• Tidak ada hasil yang ditemukan

Soil Ln (PGA) = M ln (R e 0.617M ) h Zt (2.8) Dimana: R = jarak terdekat ke bidang patahan (km)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Soil Ln (PGA) = M ln (R e 0.617M ) h Zt (2.8) Dimana: R = jarak terdekat ke bidang patahan (km)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 21 σ = standar deviasi = 0.5

PGA dalam gal 2. Crouse (1991)

Ln (PGA) = 6.36 + 1.76 M – 2.73 ln (R + 1.58 e0.608M) + 0.00916h (2.6) R = hiposenter (km)

M = momen magnitude (MW)

H = kedalaman pusat gempa σ = 0.773

PGA dalam gal 3. Youngs et al. (1997) • Rock Ln (PGA) = 0.2418 + 1.414 M – 2.552 ln (R + 1.7818 e0.554M) + 0.00607h + 0.3846 Zt (2.7) • Soil Ln (PGA) = -0.6687 + 1.438M – 2.329 ln (R +1.097 e0.617M) + 0.00648h + 0.3846 Zt (2.8) Dimana:

R = jarak terdekat ke bidang patahan (km) M = momen magnitude (MW)

Zt = 0 untuk interface (Megathrust) = 1 untuk interslab (Benioff) σ = 1.45 – 0.1 M

PGA dalam (g).

Untuk gempa-gempa kerak dangkal (shallow crustal) beberapa fungsi atenuasi yang dikenal:

1. K. Sadigh (1997)

Fungsi atenuasi ini didapat berdasarkan data gempa-gempa kuat di California. Fungsi ini dapat digunakan untuk gempa dengan mekanisme strike-slip dan reverse-fault. Momen magnitude antara 4 sampai dengan 8, dan jarak pusat gempa hingga 100 km.

(2)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 22 Persamaannya:

Ln (Y) = C1 + C2M + C3M (8.5 – M)2.5 + C4 ln (rrup + exp(C5 + C6M)) + C7 ln(rrup

+ 2) (2.9)

Y = PGA dalam g

M = momen magnitude (MW)

rrup = jarak terdekat dengan bidang patahan (km)

C2 = 1 untuk M < 6.5 = 1.1 untuk M > 6.5 C5 = 1.29649 untuk M < 6.5 = -0.48451 untuk M > 6.5 C6 = 0.25 untuk M < 6.5 = 0.524 untuk M >6.5

untuk mendapatkan nilai PGA dari gempa dengan mekanisme reverse-fault adalah dengan mengalikan hasil dari strike-slip diatas dengan faktor 1.2. Nilai koefisien-koefisien pada fungsi atenuasi ini dapat dilihat pada tabel berikut:

(3)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 23 Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Untuk M < 6.5 Menurut K. Sadigh

Periode (s) C1 C3 C4 C7 PGA -0.624 0 -2.1 0 0.05 -0.09 0.006 -2.128 -0.082 0.075 0.1355 0.006 -2.131 -0.0745 0.1 0.275 0.006 -2.148 -0.041 0.12 0.348 0.005 -2.162 -0.014 0.15 0.285 0.002 -2.13 0 0.17 0.239 0 -2.11 0 0.2 0.153 -0.004 -2.08 0 0.24 0.06 -0.011 -2.053 0 0.3 -0.057 -0.017 -2.028 0 0.4 -0.298 -0.028 -1.99 0 0.5 -0.588 -0.04 -1.945 0 0.75 -1.208 -0.05 -1.865 0 1 -1.705 -0.055 -1.8 0 1.5 -2.407 -0.065 -1.725 0 2 -2.945 -0.07 -1.67 0 3 -3.7 -0.08 -1.615 0 4 -4.23 -0.1 -1.57 0 5 -4.714 -0.1 -1.54 0 7.5 -5.53 -0.11 -1.51 0 sumber: K. Sadigh (1997)

Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Untuk M >6.5 Menurut K. Sadigh

