• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PETROGENESIS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PETROGENESIS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO, PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

594

STUDI PETROGENESIS ANDESIT DI DAERAH HARGOROJO DAN

SEKITARNYA, KECAMATAN BAGELEN, KABUPATEN PURWOREJO,

PROVINSI JAWA TENGAH

Ikrar Ismail1* Agus Hendratno1

Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *Email : ikrar.ismail@mail.ugm.ac.id

SARI

Andesit di Daerah Hargorojo dan sekitarnya, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah terbentuk oleh kegiatan magmatisme pada Kala Tersier. Andesit di daerah penelitian hadir sebagai produk batuan erupsi efusif seperti lava dan breksi autoklastik. Tidak hanya lava, namun pada daerah penelitian dapat dijumpai batuan intrusi yang diinterpretasikan sebagai batuan terobosan berupa andesit basaltik piroksen. Studi petrogenesis dilakukan untuk menentukan proses pembentukan andesit.

Analisis petrografi menunjukkan semua andesit basaltik di daerah penelitian memiliki plagioklas yang hadir sebagai fenokris dan massa dasar, mineral opak, mineral mafik dan beberapa sampel memiliki hornblenda, gelas dan klinopiroksen. Analisis geokimia dilakukan dengan XRF dan ICP-MS. Analisis XRF dilakukan untuk menghasilkan data oksida utama dan analisis ICP-MS digunakan untuk menghasilkan data unsur jejak. Tujuan analisis geokimia adalah untuk menentukan nama batuan, seri magma, tatanan tektonik dan proses yang berlangsung selama batuan terbentuk. Analisis struktur batuan (dengan kekar tiang) digunakan untuk menentukan arah aliran lava.

Andesit di daerah penelitian berasal dari magma basalt yang terbentuk pada zona subduksi tepatnya pada island arc. Proses diferensiasi merubah komposisi magma induk menjadi andesit basaltik dengan seri magma kalk-alkalin. Batuan berupa lava berasal dari 2 sumber erupsi dan dapat dibagi menjadi 3 arah aliran.

Kata kunci : andesit basaltik, petrogenesis, volkanisme Tersier, island arc, kalk-alkalin, Kecamatan

Bagelen

I.

PENDAHULUAN

Daerah penelitian masuk pada zona Pegunungan Kulon Progo yang berada pada Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Penelitian dilakukan dengan pemetaan geologi dengan skala 1:12.500 pada luasan area 2 km x 2 km. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan proses pembentukan lava andesit dipandang dari asal muasal terbentuknya magma, seri magma berdasarkan data petrografi dan geokimia batuan.

Pegunungan Kulon Progo memiliki bentuk elips dan memiliki lereng melingkar. Van Bemmelen (1949) kemudian menamakan bentukan morfologi Pegunungan Kulon Progo sebagai Oblong Dome (Kubah Oblong). Pegunungan Kulon Progo tersusun

atas batuan yang berumur Eosen sampai Miosen (van Bemmelen, 1949). Urutan stratigrafi batuan dari tua ke muda adalah Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo dan Endapan Alluvial.

Kegiatan magmatik busur kepulauan berumur Tersier di pulau Jawa diawali sejak 40 – 19 juta tahun yang lalu (Eosen Akhir – Miosen Awal) dan menghasilkan produk berupa jejak sumbu volkanik berarah barat – timur. Produk himpunan batuan yang terbentuk bersifat andesitis dengan ciri afinitas kalk alkali dan sedikit toleit. Kegiatan magmatik kedua terjadi antara 11– 2 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir – Pliosen) dengan himpunan batuan yang bersifat kalk alkali andesitis (Soeria Atmadja, dkk, 1991).

(2)

595

II.

GEOLOGI REGIONAL

Van Bemmelen, (1949) mengungkapkan secara fisiografis bahwa daerah Pegunungan Kulon Progo adalah bagian dari zona Pegunungan Serayu Selatan bagian timur yang merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah. Bemmelen (1949) menyebut bahwa morfologi Pegunungan Kulon Progo pada bagian tepinya terdiri dari batuan beku andesit, breksi vulkanik dan dominan ditutupi oleh batugamping. Pusat dome merupakan plato batugamping.

Stratigrafi Pegunungan Kulon Progo (Gambar 2) didasarkan dari hasil penelitian Juhri et al. (1977) dalam Subiyanto (1989) terdapat empat formasi yang terbentuk pada umur Tersier dan satu formasi pada umur Kuarter. Bemmelen (1949) membagi urutan batuan berumur Eosen sampai Miosen. Urutan strata batuan dari umur paling tua hingga umur paling muda adalah Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo dan Endapan Alluvial. Peneliti lain menamakan Formasi Andesit Tua sebagai Formasi Kebo Butak (Rahardjo, et al. 1977, dalam Harjanto, 2011) atau Formasi Kulon Progo dengan Anggota Ijo (Suroso, et.al 1986 dalam Harjanto, 2011) dan kompleks volkanik Progo dengan Formasi Kaligesing/Formasi Dukuh (Pringgopawiro dan Riyanto, 1988 dalam Harjanto, 2011).

