• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Biochar Dan Kompos Kulit Kopi Untuk Meningkatkan Hasil Kentang Pada Andisol Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Biochar Dan Kompos Kulit Kopi Untuk Meningkatkan Hasil Kentang Pada Andisol Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI BIOCHAR DAN KOMPOS KULIT KOPI UNTUK MENINGKATKAN HASIL KENTANG PADA ANDISOL ATU LINTANG KABUPATEN ACEH TENGAH

Applications of Biochar and Compost Coffee Skin to Increase Potato Yields on Andisol at Atu Lintang, Kabupaten Aceh Tengah

Darwin Effendi1, Sufardi2, dan Muyassir2

1) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tengah, Takengan 2&3) Fakultas Pertanian Unsyiah, Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3, Darussalam Banda Aceh 23111

Email : ilhamiwantona@ymail.com

Naskah diterima 27 desember 2013, disetujui 3 Februari 2014

Abstract: The use of organic ameliorant like appropriate biochar and compost can improve the soil quality and plant yield. This research aims to know the using dose of appropriate biochar and compost in improving potatoes of Granola variety at Andisol. The experiment was arranged according to a group randomized design in a 3 x 4 factorial pattern with three replications. The Factors of biochar dose consisted of three levels, namely: 0, 10, and 15 t ha-1, whereas the compost dose factor was consisted of

four levels, namely: 0, 10, 15, and 20 t ha-1. The using compost was made from the red coffee skin with a

composting way, whereas the biochar was come from rice husk ash. The experiment was conducted in the field on soil types of Typic Hapludand with the place altitude 1,650 m above sea level. With the plot size is 2 x 2 m. The result of research showed that a biochar application and the compost of coffee skin could to increase amount and potato tuber weight per clump on the Andisol ground so as could increase the potato production dari 20,43 t ha-1 to be 40,95 t ha-1. The combination that giving the highest result was

gained at biochar application 15 t ha-1 and compost 20 t ha-1.

Abstrak: Penggunaan amelioran organik seperti biochar dan kompos yang tepat dapat memperbaiki kualitas tanah dan hasil tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis penggunaan biochar dan kompos yang tepat dalam meningkatkan hasil kentang varietas Granola pada Andisol. Percobaan ditata menurut Rancangan Acak Kelompok dalam pola faktorial 3 x 4 dengan tiga ulangan. Faktor dosis biochar terdiri atas tiga taraf yaitu : 0, 10, dan 15 t ha-1, sedangkan Faktor dosis kompos terdiri atas empat taraf yaitu : 0, 10, 15, dan 20 t ha-1. Kompos yang digunakan dibuat dari kulit kopi merah dengan cara pengomposan, sedangkan biochar berasal dari abu sekam padi. Percobaan dilaksanakan di lapangan pada jenis tanah Typic Hapludand dengan ketinggian tempat 1.650 m dpl. dengan ukuran plot adalah 2 x 2 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi biochar dan kompos kulit kopi mampu meningkatkan jumlah dan bobot umbi kentang per rumpun pada tanah Andisol sehingga dapat meningkatkan produksi kentang dari 20,43 t ha-1 menjadi 40,95 t ha-1. Kombinasi yang memberikan hasil tertinggi diperoleh pada aplikasi biochar 15 t ha-1 dan kompos 20 t ha-1.

Kata kunci: Biochar, kompos kulit kopi, Atu Lintang

PENDAHULUAN

Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.)

termasuk salah satu sumber bahan pangan untuk kebutuhan masyarakat dunia dan menduduki peringkat ke empat sesudah gandum, jagung dan padi. Di Provinsi Aceh, penanaman kentang diusahakan di dataran tinggi Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meuriah dengan ketinggian tempat bervariasi dari 1.500 hingga 2.300 meter di atas permukaan laut. Petani di

Aceh Tengah dan di Bener Meriah

membudidayakan kentang pada lahan

kering/tegalan dengan teknik penanaman pola monokultur dan pola tumpang sari dengan

tanaman kopi yang masih muda (Dinas Tanaman Pangan dan Hotikultura. 2007). Lahan budidaya kentang di Kabupuaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meuriah umumnya terdiri atas beberapa ordo tanah seperti Andisol, Inceptisol, dan Entisol.

