• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ratih Pusparini, Alumnus Pembawa Misi Perdamaian di Negara Konflik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ratih Pusparini, Alumnus Pembawa Misi Perdamaian di Negara Konflik"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Ratih Pusparini, Alumnus

Pembawa Misi Perdamaian di

Negara Konflik

UNAIR NEWS – Menjadi perempuan pertama Indonesia yang dikirim ke medan perang sebagai pasukan keamanan menjadi salah satu kebanggaan tersendiri baginya. Ia merasa senang ketika ditunjuk oleh atasannya di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk diterjunkan langsung di daerah yang penuh pergolakan.

Ia adalah Ratih Pusparini, alumnus S-1 Sastra Inggris Universitas Airlangga tahun 1994 yang bertugas sebagai pembawa misi perdamaian di negara konflik. Meski sudah empat tahun berselang, pengalaman yang ia dapatkan usai bertugas di negara konflik masih begitu jelas tersimpan dalam ingatannya. Tentang bagaimana peperangan antar suku, patroli tentara, dan bunyi timah panas yang berdesing di indera pendengarnya setiap hari. Tahun 2008 menjadi tahun bersejarah dalam karirnya. Pada tahun itu, Ratih pertama kali mengemban tugas sebagai military

observer misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik

Demokratik Kongo. Ratih bercerita, suasana politik di Kongo kala itu amat dinamis. Penuh ketidakpastian.

“Masih banyak pertempuran antar suku, antar kelompok-kelompok pemberontak yang tidak hanya berasal dari Kongo tapi juga dari negara-negara di sekitarnya, seperti dari Uganda, Rwanda dan Republik Afrika Tengah. Kami pernah harus tinggal di rumah selama tiga hari tidak diijinkan beraktivitas di luar pagar karena keamanan yang tidak terjamin,” kisah perwira TNI Angkatan Udara itu.

Pada bulan Maret tahun 2012, ia kembali mendapatkan tugas ke Lebanon. Ia menjadi perwira siaga yang memonitor jalannya operasional United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL).

(2)

Selang satu bulan berjalan, pada bulan April, ia mendapat perintah dari Mabes TNI untuk bergabung dengan tim aju di Suriah sebagai military observer dan staf operasi di Markas Besar United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS). Namun, Ratih tak lama berada di Suriah, negeri yang kini diguncang keberadaan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Misinya diakhiri pada tiga bulan kemudian karena berbahaya bagi keselamatan pembawa misi perdamaian.

Ia pun kembali ke Lebanon pada bulan September 2012 sebagai

Shift Chief Joint Operation Centre UNIFIL. Kali ini, misinya

berlangsung selama satu tahun. Di awal penugasan, suasana Lebanon cukup kondusif. Namun, sekitar awal tahun 2013, kontak senjata sempat terjadi di beberapa tempat karena iklim politik di negara tetangganya, Suriah, juga memanas.

Perempuan, agen perdamaian dunia

Mendapatkan mandat sebagai salah satu perempuan militer pertama yang ditugaskan ke negara bertikai menjadi tanggung jawab yang tak mudah bagi Ratih yang kini berpangkat letnan kolonel. Ia merasa bahwa tanggung jawab ini perlu ditunjukkan melalui reputasi yang baik kepada pimpinan, senior, dan junior.

Di penugasan pertamanya di Kongo dan Suriah, ‘hanya’ sekitar 20 perempuan militer yang bertugas. Para perempuan itu berasal dari Indonesia (2 orang), Tiongkok, Afrika Selatan, India, Ghana, Kanada, Malawi, dan Uruguay. Lainnya adalah laki-laki militer yang jumlahnya mencapai 17 ribu pasukan berseragam militer, polisi, dan staf sipil.

Namun, perihal perdamaian, persatuan dan kesatuan adalah tanggung jawab seluruh anak bangsa. Tak pandang laki-laki dan perempuan. Meski demikian, perempuan kelahiran Denpasar 48 tahun lalu ini memandang bahwa perempuan bisa dijadikan agen perdamaian di berbagai wilayah konflik.

(3)

“Kita butuh kepercayaan dari mitra kerja kita yang notabene adalah lelaki. Mereka perlu memandang bahwa perempuan pun mampu melaksanakan tugas yang sama dengan yang mereka kerjakan karena sebelum para perempuan diberangkatkan dalam misi, mereka menjalani berbagai pelatihan dan persiapan yang memadai,” tegas Ratih yang semasa kuliah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati Putih.

Sejak menjalani misi perdamaian di wilayah bertikai, Ratih yang juga peraih gelar master di Universitas Monash, Australia, diganjar penghargaan Women of Change dari Pemerintah Amerika Serikat tahun 2013. Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional saat ia menjalani misi di Lebanon. Ia juga mendapat tanda kehormatan berupa The United Nations (UN) Medal, UN Medal

Syria, dan UN Peacekeeping Medal in Lebanon.

Ratih yang menamatkan sekolah dasar hingga menengah atas di Jakarta itu terus melantangkan suaranya hingga ke tingkat forum PBB. Pada akhir Februari 2017 lalu, Ratih bersama Kristin Lund (mayor jenderal asal Norwegia yang juga komandan misi perdamaian PBB) berbicara dalam sesi forum United Nations

Special Committee for Peacekeeping Operations di New York.

Dalam forum itu, ia menyampaikan enam pokok pikiran mengenai keterlibatan perempuan dalam misi perdamaian PBB. “PBB harus membuat langkah-langkah afirmatif untuk menambah jumlah perempuan dalam misi PBB. Perlu ada perubahan kebijakan pro perempuan, dan reformasi budaya dan mindset,” cerita Ratih. “Adequate resources (sumber daya yang memadai) untuk meningkatkan peran perempuan dalam misi pemeliharan perdamaian, dan perlunya gender advisory network yang berisikan perempuan-perempuan pengambil keputusan untuk memastikan perspektif gender di semua tingkatan. Selain itu, perlu adanya penugasan perempuan di luar feminine duties seperti medis, logistik, dan administratif,” imbuh Ratih yang kini menjabat sebagai Kepala Sub Departemen Bahasa, Departemen

(4)

Akademika, Akademi Angkatan Udara.