Periode (s) C1 C3 C4 C7 PGA -1.274 0 -2.1 0 0.05 -0.74 0.006 -2.128 -0.082 0.075 -0.5145 0.006 -2.131 -0.0745 0.1 -0.375 0.006 -2.148 -0.041 0.12 -0.302 0.005 -2.162 -0.014 0.15 -0.365 0.002 -2.13 0 0.17 -0.411 0 -2.11 0 0.2 -0.497 -0.004 -2.08 0 0.24 -0.59 -0.011 -2.053 0 0.3 -0.707 -0.017 -2.028 0 0.4 -0.948 -0.028 -1.99 0 0.5 -1.238 -0.04 -1.945 0 0.75 -1.858 -0.05 -1.865 0 1 -2.355 -0.055 -1.8 0 1.5 -3.057 -0.065 -1.725 0 2 -3.595 -0.07 -1.67 0 3 -4.35 -0.08 -1.615 0 4 -4.88 -0.1 -1.57 0 5 -5.364 -0.1 -1.54 0 7.5 -6.18 -0.11 -1.51 0 sumber: K. Sadigh (1997)

(4)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 24 2. Fukushima & Tanaka

Log (PGA) = 1.3 + 0.41M – log (R + 0.32 x 10 0.41M) – 0.0034R (2.10) R = jarak terdekat dengan pusat gempa (km)

M = Magnitude gelombang permukaan (Ms) σ = 0.5

PGA dalam gal

3. Joyner-Boore (1981,1988)

Model atenuasi ini didapat berdasarkan data-data kejadian gempa di North America dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 1981. Untuk percepatan horizontal maksimum persamaanya:

Ln (PGA) = 0.249M – log (R) – 0.00255R – 1.02 (2.11) R2 = Ro2 + 7.32

Pada tahun 1988 persamaan di atas dimodifikasi menjadi:

Ln (PGA) = 0.43 + 0.23 (M-6) – log R – 0.0027R (2.12) R2 = Ro2 + 82

σ = 0.28

Ro = jarak terdekat ke pusat gempa (km) M = momen magnitude (MW); 5 < MW <7

4. Joyner-Boore-Fumal (1997)

Pada tahun 1997 Boore, Joyner dan Fumal mempublikasikan model atenuasi terbaru untuk gempa dengan mekanisme strike-slip, reverse-slip dan untuk mekanisme yang tidak ditentukan.

Model ini digunakan untuk M 5.5 – 7.5 dan r < 80 km. Persamaannya adalah:

Ln Y = b1 + b2(M-6) + b3(M-6)2 + b5 ln R + bv ln (Vs/Va) (2.13)

R2 = rjb2 + h2

b1 =b1ss untuk strike slip

= b1RS untuk reverse slip

= b1ALL untuk mekanisme yang tidak ditentukan

M = Momen magnitude (Mw)

Rjb = jarak terdekat dengan bidang patahan (km)

Vs = kecepatan gelombang geser (m/s) Y = nilai PGA dalam g

(5)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 25 Tabel 2. 3 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Menurut Joyner-Boore-Fumal (1997)

Periode (detik) b1ss b1rs b1all b2 b3 b5 bv h Va σ

PGA -0.313 -0.117 -0.242 0.527 0 -0.778 -0.371 5.57 1396 0.52 0.1 1.006 1.087 1.059 0.753 -0.226 -0.934 -0.212 6.27 1112 0.479 0.12 1.109 1.215 1.174 0.721 -0.233 -0.939 -0.215 6.91 1452 0.485 0.15 1.128 1.264 1.204 0.702 -0.228 -0.937 -0.238 7.23 1820 0.492 0.17 1.109 1.242 1.173 0.702 -0.221 -0.933 -0.258 7.21 1977 0.497 0.2 0.999 1.17 1.089 0.711 -0.207 -0.924 -0.292 7.02 2118 0.502 0.24 0.847 1.033 0.941 0.732 -0.189 -0.912 -0.338 6.62 2178 0.511 0.3 0.598 0.803 0.7 0.769 -0.161 -0.893 -0.401 5.94 2133 0.522 0.4 0.212 0.423 0.311 0.831 -0.12 -0.867 -0.487 4.91 1954 0.538 0.5 -0.122 0.087 -0.025 0.884 -0.09 -0.846 -0.553 4.13 1782 0.556 0.75 -0.737 -0.562 -0.661 0.979 -0.046 -0.813 -0.653 3.07 1507 0.587 1 -1.133 -1.009 -1.08 1.036 -0.032 -0.798 -0.698 2.9 1406 0.613 1.5 -1.552 -1.538 -1.55 1.085 -0.041 -0.796 -0.704 3.92 1479 0.649 2 -1.699 -1.801 -1.743 1.085 -0.085 -0.812 -0.655 5.85 1795 0.672 Sumber : Joyner-Boore-Fumal 1997, seismological Research Letters, Vol 68