Salah satu sentra produksi kentang di Kabupaten Aceh Tengah terdapat di Kecamatan Atue Lintang. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, sebagian lahan yang dikembangkan untuk produksi kentang merupakan tanah ordo

Andisol. Menurut Hardjowigeno (2005),

Andisol merupakan ordo tanah yang

berkembang dari bahan induk vulkanik yang dicirikan dengan adanya horizon andik. Horizon

(2)

andik ini menurut Soil Taxonomy USDA

(2004), memiliki beberapa ciri, seperti

mengandung material amorf berupa mineral parakristalin seperti alofan, imogolit, atau ferihidrit, memiliki retensi fosfat yang sangat tinggi yaitu > 91 %, mempunyai kemampuan mengikat air tinggi, dan mempunyai sifat-sifat fisika tanah yang gembur dan remah dalam keadaan lembab, tetapi agak keras dalam kondisi kering (tiksotropi). Secara kimia, tanah ini memiliki persoalan yang serius dalam ketersediaan fosfat karena kapasitas adsorpsi P yang tinggi (Mizota dan van Reuuwijk, 1989).

Budidaya kentang yang dilaksanakan oleh petani di Kecamatan Atue Lintang masih sangat tergantung kepada penggunaan pupuk kimia

dan hanya sebagian kecil yang telah

menggunakan pupuk organik, pada hal di sekitar areal budidaya terdapat potensi bahan limbah kulit biji kopi yang dapat dipakai

menjadi sumber bahan organik tanah.

Penggunaan pupuk kimia dan pengolahan tanah secara terus-menerus tanpa dibarengi dengan penambahan bahan organik akan mengalami degradasi berupa kehilanagan bahan organik dan unsur hara yang pada akhirnya dapat

menurunkan kualitas tanah tanah dan

produktivitas tanaman (Lal et al., 2005). Oleh karena itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah melalui pemberian amelioran organik seperti biochar dan kompos atau melalui pengembalian residu tanaman dangat

disarankan untuk mempertahankan

produktivitas lahan, karena tindakan ini dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah serta dapat meningkatkan hasil tanaman (Hasnadi dan Saleh, 2004; FAO, 2005; Prassad dan Power, 2010; Sufardi, 2012).

Biochar merupakan salah satu bahan yang mengandung senyawa karbon (C) yang sangat tinggi sehingga jika diberikan ke dalam tanah selain dapat menambah C tanah juga dapat menjadi habitat bagi perkembangan mikrobia tanah sehingga dapat memperbaiki kualitas tanah (Gani, 2009) dan juga mengatasi bberapa persoalan lingkingan (FAO, 2009). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa setelah pemanfaatan teknologi alternatif seperti biochar dapat memperbaiki lahan untuk mendukung keberhasilan budidaya tanaman (Suhardjo, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balittanah Bogor, membuktikan bahwa biochar dapat memperbaiki struktur fisika, sifat kimia dan biologi tanah. Penelitian yang dilakukan pada tanah sawah telah dilaporkan bahwa

produksi padi pada hingga periode tanam ketiga mengalami peningkatan akibat penggunaan biochar 10 t ha-1 (Khairunnisa, 2011; Samira,

2012, Sufardi et al., 2012; Mawardina, 2013). Berdasarkan uaraian di atas, maka aplikasi Biochar dan kompos pada lahan budidaya kentang diharapkan juga dapat memperbaiki kualitas dan hasil tanaman tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biochar dan kompos kulit kopi terhadap hasil tanaman kentang pada Andisol Atue Lintang di Kabupaten Aceh Tengah serta menentukan dosis pemebrian kedua bahan tersebut dalam meningkatkan hasil kentang.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah pada lahan Dinas Pertanian Tanaman Pangan UPTD-BBI Hortikultura pada jenis tanah Typic Hapludand (Andisol) dengan pH 5,5. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 1460 dari permukaan laut. Penelitian berlangsung pada Maret hingga Juli 2012.

