• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. psikologis (Kast dan Rosenweig, 1995). Disebutkan oleh Rakhmat (2001)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. psikologis (Kast dan Rosenweig, 1995). Disebutkan oleh Rakhmat (2001)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis dan psikologis (Kast dan Rosenweig, 1995). Disebutkan oleh Rakhmat (2001) menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen afektif merupakan aspek emosional. Komponen konatif adalah aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Dikemukakan oleh Samsudin (1987), unsur perilaku terdiri atas perilaku yang tidak nampak seperti pengetahuan(cognitive) dan sikap(affective), serta perilaku yang nampak seperti keterampilan(psychomotoric) dan tindakan nyata(action). Pola perilaku setiap orang bisa saja berbeda tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenweig, 1995).

Dewasa ini banyak psikolog sosial berasumsi bahwa, perilaku dipengaruhi oleh tujuannya. Tujuan perilaku ini tidak hanya dipengeruhi oleh sikap seseorang tetapi juga oleh harapan lingkungan sosialnya terhadap perilaku tersebut, norma-norma subyektif, serta kemampuannya untuk melakukan perilaku itu, yakni penilaian perilaku sendiri (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).

(2)

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Dikemukakan oleh Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Berbicara tentang perilaku, manusia itu unik /khusus. Artinya tidak sama antar dan inter manusianya. Baik dalam hal kepandaian, bakat, sikap, minat, maupun kepribadian. Manusia berperilaku atau beraktivitas karena adanya tujuan tertentu.

Adanya need atau kebutuhan diri seseorang maka akan muncul

motivasi/penggerak , sehingga manusia itu berperilaku , baru tujuan tercapai dan individu mengalami kepuasan. Siklus melingkar kembali memenuhi kebutuhan berikutnya atau kebutuhan lain dan seterusnya dalam suatu proses terjadinya perilaku manusia.

Dinyatakan oleh Albert Bandura (1986) suatu formulasi mengenai perilaku dan sekaligus dapat memberikan informasi bagaimana peran perilaku itu terhadap

(3)

lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan. Formulasi Bandura berwujud B= behavior, E=environment, P=person, atau organisme. Perilaku lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu sama lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, disamping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan. Demikian pula lingkungan, dapat mempengaruhi individu (Walgito, 2003).

2.1 2 Proses Pembentukan Perilaku

Dinyatakan oleh Walgito (2003), pembentukan perilaku dibagi menjadi tiga cara sesuai keadaan yang diharapkan, sebagai berikut.

1.Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan

Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, maka akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner terdapat pendapat yang tidak seratus persen sama, namun para ahli tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu sama lain.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Disamping pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan, pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan pengertian. Cara ini didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar disertai dengan adanya pengertian. Bila dalam eksperimen Thorndike dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang

(4)

dipentingkan dalah pengertian. Kohler adalah salah satu tokoh psikologi Gestalt dan termasuk dalam aliran kognitif.

3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Disamping cara-cara pembentukan perilaku diatas, pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Pemimpin dijadikan model atau contoh bagi yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan oleh teori belajar sosial (social learning theory) atau (observational learning theory) yang dikemukakan oleh (Albert Bandura, 1977).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

1. Faktor Personal

a. Faktor Biologis: terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah di program secara genetis dalam jiwa manusia.

b. Faktor Sosiopsikologis: dapat diklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu: 1. Komponen afektif, merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis,

didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.

2. Komponen kognitif, aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.

3. Komponen konatif, aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

(5)

2. Faktor Situsional

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah

faktor situasional. Kaum behaviorisme percaya sekali bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap bentuk perilaku seseorang. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional meliputi.

1. Faktor – faktor ekologis

Kondisi alam (geografis) dan iklim (temperatur) dapat mempengaruhi perilaku manusia

2. Faktor rancangan dan arsitektural

Contoh pengaruh rancangan dan arsitektural terhadap perilaku manusia dapat dilihat pada penataan rumah.