Tabel 2. 4 Nilai Vs untuk berbagai jenis tanah

Soil Type Vs (m/s) Rock 620 Soil 310 SB 1070 SC 520 SD 250 Sumber: (www.usgs.gov; 2007) 5. Campbell (1997)

Fungsi atenuasi yang diberikan oleh Campbell didapat berdasarkan data-data kejadian gempa kerak dangkal di Western North America. Fungsi ini dapat digunakan untuk gempa dengan magnitude (M) lebih dari sama dengan 5 dan jarak dengan sumber gempa (R) lebih kecil atau sama dengan 60 km.

Persamaannya: Ln (A) = -3.512 + 0.904 M – 1.328 ln ((R2 + (0.149 e0.647 M)2)0.5) + (1.125 – 0.112 ln (R) – 0.0957 M)F + (0.44-0.171 ln (R))SSR + (0.405-0.222ln(R))SHR + ∈ (2.14) Dimana: A = PGA dalam g ∈ = random error term M = momen magnitude

R = jarak terdekat horizontal ke bidang patahan F = 0 untuk strike slip

= 1 selain strike slip SSR = 1 untuk soft rock

= 0 selain soft rock SHR = 1 untuk hard rock

(6)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 26 =0 selain hard rock

2.9 ANALISIS SEISMIC HAZARD DENGAN “TOTAL PROBABILTY THEOREM”

Analisis seismic hazard dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara deterministik dan cara probabilitas. Deterministik merupakan resiko gempa yang mempunyai nilai kemungkinan sangat kecil, karena nilainya didapat dari resiko gempa terbesar, yaitu gempa dengan jarak terdekat dan magnitude paling besar. Analisis ini sering digunakan untuk bangunan-bangunan penting yang didesain tahan gempa untuk kondisi terburuk sekalipun, misalnya bangunan reaktor nuklir, bendungan, dan lain sebagainya.

Analisis probabilitas mempunyai nilai kemungkinan lebi besar, karena ketidak pastian besar, lokasi dan kecepatan perulangan diperhitungkan dalam analisis ini. Analisis ini lebih mengarah pada nilai ekonomis dari struktur yang didesain. Metode ini sering juga dikenal dengan „Probability Seismic Hazard Analysis“ (PSHA), dengan berdasarkan teori probabilitas total. Metode PSHA ini pertama kali diperkenalkan oleh Cornell (1968) dan Algermissen et al. (1982). Yang digunakan dalam studi ini adalah analisis dengan metode probabilitas. Tahapan standar analisis resiko gempa dengan metode ini dapat dideskripsikan sebagai berikut (Reiter 1990):

1. Tahap pertama ialah identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, termasuk karakterisasi distribusi probabilitas dari lokasi rupture yang berpotensi dalam sumber. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi probabilitas yang sama untuk masing-masing zona sumber. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa gempa mungkin akan sama-sama terjadi pada setiap tiitk dalam zona sumber gempa. Disribusi ini dikombinasikan dengan bentuk geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber ke lokasi. Tahap pertama ini disebut juga tahapan probabilitas jarak sumber gempa.

