• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Beberapa Konsentrasi Susu Sapi terhadap Penyakit Virus Gemini atau Penyakit Kuning pada Cabai Rawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Beberapa Konsentrasi Susu Sapi terhadap Penyakit Virus Gemini atau Penyakit Kuning pada Cabai Rawit"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 43 Tahun 2019

“Sumber Daya Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan Indonesia pada Era Revolusi Industri 4.0”

Pengaruh Beberapa Konsentrasi Susu Sapi terhadap Penyakit Virus

Gemini

atau

Penyakit Kuning pada Cabai Rawit

Vinsensius Heru Kiswoyo dan Yohanes Hendro Agus Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Email: vinsenheru12@gmail.com

Abstrak

Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) merupakan serangga vektor untuk penyakit kuning atau virus Gemini . Tanaman yang terinfeksi virus Gemini akan menunjukan gejala warna daunnya menguning, bentuk daunnya mengkerut atau menggulung ke atas serta tanaman tumbuh kerdil. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai konsentrasi susu sapi terhadap serangan penyakit virus Gemini dan terhadap hasil produksi tanaman cabai rawit. Penelitian ini dilakukan di desa Kebumen, kecamatan Banyubiru, kabupaten Semarang dan Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan jumlah perlakuan sebanyak lima. Hasil penelitian menunjukan penyemprotan larutan susu sapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan penyakit, kejadian penyakit dan jumlah buah panen.

Kata kunci: virus Gemini, Lactoperoksidase, Cabai Rawit.

Pendahuluan

Virus Gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman, dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb, berupa utas tunggal DNA yang melingkar (Harrison 1985). Kelompok virus Gemini dibedakan dalam tiga subgroup, yaitu (1) monopartit yang menginfeksi tanaman monokotil dan ditularkan oleh vektor wereng daun (leafhopper), (2) memiliki genom yang sama dengan yang pertama yaitu monopartit, namun menginfeksi tanaman dikotil, (3) genopartit yang dapat menginfeksi tanaman dikotil dan ditularkan oleh vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) (Gilbertson dkk. 1991).

Tanaman yang terinfeksi virus Gemini atau Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) akan menunjukan gejala berupa klorosis pada daun, tepi daun menggulung ke atas seperti mangkuk, daun keriting serta menguning kemudian tanaman menjadi kerdil dan bunga rontok (Trisno dkk., 2009). Klorosis pada daun tanaman yang terinfeksi akan menghambat pembentukan klorofil sehingga proses fotosintesis akan terganggu yang akan dilanjutkan dengan pengangkutan hasil fotosintesis berkurang dan akan berdampak pada produksi buah cabai yang menurun.

(2)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 2

Di Indonesia, penyakit virus kuning pertama kali dilaporkan menyerang tanaman tembakau pada tahun 1989 , kemudian pada tahun 1996 virus Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) ditetapkan sebagai virus potensial di negara Asia, yaitu : Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Taiwan. Pada tahun 2001 virus kuning mulai menyerang tanaman cabai di daerah Lembang. (Gunaeni dkk., 2008).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Reza, (2016) susu dapat digunakan sebagai pengendali virus tanaman tembakau yaitu TMV (Tobacco Mosaic Virus), dengan melakukan penyemprotan susu segar, dengan konsentrasi 10 ml susu segar per 250 ml air atau dengan dosis 20 liter susu segar per 100 m2. Hal ini dikarenakan kandungan pada susu yaitu enzim peroksidase yang mampu untuk menghambat replikasi DNA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh berbagai konsentrasi susu sapi terhadap serangan penyakit virus Gemini dan terhadap hasil produksi tanaman cabai rawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi petani cabai rawit dalam menangani penyakit pucuk kuning.

Metodologi

Cabai yang digunakan pada penelitian ini adalah Cabai Rawit Varietas Bhaskara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2018 hingga November 2018 di desa Kebumen, kecamatan Banyubiru, kabupaten Semarang dan Laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan lima perlakuan, yang meliputi: tanpa disemprot larutan susu sapi (kontrol), 250 ml susu sapi per 10 liter air, 500 ml susu sapi per 10 liter air, 750 ml susu sapi per 10 liter air, dan 1000 ml susu sapi per 10 liter air. Setiap perlakuan diulang sebanyak tujuh kali. Setiap petak penelitian diambil lima tanaman sampel secara acak, yang bukan tanaman tepi.