Pegunungan Kulon Progo diduga terbentuk oleh deformasi paling sedikit dua kali periode fase tektonik, yaitu : pertama terjadi pada Oligosen Akhir - Miosen Awal dan kedua Miosen Akhir-Kuarter yang menghasilkan busur magmatik. (Harjanto, 2011)

Tektonik pertama yang bekerja pada daerah Kulon Progo terjadi pada Kala Oligosen-Miosen Akhir yang didominasi oleh fase kompresi sedang pada Kala Miosen Akhir-Pliosen didominasi oleh fase ekstensi. Evolusi pada Gunungapi Gajah, Gunungapi Ijo dan Gunungapi Menoreh dapat dijadikan sebagai bahan analisis evolusi tektonik. Orientasi arah dominan tenggara-baratlaut (Gunungapi Gajah), tenggara-baratlaut dan selatan-utara (Gunungapi Ijo) dan barat-timur (Gunungapi Menoreh) dimana arah barat-timur adalah yang memiliki umur paling muda (Gambar 3) (Barianto et al., 2009).

Volkanisme Tersier menyebabkan munculnya kompleks gunungapi yang membentuk pegunungan di Kulon Progo. Daerah Pegunungan Kulon Progo memiliki tiga pusat gunungapi yaitu Kulon Progo selatan (Gunung Ijo), Kulon Progo utara (Gunung Gajah) dan Menoreh (Daerah Borobudur). Volkanisme tersebut mebuat magma naik dan membentuk Gunungapi Gajah terbentuk dan menghasilkan produk erupsi berupa breksi andesit piroksen basaltik dengan kisaran umur 29,6-25,4 jtl (Oligosen Atas). Setelah itu magmatisme kembali meningkat dan menghasilkan aktivitas Gunungapi Ijo yang berada di sebelah selatan Gunung Gajah. Magma pada Gunungapi Ijo mengalami evolusi dan menghasilkan magma yang lebih asam yang memiliki umur 17,0±2,0 sampai 16,0±2,2 jtl (Miosen Bawah). Produk yang dihasilkan berupa andesit augit hornblenda. Terjadi kembali aktivitas magmatisme pada umur 12,4±0,7 sampai 11,2±0,7 juta tahun lalu (Miosen Atas) yang ditandai dengan hadirnya Gunungapi Menoreh. Gunungapi Menoreh memiliki komposisi batuan berupa breksi andesit augit hornblenda tanpa adanya aliran lava (Bemmelen, 1949 serta Setijadji dan Watanabe, 2009).

Daerah Penelitian

Batuan penyusun daerah penelitian berasal dari Formasi Andesit Tua yang tersusun oleh batuan batuan volkanik berupa lava maupun breksi. Pelamparan satuan dibagi berdasarkan hubungan antar batuan yang dilihat dari lintasan yang dibuat pada tahap penyelidikan lapangan. Urutan stratigrafi daerah penelitian dari yang umur paling muda hingga paling tua adalah sebagai berikut :

1. Satuan andesit basaltik piroksen 2. Satuan lava andesit basaltik

3. Satuan lava andesit basaltik hornblenda

Secara umum, hubungan antara satuan basalt dengan satuan lava andesit basaltik hornblenda dan satuan lava andesit basaltik hornblenda dengan satuan lava andesit basaltik adalah tidak selaras dengan jenis

(3)

596 Dari hasil data yang diperoleh saat tahap

pengambilan data lapangan, diketahui bahwa kebanyakan singkapan batuan andesit yang dijumpai memiliki struktur batuan berupa kekar tiang dan beberapa dijumpai kekar lembaran. Data pengukuran kekar tiang dan kekar lembaran dapat dilihat pada (Tabel 1). Data kekar tiang tersebut digunakan sebagai acuan untuk melakukan interpretasi arah aliran lava. Interpretasi dapat dilihat pada (Gambar 4). Hasil interpretasi didapatkan bahwa secara umum lava mengalir dengan tiga arah aliran utama.

III.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dibagi menjadi empat tahap yaitu :

1. Tahap studi pustaka dan studi geologi regional

2. Tahap pengambilan data lapangan 3. Tahap analisis laboraturium 4. Tahap sintesis data

IV.

HASIL ANALISIS

Petrografi

Hasil analisis petrografi percontoh batuan daerah Hargorojo dan sekitarnya yang terdiri atas basal, andesit basal, dan andesit adalah sebagai berikut (Tabel 2). Secara mikroskopis batuan terlihat berwarna kelabu keruh, hijau pucat keruh, coklat pucat - coklat keruh, umumnya bertekstur porfiritik, hipokristalin, dengan mineral penyusun utama terdiri atas plagioklas, piroksen, hornblenda tersebar sebagai fenokris dan massa dasar (porfiritik) (Gambar 5). Massa dasar yang berukuran sangat halus tumbuh bertahap sampai fenokris, ukuran butir kristal muladari 0,1 mm – 4,00 mm. Plagioklas merupakan fenokris dengan kelimpahan terbanyak. Terdapat zoning pada plagioklas berupa oscillatory zoning dan

normal zoning sebagai hasil dari pendinginan

magma yang cepat saat mendekati permukaan. Plagioklas memiliki rentang An40-An50 yang merupakan andesin. Piroksen terdiri atas klinopiroksen berupa augit. Hornblenda sering tampak rim margin di bagian pinggir yang terubah menjadi mineral bijih Fe, Mg, dan Ti-oksida. Fenokris sering

tumbuh bersama terutama plagioklas dan piroksen.

Gelas acap kali masih terdapat sebagai massa dasar (hipokristalin). Mineral sekunder hasil alterasi yang hadir di dalam batuan terdiri atas karbonat/kalsit, klorit, dan minera lempung hasil alterasi dari mineral utama pembentuk batuan.