Sumber biochar yang digunakan dalam

penelitian berasal dari Surabaya, sedangkan kompos dibuat dari pengomposan kulit kopi merah yang diambil dari kebun kopi milik petani setempat menggunakan mikroba lokal

dan EM4 (effective microorganism). Pupuk

dasar yang digunakan dalam percobaan adalah pupuk ZA (23 % N; 21 % S), SP-36 (36 % P2O5), dan KCl (60 % K2O) dengan dosis pemberian masing-masing 250, 450, dan 250 kg ha-1. Bibit kentang yang dipakai adalah varitas

Granolla. L generasi empat (G4) dengan

panjang tunas 1 cm yang diperoleh dari Balai Benih Induk Hortikultura Dataran Tinggi Gayo,

UPT Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Aceh Tengah.

Penelitian menggunakan percobaan faktorial 3x4 yang disusun berdasarkan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dalam tiga ulangan.

Percobaan terdiri atas dua faktor yaitu faktor dosis biochar yang terdiri atas tiga taraf yaitu : 0, 10, dan 15 t ha-1, sedangkan faktor kedua adalah dosis kompos dari kulit kopi merah yang terdiri atas empat taraf yaitu : 0, 10, 15, dan 20 t ha-1 sehingga ada 12 kombinasi perlakuan dan terdapat 36 satuan percobaan. Pengambilan contoh tanah dilakukan dua tahap, tahap pertama yaitu sebelum melaksanakan percobaan dan tahap kedua sesudah percobaan. Sampel tanah awal diambil mewakili lahan percobaan yang diambil pada kedalaman 0-20

(3)

cm (lapisan atas) sedangkan sampel tanah setelah percobaan diambil mewakili setiap plot percobaan.

Pengolahan tanah dilakukan satu bulan sebelum percobaan yang meliputi pembersihan lahan, pembajakan, dan penggemburan tanah yang dilakukan secara manual (dicangkul). Plot percobaan dibuat sebanyak 36 plot sesuai dengan kombinasi perlakuan dengan ukuran 2 x 2 m, jarak antara plot 0,5 m dengan jarak antara ulangan 1,0 m. Sebagai pupuk dasar digunakan

masing-masing ZA sebanyak 250 kg ha-1,

SP-36 sebanyak 450 kg ha-1 dan KCl sebanyak 250

kg ha-1. Pupuk dasar diberikan 7 hari sebelum tanam. Biochar dan kompos kulit kopi

diberikan bersamaan dengan penanaman

dengan cara dibenamkan pada jalur tanam. Jarak tanam kentang adalah 50 cm (antar barisan) dan 30 cm antar tanaman dan setiap

plot terdapat 24 tanaman. Penyiraman

dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari kecuali jika turun hujan, penyiraman tidak dilakukan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sejak awal pertumbuhan hingga

panen dengan menggunakan insektisida

Matador dengan bahan aktif sihalotrin 25 g L-1,

dan fungisida Manzate dengan bahan aktif Mancozeb 80% masing-masing dengan dosis 2 g L-1 air. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman telah berumur 20 hari setelah tanam dan penyiangan dilakukan secara manual, sedangkan pembumbunan dilakukan pada saat

tanaman telah berumur 25 hari yaitu

pembumbunan pertama dan umur 40 atau 45 hari untuk pembumbunan kedua. Parameter hasil tanaman yang diamati meliputi: jumlah umbi per rumpun, berat umbi per rumpun, berat umbi per plot, dan produksi per hektar. Panen dilakukan pada saat tanaman telah berumur 100

hari setelah tanam. Data hasil percobaan diolah dengan menggunakan prosedur statistika uji F (analisis ragam) dan uji BNT pada taraf P < 0,05. Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan Program Excel 2007 for

windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Awal

Sifat-sifat Andisol lapisan atas (0-20 cm) yang digunakan dalam penelitian ini sebelum percobaan dapat dilihat dalam Tabel 1. Dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa secara kimia Andisol yang digunakan dalam penelitian mempunyai reaksi tanah masam dengan pH 5,50 dan kejenuhan basa 32,36 persen.