3. Faktor temporal

Suasana emosi dan bentuk perilaku dipengaruhi oleh faktor waktu (temporal). Misalnya, suasana emosi pagi hari tentu berbeda dengan suasana emosi siang hari dan malam hari.

4. Faktor teknologi

Jenis teknologi yang digunakan masyarakat dapat mempengaruhi pola-pola komunikasi masyarakat baik pola pikir maupun pola tindakannya.

5. Faktor suasana perilaku

Dalam public speaking banyak sekali pembahasan tentang bagaimana suatu bentuk penyampaian pesan harus disesuaikan dengan suasana perilaku pesertanya.

(6)

Ada tiga hal yang dibahas pada faktor ini, yaitu : sistem peran, struktur sosial dan karakteristik individu.

7. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

Pada dasarnya ada sejumlah situasi yang memberi keleluasaan untuk bertindak dan sejumlah lain membatasinya. Jika kita menganggap bahwa pada situasi tertent kita diperboleh/dianggap wajar melakukan perilaku tertentu, maka kita akan terdorong melakukannya.

8. Lingkungan psikososial

Lingkungan psikososial diartikan sebagai persepsi terhadap lingkungan.

2.1.4 Macam-Macam Perilaku Manusia

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua menurut (Notoatmodjo, 2003), sebagai berikut.

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

(7)

2.1.5 Pengetahuan

Dinyatakan oleh Walgito (2002), pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut.

Disebutkan oleh Koentjaraningrat (1990) bahwa pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Artinya bahwa pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang.

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan atau keadaaan (Kibler et al, 1981 dalam Zahid, 1997). Hal itu selaras dengan yang dikemukakan oleh (Winkel, 1987), bahwa pengetahuan merupakan ingatan tentang hal-hal yang pernah dipelajari (fakta, kaidah, prinsip, atau metode).

Dikatakan oleh Soekanto (2001), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran seseorang sebagai hasil penggunaan panca indera. Supriyadi (1993), dalam (Zahid, 1997) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam memori individu.

(8)

2.1.6 Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap (Van den ban dan Hawkins, 1999). Sejalan dengan pernyataan Meyrs (Sarwono, 2002) sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang ditunjukkan dalam kepercayaan, perasaan atau tindakan seseorang.

Beberapa pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Sherif, Allport, dan Bem yang dirangkum menurut (Rakhmat, 2001), sebagai berikut.

1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai.

2. Sikap mempunyai daya dorong dan motivasi.

3. Sikap relatif menetap.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif.

5. Sikap timbul dari pengalaman tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah.

Manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun sikap perasaan tertentu tetapi sikap tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara khas terhadap

(9)

objek-objeknya (Gerungan, 1996). Oleh karena itu menurut Syerif dalam (Gerungan, 1996), sebagai berikut.

1. Sikap bukan dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya.

2. Sikap dapat mengalami perubahan karena itu sikap dapat dipelajari orang. 3. Obyek sikap merupakan satu hal tertentu, tetapi juga dapat merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, inilah yang

membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki seseorang.

5. Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek.

Dikemukakan oleh Mar’at (1981), bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif dan negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju kemudian mengkristal sebagai reaksi terhadap obyek sikap. Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar (Sarwono, 2002). Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang

(10)

dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 2003).

Sikap akan berarti jika diwujudkan dalam bentuk tindakan, baik lisan maupun tulisan. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh (Sajogyo, 1982) bahwa sikap merupakan kecondongan dari dalam individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu terhadap suatu obyek akibat pendirian dan perasaan terhadap obyek tersebut.