2. Langkah berikutnya, karakterisasi dari seismisitas atau distribusi sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan kejadian gempa, yang mengekspresikan kecepatan rata-rata dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui, digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitas dari masing-masing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini

(7)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 27 dapat mengakomodasi besarnya magnitude maksimum dari gempa. Tahap kedua ini disebut juga tahapan probabilitas magnitude gempa.

3. Gerakan tanah yang terjadi di suatu lokasi akibat adanya gempa dengan besar gempa berapapun dan lokasi kejadian dimanapun dalam maisng-masing zona sumber gempa, dapat ditentukan menggunakan „predictive relationship“. Ketidakpastian dari „predictive relationship“ juga diperhitungkan. Tahap ketiga ini disebut juga tahapan probabilitas percepatan gempa.

4. Langkah terakhir ini adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari lokasi gempa, besarnya gempa dan prediksi parameter goncangan tanah (percepatan gempa) untuk memperoleh suatu angka probabilitas terlampauinya suatu parameter goncangan tanh selama suatu periode waktu.

Model matematika yang digunakan dalam analisis probailitas resiko gempa dikembangkan oleh USGS (McGuire 1976). Teorema probabilitas yang dikembangkan oleh McGuire ini mengambil asumsi harga kekuatan gempa (M) dan letak hiposenter sebagai variabel acak bebas yang menerus. Teori ini mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut:

P[I>i] =

∫∫

r r m mf dmdr f r m i I P[ | , ] (2.15) Dengan :

P[m] = probabilitas dari magnitude P[r] = probabilitas dari jarak pusat gempa

] , | [I i m r

P = probabilitas berkondisi intensitas I yang sama atau lebih besar dari intensitas i di suatu lokasi, akibat kekuatan gempa m dan jarak pusat gempa r.

Nilai intensitas i untuk kekuatan gempa m dan jarak ke lokasi r ditentukan berdasarkan rumusan atenuasi yang dipakai. Probabilitas berkondisi di atas dapat digambarkan seperti gambar di bawah.

Nilai P[Ii|m,r] dapat juga dihubungkan dengan nilai Cumulative Distribution Function (CDF) FI(i) dari intensitas I pada magnitude m dan jarak r:

] , | [I i m r

P = 1- FI(i)

Pada dasarnya nilai FI(i) tergantung pada distribusi probabilitas yang digunakan. Pada

umumnya parameter pergerakan tanah diasumsikan terdistribusi log normal.

Fungsi probabilitas dari magnituda, fm diturunkan dari nilai frekuensi kejadian gempa rata-rata tahunan. Tingkat kejadian rata-rata tahunan gempa yang mempunyai besaran

(8)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 28 magnituda yang lebih besar atau sama dengan nilai tertentu mempunyai hubungan sebagai berikut:

Log N(m) = a – bm (2.16)

Dimana:

N(M) = frekuensi kejadian gempa dengan magnituda lebih besar atau sama dengan M per satuan waktu.

a = konstanta karakteristik kegempaan yang merupakan fungsi dari jangka waktu pengamatan dan tingkat kegempaan daerah sumber.

b = konstanta karakteristik kegempaan yang menunjukkan distribusi besar dan kecil magnitude gempa.

Untuk perhitungan parameter-parameter gempa ini dilakukan pengumpulan data untuk rentang waktu tertentu dan kemudian diurutkan menurut besaran magnitude, setelah itu hitung jumlah kejadian tiap-tiap besaran magnitude.