Kandungan P2O5 tatal (ekstrak HCl 25 %)

relatif tinggi, namun kadar P tersedia (ekstrak Bray 2) sangat rendah yaitu 2,83 mg kg-1 atau

setara dengan 5,66 kg P ha-1. Ciri kimia lainnya

seperti kadar C-organik, N-total dan KTK tanah relatif tinggi sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa tanah ini mempunyai status kesuburan yang sedang tetapi memiliki masalah khusus yaitu rendahnya.

Jumlah dan Bobot Umbi Perrumpun

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa aplikasi biochar dan kompos kulit kopi berpengaruh terhadap jumlah umbi kentang per rumpun. Tabel 2 dapat dilihat bahwa dengan pemberian biochar jumlah umbi kentang per rumpun mengalami peningkatan dengan makin meningkatnya dosis biochar dan dosis kompos kulit kopi. Kombinasi perlakuan biochar dan

kompos kulit kopi yang memberikan

Tabel 1. Sifat-sifat tanah (Typic Hapludand) sebelum percobaan

Sifat-sifat Tanah Nilai Sifat-sifat Tanah Nilai

Tekstur Tanah : LB P tersedia (Bray II, mg kg-1) 2,83

- Pasir (%) 35 Kation basa tertukar :

- Debu (%) 35 Ca-dd (1N NH4OAc pH7, cmol kg-1) 8,80

- Liat (%) 30 Mg-dd (1N NH4OAc pH7, cmol kg-1) 2,70

pH (H2O) 1:2,5 5,50 K-dd (1N NH4OAc pH7, cmol kg-1) 0,45

pH (KCl) 1:2,5 5,07 Na-dd (1N NH4OAc pH7, cmol kg-1) 0,26

pH (NaF) 1:50 11,08 KTK (1N NH4OAc pH7, cmol kg-1) 21,14

C-organik (Walkley-Black, %) 6,80 Kejenuhan Basa (%) 32,36

N-total (Kjeldahl, %) 0,85 H-dd (1N KCl, cmol kg-1) 0,04

P2O5 (HCl 25 %, mg/100 g) 54,25 Al-dd (1N KCl, cmol kg-1) trace.

(4)

jumlah umbi kentang paling banyak dijumpai pada dosis pemberian biochar 15 t ha-1 yang dikombinasi dengan pemberian kompos kulit kopi dosis 20 t ha-1. Pada kombinasi perlakuan ini, jumlah umbi kentang rata-rata mencapai 13,73 atau 14 umbi per rumpun yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan jumlah umbi pada perlakuan tanpa biochar dan tanpa kompos yaitu hanya sebanyak 4,92 atau 5 umbi per rumpun. Berdasarkan kombinasi terbaik ini, jumlah umbi kentang dapat meningkat hingga 150 persen lebih. Hal ini menunjukkan bahwa

dengan aplikasi biochar 10-15 t ha-1 yang

dibarengi dengan pemberian kompos sebanyak

10-20 t ha-1, produksi umbi kentang makin

banyak.