2.1.7 Keterampilan

Dinyatakan oleh Rogers dan Shoemaker (1986) bahwa perilaku merupakan suatu tindakan nyata yang dapat dilihat atau diamati. Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak dan hal dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Keterampilan adalah hasil belajar pada ranah psikomotorik yang terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif. Keterampilan adalah kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan sesuatu dengan baik (Nasution, 1975). Maksud dari pendapat tersebut bahwa kemampuan adalah kecakapan dan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai suatu keahlian yang dimiliki sejak lahir.

Keterampilan juga disebut kemampuan untuk menggunakan akal, pikiran, ide dan kreativitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. Keterampilan atau kemampuan tersebut pada dasarnya akan lebih baik

(11)

bila terus diasah dan dilatih untuk menaikkan kemampuan sehingga akan menjadi ahli atau menguasai dari salah satu bidang ketrampilan yang ada.

Bisa disimpulkan bahwa keterampilan tersebut dapat dilatih sehingga mampu melakukan sesuatu tanpa adanya latihan atau proses pengasahan akal, pikiran tersebut tidak akan bisa menghasilkan sebuah ketrampilan yang khusus atau terampil karena ketrampilan bukanlah bakat yang bisa saja didapat tanpa melalui proses belajar yang intensif dan merupakan kelebihan yang sudah diberikan semenjak lahir. Sehingga untuk menjadi seorang yang terampil yang memiliki keahlian khusus pada bidang tertentuharuslah melalui laihan dan belajar dengan tekun supaya dapat menguasai bidang tersebut dan dapat memahami dan mengaplikasikannya.

2.1.8 Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan

Dinyatakan oleh Gerungan (1996) bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa, sikap mempunyai motivasi yang berarti ada segi kedinamisan untuk mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia dengan objek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Interaksi di luar kelompok bisa dilakukan melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku, majalah. Dikemukakan pula, media massa mempunyai pengaruh besar dalam membentuk atau mengubah sikap pada orang banyak, namu hal itu tergantung pada isi komunikasi dan sumber informasi.

(12)

Dinyatakan oleh Sarwono (2002) bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar itu sendiri dapat terjadi melalui proses kondisioning klasik atau melalui proses belajar sosial atau karena pengalaman langsung.

Hasil penelitian para ahli menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan tindakannya (Azwar, 2003). Disebutkan oleh Taryoto (1991) dalam Harihanto (2001), sikap (attitude) sangat besar pegaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan tindakan (behavior) seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut.

Ketrampilan (psikomotorik) diartikan serangkaian gerakan otot-otot yang terpadu untuk dapat menyelesaikan suatu tugas. Sejak lahir manusia memperoleh ketrampilan-ketrampilan meliputi gerakan otot yang terpadu atau terkoordinasi. Ketrampilan juga berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan untuk

menwujudkan pengetahuan dan pengertiannya ke dalam perbuatan untuk menyelidiki suatu peristiwa atau masalah.

(13)

2.2 Program Pengembangan Klaster

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memang hanya memiliki tujuan tunggal yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hanya tujuan tersebut menghadirkan pula dua aspek penting kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar dan menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi. Inflasi yang rendah dan stabil tak dipungkiri merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sebaliknya inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (Bank Indonesia, 2014).

Sumber utama tekanan inflasi Indonesia banyak dipengaruhi sisi penawaran (supply side) yang disebabkan gangguan produksi, distribusi maupun kebijakan pemerintah. Terutama terkait komoditas bahan pangan. Saat ini komoditas bahan pangan merupakan penyumbang utama inflasi di Indonesia. Secara empiris, komoditas yang menjadi sumber tekanan inflasi tersebut adalah komoditas pangan (volatile foods). Porsi sumbangannya terhadap inflasi cukup signifikan dan responnya terhadap berbagai gangguan sangat cepat. Beberapa komoditas pangan yang dimaksud antara lain beras, daging, bawang merah, cabai, dan bawang putih. Kondisi demand dan supply yang tidak seimbang akan menyebabkan gangguan terhadap beberapa komoditas pangan tersebut yang berdampak pula pada laju inflasi (Bank Indonesia, 2014).