Contoh:

Tabel 2. 5 Contoh Perhitungan a-b Parameter

Magnituda Jumlah kejadian Jum.Kum LogN(M)

5 66 101 2.004321

5.5 22 35 1.544068

6 10 13 1.113943

6.5 2 3 0.477121

7 1 1 0

Sumber: Hasil Perhitungan

kemudian plot grafik antara M Vs log N(M), lalu buat persamaan regresi linearnya

y = -1.0151x + 7.1186 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 2 4 6 8 M agnitude Log N (M) Series1 Linear (Series1)

(9)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 29 maka nilai:

a = 7.1186 b = 1.0151

Persamaan Log N(m) = a – bm dapat juga ditulis:

N(M) = 101-bm = exp(α-bm) (2.17)

Dimana: α = a ln 10 b = b ln 10

Dalam rekayasa gempa, besarnya magnitude gempa dibatasi dengan mo, dimana gempa-gempa dengan magnitude lebih kecil dari mo dianggap tidak membahayakan dan tidak menyebabkan kerusakan berarti (Kramer, 1996). Oleh karena itu, tingkat kejadian rata-rata tahunan dapat ditulis:

N(M) = ν exp(-b(m-mo)) m>mo (2.18)

Dimana: ν = exp(α-bmo)

Dengan mengasumsikan besaran gempa dari sejumlah kejadian gempa tidak tergantung satu sama lain (independent), maka dapat ditentukan distibusi kumulatif (CDF) dari tiap-tiap kejadian gempa sebagai berikut:

[

]

) ( 1 ) ( ) ( ) ( | ) ( mo m e mo N m N mo N mo M m M P m Fm − − − = − = > < = β (2.19)

atau fungsi probabilitas dapat ditulis:

) ( ) ( ) ( m mo e m Fm dm d M fm = =β −β − (2.20)

Selain batas bawah magnitude, pemakaian persamaan Gutenberg-Richter juga harus dibatasi dengan batas atas magnitude. Hal ini dikarenakan kondisi tektonik yang membatasi kemungkinan terjadinya gempa dengan magnitude terbesar di daerah itu. Jika magnitude gempa yang diperhitungkan juga dibatasi oleh harga maksimum m1, maka tingkat kejadian rata-rata tahunan dapat ditulis (McGuire and Arabasz, 1990):

) ( exp( 1 )) ( exp( )) ( exp( ) ( max max mo m mo m mo m M N − − − − − − − − = β β β ν (2.21)

dan fungsi distribusi kumulatif (CDF) dapat ditulis: )) ( exp( 1 ( ) (m k m mo Fm = − −β − (2.22)

(10)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 30 mo<m<m1

dimana: b = b ln 10

k = [1-exp(-b(m1-mo))]-1

mo = batas minimum besar gempa (magnitude) dari sumber gempa m1 = batas maksimum besar gempa (magnitude) dari sumber gempa

dengan menurunkan persamaan di atas terhadap m, maka akan diperoleh probability function (PDF): 1 )) ( exp( ) ( ) ( m m m mo m k m fm m Fm dm d o < < − − = = β β (2.23)

Fungsi probabilitas dari jarak, fr sangat ditentukan dari geometri sumber gempa yang juga tergantung pada kondisi geologi dan seismologi sumber gempa. Geometri sumber gempa dapat digambarkan berupa sumber gempa titik, garis atau area. Tingkat kejadian rata-rata untuk lokasi tersebut diberikan oleh:

∑ ∫∫

= > = Ns i ri mi i A P I i m r f m f r dmdr N 1 ) ( ) ( ] , | [ υ (2.24)

Adanya nilai resiko tahunan apabila seluruh kejadian gempa diasumsikan mengikuti distribusi Poisson adalah:

RA = 1-e(-NA) (2.25)

2.10 ANALISIS RESIKO GEMPA

Peristiwa gempa bumi merupakan kejadian alam yang bersifat acak yang tidak dapat ditentukan dengan pasti besar, tempat, maupun waktu terjadinya. Dengan konsep probabilitas, terjadinya gempa dengan intensitas dan periode ulang tertentu dapat diperkirakan. Angka keamanan (probability) inilah yang memberikan distribusi terhadap resiko gempa.