Tabel 2. Rata-rata jumlah umbi kentang per rumpun pada berbagai dosis biochar dan dosis kompos kulit kopi

Dosis Kompos

(t ha-1)

Dosis Biochar (t ha-1)

0 10 15

Jumlah umbi kentang per rumpun 0 4,92 a A 6,59 b A 6,38 b A 10 8,63 a B 8,08 a B 7,46 a A 15 9,08 a B 10,26 a C 10,50 a B 20 11,88 a C 11,77 a C 13,73 b C bobot umbi kentang per rumpun (g) 0 306,27 a A 339,20 b A 378,57 c A 10 447,53 a B 445,47 a B 450,37 a B 15 457,97 a B 488,57 b B 462,33 ab B 20 575,43 a C 550,37 a C 614,20 b C

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata (Uji BNT 0,05). Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil dibaca horizontal

Meningkatnya jumlah umbi kentang dengan pemberian biochar dan kompos kulit kopi menunjukkan kedua bahan tersebut dapat digunakan untuk meningkat pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Biochar sebagai bahan yang mengandung banyak karbon (C) memiliki kemampuan untuk menjadi penjerap unsur hara tanah karena selain memiliki ruang

pori mikro juga memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi, sehingga pada permukaan penjerap ini akan mengikat berbagai ion hara yang selanjutnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Gani, 2009). Dengan meningkatnya akumulasi hara pada permukaan koloid dari bahan biochar ini maka tanaman akan mendapat unsur hara lebih banyak pula sehingga dapat digunakan untuk

memproduksi umbi sebagai akumulasi

fotosintat. Mengel dan Kirkby (2007)

menyatakan bahwa ketersediaan hara di dalam tanah yang mendukung pengambilan hara oleh tanaman menjadi penentu dalam proses

fotosintesis sehingga hubungan antara source

dan sink selalu terjaga dengan baik.

Peranan kompos terhadap perkembangan umbi kentang juga berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas tanah. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa secara umum kualitas tanah semakin baik dengan pemberian kompos, sehingga penyerapan hara oleh tanaman juga makin baik. Dengan cukup tersedianya unsur hara, maka perkembangan umbi kentang makin baik dan produksi umbi bisa dilipatgandakan. Pengaruh biochar terhadap perkembangan umbi kentang pada Andisol belum banyak dilaporkan namun pengaruh kompos telah diteliti oleh Uswatun Hasanah (2014) pada Andisol yang mendapatkan bahwa selain dapat mengurangi erosi, pemberian kompos ternyata juga dapat meningkatkan produksi umbi kentang.

Jumlah umbi yang banyak belum tentu menggambar kualitas hasil kentang. Oleh karena itu, perlu diamati pula bobot dari umbi kentang. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa aplikasi biochar dan kompos kulit kopi ternyata juga mampu meningkatkan bobot umbi kentang. Rata-rata bobot umbi kentang per rumpun pada berbagai dosis pemberian biochar dan kompos kulit kopi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot umbi terendah terdapat pada perlakuan tanpa biochar dan tanpa pemberian kompos yaitu 306,27 g per rumpun. Dengan aplikasi biochar dan kompos dengan dosis yang meningkat, ternyata bobot umbi kentang per rumpun makin bertambah berat. Hal ini bermakna bahwa dengan pemberian biochar dan kompos, maka ukuran umbi juga semakin besar. Meskipun terjadi peningkatan bobot umbi per rumpun akibat biochar dan kompos, tetapi peningkatan bobot umbi tidak selalu konsisten dengan peningkatan dosis pemberian biochar atau dosis pemberian kompos kulit kopi. Hal ini merupakan bukti

(5)

adanya pengaruh dari interaksi antara faktor dosis biochar dengan faktor dosis kompos kulit kopi atau dengan perkataan lain bahwa peningkatan bobot umbi kentang pada setiap dosis biochar sangat tergantung kepada dosis pemberian kompos. Bobot umbi terberat dijumpai pada kombinasi perlakuan biochar 15 t ha-1 dan kompos kulit kopi 20 t ha-1. Pada kombinasi ini, umbi kentang mencapai bobot hingga 614,20 g per rumpun atau melebihi ½ kilogram per batang.

