Saryono, 1996, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di

Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau,

Pekanbaru. Laporan Penelitian.

7. Amri, T. A., 1997, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

8. Amri, T. A., 1998, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

9. Amri, T. A., 1999, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

10. Amri, T. A., 2000, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

11. Amri, T. A., 2001, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

12. Amri, T. A., 2002, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

13. Amri, T. A., 2003, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

14. Amri, T. A., 2004, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

15. Amri, T. A., 2005, Inventarisasi dan Dokumentasi Rona Lingkungan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Siak, Pusat Kajian Rona Lingkungan dan Sumber Daya Alam Universitas Riau, Pekanbaru. Laporan Penelitian.

Gambar

Gambar 1. Grafik Perubahan Tingkat Kedalaman pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005   3.2
Tabel 4. Perubahan Nilai pH pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005
Tabel 5. Perubahan Kadar TSS (mg/L) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005
Tabel 7. Perubahan Kadar DO (ppm) pada beberapa kawasan di sepanjang DAS Siak dari tahun 1996-2005
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pelayanan tingkat desa di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yang menyatakan “Baik” apabila diklasifikasikan berdasarkan jenis

[r]

20 Netty Hermawan Ketrampilan dosen dalam mengajar lebih ditingkatkan agar mahasiswa mudah mengerti apa yang diajarkan oleh dosen. 21

(3) Pelaksanaan program pengembangan SDM (Guru) telah berjalanan sesuai dengan perencanaan, dan (4) Pengawasan dalam pelaksanaan program pengembangan SDM (Guru) di dilakukan

Dan mengenai fenomena nyata tentang sikap demokrasi dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada mahasiswa semester II Prodi PPKn sesuai dengan hasil

Dari hasil pengecekan ulang (cek silang) oleh Tim Mikroskopik Pusat, hasil menunjukkan bahwa ternyata 6 subjek yang dianggap positif oleh petugas puskesmas ternyata

Pemerintahan daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai

Kemampuan pupuk hayati berbahan baku bakteri endofit ini dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang yang meliputi parameter berat basah akar, berat kering