Ratih lantas bercerita, bahwa kesempatan perempuan untuk menjadi pembawa misi perdamaian sebenarnya terbuka lebar. Perempuan haruslah memiliki kondisi fisik dan mental yang baik, mampu berbahasa asing, dan kemandirian. Ada pula proses seleksi yang harus diikuti dan dilaksanakan terpusat di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI di Sentul, Bogor, Jawa Barat. “Peluang terbuka lebar bagi perempuan untuk bergabung dalam misi perdamaian PBB. Tak hanya militer dan polisi, warga sipil pun bisa bergabung. Kita punya banyak relawan PBB perempuan di berbagai misi. Kita punya banyak perempuan TNI dalam misi di Lebanon dan Sudan,” tutur Ratih.

Secara pribadi, ia pun berharap agar perempuan diberi kesempatan yang lebih luas untuk berperan aktif dalam perdamaian dunia. Ia mengatakan, secara perlahan namun pasti, dunia akan menjadi kuat dan damai.

Terkait dengan almamaternya, Ratih menuturkan bahwa keberhasilan UNAIR bertumpu pada sivitas akademika. “Kita harus punya kepedulian yang tinggi dari semua pihak. Baik itu rektorat, dekanat, dan mahasiswa. Ini untuk mendukung keberhasilan UNAIR menuju world class university,” pesannya. “Good luck, UNAIR!” pungkasnya.

Penulis: Defrina Sukma S

(5)

RS

Terapung

’Ksatria

Airlangga’ Dilayarkan Perdana

dari Makassar Menuju Surabaya

UNAIR NEWS – Alumni Universitas Airlangga mengukir sejarah baru. Selangkah lagi akan benar-benar memiliki kapal yang berfungsi sebagai Rumah Sakit Terapung (RST) “Ksatria Airlangga” dan akan melayani kesehatan masyarakat di pulau-pulau terluar dan terpencil.

Sebuah kapal phinisi sepanjang 27 meter dan lebar 7,2 meter itu, yang dibangun di sebuah galangan phinisi di Kec. Galesong, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/9) pagi sudah resmi dilayarkan dan meluncur lancar menuju Kota Surabaya. Di sebuah dermaga di kawasan Tanjung Perak, Surabaya, disanalah kemudian kapal akan dilengkapi dengan peralatan medisnya.

”Mohon doa restunya, pada pagi hari ini (Sabtu 9 September 2017), RS Terapung Ksatria Airlangga akan diluncurkan berlayar dari Makassar ke Surabaya. Semoga pelayaran berjalan dengan lancar untuk menunjukkan bakti Alumni kepada Universitas Airlangga,” tulis Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes., Pengurus Yayasan Ksatria Medika Airlangga, yayasan yang akan pengelola RST “Ksatria Airlangga”. Di kapal itu juga tampak Herni Suprapti, bendahara yayasan Ksatria Medika Airlangga.

Koordinator Staf Dekanat FK UNAIR itu, berada di Galesong, Takalar, mengikuti peluncuran perdana kapal RST yang awalnya diinisiasi oleh sejawat dokter alumni FK UNAIR ini. Kapal diluncurkan dari sebuah dermaga di Galesong, setelah sekitar satu bulan dilakukan uji coba layar di perairan sekitar kawasan produksi kapal khas Bugis itu. Seperti dirancang pada awalnya, RST ini akan menelan biaya sekitar Rp 5 milyar, separuh lebih merupakan biaya pembuatan kapalnya.

(6)

Dr. Gadis Meinar membenarkan bahwa sebagai alumni hendaknya berbangga, karena berhasil membangun RST “Ksatria Airlangga” yang pembuatan kapalnya sudah selesai. Selain itu, katanya, ini merupakan RST pertama di dunia yang dimiliki oleh alumni perguruan tinggi yang akan digunakan untuk membaktikan diri pada pelayanan kesehatan dan pengabdian masyarakat di daerah-daerah terpencil di kepulauan Indonesia.

SUASANA peresmian peluncuran kapal RST “Ksatria Airlangga”. Tampak ada dr. Herni Suprapti, M.Kes (kedua dari kiri), Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes., dan dr. Agus Haryanto, SpB (ketiga dan kedua dari kanan). (Foto: Istimewa)

Ikhwal uji coba dan peluncuran ini juga dibenarkan oleh Agus Hariyanto, dr., SpB., alumni FK UNAIR penggagas ide awal RST ini. Ia yang berdinas di kawasan kepulauan di Maluku Utara itu rajin menengok proses pembuatan kapal ini ke Makassar. Dalam perlayaran perdana menuju Surabaya ini pun, dokter spesialis bedah itu juga terlihat ada di geladak kapal itu bersama para aparat keamanan setempat.

(7)

sampai di Surabaya, nanti saja saya kabari,” kata Agus Hariyanto, alumni PPDS FK UNAIR tahun 2006 ini.

Dalam dialog melalui chatt dengan unair.news sebelum ini, Agus Harianto juga mengabarkan sedang menyusun rancangan program pelayaran kapal RST ini untuk sepanjang tahun 2018. ”Unair

Goes to Island,” tulisnya.

Ia berharap selain pelayanan untuk pengabdian medis, juga hendaknya sekaligus bsia dimanfaatkan untuk bikin

observational research dengan goal memiliki data base tentang

kesehatan maritim di pulau-pulau di Provinsi Jawa Timur.

”Saya kira ini sangat terbuka bagi adik-adik peneliti untuk bergabung mengerjakan riset itu, atau bikin riset sendiri dengan mengikuti pelayaran kapal RST ini,” tambahnya. (*) Penulis: Bambang Bes

Personel Padi Reuni di Jogja

UNAIR NEWS – Reuni alumnus Fakultas Ekonomi (FE) jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UNAIR angkatan 1993 pada 9-10 Januari di Yogyakarta berlangsung penuh warna. Mengusung tema Back in Time, berjumlah sekitar 30-an alumni melepas kangen setelah 17 tahun tak bersua. Dua personel Padi, Andi Fadly (vokal) dan Ari Tri Sosianto (gitar) yang datang langsung dari Jakarta juga membuat suasana reuni terasa lebih istimewa.