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, dan sejalan dengan tujuan mengendalikan laju inflasi, Bank Indonesia dinilai perlu turut serta menjaga ketersedian pangan. Kecukupan ketersedian bahan pangan dipercaya mampu

(14)

menjaga sisi supply sehingga mampu meredam gejolak harga sekaligus membangu mengendalikan laju inflasi. Di sisi lain, ketersediaan bahan pangan yang memadai, bisa menopang upaya mencapai ketahanan pangan nasional. Terkait itu, Bank Indonesia memandang perlu turut menjaga sisi supply komoditas pangan sehingga mampu mendeteksi lebih dini ketika terjadi situasi yang memungkinkan munculnya gejolak harga. Selain itu respon yang cepat dan tepat terhadap setiap perubahan harga komoditas pangan, terutama bahan pangan pokok juga diperlukan (Bank Indonesia, 2014).

Keikutsertaan Bank Indonesia menjaga sisi supply itulah yang kemudian diwujudkan dalam pengembangan klaster bahan pangan unggulan. Klaster ini tak lain mengidentifikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam mengembangkan ketahanan pangan di daerahnya. Pengembangan klaster tersebut dilakukan dengan mengambil model daerah yang mengalami surplus bahan pangan dan defisit bahan pangan di daerah pengembangan klaster nantinya bisa diharapkan menjadi acuan bagi daerah lain untuk diimplementasikan sesuai kearifan daerah masing-masing (Bank Indonesia, 2014).

Pengembangan klaster bahan padi bahan pangan di daerah juga bertujuan mengeratkan koordinasi dan sinergi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah daerah yang secara bersama berupaya meningkatkan ketahan pangan. Sinergi ini dilakukan antara lain dengan memfasilitasi pertemuan antar stakeholders terkait sebagai upaya merealisasikan pelaksanaan kegiatan ketahan pangan.

(15)

a. Pedoman dan Dasar Hukum

Pedoman Swasembada Padi Nasional Tahun 2015

Gambar 2.1.

Sub Sistem Ketahanan Pangan Sumber: USAID (1999), dan Weingartner (2004)

Sub sistem ketersediaan pangan (food availability) adalah ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu Negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. (Bank Indonesia, 2014).

(16)

Gambar 2.2.

Sub Sistem Ketersediaan Pangan Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers (2003)

Sedangkan akses pangan (food access) adalah kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan (Bank Indonesia, 2014).

(17)

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan.

4. Permentan No. 65 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan.

2.2.1 Data Perkembangan Padi di Bali

Produksi padi di Provinsi Bali dewasa ini tidak lagi mengalami peningkatan yang berarti. Kalau pum tejadi peningkatan produksi, keuntungan yang diperoleh petani relatif tidak meningkat karena makin tingginya biaya produksi. Laju peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah di Provinsi Bali selama periode 2008-2012 cenderung turun masing-masing -0,61% dan -0,11% dengan rata-rata produksi 862.451 ton produktivitas 5,76t/ha (BPS Provinsi Bali 2013). Pelandaian produksi padi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir diduga disebabka program intensifikasi padi relatif tidak mengalami perbaikan.

(18)

Tabel 2.3

Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi Padi Sawah dan Padi Ladang Menurut Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013 berdasarkan data dari Dinas

Pertanian Provinsi Bali.

Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Rata-Rata Produksi (Kw/ha) Produksi (ton) 1 2 Jembrana Tabanan 9.269 41.611 60.95 56.16 56.494 233.681 3 4 Badung Gianyar 17.442 31.090 64.62 59.37 112.702 184.592 5 6 Klungkung Bangli 5.478 5.401 53.67 50.58 29.401 27.317 7 8 9 Gianyar Buleleng Denpasar 12.505 22.804 4.232 59.73 59.60 61.91 74.687 135.905 26.200 Jumlah: 2013 2012 2011 2010 2009 149.832 149.000 152.585 152.190 58.80 58.09 56.25 57.11 880.982 865.554 858.316 869.160 150.283 58.47 878.764