Geokimia

Hasil analisis geokimia unsur utama percontoh batuan dari daerah penelitian disajikan pada Tabel 3, dan percontoh dari peneliti lain yang melakukan penelitian di daerah Kulon Progo sebagai perbandingan. Untuk plotting, unsur utama dinormalisasi ke 100% berat anhydrous, yakni dengan menghilangkan unsur hilang dibakar (yang berkisar 0,9-2,9% berat). Kandungan unsur utama pada percontoh batuan dari daerah penelitian, dalam satuan % berat adalah : SiO2 = 53,23 - 55,98; TiO2 = 0,73 - 1,02; Al2O3 = 18,90 – 18,95; FeO* = 7,78 – 9,39; MnO = 0,09 – 0,14; MgO = 1,97 – 4,01; CaO = 8,40 – 11,29; Na2O = 2,67 – 2,97; K2O = 0,38 – 1,15; dan P2O5 = 0,19

Penentuan seri magma dilakukan dengan diagram kandungan Al2O3 dan Alkali Index dengan perhitungan (AI = [Na+K2O]/ [(SiO2 -43)x0,17]; Middlemost, 1975 dalam Rollinson, 1993), kandungan K2O/Na2O dan SiO2 (Ishihara dan Murakami, 2004 dalam Setijadji, 2006), kandungan SiO2 dan K2O (Peccerillo dan Taylor, 1976, dalam Rollinson, 1993) dan kandungan Sr/Y dan Y (Defant dan Drumont, 1990 dalam Zulkarnain, 2008). Dari hasil plot pada diagram yang digunakan, seri magma dari batuan volkanik yang ada di daerah penelitian merupakan seri magma kalk-alkali (Gambar 6). Magma yang memiliki seri kalk-alkali merupakan penciri dari magma yang terbentuk pada tatanan tektonik zona penunjaman/subduksi (Wilson, 1989). Terdapat batuan yang memiliki seri magma tholeitiik menunjukkan awal pembentukan volkanisme karena busur volkanik muda cenderung memiliki seri magma tholeiitik yang rendah unsur K.

Penentuan tatanan tektonik dilakukan juga dengan mengunakan unsur kimia pada batuan andesit. Diagram yang digunakan untuk

(4)

597 menentukan tatanan tektonik adalah diagram

kandungan Ti/Y dan Zr/Y (Pearce dan Gale, 1977 dalam Rollinson, 1993) yang menunjukkan hasil bahwa batuan andesit terbentuk pada zona batas lempeng (Gambar 6.11A). Zona batas lempeng merupakan zona pertemuan dua buah lempeng tektonik, namun secara petrogenesis hasil ini masih terlalu umum dan belum cukup jelas untuk menjelaskan tatanan tektonik yang sebenarnya dari pembentukan batuan beku di daerah penelitian. Diagram lain yang digunakan adalah diagram Cr dan Y; C. kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993) (Gambar 6.11B & C). Penentuan tatanan tektonik dilakukan juga dengan mengunakan unsur kimia pada batuan andesit. Diagram yang digunakan untuk menentukan tatanan tektonik adalah diagram kandungan Ti/Y dan Zr/Y (Pearce dan Gale, 1977 dalam Rollinson, 1993) yang menunjukkan hasil bahwa batuan andesit terbentuk pada zona batas lempeng (Gambar 7A). Zona batas lempeng merupakan zona pertemuan dua buah lempeng tektonik, namun secara petrogenesis hasil ini masih terlalu umum dan belum cukup jelas untuk menjelaskan tatanan tektonik yang sebenarnya dari pembentukan batuan beku di daerah penelitian. Diagram lain yang digunakan adalah diagram Cr dan Y; C. kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993) (Gambar 7B & C). Hasil plotting menunjukkan bahwa batuan terbentuk pada tatanan dengan terminologi

volcanic arc. Diagram tektonik basalt oleh

Pearce & Cann (1973) membagi Volcanic

Arc Basalt menjadi Island Arc Tholeiite dan Calc-Alkaline Basalt. Hubungan dari Island Arc Basalt dan Calc-Alkaline Basalt dapat

dijelaskan oleh teori mengenai model magmatisme pada busur kepulauan yang didasarkan pada studi busur kepulauan di Jepang, menyebutkan bahwa semakin jauh dari palung atau semakin bertambahnya kedalaman zona Benioff, maka magmatisme akan menghasilkan magma yang lebih alkalin (Kuno, 1959; Dickinson dan Hatherton, 1967; Sigimura, 1973 dan Dickinson dalam Wilson, 1989). Magma tholeiite akan terbetuk lebih dahulu pada tahap awal subduksi, magma ini terbentuk ketika busur masih muda (immature). Seri magma

calc-alkaline terbentuk pada pertengahan tahap

subduksi, yaitu ketika subduksi semakin mendalam dan kedalaman zona Benioff bertambah.

Diagram kandungan Ti/100 dan V (Shervais, 1982 dalam Rollinson, 1993), diagram kandungan Ti/100, Zr, 3Y; Ti/100, Zr, Sr/2 serta Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993) serta diagram kandungan TiO2, MnOx10, P2O5x10 (Mullen, 1983 dalam Rollinson, 1993) menunjukkan batuan pada daerah penelitian yang mana merupakan bagian dari kompleks volkanik Tersier Pegunungan Kulon Progo ini merupakan batuan beku yang terbentuk pada tatanan tektonik busur kepulauan (island arc) dengan seri magma yang dihasilkan adalah seri magma kalk-alkali atau CAB/Calc

Alkaline Basalt (Gambar 7D dan Gambar

8).