Penyemprotan larutan susu sapi dimulai sejak tanaman berumur 55 hst (hari setelah pindah tanam) dan diulangi setiap dua minggu sekali sampai tanaman berumur 110 hst. Penyemprotan larutan susu sapi dilakukan pada pagi hari, jam 08:00 WIB.

Pengamatan yang dilakukan meliputi: (1) Intensitas Serangan Penyakit (ISP), (2) Kejadian Penyakit (KP), (3) Jumlah Buah yang Dipanen (JBP). Pengamatan intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit dilakukan sebelum penyemprotan larutan susu yaitu pada saat tanaman berumur 49 hst dan diulangi setiap satu minggu sampai tanaman berumur 224 hst atau pada akhir pemanenan.

Metode pengamatan intensitas serangan penyakit menggunakan metode skoring, dengan skor yang digunakan adalah: 1 menunjukan gejala menguning pada pucuk daun, 2 menunjukan gejala menguning pada setengah bagian daun, 3 menunjukan gejala menguning pada seluruh bagian

(3)

daun, 4 menunjukan gejala menguning pada seluruh daun, tanaman menjadi kerdil. Pengamatan kejadian penyakit ditentukan berdasarkan jumlah individu tanaman sampel yang menunjukan gejala penyakit dibandingkan jumlah seluruh tanaman per petak. Pengamatan Jumlah Buah Panen per tanaman dilakukan pada setiap pemanenan sampai panen ke 15. Interval pemanenan dua hari sekali. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya dilakukan uji BNJ (Beda Nyata Jujur). Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SAS 9.3.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan menunjukan penggunaan larutan susu sapi mampu secara nyata menurunkan intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit (Tabel 1). Penyemprotan larutan susu sapi dengan konsentrasi 250 ml per 10 liter air, 500 ml per 10 liter air, 750 ml per 10 liter air dan 1000 ml per 10 liter air mampu menurunkan intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit secara nyata dibandingkan dengan tanpa penyemprotan larutan susu sapi (kontrol). Konsentrasi susu 500 ml per 10 liter air lebih baik dibandingkan 1000 ml per 10 liter air tetapi tidak berbeda nyata dengan 250 ml per 10 liter air dan 750 ml per 10 liter air. Penyemprotan larutan susu sapi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah buah panen. Pada konsentrasi 250 ml per 10 liter air dan 500 ml per 10 liter air berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa penyemprotan larutan susu sapi (kontrol), tetapi larutan susu sapi dengan konsentrasi 750 ml per 10 liter air dan 1000 ml per 10 liter air tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa penyemprotan susu sapi (kontrol).

Tabel 1. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Susu Sapi terhadap Intensitas Serangan Penyakit, Kejadian Penyakit dan Jumlah Buah Panen.

Perlakuan Parameter Pengamatan

ISP (%) KP (%) JBP (buah)*

Kontrol 37,01 a 88,83 a 15,87 b

250 ml per 10 liter air 15,77 bc 58,44 bc 27,19 a

500 ml per 10 liter air 9,87 c 39,22 c 35,02 a

750 ml per 10 liter air 16,68 bc 62,59 b 23,79 ab

1000 ml per 10 liter air 19,61 b 62,33 b 21,86 ab

Keterangan: ISP adalah Intensitas Serangan Penyakit, KP adalah Kejadian Penyakit, JBP adalah Jumlah Buah Panen. *: Uji BNJ dilakukan setelah data ditransformasi dengan akar.Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%.