Resiko tahunan (RA) dari suatu intensitas adalah angka kemungkinan tercapainya atau

terlampauinya intensitas tersebut dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan periode ulang rata-rata (T) dari suatu intensitas merupakan perbandingan terbalik dari resiko tahunan. Jika resiko tahunan untuk intensitas diketahui, maka:

(11)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 31 Dimana:

RA = 1-e[-ΣP(I>=i)] (2.26)

ΣP(I>=i) : probability of exceedence yang didapatkan dari analisis seismic hazard

Resiko gempa (RN) didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya gempa dengan

intensitas dan periode ulang tertentu selama masa layan bangunan ( N tahun). Dengan asumsi bahwa resiko-resiko dalam tahun-tahun yang berurutan adalah tidak saling berhubungan, maka hubungan antara resiko tahunan (RA) dan resiko dalam jangka

waktu N tahu (RN) adalah:

RN = 1-1(1-RA)N (2.27)

Resiko gempa untuk setiap kategori dengan masa layan bangunan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.6 Resiko gempa untuk setiap kategori dengan masa layan bangunan

Tingkat Beban

Gempa Sedang Kuat Sangat Kuat

Periode T ( Tahun) 5 10 20 50 100 200 500 1000 RA(%) 20 10 5 2 1 0.5 0.2 0.1 RN (%) N = 10 tahun 89 65 40 18 9.6 4.9 2 1 N = 30 tahun 100 96 79 45 26 14 9 3 N = 50 tahun 100 100 92 64 40 22 9.5 5 N = 100 tahun 100 100 99 87 63 40 18 9.5

Sumber: Catatan Kuliah SI 4121 “Pengantar Dinamika Tanah dan Rekayasa Gempa

2.11 HASIL ANALISIS DARI BEBERAPA SUMBER LAIN

Beberapa studi sebelumnya telah dilakukan untuk menentukan besarnya percepatan spektra pada batuan dasar. Berikut ini akan diuraikan satu per satu.

2.11.1 Shah dan Boen (1996)

Pada tahun 1996, Haresh Shah dan Teddy Boen melakukan penelitian tentang zona gempa di Indonesia, Kecuali wilayah Sulawesi. Shah dan Boen membagi Indonesia menjadi 6 wilayah zona sumber gempa, yaitu sumber gempa Sumatera, Jawa, Timor, Seram, Irian Jaya dan Aru Basin. Fungsi atenuasi yang digunakan Shah dan Boen ialah fungsi atenuasi dari Fukushima dan Crouse. Peta zona gempa yang dihasilkan membagi Indonesia menjadi 6 zona dengan interval masing-masing zona 100 gal.

(12)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 32 Gambar 2. 15 Zona Gempa Indonesia Menurut Shah & Boen

Gambar 2. 16 Peta gempa Indonesia Menurut Shah & Boen (1996)

2.11.2 Kertapati (1999)

Pada tahun 1999, Kertapati dan Kawan-kawan melakukan penelitian tentang wilayah gempa di Indonesia dan hasilnya membagi wilayah Indonesia menjadi 27 buah zona sumber gempa. Peta percepatan tanah pada batuan dasar yang dihasilkan oleh

(13)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 33 Kertapati dkk adalah untuk periode ulang 500 tahun dengan interval kontur 0.05 g. Fungsi atenuasi yang digunakan oleh Kertapati ialah fungsi atenuasi dari Fukushima. Kota-kota dengan Ground motion tertinggi ialah Denpasar, Liwa, Kerinci dan Tarutung dengan percepatan gempa di batuan dasarnya lebih dari 350 gal.

Gambar 2. 17 Zona Sumber Gempa Wilayah Indonesia (Kertapati, 1999)

(14)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 34 2.11.3 Firmansjah dan Irsyam (1999)

Pada tahun 1999 Firmansyah dan Irsyam membagi zona sumber gempa yang

mempengaruhi wilayah Indonesia menjadi 3 klasifikasi, yaitu subduksi, transformasi dan difusi.