Untuk menjelaskan proses yang terjadi selama batuan terbentuk digunaka Diagram Harker. Hasil plotting pada diagram Harker menggunakan oksida utama menunjukkan bahwa hubungan positif muncul antara SiO2 dengan Na2O dan K2O. Hubungan positif antara SiO2 dengan Na2O dan K2O menunjukkan adanya proses kristalisasi feldspar yang normal. Hubungan negatif muncul antara plotting SiO2 dengan TiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO dan P2O5. Hubungan negatif ini menjadi manifestasi bahwa terjadi proses fraksinasi kristalisasi normal dari mineral olivin dan piroksen. Pada diagram Harker antara SiO2 vs MgO menunjukkan hubungan fraksinasi kristalisasi olivin, klinopiroksen dan magnetit, dimana terjadi korelasi negatif. Hal ini menjelaskan bahwa olivin akan mengalami removal (pemindahan) sehingga membentuk klinopiroksen dan magnetit, sedangkan bila berat MgO >12% berat (basalt dengan kandungan magnesia yang tinggi) akan terjadi akumulasi olivin (Wilson, 1989). Penurunan kandungan MgO tersebut mengindikasikan terjadi fraksinasi kristalisasi olivin. Fraksinasi piroksen utamanya klinopiroksen ditunjukkan oleh korelasi negatif unsur SiO2 vs CaO, Fe2O3, dan MgO. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hubungan SiO2 vs P2O5 yang memiliki hubungan korelasi negatif. Korelasi ini

(5)

598 berimplikasi pada penurunan kandungan

mineral apatit dalam batuan. Diagram Harker juga dapat membandingkan antara SiO2 dengan unsur jejak. Unsur jejak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu unsur jejak

incompatible dan unsur jejak compatible.

Dari hasil plotting dari kedua jenis unsur jejak incompatible dan compatible tersebut menunjukkan bahwa unsur jejak

incompatible cenderung memiliki hubungan

hubungan positif dengan SiO2 sedangkan unsur jejak compatible cenderung memiliki hubungan negatif dengan SiO2. Hal tersebut menunjukkan adanya proses fraksinasi kristalisasi. Hubungan Sr dan SiO2 yang bervariasi menunjukkan adanya fraksinasi kuat Sr oleh feldspar. Unsur Cr dan Ni sangat dipengaruh oleh pengurangan atau penambahan dari fase feromagnesian seperti olivin.

Kandungan Cr yang rendah (berkisar 8-19 ppm) menunjukkan terjadinya fraksinansi spinel atau klinopiroksen. Kandungan Ni yang juga rendah (berkisar 9-17 ppm) menunjukkan telah terjadinya fraksinasi olivin. Rendahnya kandungan Cr dan Ni menunjukkan bahwa magma induk bukan peridotit melainkan basalt. Genesis magma andesit di daerah penelitian dapat pula dipahami berdasarkan analisis diagram laba-laba (spider diagram) dengan unsur jejak di daerah Hargorojo (Gambar 9). Pada diagram laba-laba unsur jejak untuk semua jenis batuan andesit basaltik di daerah penelitian dengan menggunakan tiga normalisasi. Normalisasi tersebut adalah normalisasi dengan chondrite, primordial magma, dan MORB. Dari hasil plotting didapatakan kesamaan pada pola unsur Nb dan Ti yang menunjukkan anomali negatif. Hal lain yang dapat diamati adalah adanya anomali positif pada unsur Sr dan K. Unsur Th, K, Ba dan Rb umumnya mengalami pengkayaan. Anomali negatif pada unsur Nb merupakan refleksi bahwa batuan volkanik di daerah penelitian terbentuk pada tatanan tektonik subduksi. Unsur Sr yang melimpah merupakan indikasi dari kelimpahan plagioklas. Pengkayaan yang terjadi pada unsur Sr, Rb, Th, Ba dan K

merupakan pengaruh dari

maturitas/kedewasaan busur atau kerak yang menunjam atau dapat pula karena pengaruh alterasi. Karakteristik pada diagram laba laba dengan normalisasi chondrite, karakteristik

kelimpahan unsur jejak pada batuan volkanik di daerah penelitian menunjukkan kemiripan dengan komposisi jejak pada pikrit (magma basalt olivin) yang dikutip dari Eggins (1993) dalam Dirk (2008). Kemiripan terlihat pada anomali negatif Nb, Ti dan pengkayaan Rb, Th, Ba, K, Sr dan Y. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa magma asal batuan volkanik di daerah penelitian adalah magma pikrit atau basalt olivin asal mantel N-MORB yang telah mengalami pengkayaan unsur Rb, B, Th, K dari kerak yang menunjam. Magma pikrit atau basal olivin tersebut telah mengalami proses fraksinasi kristalisasi sehingga komposisinya berubah menjadi andesitik.

V.