Pada Tabel 1. terlihat bahwa peyemprotan larutan susu sapi berpengaruh nyata dibandingkan dengan tanpa diberikan penyemprotan larutan susu sapi (kontrol). Susu mempunyai komponen aktif

(4)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) G. 4

untuk kesehatan dan obat karena kaya akan nutrisi yang berpengaruh terhadap aktivitas biologis organisme. Menurut Severin dan Whensui (2005) protein Whey pada susu mengandung laktoferin, laktoperoksida, lisozim dan immunoglobulin yang sering disebut sebagai protein antimikroba. Kussendrager dan Hoojidonk (2000) mengungkapkan bahwa laktoperoksidase adalah enzim alami yang tersedia pada kandungan susu dengan jumlah 30 mg per liter.

Secara alami, sistem kerja enzim laktoperoksidase yaitu mengkatalisa reaksi Hidrogen peroksidase (H2O2) dan Thiosianat (SCN-) yang terdapat dalam susu menjadi senyawa hipothiosianit (OSCN-). Senyawa hipothiosianit inilah yang bertanggung jawab dalam membunuh bakteri dan fungi dengan merusak gugus sulfhidril (gugus S-H) dari membran sel bakteri dan fungi yang akan mengakibatkan kerusakan vital pada membran sel tersebut yang pada akhirnya akan membawa kematian pada sel (Al-Baarri dkk, 2011b). Laktoperoksidase pada susu hanya mampu bertahan selama 0,5 – 1 jam dan selanjutnya laktoperoksidase akan terdegradasi yang berakibat pada kehilangan kuantitas dan aktivitasnya. Al-Baarri dkk (2011c).

Pada Tabel 1 menunjukan penyemprotan larutan susu sapi dengan konsentrasi 250 ml per 10 liter air dan 500 ml per 10 liter mampu meningkatkan jumlah buah panen jika dibandingkan dengan tanpa penyemprotan larutan susu sapi (kontrol). Menurut Syamsidi dkk (1997) tanaman cabai yang terinfeksi virus Gemini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan produksi tanaman menurun.

Agrios (1997) mengungkapkan bahwa virus pada tanaman berpengaruh secara tidak langsung terhadap metabolisme inang. Tanaman yang terinfeksi virus mengakibatkan terhentinya pembentukan klorofil daun, sehingga menghambat proses fotosintesis (Funayama dan Terashima, 2006). Terhambatnya proses fotosintesis berdampak pada kinerja translokasi atau pengangkutan hasil fotosintesis (Palmer dkk, 2003), yang akhirnya akan mengurangi hasil buah cabai.

Pada Tabel 2 menunjukan Intensitas Serangan Penyakit (ISP) memiliki hubungan yang sangat erat dengan parameter kejadian penyakit (KP) yaitu 0,897. Intensitas serangan penyakit mempunyai hubungan yang kuat dan berlawanan arah dengan jumlah buah panen yaitu -0,706. Untuk kejadian penyakit menunjukan hubungan yang cukup kuat dan berlawanan arah dengan jumlah buah panen yaitu -0,533.

Tabel 2. Korelasi antar parameter pengamatan

ISP KP JBP

ISP 1 0,897 -0,706

KP 1 -0,533

JBP 1

Dari uji korelasi tersebut menunjukan semakin meningkatnya intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit mengakibatkan menurunnya jumlah buah yang dipanen. Hal tersebut

(5)

dikarenakan tanaman yang terserang virus Gemini tidak mampu pertumbuhannya pulih normal. Palmer dkk (2003) menyatakan tanaman yang terserang virus akan mengalami penurunan proses fotosintesis sehingga fotosintat yang dihasilkan menurun dan kinerja translokasi hasil dari fotosintesis berkurang dan akan berdampak pada berkurangnya produksi buah.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larutan susu sapi berpengaruh nyata menurunkan intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit dan meningkatkan jumlah buah cabai pada saat panen. Intensitas serangan penyakit dan kejadian penyakit terendah terjadi pada tanaman yang disemprot dengan larutan susu sapi, pada konsentrasi 500 ml per 10 liter air.