Sumber. Bali Dalam Angka 2014

2.2.2 Maksud Pengembangan Klaster Padi Bali di Kabupaten Gianyar

Adapun maksud program pengembangan klaster Padi di Gianyar, sebagai berikut (Bank Indonesia, 2014).

a. Meningkatkan koordinasi dan partisipasi para pihak dalam pengembangan UMKM melalui pendekatan klaster Padi di Kabupaten Gianyar.

b. Untuk mendapatkan roadmap bersama/sinergisitas pengembangan klaster Padi di Kabupaten Gianyar dengan stakeholder terkait.

c. Mengembangkan kelompok petani dalam satu kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

(19)

d. Dapat dijadikan model percontohan pengembangan klaster Padi di Kabupaten Gianyar yang profesional dan menjadikan sekolah lapang untuk Provinsi Bali.

e. Memberikan wawasan baru kepada kelompok Petani dalam hal bertani Padi secara profesional dan mandiri.

f. Menciptakan Petani Padi yang berkualitas dengan sistem dan pola penanaman padi mengarah ke sistem pertanian organik.

g. Mengembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan kelompok petani dalam pengembangan usaha.

h. Dapat menciptakan komitmen dan peran aktif dari sektor riil/pelaku usaha (UMKM & Usaha Besar).

i. Dapat dilakukan kerjasama sinergis antara stakeholder dalam program Bantuan Teknis untuk meningkatkan kompetensi UMKM dalam mengembangkan usahanya.

j. Implementasi program bantuan teknis sesuai tupoksi dari setiap stakeholder. k. Adanya pendampingan yang intensif bagi UMKM yang menjadi objek dalam program pengembangan klaster sehingga setiap permasalahan yang berpotensi muncul dapat segera diantisipasi.

l. Dibentuknya lembaga formal (LKM) yang bertindak sebagai manajemen klaster, untuk mengukur salah satu kemandirian klaster.

(20)

2.2.3 Tujuan Program Klaster Padi

Adapun tujuan yang diharapkan melalui Pengembangan Klaster Padi secara umum sesuai dengan TOR (Term Of Reference) dari pengembangan Klaster BI untuk mendukung pengendalian harga dan pengembangan ekonomi daerah melalui peningkatan kinerja UMKM yang tergabung dalam klaster. Tujuan lainnya dalam pengembangan klaster Padi di Kabupaten Gianyar sebagai berikut (BI, 2014).

a. Memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang dinamika,

kapasitas dan potensi klaster Padidi kabupaten Gianyar.

b. Meningkatkan pemahaman Stakeholder tentang model pendekatan klaster dalam rangka pengembangan ekonomi daerah khususnya UMKM.

c. Memperoleh rencana strategis dan komprehensif tentang pengembangan rantai nilai klaster Padi di kabupaten Gianyar dan pola interaksi yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan klaster.

d. Mendukung peran Bank Indonesia dalam meningkatkan fungsi intermediasi

perbankan, disamping sebagai sarana kehumasan yang makin

memperkenalkan keberadaan Bank Indonesia pada masyarakat umum. e. Sinergi dan koordinasi yang baik antar semua pihak terkait diharapkan

berjalan baik melalui jembatan komunikasi yang telah terbangun. Dalam pengembangan klaster, semua pihak diharapkan saling memberikan edukasi, berbicara dan bertindak secara jelas, transparan, dan nyata, serta jujur dan terbuka, serta mampu meningkatkan saling pengertian dan pemahaman antar semua pihak.