PEMBAHASAN

Magma basalt olivin toleitik tersebut mengalami proses diferensiasi magma selama magma naik menuju dapur magma yang nantinya akan keluar menuju permukaan. Proses tersebut antara lain asimilasi dan fraksinasi kristalisasi. Proses asimilasi ditunjukkan oleh peningkatan unsur jejak low field strength dan munculnya tekstur oscillatory zoning pada plagioklas serta ditambah data geokimia berupa kandungan K2O yang lebih dari 1%. Proses fraksinasi kristalisasi ditunjukkan oleh peningkatan Na2O, K2O dan unsur jejak

incompatible dan penurunan oksida Fe2O3total, MgO, CaO dan unsur jejak compatible. Proses diferensiasi magma terjadi karena adanya kontaminasi dari kerak bagian atas akan menghasilkan batuan andesit basaltik dengan seri magma kalk-alkali.

Magma yang berasal dari dapur magma, bila mengalami perubahan kesetimbangan antara tekanan dari dalam dapur magma dan tekanan hidrosatis akan mencapai permukaan dan membentuk busur gunungapi (volcanic arc). Gunungapi ini yang membentuk kompleks volkanik Kulon Progo pada daerah penelitian. Dari data yang diperoleh di daerah penelitian didapatkan jenis batuan berupa andesit basaltik piroksen yang hadir sebagai batuan terobosan dangkal dan andesit basaltik dan andesit basaltik hornblenda sebagai aliran lava.

Volkanisme pada Kala Miosen di sekitar Khuluk Ijo, membuat suplai magma yang membentuk batuan berupa lava andesit basaltik. Magma ini bersifat hydrous yang

(6)

599 mana terlihat oleh kehadiran hornblenda

yang mana merepresentasikan magma mengandung 3% H2O (Best, 2003). Afinitas magma ini berupa kalk-alkali. Aliran lava andesit basaltik hornblenda ini diinterpetasikan berasal dari Gunung Kukusan. Kegiatan magmatisme terakhir yang berada di daerah penelitian adalah batuan terobosan dangkal yang diinterpretasikan sebagai dike yang kini dapat diamati sebagai Gunung Agung.

Distribusi lava dapat dipisahkan dari orientasi arah kekar tiang. Selain menggunakan data tersebut, interpretasi mengenai distribusi lava dapat dilakukan dengan menggunakan data topografi yang dikombinasikan dengan analisis citra. Citra yang digunakan adalah DEM (Digital

Elevation Model) (Gambar 10). Dari

analisis yang dilakukan dapat ditarik tiga arah utama aliran lava.

 Aliran lava 1 diinterpretasikan berasal dari gunungapi di selatan daerah penelitian. Produk erupsi ini dapat diperkirakan arah alirannya melalui orientasi kekar tiang, topografi dan juga dari DEM. Pada aliran lava 1 ini tidak dapat dilakukan interpretasi mengenai fasies model gunungapi purba yang mengalirkan lava karena luasan daerah penelitian yang tidak banyak mencakup wilayah aliran lava 1.

 Aliran lava 2 dan 3 diinterpretasikan berasal dari Gunungapi Kukusan, dimana aliran lava 2 mengalir relatif menuju arah selatan dan lava 3 menuju arah ke arah barat. Bird view citra DEM dari Gunung Kukusan terlihat kenampakan sirkular. Morfologi sirkular tersebut diperkirakan sebagai suatu paleocrater yang kini menjadi jejak adanya gunungapi purba. Pada lokasi di sekitar crater ini diinterpretasikan sebagai sumber erupsi yang kemudian memuntahkan material erupsi. Hasil erupsi tersebut kini dijumpai berupa produk batuan erupsi yang bersifat efusif dan memiliki pola radial dalam pelamparannya. Hal tersebut semakin menguatkan alasan bahwa daerah Gunung Kukusan adalah sebuah crater yang kini telah tererosi

intensif. Erosi intensif tersebut membuat morfologi gunungapi kini tidak dapat diamati dengan baik, namun dengan pendekatan fasies model volkanik purba, rekonstruksi mengenai jejak gunungapi akan dapat dipahami. Aliran lava 2 diinterpretasikan sebagai fasies sentral dari Gunungapi Kukusan yang diantarnya tersusun oleh lava andesit basaltik hornblenda dan adanya manifestasi batuan terobosan yang hadir sebagai dike disekitar

paleocrater Gunungapi Kukusan. Fasies

sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah sentrak ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions), seperti halnya leher gunung api (volcanic neck), sill, retas dan cryptodomes. Batuan terobosan dangkal dapat ditemukan di dinding kawah/kaldera pada masa kini atau pada gunungapi purba yang telah tererosi (Bronto, 2006).

Aliran lava 3 diinterpretasikan masuk ke dalam fasies proksimal dari gunungapi Kukusan. Fasies ini tersusun oleh aliran lava sebagai produk dari volkanisme yang jaraknya relatif dekat dekat dengan sumber erupsi. Asosiasi batuan pada kerucut gunugapi komposit sangat disominasi oleh perselingan aliran lava dengan bresi piroklastik dan aglomerat. Kelompok batuan ini sangat resisten, sehingga biasanya membentuk timbulan tertinggi pada gunungapi purba (Bronto, 2006). Walaupun rekonstruksi dapat dilakukan, namun keakuratan data untuk membangun kesimpulan mengenai tubuh gunungapi purba masih memiliki banyak kelemahan. Kelemahan dapat terjadi karena sebaran variasi litologi pada teori tidak dijumpai pada lapangan dikarenakan batasan luas daerah penelitian.

VI.