Sekitar pukul 19:30 WIB, lagu Jogjakarta membuka reuni kali pertama FE IESP 1993 yang digelar di Hotel Jambuluwuk itu. Alunan suara merdu dari band pengiring menambah suasana reuni bertambah syahdu.

(8)

’’Terima kasih buat kawan-kawan yang jauh-jauh datang untuk menyempatkan hadir di sini,’’ tutur Mukas Kuluki, panitia reuni FE IESP 1993.

Fadly dan Ari didapuk menyanyikan lagu-lagu Padi.

Setelah lagu pembuka usai, Fadly dan Ari langsung didapuk untuk tampil. Lagu-lagu bertema cinta pun mengalir dari bibir Fadly yang kini aktif di Musikmia itu. Ternyata Cinta, Begitu

Indah, Kasih Tak Sampai, Semua Tak Sama, dan beberapa lagu

yang membuat peserta reuni seakan kembali ke masa lalu.

’’Doakan Padi bisa comeback tahun ini,’’ kata Fadly yang langsung disambut tepuk tangan peserta reuni.

(9)

Selain pentolan grup Padi, hadir pula sejumlah eksekutif perusahaan, pengusaha, pejabat, hingga birokrat. Di antaranya Deputi Kepala Bank Indonesia (BI), Solo Hendik Sudaryanto; Kacab BRI Bajawa, Dedy Hendrianto; dan Kacab Meratus Manado, Ardian Zamroni. Tak ketinggalan hadir pula Ketua Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan FEB UNAIR, Dr Wisnu Wibowo. Semakin larut, suasana reuni semakin hangat. Lagu-lagu dangdut dari band hotel membuat peserta asyik berjoget. Setelah hampir tiga jam bersenda gurau bersama, acara diakhiri dengan menyanyikan lagu Kemesraan dan Sayonara.

’’Semua peserta bergandengan tangan membentuk lingkaran. Suasananya sangat emosional,’’ imbuh Wisnu.

Reuni alumnus Fakultas Ekonomi (FE) jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UNAIR angkatan 1993 pada 9-10 Januari di Yogyakarta.

Dari hotel, rombongan melanjutkan nongkrong di angkringan Stasiun Tugu, Yogyakarta. Sembari menikmati sego macan dan kopi joss, mereka ngobrol ngalor ngidul mengingat masa-masa indah saat kuliah. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 02:00 WIB, rombongan pun kembali ke hotel untuk beristirahat. (*)

(10)

Alumnus FK Ini Presentasi

Riset Vaksin Tuberkulosis di

20 Negara

UNAIR NEWS – Tingginya angka prevalensi penyakit tuberkulosis, mendorong sejumlah negara untuk mengembangkan riset vaksin tuberkulosis. Salah satu pengembang riset vaksin itu adalah Satria Arief Wibowo, alumnus S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, yang kini menempuh studi doktor di London School of Hygiene and Tropical Medicine.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, penelitiannya mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Pada tahun pertama dan tahun kedua studi doktor, ia menguji coba kandidat vaksin pada hewan coba. Masuk ke tahun ketiga, Satria bersama tim peneliti lainnya sedang berkonsentrasi melakukan uji coba pada manusia. Bulan Maret 2017 lalu, ia memulai uji klinis pada manusia di Rumania.

“Tim kami banyak berkolaborasi dengan negara-negara Eropa Timur seperti Romania, Belarussia, dan Lithuania, di mana jumlah penderita TB masih tinggi,” ungkapnya.

Satria fokus mengembangkan strategi vaksinasi terapeutik untuk TB. Strategi ini bekerja dengan cara menggabungkan antara vaksinasi dengan pengobatan. Kombinasi ini diharapkan dapat memperpendek masa terapi dan meningkatkan angka kesembuhan pada penderita TB baik untuk dewasa maupun anak-anak.

Dari hasil pengamatannya sejauh ini, secara umum vaksin TB memerlukan strategi khusus karena Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab TB merupakan organisme intraseluler sehingga cell-mediated immunity lebih berperan dibandingkan

(11)

respons berbasis antibodi.

“Kuman TB memiliki kemampuan untuk menjadi dorman atau dikenal dengan kuman TB persisters. Sehingga dalam kandidat vaksin yang diujicobakan, kami mengembangkan latency antigens agar kuman TB persisters tersebut dapat dikenali oleh sistem imun dan tertanggulangi secara paripurna,” ungkap Satria.

Rencananya, penelitian ini akan dilangsungkan hingga medio tahun 2018 dan akan menjadi bagian akhir untuk disertasi program doktoral yang saat ini sedang ia tuntaskan.

Menjalin relasi dengan peneliti di negara lain

Kegiatan penelitiannya ini dilibatkan bersama sejumlah mahasiswa program pendidikan dokter spesialis anak dan mahasiswa kedokteran. Satria menjadi peneliti termuda satu-satunya dari Asia Tenggara.

Selain itu, Satria juga telah berkeliling ke 26 negara di Eropa dan Afrika untuk penelitian, presentasi hasil riset di sejumlah kongres dan menjalin relasi dengan sejawat peneliti. Hasil riset yang pernah dipresentasikan di antaranya adalah “New Approaches to Vaccines for Tropical Diseases” dalam kongres Keystone Symposia di Afrika Selatan yang didanai Bill and Melinda Gates Foundation pada Mei tahun 2016.

Dalam kongres yang dihadiri delegasi dari 50 negara tersebut, Satria menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia.

Selain di Afrika Selatan, Satria juga pernah mempresentasikan risetnya di hadapan ratusan peneliti dunia dalam “Congress

47th World Conference of International Union against Tuberculosis” di Liverpool, Inggris Raya, pada Oktober 2016

lalu.

“Saya bersyukur dapat terlibat dalam riset berskala internasional semacam ini. Hal yang dapat saya pelajari di sini adalah dokter sebagai klinisi sebenarnya tidak sebatas

(12)

berkutat menangani pasien di rumah sakit saja. Dokter sebenarnya punya kesempatan untuk aktif terlibat di dalam aktivitas riset. Tujuannya untuk menghasilkan inovasi pengobatan demi kepentingan pasien,” ungkapnya.