Gambar 2. 19 Zona Gempa Indonesia Menurut Firmansjah & Irsyam (1999)

(15)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 35 2.11.4 Najoan (1999,2004)

Najoan dan kawan-kawan pada tahun 1999 membuat peta percepatan gempa untuk wilayah Indonesia bagian timur yang menggunakan data kejadian dari tahun 1900-1993. Daerah sumber gempa dibagi dalam 2 bagian, yaitu sumber gempa yang berasal dari gempa-gempa yang terjadi di zona subduksi dan sumber gempa yang terjadi pada sesar aktif. Untuk kejadian gempa yang berasal dari zona subduksi, analisis dilakukan dengan membagi kepulauan Indonesia atas 1138 daerah sumber gempa. Setiap zona sumber gempa luasnya 1 derajat persegi, dan dihitung parameter seismisitasnya dengan metode Gutenberg-Richter. Untuk kejadian gempa yang terjadi pada sesar aktif, analisis dilakukan dengan menggunakan cara yang dilakukan oleh Wells dan Coppersmith (1994). Fungsi atenuasi yang digunakan oleh Najoan dkk adalah fungsi atenuasi dari Fukushima dan Tanaka.

Pada tahun 2004, Najoan dkk membuat kembali peta zona gempa wilayah Indonesia dengan metode yang sama, namun data gempa yang digunakan dalam analisis diperbaharui, yaitu data dari tahun 1900 sampai tahun 2003. Berikut peta zona gempa dari Najoan dkk yang dibuat tahun 2004.

(16)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 36 2.11.5 SK-SNI -03-1726

Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung ditetapkan sebaran nilai PGA Indonesia seperti diperlihatkan dalam gambar dibawah ini:

Gambar 2. 22 Peta Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2003) 2.11.6 Global Seismic Hazard Assesment Program (GSHAP) United States Geological Survey (USGS,2004)

Sebuah lembaga penelitian di Amerika Serikat yang bernama USGS memiliki program penelitian GSHAP, dimana program ini dilakukan pemetaan seismic hazard seluruh belahan bumi termasuk Indonesia. Berikut peta zona gempa Indonesia menurut GSHAP USGS:

(17)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 37 Gambar 2. 23 Peta Gempa Indonesia Menurut GSHAP USGS