KESIMPULAN

Batuan andesit basaltik pada daerah penelitian terbentuk dari magma dengan seri magma kalk-alkali. Seri magma kalk-alkali terbentuk oleh magma induk berupa magma basalt olivin toleiitik (magma pikrit) yang kemudian mengalami proses diferensiasi dimana terjadi asimilasi maupun fraksinasi

(7)

600 kristalisasi dan kemudian mengubah

komposisi magma menjadi basaltik andesit yang bersifat lebih asam. Magma tersebut terbentuk pada tatanan tektonik zona subduksi, atau lebih tepat berada pada zona

volcanic island arc (busur kepulauan).

Dari orientasi arah kekar tiang dikombinasi dengan kenampakan morfologi dari kontur dan citra DEM, terdapat tiga distribusi arah aliran lava, dimana mengalir ke arah utara (dari gunungapi di selatan daerah penelitian), mengalir ke arah barat dan selatan (dari Gunung Kukusan). Gunung Kukusan

diinterpretasikan sebuah paleocrater

Hubungan sebaran fasies volkanik dan sifat petrologi dapat dihubungankan dengan morfologi sisa gunungapi purba Kukusan dan juga batuan yang menyusun morfologi tersebut. Fasies sentral gunungapi purba Kukusan ditentukan dengan kehadiran lava andesit basaltik hornblenda dan juga batuan terobosan dangkal berupa andesit basaltik piroksen. Fasies proksimal gunungapi purba Kukusan ditentukan dengan kehadiran lava andesit basaltik hornblenda yang mengalir menjauhi fasies sentral.

DAFTAR PUSTAKA

Alzwar. M., Samodra, H., Tarigan, J. I., 1998, Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi, Penerbit NOVA, Bandung.

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, 1999, Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar

1408-213 (Bagelen), BAKOSURTANAL, Cibinong.

Barianto, D. H., Aboud, E., Setijadji, L. D., 2009, Structural Analysis using Landsat TM, Gravity Data,

and Paleontological Data from Tertiary Rock in Yogyakarta, Indonesia, Memoirs of the Faculty

of Engineering, Kyushu University, vol 69, no 2, June 2009.

Bemmelen, R.W. v., 1949, The Geology of Indonesia, Vol.1A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam.

Best, M .G., 2003, Igneous and Methamorphic Petrology, Blackwell Publishing Co., Malden.

Bronto, S., 2006, Fasies Gunung Api dan Aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 2 Juni 2006: 59-71, Bandung.

Dirk, Mesker H,.J,, 2008, Petrologi – geokimia batuan Gunung Api Tampomas dan sekitarnya, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No.1 Maret 2008 : 23-35, Bandung.

Farndon, J., 2007, The Complete Guide Rock to Rock and Minerals, Annes Publishing Ltd., London. Gill, James B., 1980, Orogenic Andesites and Plate Tectonics, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New

York

Gillespie, M. R., Styles, M.T., 1999, BGS Rock Classification Scheme Volume 1 Classification Of

Igneous Rocks, British Geological Survey, Nottingham.

Harahap, B. H., 2011, Magma Genesis in Kabanjahe Regional Continental Margin Arc of Sumatra, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 2 Juni 2011: 105-127, Bandung.

Harjanto, Agus., 2011, Vulkanostratigrafi di Daerah Kulon Progo dan Sekitarnya, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.2, Juli 2011

Hartono, Udi., 2012, Magmatisme di Zona Penujaman, Unpublished

(8)

601

Jenner, G. A., 1996, Trace Element Geochemistry of Igneous Rock: Geochemical Nomenclature and

Analytical Geochemistry, in Wyman, D. A., ed., Trace Element Geochemistry of Volcanic Rocks : Application for Massive Sulfide Exploration, Geological Association of Canada, Short Course

Notes, v. 12, p. 51-77.

Johannsen, A., 1939, A Descriptive Petrography of the Igneous Rocks, Volume 1 : Introduction, Texture,

Classifications and Glossary, 2nd ed., The University of Chicago Press, Chicago.

Kerrich, R., Wyman, D. A., 1996, The Trace Element Systematics of Igneous Rocks in Mineral

Exploration: An Overview, in Wyman, D. A., ed Trace Element Geochemistry of Volcanic Rocks: : Application for Massive Sulfide Exploration, Geological Association of Canada, Short

Course Notes, v. 12, p. 1-50.

McDonough., Sun, SS. 1995, The composition of the Earth : Chemical Geology 120 p 223-253, Elsevier Science B.V.

McPhie, J., Doyle, M., Allen, R., 1993, Volcanic Texture: A Guide to the Interpretation of Textures in

Volcanic Rocks, CODES Key Centre, Hobart.

Middlemost, E. A. K., 1985, Magma and Magmatic Rocks: An Introduction to Igneous Petrology, Longman Inc., New York.

Nelson, S.A., 2003, Igneous Rocks and Plate Tectonic, Tulane University. (http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212

Pearce, J. A., 1996, A User’s Guide to Basalt Discrimination Diagrams, in Wyman, D. A., ed Trace

Element Geochemistry of Volcanic Rocks: Application for Massive Sulfide Exploration,

Geological Association of Canada, Short Course Notes, v. 12, p. 79-113.

Primulyana, S., Prambada, O., 2011, Batuan Gunungapi Sibual Buali, Sumatera Utara, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 1 April 2011: 19-29, Bandung.

Pulunggono, A., Martodjojo, S., 1994, Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene Merupakan Peristiwa

Penting di Jawa, Proceedings Geologi dan Geotektonik P. Jawa, Sejak Akhir Mesozoik hingga

Kuater, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rahardjo, Wartono, dkk., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung.