Jauh sebelumnya, Satria menempuh studi S-1 Pendidikan Dokter FK UNAIR dan menjadi dokter umum pada Maret 2014. Pada saat itu, usianya baru menginjak 21 tahun.

Alumnus SMPN 1 dan SMAN 5 Surabaya tersebut masuk FK UNAIR melalui jalur prestasi atau sekarang disebut SNMPTN pada tahun 2008. Saat itu, usianya masih 15 tahun. Bisa dibayangkan, saat usianya 15 tahun yang seharusnya masih duduk di kelas I SMA, namun Satria sudah menjadi mahasiswa kedokteran.

Setelah lulus sarjana kedokteran, Satria mencoba meraih beasiswa doktor di London School of Hygiene and Tropical

Medicine. Berkat rekomendasi Profesor Tjip S. Van Der Erf,

seorang ahli penyakit infeksi, dan setelah melalui proses wawancara melalui Skype dengan pihak London School of Hygiene

and Tropical Medicine, Satria akhirnya diterima menjadi

mahasiswa doktor dengan beasiswa meskipun belum mempunyai gelar master.

“Saya bersyukur, di usia 24 ini saya telah berkesempatan untuk mengunjungi total 35 negara-negara di dunia ini. Mengunjungi banyak negara-negara di dunia telah membuka mata saya, akan keberagaman sistem nilai, sosial, maupun budaya yang turut berpengaruh dalam sistem pelayanan kesehatan dan kemajuan riset di suatu negara,” ungkap Satria yang pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi FK UNAIR tahun 2012.

Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S

(13)

Satu Tahun Berdiri, “Pustaka

Saga” Turut Hidupkan Budaya

Literasi

UNAIR NEWS – “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku. Karena dengan buku aku bebas.” Kalimat di atas pernah keluar dari mulut seorang proklamator yang juga sekaligus wakil presiden pertama Indonesia, Drs. Muhammad Hatta. Semasa perjuangan kemerdekaan, tokoh yang dijuluki Bapak Koperasi Indonesia tersebut berkali-kali diasingkan dan harus menghuni jeruji besi. Namun, beliau tidak pernah surut karena tetap bisa produktif memantau perkembangan dunia dan menambah wawasan dari balik penjara. Apalagi kalau bukan bersama buku.

Apa yang ditunjukkan oleh Bung Hatta menjadi contoh nyata betapa pentingnya buku dalam kehidupan seorang cendekiawan. Bahkan, bisa dipastikan bahwa para pemimpin besar bangsa, juga dunia, selalu berkawan akrab dengan buku. Hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi mahasiswa, cendekiawan muda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa mendatang, untuk gemar membaca buku.

Namun, bagaimana jadinya jika mahasiswa justru jauh dari buku? Perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membuat mahasiswa lebih akrab dengan media sosial ketimbang membaca buku referensi.

Hal-hal itulah yang menjadi sumber kegalauan kami, alumni Universitas Airlangga, Arif Syaifurrisal (Budidaya Perairan, FPK 2009) dan Gading Ekapuja Aurizki (Pendidikan Ners, FKP 2010), atas minimnya minat baca mahasiswa sebagai kaum intelektual. Atas dasar kekhawatiran tersebut, kami mencari

(14)

cara untuk mendekatkan kembali para mahasiswa dengan buku.

Pada bulan Februari 2015, kami memutuskan untuk mendirikan sebuah penerbit dengan nama “Pustaka Saga”. Penerbitan ini sebagai strategi untuk mengajak mahasiswa kembali membaca, khususnya melalui buku-buku karya mahasiswa. Di bawah naungan CV. Saga Jawa Dwipa, “Pustaka Saga” memberdayakan potensi mahasiswa, khususnya mahasiswa UNAIR, sebagai penggerak dapur p e n e r b i t a n . K e g i a t a n d i “ P u s t a k a S a g a ” m u l a i d a r i penyuntingan, mengatur tataletak, perwajahan, yang hampir semuanya dikerjakan oleh mahasiswa UNAIR.

“Saga” merupakan singkatan dari Satria Airlangga. “Pustaka Saga” menerbitkan buku-buku dengan tema organisasi, pergerakan mahasiswa, sejarah, kepemudaan, inspirasi, pemikiran, dan sastra.

Kini, setelah satu tahun berdiri, “Pustaka Saga” telah mencetak sekitar 20 judul buku. Diantara judul-judul tersebut yaitu Menjaga Nafas Gerakan (Gading E.A.), Kuasa Jilbab (Kang Heri Setiawan), Dari Mahasiswa untuk Indonesia Berprestasi (Jawwad dan Hakim, dkk), Mister Gagal (Shalahuddin Al-Fatih),

Ayo Main Biar Pinter (Mei Yunlusi Irawati), Jejak-Jejak Mengangkasa (Gading EA, dkk), dan beberapa buku lainnya.

Para penulis buku yang diterbitkan oleh “Pustaka Saga” mayoritas masih berstatus sebagai mahasiswa. Mereka berasal dari berbagai kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Medan, Solo, Jakarta, Bandung, dan Manado. Buku-buku terbitan “Pustaka Saga” juga sudah didistribusikan ke seluruh penjuru Nusantara, serta dibedah di beberapa kota di Indonesia.

Saat ini “Pustaka Saga” sedang membangun jejaring distribusi agar mampu memenuhi permintaan buku di setiap daerah. Pusat pemasaran dan distribusi berada di Jakarta dan dikelola oleh alumnus FISIP UNAIR yang saat ini melanjutkan studi di Universitas Pertahanan (UNHAN), Anis Maryuni Ardi.

(15)

“Pustaka Saga” dapat menyemarakkan kembali budaya literasi di kalangan pemuda, khususnya mahasiswa.

“Seyogianya, mahasiswa sebagai intelektual masa depan tidak boleh terlepas dari aktivitas literasi. Ke depan, semoga “Pustaka Saga” dapat semakin mendekatkan mahasiswa dengan dunia literasi,” papar pemuda asal Bojonegoro tersebut.