(18)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...II-1 2.1 UMUM ...II-1 2.2 LEMPENG TEKTONIK ...II-3 2.2.1 Pergerakan Lempeng ...II-4 2.2.2 Zona Gempa Subduksi...II-6 2.2.3 Zona Gempa Transformasi ...II-7 2.2.4 Zona Gempa Difusi ...II-7 2.3 TATANAN TEKTONIK INDONESIA ...II-8 2.3.1 Perkembangan Tatanan Teknonik Indonesia...II-8 2.4 PRODUK TUMBUKAN LEMPENG INDONESIA ...II-10 2.5 AKTIVITAS KEGEMPAAN INDONESIA ...II-13 2.6 PERAMBATAN GELOMBANG GEMPA KE BATUAN DASAR ...II-14 2.7 UKURAN GEMPA ...II-16 2.7.1 Intensitas Gempa ...II-16 2.7.2 Magnitude Gempa ...II-17 2.8 FUNGSI ATENUASI...II-20 2.9 ANALISIS SEISMIC HAZARD DENGAN “TOTAL PROBABILTY THEOREM” ...II-26 2.10 ANALISIS RESIKO GEMPA...II-30 2.11 HASIL ANALISIS DARI BEBERAPA SUMBER LAIN...II-31 2.11.1 Shah dan Boen (1996) ...II-31 2.11.2 Kertapati (1999)...II-32 2.11.3 Firmansjah dan Irsyam (1999)...II-34 2.11.4 Najoan (1999,2004) ...II-35 2.11.5 SK-SNI -03-1726...II-36 2.11.6 Global Seismic Hazard Assesment Program (GSHAP) United States Geological Survey (USGS,2004) ...II-36 Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Untuk M < 6.5 Menurut K. Sadigh ...II-23 Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Untuk M >6.5 Menurut K. Sadigh ...II-23 Tabel 2. 3 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Menurut Joyner-Boore-Fumal (1997) ...II-25 Tabel 2. 4 Nilai Vs untuk berbagai jenis tanah... II-25 Tabel 2. 5 Contoh Perhitungan a-b Parameter...II-28 Gambar 2. 1 Ilustrasi Pusat Gempa Dalam Tanah Atau Batuan (USGS) ...II-2 Gambar 2. 2 Struktur Lapisan Dalam Bumi (Encarta 2006) ...II-3 Gambar 2. 3 Ilustrasi Interaksi Lempeng Tektonik (Wikipedia)...II-5 Gambar 2. 4 Ilustrasi Mekanisme Pergerakan Lempeng (Wikipedia)...II-5 Gambar 2. 5 Ilustrasi Zona Gempa Subduksi (Wikipedia)...II-7 Gambar 2. 6 Ilustrasi Patahan/Fault (USGS)...II-7 Gambar 2. 7 Peta Perkembangan Tektonik Indonesia (USGS) ...II-10 Gambar 2. 8 Tatanan Tektonik Indonesia (USGS)...II-13 Gambar 2. 9 Tatanan Tektonik Indonesia (Bolt,1999) ...II-13 Gambar 2. 10 Aktivitas Kegempaan Indonesia Bagian Timur 1899-2006...II-14 Gambar 2. 13 Hubungan Skala Magnitude (Campbell, K.W,1985) ... II-20 Gambar 2. 14 Regresi Linear a-b Parameter (Sumber: Hasil Perhitungan) ... II-28 Gambar 2. 15 Zona Gempa Indonesia Menurut Shah & Boen ...II-32 Gambar 2. 16 Peta gempa Indonesia Menurut Shah & Boen(1996)...II-32 Gambar 2. 17 Zona Sumber Gempa Wilayah Indonesia (Kertapati, 1999) ...II-33 Gambar 2. 18 Peta Gempa Indonesia Menurut Kertapati (1999) ...II-33 Gambar 2. 19 Zona Gempa Indonesia Menurut Firmansjah & Irsyam (1999)... II-34 Gambar 2. 20 Peta Gempa Indonesia Menurut Firmansjah & Irsyam (1999) ... II-34 Gambar 2. 21 Peta Gempa Indonesia Menurut Najoan (2004) ... II-35 Gambar 2. 22 Peta Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2003)...II-36 Gambar 2. 23 Peta Gempa Indonesia Menurut GSHAP USGS ... II-37

Gambar

Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Fungsi Atenuasi Untuk M &gt;6.5 Menurut K. Sadigh
Tabel 2. 4 Nilai Vs untuk berbagai jenis tanah
Gambar 2. 14 Regresi Linear a-b Parameter (Sumber: Hasil Perhitungan)
Tabel 2.6 Resiko gempa untuk setiap kategori dengan masa layan bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilkaukan Nuratama (2011) membuktikan variabel tenure berpengaruh positif terhadap kualitas audit, dengan kata lain semakin panjang tenure KAP,

Oleh karena itu, dalam analisis ini, zona gempa yang memiliki data kurang dari 40 akan digabung dengan zona gempa lainnya yang memiliki mekanisme gempa yang sama sehingga

“Hakim itu ada tiga golongan, yang satu golongan akan masuk Syurga dan dua golongan lainnya akan masuk Neraka. Golongan hakim yang akan masuk Syurga adalah hakim yang

Perlu dilakukan penelitian dengan metode kuantitatif tentang perawatan kateter urine indwelling yang mengidentifikasi keuntungan-keuntungan dari penurunan bakteriuria pada

Anggrek termasuk salah satu kelompok tumbuhan kosmopolitan yang hampir tersebar di seluruh bagian dunia. Akan tetapi tipe dan keberadaan suatu vegetasi ada kalanya dapat

sensitif terhadap proses evaporasi dan air hujan (presipitasi). Komposisi Isotop air permukaan pada air laut ditentukan olah banyaknya air hujan dan jumlah air yang

 Pusat jasa‐jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau  Pusat jasa jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau..  PKL  Pusat jasa‐jasa

Traffic Server adalah sebuah sistem yang digunakan secara inhouse oleh Yahoo untuk mengatur traffic mereka sendiri, dengan ini mereka dapat mengatur session