(21)

f. Dalam program pengembangan klaster, salah satu pendekatan yang digunakan dalam implementasinya adalah pendekatan rantai nilai (value chain). Value chain didefinisikan sebagai sebuah rangkaian proses produktif mulai dari penyedia input dari suatu produk, produksi, pemasaran dan distribusi hingga ke konsumen akhir (rangkaian proses mulai dari hulu hingga ke hilir). Pendekatan ini secara sistematis memperhitungkan keseluruhan tahapan dari proses produksi. Juga analisis dari berbagai keterkaitan dan aliran informasi sepanjang rantai nilai.

g. Program Pengembangan Klaster Padi yang terarah, terukur dan disepakati oleh semua pihak serta terjalinnya sinergisitas semua pihak yang sepaham dalam pengembangan klaster Padi untuk dijadikan komoditas unggulan di kabupaten Gianyar.

2.2.4 Batasan Kegiatan Pengembangan Klaster

Dalam pengembangan Klaster Padi di Kabupaten Gianyar, beberapa batasan kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan klaster adalah (BI, 2014).

a. Klaster Padi adalah klaster dengan batasan Demplot yang dibuat setiap wilayah klaster, bukan pengembangan budidaya padi seluas lahan yang miliki oleh kelompok tani/subak.

b. Demplot yang digunakan maksimal seluas 10 Ha dalam satu kawasan atau sesuai dengan keputusan, kebijakan dan arahan dari Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

c. Anggota binaan adalah petani yang mau dan komitmen dalam menjalankan

(22)

d. Jangka waktu pengembangan klaster Padi di Kabupaten Gianyar maksimal 3 tahun dari tahun ditetapkan kecuali pengembangan wilayah klaster pada daerah yang berbeda.

e. Bantuan teknis akan difasilitasi oleh Bank Indonesia melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) untuk lebih meningkatkan kapasitas petani dalam budidaya padi secara benar.

f. Pengembangan dilakukan bertahap dengan orientasi adalah peningkatan jumlah produksi dengan sistem pengolahan tanah persawahan dengan menuju sistem pertanian organik.

g. Bantuan teknis dari Bank Indonesia akan disinerginkan dan

dikomunikasikan agar tidak terjadinya penumpukan bantuan yang sejenis. h. Pelatihan peningkatan kualitas termasuk dalam studi banding sesuai dengan

kebutuhan dari klaster binaan dan bukan dari keinginan SKPD terkait. i. Evaluasi pengembangan klaster Padi dilakukan setiap tahun dengan

dilakukan evaluasi bersama dengan SKPD, PPL, TPL serta Stakeholder lainnya. Dari hasil evaluasi jika tidak terjadi peningkatan disebabkan oleh kelompok masyarakat sendiri, maka klaster Padi dapat dipindahkan atau dihentikan.

(23)

2.2.5 Ruang Lingkup Klaster

Ruang lingkup pengembangan klaster padi merupakan Klaster Nasional karena merupakan salah satu program ketahanan pangan sesuai instruksi Presiden RI dan meruapakn Klaster Daerah yang mendukung pengendalian inflasi daerah dan mendukung pengembangan ekonomi daerah khususnya Kabupaten Gianyar. Klaster padi merupakan bentuk implemnetasi RPJU KPw Bank Indonesia Provinsi Bali yang telah disusun selain komoditi sapi, cabe dan bawang (BI, 2014).

2.3 Subak

2.3.1 Pengertian Subak

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan-daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Arif (l999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi.

Sutawan dkk (l986) melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi

(24)

Tuhan selaku Dewi Kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok/komplek persawahan milik petani anggota subak.

Gatra religius pada sistem irigasi subak merupakan cerminan konsep THK yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan. Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (l986) ditunjukkan dengan adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/blok pemilikan sawah petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota yang memiliki kemampuan spiritual.