Mahasiswa dapat memanfaatkan “Pustaka Saga” sebagai sarana untuk belajar. “Pustaka Saga” sangat terbuka bagi mahasiswa yang ingin belajar bagaimana mengurus dapur penerbitan. Kami juga mendorong para penulis muda untuk menerbitkan naskahnya di “Pustaka Saga”. (*)

Penulis:Gading Ekapuja Aurizki Editor: Binti Q. Masruroh

“ALFAS” Gelar Reuni Akbar di

Semarang

UNAIR NEWS – Ikatan Alumni Fakultas Farmasi (IKA-FF) Universitas Airlangga atau yang sering disebut Alumni Farmasi Airlangga Surabaya (ALFAS), menggelar reuni akbar lintas angkatan di Semarang, Jawa Tengah. Pada reuni yang digelar Sabtu malam (11/3), hadir lebih dari dua ratus alumni yang berasal dari angkatan pertama tahun 1963 hingga angkatan tahun 2002. Acara yang digelar di Salt Resto Semarang itu dipandu langsung oleh Drs. Suharno, Apt., selaku Sekretaris Jenderal IKA-FF UNAIR.

“Jadi ALFAS ini memang nama untuk IKA fakultas kami, biar unik dan beda dengan yang lainnya,” terang Suharno sesaat sebelum acara dimulai.

(16)

Suharno yang juga alumni angkatan tahun 1978 tersebut menjelaskan, reuni akbar kali ini tidak sekadar menjadi ajang temu kangen dan silaturahmi semata. Lebih dari itu, mantan direktur PT. Kimia Farma tersebut mengatakan, pihaknya ingin mengajak seluruh alumni yang hadir untuk menggagas suatu hal yang nantinya bisa dimanfaatkan bersama, terkhusus untuk dunia industri farmasi.

“Dalam acara ini akan saya kenalkan sebuah badan konsultan di bidang farmasi yang bernama Global ALFAS Solusindo,” jelasnya. Menambahkan pernyataan Suharno, Ketua Harian IKA-FF UNAIR Dr. Retna Sari, M.Sc., Apt., mengatakan, dengan kegiatan seperti ini, ALFAS diharapkan semakin kompak. Meski banyak pimpinan tidak bisa hadir oleh sebab waktu yang bersamaan dengan acara wisuda, hal itu tidak menjadi masalah baginya.

Dalam sambutannya Retna menegaskan, peran alumni sangat penting untuk turut serta mengembangkan almamater.

“Kami butuh masukan untuk perjuangan fakultas. Tahun depan kita sudah memasuki 55 tahun pendidikan farmasi di UNAIR. Artinya, kita memasuki lustrum ke 11. Mari bersama-sama menyongsong lustrum ke depan dengan gagasan yang baik untuk almamater,” papar Retna.

Selain dibuka dengan ramah tamah dan sambutan, dalam acara tersebut juga diisii dengan berbagai penampilan dari perwakilan tiap angkatan. Mulai adu unjuk suara, berfoto, hingga berjoget bersama.

Terakhir, acara ditutup dengan pemberian piala bergilir kepada angkatan yang menampilkan kreatifitas paling baik, dan tentunya, angakatan yang paling kompak. Selain itu, acara juga dipungkasi dengan pemaparan dari Bagus Dwi Prasetiyo, S.Psi., selaku staf Wakil Rektor IV. Dalam pemaparannya, Bagus memperkenalkan web baru alumni dan memberikan arahan untuk mengisi database alumni.

(17)

“Saya harap alumni yang hadiri di sini bisa mengisi database a l u m n i d i l a m a n b e r i k u t http://alumni.unair.ac.id/site/menu/show/166/database-alumni.h tml ,” jelasnya.(*)

Penulis : Nuri Hermawan

Editor : Binti Q. Masruroh

Resign dari GM, Alumni UNAIR

Kembangkan Bisnis Kopi Luwak

Cikole

UNAIR NEWS – Lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga pada tahun 1988, Sugeng Pujiono kini lebih dikenal sebagai pengusaha “Kopi Luwak Cikole”. Pria berusia 53 tahun lalu tersebut, resign dari jabatannya sebagi General Manager PT. Sanbe Farma dan PT. Caprifarmindo Labs di tahun 2013 demi fokus dalam usaha kopi luwak yang ia rintis sejak tahun 2012. Usaha Sugeng boleh dikata tidak berjalan mulus. Awalnya, ia memulai usaha tersebut dengan budidaya 10 ekor luwak. Untuk bisa mendapatkan biji kopi luwak berkualitas, Sugeng melakukan banyak eksperimen dengan mengatur pola makanan juga pola hidup luwak yang dibudidayakannya. Menurut Sugeng, hal tersebut mempengaruhi metabolisme dalam tubuh luwak dalam menghasilkan biji kopi luwak yang berkualitas.

Dalam menjalankan bisnisnya, tidak jarang Sugeng menjumpai banyak penolakan terhadap produk kopi luwak miliknya. Terutama, harga kopi luwak yang memang melambung tinggi. Namun dengan terus memperbaiki kualitas kopi luwak miliknya, Sugeng mulai meraih banyak kepercayaan dari penikmat kopi.

(18)

“Masih jarangnya studi mengenai hewan luwak, membuat saya tertantang untuk terus mempelajari hewan asli Indonesia tersebut. Di samping itu, sedikitnya produsen kopi luwak dan penikmat kopi luwak di Indonesia membuat saya termotivasi mengembangkan usaha ini,” ujar usai mengisi Seminar di FKH Unair pada Kamis (14/7).

Kerja keras yang diawali Sugeng dengan 10 ekor luwak tersebut, kini berkembang dengan jumlah sekitar 250 ekor luwak. Di atas lahan di kampung Babakan, Desa Cikole, Lembang Bandung, Sugeng kini memiliki pusat penangkaran dan rumah produksi kopi luwak yang satu-satunya diakui oleh pemerintah Indonesia.

Di Desa Cikole tersebut, disamping menjual produk kopi luwak, pengunjung bisa menikmati secara langsung suasana pegunungan disana. Selain itu, ada pula breeding farm luwak yang bisa menjadi sarana edukasi bagi pengunjung. Adanya paket tour and

destination semakin memanjakan pengunjung yang justru banyak

berdatangan dari mancanegara. Tercatat, lebih dari 55 negara yang pernah datang ke kedai, workshop, dan penangkaran luwak milik Sugeng.