Peningkatan bobot umbi kentang akibat pemberian biochar dan kompos kulit kopi merupakan dampak tidak langsung kedua bahan tersebut dalam memperbaiki kualitas tanah dan dampak langsung dalam penyediaan hara tanaman. Biochar dan kompos merupakan bahan amelioran organik yang memberikan pengaruh yang baik terhadap tanah dan tanaman. Biochar dapat memperbaiki tanah dengan meningkatkan pnejerapan ion hara

(Gani, 2009), sedangkan kompos dapat

memperbaiki sifat-sifat fisika dan kimia tanah (FAO, 2005), sehingga akan memberikan keuntungan bagi penyerapan hara tanaman (Prassad dan Power, 2010; Sufardi, 2012). Hal senada juga dikemukakan oleh Parman (2007) yang menyatakan bahwa pupuk organik selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga dapat meningkatkan produksi

tanaman, meningkatkan kualitas produk

tanaman, mengurangi penggunaan pupuk

anorganik dan merupakan alternatif pengganti pupuk kandang.

Selanjutnya jika diperhatikan pertambahan bobot umbi kentang pada setiap dosis pemberian biochar dan kompos, maka terlihat bahwa pada dosis biochar dan kompos yang sama ternyata bobot umbi kentang lebih tinggi

dengan pemberian kompos. Hal ini

menunjukkan bahwa kompos lebih berperan sebagai penyedia unsur hara sedangkan biochar lebih berperan terhadap perbaikan kualitas tanah, sehingga sepertinya biochar akan memberikan efek residu pada musim tanam berikutnya. Efek residu biochar terhadap penyediaan hara telah pula diteliti pada tanaman padi sawah yang menunjukkan bahwa pada musim tanam ketiga masih memberikan dampak positif terhadap tanaman (Samira,

2012; Mawardiana et al., 2013). Adanya efek

residu ini merupakan suatu sifat yang diuntungkan dari pemberian biochar karena dapat mempunyai residen yang lama di dalam tanah (Gani, 2009; Sukartono, 2011).

Bobot Umbi Per Plot dan potensi Produksi Umbi Kentang

Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa aplikasi biochar dan kompos kulit kopi berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot umbi kentang per plot. Tabel 3 memperlihatkan bahwa dengan meningkatnya dosis pemberian biochar dan kompos, maka bobot umbi kentang per plot semakin meningkat pula. Hal ini berarti produksi hasil umbi kentang makin bertambah banyak dengan adanya aplikasi biochar dan kompos kulit kopi. Seperti yang terjadi pada bobot umbi kentang per rumpun, maka pada hasil percobaan ini juga ditunjukkan bahwa umbi kentang per plot terberat diperoleh pada

kombinasi perlakuan pemberian biochar 15 t ha

-dan pemberian kompos 20 t ha-1. Pada

kombinasi perlakuan ini, produksi umbi kentang tertinggi mencapai 16,38 kg per plot. Tabel 3. Rata-rata pada berbagai dosis biochar

dan dosis kompos kulit kopi Dosis

Kompos (t ha-1)

Dosis Biochar (t ha-1)

0 10 15

Bobot umbi kentang per plot (g)

0 8,17 a A 9,01 b A 9,19 b A 10 9,93 a B 10,88 ab B 11,40 b B 15 12,24 a C 12,97 a C 14,59 b C 20 13,80 a D 15,35 b D 16,38 c D

Produksi umbi kentang per hektar (t ha-1)

0 20,43 a A 22,53 b A 22,98 b A 10 24,80 a B 27,20 ab B 28,50 b B 15 30,60 a C 32,42 a C 36,48 b C 20 34,50 a D 38,38 b D 40,95 c D

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata (Uji BNT 0,05). Huruf kapital dibaca vertikal dan huruf kecil dibaca horizontal.