Rollinson, H.R., 1993, Using Geochemical Data: Evaluation, Presenation, Interpretation, Longman Group UK Ltd., Essex.

Schminke, H. U., 2004, Volcanism, Springer-Verlag, Berlin.

Setijadji, L. D., Kajino, S., Imai A., Watanabe, K., 2006, Cenozoic Island Arc Magmatism in Java Island

(Sunda Arc, Indonesia): Clues on Relationship between Geodynamics of Volcanic Centres and Ore Mineralization, Journal of Resources Geology, vol. 56 no.3, pp 267-292, New York.

Setijadji, L. D., Watanabe, K., 2009, Updated Age Data of Volcanic Centers in the Southern Mountain

of Central-East Java Island, Indonesia. International Conference Earth Science and Technology,

Yogyakarta.

Siivola, J., Schmid, R., Recommendations by the IUGS Subcommission on the Systematics of

Metamorphic Rocks: Web version 01.02.07 (www.bgs.ac.uk/scmr/home.html)

Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polves, M., Priadi, B., 1994,

Indonesian Island Arcs: Magmatism, Mineralization and Tectonic Setting : Tertiary Magmatic Belts in Java, pp. 226-244, Penerbit ITB, Bandung.

(9)

602

Subiyanto, 1989, Calc Alkaline Volcanic Rocks ad elated Soils from West Progo, Yogyakarta (Java,

Indonesia), Thesis, Rijksuniveresiteit Gent International Trainin Centre for Post Graduate Soil

Scientists, Gent.

Syafri I., Budiadi, E., Sudradjat A., 2013, Geotectonic Configuration of Kulon Progo Area, Yogyakarta, Indonesian Journal of Geology, vol. 8 no 4 December 2013.

Tarbuck, E. J., Lutgens, F. K., 2008, Earth : An Introduction to Physical Geology, 9th ed., Pearson

Education, Inc., New Jersey.

Tarduno, J.A., Duncan, R.A., Scholl, D.W., et al., 2002. Proceedings of the Ocean Drilling Program, Initial Reports, Volume 197.

Tatsumi, Y., Eggins, S., 1995, Subduction Zone Magmatism, Blackwell Science, Inc., Cambridge Thompson, G .R., Turk, J., 1997, Introduction to Physical Geology, Thompson Brooks/Cole, California. Thorpe, R. S., Brown, G.C., 1985, The Field Description of Igneous Rock, John Willey & Sons, New

York.

Williams, H., and McBirney, A.R. (1979) Volcanology: Freeman, Cooper & Co., San Francisco Williams, H., Turner, F. J., Gilbert, C. M., Petrography: An Introduction to the Study of Rocks in Thin

Sections, 2nd ed., W.H. Freeman and Company, New York. Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis, Springer, Dordrecht.

Winter, J. D., 2001, An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology, Prentice-Hall Inc., New Jersey.

(10)

603

TABEL

Tabel 1. Pengukuran kekar tiang dan kekar lembaran di lapangan

STA Strike

(N…°E) Dip

(°)

Jenis Kekar STA Strike

(N…°E) Dip

(°)

Jenis Kekar

3

275

57

Kekar Tiang

21

284

28

Kekar Tiang

225

48

Kekar Tiang

289

27

Kekar Tiang

269

45

Kekar Tiang

328

30

Kekar Tiang

4

304

89 Kekar Lembaran

329

33

Kekar Tiang

284

72 Kekar Lembaran

335

26

Kekar Tiang

285

72 Kekar Lembaran

33

73

61

Kekar Tiang

274

83 Kekar Lembaran

69

47

Kekar Tiang

270

89 Kekar Lembaran

81

47

Kekar Tiang

5

358

49

Kekar Tiang

83

66

Kekar Tiang

350

54

Kekar Tiang

77

41

Kekar Tiang

10

295

44

Kekar Tiang

46

182

39

Kekar Tiang

315

41

Kekar Tiang

193

48

Kekar Tiang

314

45

Kekar Tiang

196

48

Kekar Tiang

336

62

Kekar Tiang

199

55

Kekar Tiang

330

46

Kekar Tiang

47

165

63

Kekar Tiang

20

85

72

Kekar Tiang

166

67

Kekar Tiang

73

59

Kekar Tiang

165

67

Kekar Tiang

57

66

Kekar Tiang

160

72

Kekar Tiang

No Sampel

Komposisi (%)

Fenokris Masa Dasar

Plagioklas Hornblenda Klino

piroksen Plagioklas

Mineral Opak

Klino

piroksen Clay Kalsit Gelas

Mineral Mafik II/12 51 18 5 12 5 - - - 5 4 II/15 59 - 10 20 5 - - - - 6 II/20 46 - 13 30 4 - - - - 7 II/28 48 20 7 8 5 - - - 5 - II/37 30 - - 10 5 - 40 15 - - II/38 54 17 5 8 5 - - - 5 6 II/43 55 8 - 22 5 - - - 5 5 II/44 51 25 - 10 2 3 - - 5 4

(11)