“Kendala yang bermunculan seperti keluarnya protes keras tentang tuduhan eksploitasi terhadap luwak,” ujar Sugeng.

Sugeng dengan tegas menolak tuduhan tersebut, sekaligus menunjukkan bahwa usahanya tidak menyiksa luwak. Sugeng memperhatikan pola makanan dan menjaga pola hidup luwak-luwak miliknya. Namun seiring berjalannya waktu, protes itupun terbantahkan.

Keputusan Sugeng untuk resign dari posisi general manager dan mengelola kopi luwak adalah langkah besar yang dibuatnya untuk menantang dirinya sendiri dalam berpikir berbeda dan berani mengambil resiko.

“Dunia entrepreneurship yang saya geluti saat ini membuat saya menjadi pribadi yang memiliki nilai berbeda. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan saya menghadapi tantangan dalam

(19)

memperoleh peluang dan menerima resiko,” kata Sugeng.

Tidak puas dengan bisnis kopi luwak, Sugeng kini merambah dunia kuliner dengan membangun sebuah kafe dan resto bernama “Kangen Lembur Cikole” yang masih satu lokasi dengan pusat penangkaran luwak miliknya.

“Saya berharap seluruh civitas akademika UNAIR memiliki jiwa entrepreneurship. Karena hal ini akan membuat mereka berani untuk menjadi seseorang yang berbeda, dan terbiasa menciptakan peluang dan berpikir inovatif. Yang terpenting adalah jangan hanya menunggu peluang, jadilah orang yang menciptakan peluang,” kata Sugeng.

Selain itu, Sugeng juga mengembangkan bisnis dalam bidang produk kesehatan hewan, yakni PT. ISSU Medika Veterindo yang dimulainya sejak tahun 2013. Menurutnya, PT.ISSU tidak hanya sekedar rumah produksi melainkan sebagai sarana edukasi. Hingga saat ini, tidak sedikit para akademisi yang datang untuk melihat proses produksi di PT.ISSU. (*)

Penulis : Okky Putri

Editor : Binti Q. Masruroh

Menganut Filosofi Rumput,

Ahyanizzaman Sukses Jadi

Direktur BUMN

Konsisten dalam integritas. Inilah kunci yang membawa Drs. Ahyanizzaman, Ak., CA., FCMA., CGMA., sukses dalam setiap perjalanan karirnya. Alumnus S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) ini menuturkan bagaimana

(20)

perjuangannya meniti karir hingga menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

”Saya menganut filosofi rumput. Walau kecil dan tidak terlihat, namun ia punya kekuatan yang luar biasa. Walau dibabat dan bibakar tapi tetap tumbuh. Dan ia juga memberikan kontribusi,” tuturnya.

Karirnya dimulai ketika sedang menjalani tugas akhir skripsi. Ketika kesibukan kuliahnya tidak terlalu banyak, ia magang di sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP). Banyak hal yang ia pelajari di sana, terutama ilmu-ilmu mengenai sistem akuntansi. Ia belajar mengontrol dan men-set-up system perusahaan. Setahun kemudian, ia masuk dan bekerja di PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yang ia pilih lantaran lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya.

Ketika masih menjadi mahasiswa, Ahyanizzaman bukan sosok yang aktif dalam kegiatan di kampus. Ia aktif pada salah satu organisasi di luar kampus yang kemudian membuatnya banyak belajar di sana. Di dekat tempat kosnya, ia aktif mengikuti organisasi pecinta alam. Ia banyak belajar bagaimana mengelola organisasi, bekerja tim, komunikasi, dan pengalaman itu sangat membawa manfaat ketika ia memasuki dunia kerja.

Seiring perjalanan karirnya, Ahyanizzaman mengakui bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu skill yang penting untuk dikuasai. Sebagai direktur keuangan, ia banyak menjalin hubungan dengan orang-orang luar negeri. Perusahaannya juga memiliki partner-partner internasional, sehingga setiap kali rapat dan berbagai pertemuan juga memakai Bahasa Inggris. Ia juga harus selalu bertugas untuk meng-update informasi kepada para investor luar negeri.

PT Semen Gresik yang notabenenya merupakan perusahaan lokal mengalami perjalanan amat panjang sebelum akhirnya pada Januari 2013 resmi berganti nama menjadi PT Semen Indonesia. Perubahan ini, diakui alumni S-1 Akuntansi UNAIR ini membawa

(21)

tantangan tersendiri.

“Kemampuan skill kita dituntut terus bertambah. Kuncinya kita harus punya prinsip konsisten dalam integritas. Integritas itu melakukan yang terbaik walau tidak dilihat orang. Dalam pekerjaan meski tak dilihat atasan harus dilakukan yang terbaik. Itu yang kemudian menumbuhkan kepercayaan atasan,” kata laki-laki kelahiran 6 Juli 1966 ini.

“Beberapa perusahaan semen daerah lebih tua dan punya kebanggan sendiri. Bagaimana memahamkan bahwa penyatuan itu penting. Karena dengan menyatukan, potensi peningkatan laba menjadi besar. Terbukti, ketika penyatuan mulai berjalan, itu memberikan benefit. Karena pasar semen di Jawa, besar. Kalau tidak disatukan bisa rugi. Lalu kita ubah menjadi nama ‘Semen Indonesia’ tadi,” tambah mantan Direktur Koperasi Warga Semen Gresik tahun 1996-2001 ini mengenai perubahan nama perusahaan yang diabdi.

Saat ini PT Semen Indonesia memiliki empat anak cabang yang tersebar baik di dalam negeri dan luar negeri. Empat cabang itu adalah PT Semen Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa, dan Thang Long Cement Company di Vietnam.

Setelah Semen Gresik berubah nama menjadi Semen Indonesia, perusahaan tersebut mulai menjadi perusahaan internasional. Ahyanizzaman bersama tim bahu-membahu membangun perusahaan di Vietnam, dari yang tadinya rugi menjadi untung. Itu juga tak lepas karena Semen Indonesia mengirim orang-orang terbaiknya untuk terjun ke sana.