Daftar Pustaka

Agrios G.N. 1997. Plant Pathology. 4th ed. New York: Academic Pr. hal. 574-575

Al-Baarri, A.N., Legowo, A.M., Ogawa, M., & Hayakawa, S. 2011b. Application of an immobilized lactoperoxidase to contiuous hyphothiocyanite production. Journal of Food Science, 74: 134-139.

Al-Baarri, A.N., Legowo, A.M., Ogawa, M., & Hayakawa, S. 2011c. Application of lactoperoxidase system using bovine whey and the effect of storage condition on lactoperoxidase activity. International Journal of Dairy Science, 6: 72-78.

Funayama S., dan Terashima I. 2006. Effect of Eupatorium yellow vein virus infection on photosynthetic rate, chlorophyll content and chloroplast structure in leaves of Euphatorium makinoi during leaf development. Functional Plant Biology, 33: 165-175.

Gilbertson RI., Hidayat S.H., Martinez R.T., Leong S.A., Faria J.C., Morales F., Maxwell D.P. 1991. Differentiation of bean infecting geminiviruses by nucleric acid hybridization probes and aspects of bean golden mosaic in Brazil. Plant Dis 75: 336-342.

Gunaeni, N, Duriat, AS, Sulastrini, I, Wulandari, A & Purwati, E 2008. Pengaruh perbedaan struktur jaringan tanaman tomat terhadap infeksi CMV dan TYLCV. Laporan hasil penelitian T.A. 2001. Balitsa, Lembang. hal. 22-26.

Harrison B.D. 1985. Advances in gemini virus research. Annu Rev of Phytophatol 23: 55-82.

Kussendrager, K.D. dan Hooijdonk, A.C.M.V. 2000. Lactoperoxidase: physicochemical properties, occurrence mechanism of action and application. British Journal of Nutrition, 84: S19-125. Reza, N.D. 2016. Pemanfaatan Susu Segar Dalam Pencegahan Penyakit Mosaik Pada Tanaman

Tembakau. Laporan Hasil Penelitian Balai Proteksi Tanaman Perkebunan. Jawa Barat. Hal. Severin, S. and Whensui, X. 2005. Milk biologically active components as nutraceuticals: Review.

Crit. Rev. Food Sci. J. Nutr. 45(7): 645-656.

Syamsidi, S.R., Hasdiantono, T., dan Putra .S.S. 1997. Ketahanan cabai merah terhadap Cucumber Mosaic Virus (CMV). Jurnal Hortikultura 6(1): hal. 10-16.

Trisno J, Hidayat S.H, Jamsari, Manti I, Habazar T. 2009. Detection and sequence diversity of Begomovirus associated yellow leaf curl disease of pepper (Capsicum annum L.) in West Sumatra, Indonesia. J. Microbiol Indones. 2: 61–66.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh  Berbagai  Konsentrasi  Susu  Sapi  terhadap  Intensitas  Serangan  Penyakit,  Kejadian Penyakit dan Jumlah Buah Panen

Referensi

Dokumen terkait

Niels Murder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1984), 52.. bentuk aspek keagamaan sebagaimana yang dikemukakan oleh

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pengaruh diklat (pendidikan dan pelatihan), kepemimpinan, dan penerapan budaya organisasi, secara

Merujuk pada hasil penelitian “Perancangan Aplikasi Pemantauan Pendaki Gunung Menggunakan Wireless Network Dengan Protokol MQTT”, dapat disimpulkan bahwa dalam

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian campuran dengan desain eksploratori (Eksploratory Desain) dan model pengembangan bahan ajarnya menggunakan

Hidrolisis selulosa menggunakan asam sulfat menghasilkan selulosa yang berukuran nanokristalin yang ditunjukkan dari hasil analisis TEM dan PSA yaitu CNC 60 memiliki

Umbul Sungsang minangka simbol sumber panguripane masyarakat Dhusun Pringapus banjur didadekake judhul cerbung dening pangripta. Papan Umbul Sungsang dijaga banget dening

Al-Mara<ghi< adalah seorang ulama yang menguasai berbagai ilmu agama sehingga menyusun sebuah kitab tafsir dengan metode penulisan yang sistematis, dengan bahasa ringan