604

Tabel 3. Hasil analisis geokimia pada oksida utama

Oksida Utama

Kode Sampel

II/15 II/38 II/28 DRPW011 DRPW032 DRPW062

SiO2 55.98 53.23 53.86 51.86 51.15 55.11 TiO2 0.73 1 1.02 1.05 1.06 0.84 Al2O3 18.92 18.9 18.95 19.59 18.75 18.41 Fe2O3total 7.78 9.37 9.39 - - - Fe2O3 - - - 4.13 4.24 4.38 FeO - - - 5.97 6.16 5.59 MnO 0.09 0.14 0.13 0.17 0.18 0.18 MgO 1.97 4.01 3.94 3.19 4.45 2.77 CaO 11.29 9.23 8.40 9.71 9.85 7.64 Na2O 2.67 2.91 2.97 2.88 2.9 3.4 K2O 0.38 1.02 1.15 1.25 1.06 1.4 P2O5 0.19 0.19 0.19 0.2 0.22 0.29 Total 100 100 100 100 100 100 Oksida Utama Kode Sampel DRPW096 040822-04B 041215-01 WP-51 WP-50D SiO2 55.69 62.00 59.36 63.79 60.95 TiO2 0.72 0.45 0.72 0.43 0.64 Al2O3 17.82 16.2 17.32 16.74 16.66 Fe2O3 3.97 2.6 3.29 2.31 3.02 FeO 4.89 2.97 3.84 2.68 3.65 MnO 0.21 0.14 0.18 0.11 0.17 MgO 3.31 3.13 2.66 2.74 3.17 CaO 8.02 7.24 7.2 6.22 6.95 Na2O 3.67 3.60 3.54 3.61 3.69 K2O 1.45 1.55 1.66 1.27 1.01 P2O5 0.26 0.12 0.23 0.1 0.1 Total 100 100 100 100 100

(12)

605

GAMBAR

Gambar 1. Peta Indeks Lokasi Penelitian

(13)

606

Gambar 3. Diagram rose dari liniasi pada blok barat. Penetuan umur ditentukan dari studi geologi yang telah dilakukan sebelumnya (Barianto et al., 2009)

(14)

607

Gambar 5. Kenampakan mineral primer penyusun andesit di daerah penelitian (A) dan XPL (B)

Gambar 6. Penentuan seri magma berdasarkan: A. kandungan Al2O3 dan Alkali Index dengan perhitungan (AI = [Na+K2O]/ [(SiO2-43)x0,17]; Middlemost, 1975 dalam Rollinson, 1993); B. kandungan K2O/Na2O dan SiO2 (Ishihara dan Murakami, 2004 dalam Setijadji, 2006); C. kandungan SiO2 dan K2O (Peccerillo dan Taylor, 1976, dalam Rollinson, 1993); D. kandungan Sr/Y dan Y (Defant dan Drumont, 1990 dalam Zulkarnain, 2008) Hbl Pl Pl Cpx Cpx Hbl Pl Op Op

A

Pl

B

(15)

608

Gambar 7. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan : A. kandungan Ti/Y dan Zr/Y (Pearce dan Gale, 1977 dalam Rollinson, 1993); B. kandungan Cr dan Y; C. kandungan Zr dan Ti (Pearce, 1973 dalam Rollinson, 1993); D. kandungan Ti/100 dan V (Shervais, 1982 dalam Rollinson, 1993)

(16)

609

Gambar 8. Penentuan tatanan tektonik berdasarkan : A. kandungan Ti/100, Zr, 3Y; B. kandungan Ti/100, Zr, Sr/2 (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993); C. kandungan TiO2, MnOx10, P2O5x10 (Mullen, 1983 dalam Rollinson, 1993); D. kandungan Zr dan Ti (Pearce dan Cann, 1973 dalam Rollinson, 1993)

(17)

610

Gambar 9. Diagram laba-laba untuk unsur jejak batuan andesit basaltik di daerah penelitian yang dinormalisasi terhadap (A) chondrite (Thompson, 1984 dalam Wilson, 1989); (B)

Primordial magma (Sun & McDonough, 1995); (C) MORB (Pearce, 1983 dalam

(18)

611

Gambar

Tabel 1. Pengukuran kekar tiang dan kekar lembaran di lapangan
Tabel 3. Hasil analisis geokimia pada oksida utama
Gambar 2. Kolom kesebandingan stratigrafi daerah Kulon Progo (Harjanto, 2011 dengan modifikasi)
Gambar 3. Diagram rose dari liniasi pada blok barat. Penetuan umur ditentukan dari studi geologi yang  telah dilakukan sebelumnya (Barianto et al., 2009)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui penelusuran dokumen. Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar,

'alam hal pembinaan hubungan baik antar rumah sakit, RSU' 'r. Soegiri amongan berupaya men%egah adanya persaingan yang tidak sehat dengan mengadakan kerja sama dan koordinasi

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan sekilas mengenai Kaskus sebagai media yang digunakan oleh komunitas kamera plastic dan toycamera atau Klastic Yogyakarta dalam

Berdasarkan proses penciptaan itu manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen materi dan immateri. Komponen materi berasal dari tanah dan komponen immateri ditiupkan

Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Mahkamah Agung merupakan program untuk mencapai sasaran strategis dalam hal peningkatan sarana dan prasarana

Pendapatan perkapita penduduk Jerman, konsumsi kopi Jerman dan harga kopi dunia cukup tinggi, dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan

O Bapa yang terkasih, Allah Yang Maha Tinggi, kami anak- anakMu yang hina ini bersujud di hadapan Kemuliaan TahtaMu di Surga.Kami mohon agar Engkau membebaskan

Hal ini menunjukkan bahwa PKB memiliki jumlah massa yangb banyak dan menunjukkan bahwa faktor kyai sangat berpengaruh, karena PKB memperoleh suara terbanyak atas nama