Sementara itu, kajian-kajian lain yang menelaah sistem irigasi subak secara tidak utuh sebagai sistem sosio-teknis-religius yang sesuai dengan prinsip masyarakat hukum adat yang berlandaskan THK masih tampak dilaksanakan. Misalnya, kajian yang cendrung lebih difokuskan pada masalah organisasi, dan sarana yang dimiliki sistem subak untuk mengelola air irigasi, yang antara lain dilakukan oleh Geertz (1980). Dinyatakan oleh Teken (l988), Samudra (l993), dan Sushila (l993). Sudira (l999) bahwa sistem irigasi subak yang disebutkan hanya memiliki gatra fisik dan sosial sebetulnya tidaklah salah, namun tidak lengkap. Meskipun demikian, tampaknya dapat disebutkan bahwa kajian tentang sistem irigasi subak yang tidak mengkaji dari gatra sosio-teknis-religius terkesan menyederhanakan masalah, makna kajiannya kurang lengkap, dan tercermin

(25)

kurangnya pemahaman tentang konsep teknologi serta peluang transformasi sistem irigasi subak sebagai suatu teknologi yang sepadan.

Selanjutnya Pusposutardjo (l997a) dan Arif (l999) tentang subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio-kultural masyarakat, menyimpulkan bahwa sistem irigasi (termasuk subak) merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem, sebagai berikut. 1. Subsistem budaya (pola pikir, norma dan nilai)

2. Subsistem sosial (termasuk ekonomi) 3. Subsistem kebendaan (termasuk teknologi)

2.4 Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian Nasional. Pertanian juga menjadi penentu ketahanan pangan. Kabupaten Gianyar melalui program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia merupakan klaster Nasional yang merupakan salah satu program ketahanan pangan dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah. Kegiatan ini difokuskan untuk menciptakan petani padi yang berkualitas dengan sistem dan pola tanam padi mengarah ke sistem pertanian organik. Pada penelitian ini akan membahas mengenai perilaku petani pada program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia (Kasus Subak Pulagan Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar) akan djelaskan bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan terhadap program Pengembangan Klaster Padi. Kerangka pemikiran tampak pada Gambar 2.4

(26)

Gambar 2.4.

Kerangka Pemikiran Penelitian Perilaku Petani Pada Program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia (Kasus Subak Pulagan, Desa Tampaksiring,

Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar). Program Pengembangan Klaster Padi Binaan Bank Indonesia Perilaku Sikap Pengetahuan Ketrampilan Analisis Data Hasil Penelitian / Simpulan Rekomendasi Subak Pulagan 1. Pembibitan 5. Penyiangan

2. Penanaman 6. Pengendalian Hama

3. Pengairan 7. Panen

4. Pemupukan 8. Pasca Panen

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata umur petani pola swadaya yang tergabung dalam Koperasi Unit Bersama (KUB) di Desa Pulau Sarak Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar adalah 49 tahun.

Memulai Instalasi Untuk melakukan installasi, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengklik ganda icon Install Linux Mint yang ada pada desktop Linux Mint.. Memilih

Pada peristiwa melayang dapat terjadi dikarenakan adanya gaya apung yang sama dengan benda dan massa jenis suatu benda adalah sama dengan massa jenis zat cair..

Jika didapatkan sebuah graf yang Edge antimagic covering maka akan lebih mudah untuk mencari SEATL atau covering dari sebuah graf tunggal maupun gabungan saling lepas dari suatu

Hasil identifikasi fauna ikan di Kawasan Mangrove Teluk Pangpang ditemukan kelimpahan dan biomassa yang tinggi pada jenis ikan bedul ( A. caninus ) sebanyak 975 ind sebesar 18.299,56

The status of the PFMU Dharmasraya forest, as a state owned forest, does not deter the local community from seizing and felling the forest because customary law is regarded more

Hal ini mungkin terjadi akibat jumlah gardu parkir yang beroperasi tidak disesuaikan dengan volume kendaraan yang keluar, sehingga terjadi antrian yang panjang di

Pada tanggal 27 September 2010, pukul 18.30 WITA, saat terjadi kecelakaan kapal, kapal terseret arus, akibat kapal tidak mampu melawan derasnya arus, kemudian terdampar