Menurut Manager Senior Akuntansi Keuangan PT Semen Gresik (Persero) Tbk (2002-2007) ini, tugas akuntan saat ini tidak terbatas sebagai tukang buku saja, tetapi harus menjadi partner strategis bagi seluruh komponen di perusahaan. Misalnya memberikan peningkatan value, mengawal perusahaan untuk punya nilai tambah dengan cara, misalnya, mengontrol biaya, pengelolaan pendanaan, komunikasi dengan para

(22)

stakeholder, pemegang saham, dan mengawal bagaimana agar perusahaan berkembang.

Saat ini sudah ada perusahaan yang menawarkan untuk membuat laporan keuangan. Menurutnya, ini merupakan ancaman bagi akuntan jika tidak belajar untuk meng-upgrade kemampuan agar memiliki nilai lebih yang lain. “Seorang akuntan bisa jadi analis. Karena kalau hanya sekadar laporan bisa dikerjakan mesin,” tutur pria yang kini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Eternit Gresik ini.

Kini, karir Ahyanizzaman bisa dibilang telah mapan. Jika

flashback ke belakang, dulu cita-citanya sederhana saja, bisa

bekerja di perusahaan, sudah cukup baginya. Namun dalam perjalanannya, banyak pihak yang mendorong agar ia bisa lebih berprestasi.

“Dulu pas awal-awal, saya berfikir jadi kepala bagian saja sudah cukup. Ternyata ada kesempatan lain. Saya juga sempat menolak jadi direktur keuangan. Namun keluarga mendukung dan mendorong saya. Alhamdulillah Tuhan memberikan jalan,” tutur ayah dari Muhammad Alfian Ramadhan, Muhammad Isro’ Nazahar, dan Muhammad Rahman Aziz ini.

Pada peringatan Dies Natalis UNAIR ke-61, mana Ahyanizzaman dinobatkan sebagai Alumni Berprestasi. Ia memiliki harapan-harapan untuk almamaternya tersebut.

“UNAIR di usia 61 jangan hanya melihat umur. Bisa saja dibilang sudah tua, tapi ada yang lebih tua lagi dan mereka masih eksis dan memberikan value bagi mahasiswa dan lulusan. Ini adalah titik untuk lebih maju lagi kedepan. Saya kira UNAIR punya potensi besar. Tinggal bagaimana mengelolala potensi itu, sehingga potensi yang ada bisa digali untuk mencapai 500 dunia,” pungkasnya. (bin/bes)

(23)

Tim Atlet Denali Bertemu

Pendiri Wanala

UNAIR NEWS – Sebelum menuju Amerika Serikat untuk mendaki Gunung Mc. Kinley, tim atlet beserta anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga menyambangi alumni. Pertemuan itu dilakukan di Jakarta pada Minggu (14/5) lalu.

Muhammad Faishal Tamimi, ketua ekspedisi sekaligus atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX), mengatakan para alumnus merupakan penoreh sejarah yang melahirkan UKM Wanala pada 43 tahun lalu.

Pertemuan dengan para senior memberikan kesan tersendiri bagi tim Wanala. Perbedaan umur, generasi, zaman, teknologi, maupun pergaulan memang sudah terpaut jauh. Namun, pertemuan antara para senior dan junior seakan melipat jarak perbedaan.

“Sebelumnya pada waktu upacara pemberangkatan 8 Mei, kami bertemu dengan pendiri organisasi mas Machsus. Sudah 43 tahun umur Wanala saat ini, dan sudah 43 tahun pula perbedaan generasi yang terlewati. Namun, beliau tetap bangga mengenakan identitas jaket oranye khas Wanala UNAIR,” tambah Faishal.

Dalam pertemuan tersebut, hadir pula alumnus Wanala dari berbagai angkatan. Selain Machsus, ada pula Ibnu Purna, Dwi Sulistyo Cahyo, dan Rudy. Para alumnus tersebut berbagi motivasi dan cerita kepada para atlet dan anggota Wanala lainnya.

“Di sinilah kalian berproses, di Wanala semuanya saya dapatkan, jika kalian bersungguh-sungguh berorganisasi nanti akan kalian rasakan efeknya seperti yang sudah kami lalui.

(24)

Berhati-hatilah ketika mendaki Denali nanti sebab cuaca di sana saat ini sedang tidak dapat diprediksi,” tutur Rudy.

Selain itu, para alumnus juga berharap agar kekeluargaan antar anggota dan senior tak pernah putus. Di samping mempererat silaturahim, kerekatan antar anggota dan senior dapat dimanfaatkan untuk transfer ilmu.

“Kami ini selaku ALB (anggota luar biasa), meskipun sudah tidak berkecimpung lagi, namun masih terbuka untuk transfer ilmu supaya tidak putus dalam satu generasi,” terang Dwi.

Pertemuan antara alumni dan anggota UKM Wanala terjadi selang dua hari usai upacara pelepasan. Sembilan anggota tim ekspedisi berangkat menuju Jakarta pada Rabu (10/5). Selama di Jakarta, tim ekspedisi bertemu dengan para alumnus, melakukan berbagai cek peralatan, dan pembinaan jasmani.

Setelah selama lima hari berada di Jakarta, pada Selasa (16/5) malam, tim atlet AIDeX dijadwalkan bertolak ke Bandara Anchorage, Alaska, untuk mempersiapkan diri dan mendaki gunung setinggi 20.000 kaki itu.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota UKM Wanala. Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah tim d i g a p a i a d a l a h P u n c a k C a r t e n s , G u n u n g J a y a W i j a y a (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits mereka.

Penulis: Wahyu Nur Wahid (anggota tim AIDeX) Editor: Defrina Sukma S

(25)

Kisah Alumnus UNAIR Berpuasa

bersama

Pengungsi

Timur

Tengah

UNAIR NEWS – Menjalani ibadah puasa di negeri orang tentu menyisakan pengalaman tersendiri bagi warga negara Indonesia (WNI). Akan ada kebiasaan berbeda seperti perbedaan lamanya waktu puasa, pengalaman sahur dan berbuka, hingga gejolak politik yang sedang terjadi di masyarakat. Seperti halnya Febby Risti Widjayanto, alumni Universitas Airlangga yang kini sedang menempuh studi jenjang S-2 prodi International Development di Universitas Manchester, Inggris.