Meningkatnya produksi umbi kentang pada kombinasi pemberian biochar dan kompos kulit kopi terjadi karena kedua bahan tersebut mampu memperbaiki kulaitas tanah dan mampu

(6)

kebutuhan tanaman kentang (Setiadi, 2009). Shiddeq dan Partoyo (2000) menyatakan bahwa biochar dapat diberikan sebagai bahan untuk

memperbaiki sifat fisika tanah dengan

meningkatnya mobilitas udara dan perkolasi air. Gani (2009) juga menyatakan bahwa pemberian biochar bisa menahan dan menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Bila digunakan sebagai pembenah tanah bersama pupuk organik dan anorganik biochar dapat meningkatkan produktivitas dan retensi serta ketersediaan nutrisi bagi tanaman. Selanjutnya

Simanungkalit et al., (2006) menyatakan bahwa

bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Dengan berbagai dampak yang baik tersebut, maka produksi kentang menjadi meningkat.

Pemberian biochar dan kompos kulit kopi berpengaruh nyata terhadap produksi umbi kentang per hektar. Rata-rata produksi umbi kentang per hektar pada setiap dosis pemberian biochar dan kompos dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 memperlihatkan bahwa dengan meningkatnya dosis pemberian biochar dan kompos, maka produksi umbi kentang per hektar semakin meningkat pula. Kombinasi perlakuan yang memberikan produksi umbi kentang tertinggi dicapai pada dosis pemberian 15 t ha-1 biochar dan 20 t ha-1 kompos kulit kopi. Pada kombinasi perlakuan ini hasil kentang mencapai 40,95 t ha-1 atau mengalami peningkatan hingga 2 kali lipat (100 persen).

SIMPULAN

Pemberian biochar dan kompos berpengaruh nyata terhadap jumlah dan bobot umbi kentang per pot sehingga meningkatkan bobot umbi kentang per plot dan produksi kentang per hektar. Kombinasi perlakuan pemberian biochar dan kompos yang memberikan pengaruh paling baik terhadap kualitas tanah dan hasil umbi kentang diperoleh pada pemberian biochar dosis 15 t ha-1 dan kompos dosis 20 t ha-1. Produksi umbi kentang dengan pemberian biochar dan kompos kulit kopi meningkat dari 20,43 t menjadi 40,95 t ha-1 atau mengalami peningkatan hingga 2 kali lipat. Untuk meningkatkan hasil umbi kentang, maka penggunaan biochar dan kompos kulit kopi sebanyak 10 hingga 20 t ha-1 sebagai bahan amelioran organik dapat dianjurkan pada tanah Andisol.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hotikultura. 2007. Potensi dan Prospek Pengembangan Tanaman Kentang (Potato). Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

FAO. 2005. The Role of Soil Organic Matter. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome.

FAO. 2009. Climate change mitigation and adaptation in agrikulture, forestry and fisheries. Food and Agriculture Organization of the United Nation Viale delle terme di caracalla – 00153 rome, Italy

Gani, A. 2009. Iptek Tanaman Pangan (ISSN 1907-4253) Vol.4 No.1, Juli 2009. P: 33-48. Hardjowigeno, S. 2005. Klasifikasi Tanah.

Akademika Presindo. Jakarta.

Hasnadi dan E. Saleh. 2004. Rencana

Pemanfaatan Lahan Kering Untuk

Pengembangan Usaha Peternakan

Ruminansia dan Usahatani Terpadu di Indonesia.

Khairunnisa, K. 2010. Pengaruh Pemupukan NPK dan Biochar Terhadap Sifat Kimia Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Padi Sawah. Universitas Syiah Kuala. Program Pasca Sarjana Darussalam Banda Aceh.

Mawardiana, Sufardi, dan E. Husen. 2013. Residual effects of Biochar and NPK-fertilizer on nitrogen dynamic and rice yield. Proc. of Annual Inter. Conf. Syiah Kuala University, Banda Aceh.

Mizota, C., dan L.P. van Reeuwijk. 1989. Clay mineralogy and chemistry of soils formed in volcanic material in diverse climatic region. ISRIC, Wageningen, Netherlands.

Mengel, K., dan E.A. Kirkby. 2007. Principles of Plant Nutrition. Inter. Potash Inst. New Zealand.

Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi (Kentang). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol 15 (2): 23-26.

Prassad, R., and J.F. Power, 2010. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture. CRC Lewis Publ. NEW York.

Samira, D. 2012. Pengaruh Residu Biochar dan Pupuk NPK terhadap Sifat Kimia Tanah dan Hasil Padi Sawah Irigasi. Thesis Magister. Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

(7)

Setiadi, 2009. Budidaya Kentang Pilihan Berbagai Varitas dan Pengadaan Benih, Penebar Swadaya, Jakarta.

Shiddeq, S., dan Partoyo. 2000. Suatu Pemikiran Mencari Paradigma Baru dalam

Pengelolaan Tanah yang Ramah

Lingkungan. Prosiding Kongres Nasional VII. HITI. Bandung.

Simanungkalit, R. D. M. Suriadikarta D. A. Saraswati R. D. Setyorini dan Wiik Hartatik. 2006. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Soil Survey Staff (USDA). 2004. Keys to Soil Taxonomy. USDA. USA.

Sufardi. 2012. Pengantar Nutrisi Tanaman. Bina Nanggroe, Banda Aceh.

Sufardi, D. Samira, Zaitun. 2012. Effect of biochar and NPK fertilizer on irrigated rice yield. Proc. of Annual Inter. Conf. Syiah Kuala University, Banda Aceh.

Suhardjo M, Supriyadi & Sudihardjo, 2000. Efektivitas Pupuk Alternatif Organik, Pupuk Mikroba Cair dan Pembenah Tanah terhadap Tanaman Bawang Merah di Wilayah Pesisir Pantai Selatan DIY. Prosiding Seminar Teknologi Pertanian Untuk Mendukung Agribisnis dalam Pengembangan Ekonomi

Wilayah dan Ketahanan Pangan.

Yogyakarta.

Sukartono. 2011. Pemanfaatan Biochar sebagai

Bahan Amandemen Tanah untuk

Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Air dan Nitrogen Tanaman Jagung (Zea Mays) di Lahan Kering Lombok Utara. Universitas Brawijaya. Malang

Uswatun Hasanah. 2014. Pengaruh lereng dan kompos terhadap kehilangan tanah dan hasil tanaman kentang pada sistem lahan miring. Thesis Magister. Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Gambar

Tabel 1. Sifat-sifat tanah (Typic Hapludand) sebelum percobaan
Tabel 2.   Rata-rata  jumlah  umbi  kentang  per  rumpun  pada  berbagai  dosis  biochar  dan dosis kompos kulit kopi

Referensi

Dokumen terkait

Deteksi Bakteri Patogen Salmonella typhi pada Sayuran yang dikonsumsi Mentah Menggunakan Metode nested Polymerase Chain Reaction. Idar,

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemampuan kepala madrasah dalam melaksanakan tugasnya dengan baik terutama dalam hal Gaya Kepemimpinan, maka akan berdampak

Pertama, jauh-jauh waktu sebelum diberlakukannya secara resmi sebagai agama kerajaan, masyarakat Bima sudah lebih dulu mengenal agama Islam melalui para penyiar agama dari tanah

Hal ini diperkuat oleh pernyataan DiPaola dan Hoy bahwa, sekolah dengan derajat citizenship yang tinggi lebih efektif dan memiliki prestasi siswa yang lebih

masyarakat Pekanbaru dan sekitarnya, bahwa pariwisata adalah milik semua warga. Menjaga dan melestarikan serta ikut dalam proses pemulihan citra pariwisata

Ketidakfahaman tentang proses dan konsep penyeliaan akan menyebabkan penyeliaan diberikan tanggapan yang negatif oleh guru-guru dan dilihat sebagai helah untuk mencari salah. Jika ini

Memaksimalkan penggunaan komputer sebagai sarana teknologi informasi merupakan hal yang perlu dilakukan oleh PT Sukses Mandiri Utama untuk meningkatkan