Di Manchester, Inggris, Febby memiliki cerita tersendiri selama berpuasa. Tinggal di belahan bumi utara mengharuskan alumni Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR tahun lulus 2014 ini menjalani puasa sekitar 19 jam, dimulai sekitar pukul 2.30 sampai dengan 21.48 waktu setempat. Meski demikian, ia merasa bersyukur karena lama waktu berpuasanya lebih singkat daripada para warga Skandinavia, yaitu sekitar 21 jam.

“Tantangannya, waktu puasa yang lebih lama, menyesuaikan fisik yang nggak gampang. Pada tiga hari pertama puasa, saya langsung sakit maag, lemas, dehidrasi dan kurang darah. Tantangan lain juga musim panas yang kering. Berbeda dengan Indonesia. Di Manchester, matahari terlalu rajin bersinar,” canda Febby.

Selama berpuasa, Febby rutin menjalankan kegiatan kuliah seperti biasa. Ia pergi ke kampus pada pagi hari dan mengerjakan tugas-tugas kuliah di perpustakaan, serta

(26)

menyelesaikan tesis. Pada sore atau malam hari, ia terkadang berbelanja bahan makanan. Bila ada ajakan buka puasa menghampirinya, Febby juga tak segan mengikuti acara buka bersama sesama muslim di Manchester.

“Kalau lagi nggak ke perpustakaan, biasanya mengikuti diskusi bersama pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia di Greater Manchester (PPI-GM). Agak lucu juga, di sini undangan buka bersama berlangsung jam 9 malam, dan biasanya acara selesai sekitar jam 11,” tutur lulusan terbaik FISIP UNAIR periode Maret 2014.

Menu buka puasa dan sahur di sana cukup bervariasi. Beragam kuliner dari Indonesia, Tiongkok, sampai Timur Tengah disediakan oleh pengurus masjid setempat atau sesama warga Indonesia. Ada nasi goreng, siomay, ikan bakar, martabak telur, dan es buah untuk disantap bersama. Dirinya mengaku, ia merasa rindu dengan gorengan gerobak yang biasa berjualan dan berjejer di Indonesia.

“Jajanan yang aneka rupa waktu ngabuburit. Di sini, nggak ada pedagang makanan yang berjejer. Selebihnya, nggak begitu merasa homesick, karena di sini eksistensi komunitas muslim cukup besar dan kebersamaannya terasa,” tutur Febby.

Gejolak politik

Situasi politik di Inggris kini tengah memanas dengan adanya jajak pendapat untuk memutuskan keluar dari Uni Eropa. Febby menilai, situasi itu menjadi tantangan berpuasa tersendiri baginya yang bergabung dalam grup diskusi yang terdiri dari mahasiswa Eropa dan Inggris.

“Secara personal, iya. Karena harus menahan diri buat nggak ngomentarin diskusi yang terbukti banyak pihak menganggap keluarnya Inggris sebagai kecerobohan besar. Aku tergabung dalam grup yang anggotanya banyak mahasiswa Eropa dan Inggris. Jadi, kadang kebawa emosi aja sama cara berpikir politik di sini yang mempopulerkan rasisme dan xenophobia,” tutur

(27)

penerima beasiswa Lembaga Penyandang Dana Pendidikan (LPDP) RI itu.

Selama di Inggris, ia juga berinteraksi dengan para pengungsi perang di Syria, Afghanistan, Irak, Iran, sampai Sudan Selatan. Mereka terusir dari negara sendiri akibat perang, sehingga nasib mereka belum jelas sampai sekarang. Di Manchester, sebagian besar dari mereka bekerja dan berdagang kecil-kecilan.

Dengan adanya golak politik tersebut, setidaknya ada dua pelajaran utama berpuasa yang dapat dipetik oleh mahasiswa berprestasi FISIP tahun 2012 ini. Pertama, keadaan damai dan dinamika politik di Indonesia tidak sampai mengakibatkan warga negaranya keluar meminta perlindungan ke negara lain. Kedua, toleransi.

“Semua orang di sekeliling kita, baik dia imigran, muslim, Kristen, Yahudi atau Agnostik sekalipun berhak dihargai dan diperlakukan dengan penuh tenggang rasa. Puasa mengajarkan kita untuk memperdalam ilmu dan merenungkan tindakan kita, maka sudah semestinya kita bisa memandang permasalahan dari berbagai dimensi, misalnya persoalan pengungsi. Kita seharusnya bisa memupuk kerukunan, bukan menebar kebencian apalagi cacian dan rasisme. Karena masyarakat di Manchester sangat majemuk, datang dari tiga ras berbeda dan beribu-ribu etnis yang berbagi ruang hidup bersama,” imbuh Febby. (*)

Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

Referensi

Dokumen terkait

0ujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dan makmur yang merata

(1998) menunjukkan hal serupa, dimana biomassa tertinggi dari bakteri nitrifikasi didapatkan pada media yang berisi konsentrasi ammonium tertinggi. Hal ini paling tidak

Menurut Gungwu (1988:9), ada tujuh identitas etnis Tionghoa yang dapat diidentifikasi, yaitu identitas sejarah (berkaitan dengan sejarah masa lalu orang- orang Tionghoa

Pada penelitian ini dikaji adalah peningkatan solusi jarak terpendek dari strategi pergantian steady state dan generational dalam algoritma berevolusi untuk penyelesaian

Hal mengenai orang yang melakukan ini sudah diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi,

Persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan akreditasi di bidang kurikulum atau kegiatan belajar mengajar adalah sekolah menyiapkan semua dokumen kurikulum yang

bisa menjaga tali silaturahmi sampai akhir hayat kita. Teman-teman semua yang menemani dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini , saya ucapkan banyak banyak terima

Kontur interogatif dibuka oleh kontur datar, lalu ditutup oleh alirnada turun dengan nada akhir yang masih sedikit lebih tinggi daripada nada awal tuturan4. Sayangnya Pané