TERHADAP TAX AVOIDANCE
Stella Butje dan Elisa TjondroAkuntansi Pajak Universitas Kristen Petra Email :stellabuce@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakter eksekutif dan koneksi politik terhadap tax
avoidance. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 74 perusahaan yang berasal dari perusahaan
non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2013. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter eksekutif dan koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan untuk variabel kontrol ukuran perusahaan, leverage, pertumbuhan penjualan dan sektor industri kecuali industri 7 berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Kata kunci: tax avoidance, karakter eksekutif, koneksi politik.
ABSTRACT
This study was conducted to examine the influence of executive character and political connections against tax avoidance. The samples were 74 companies from non-financial companies listed in the Indonesia Stock Exchange during the years of 2009-2013. Data analysis technique used was multiple linear regression analysis by using SPSS. The results showed that the executive character and political connections significantly affected on tax avoidance. As the control variable size, leverage, sales growth, industrial sectors except industry 7 significantly influence on tax avoidance.
Keyword : tax avoidance, executive character, political connections.
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan roda bisnis sasaranlaba maksimal dengan pengeluaran minimal, salah satu bentuk pengeluaran yang paling dihindari perusahaan adalah pembayaran pajak. Tinggi rendahnya pembayaran pajak tergantung pada laba yang dihasilkan perusahaan sehingga dapat dikatakan laba dan pajak memiliki hubungan searah karena semakin tinggi laba semakin tinggi pula pajak yang dibayarkan. Pajak dipandang sebagai beban yang harus dikurangkan, salah satu cara mengurangkan beban pajak adalah dengan melakukan tax avoidance. Menurut Zain (2008) tax
avoidance adalah salah satu contoh tax planning
yang dapat dilakukan melalui proses pengelolaan laba untuk mengurangi pengenaan pajak yang tidak diinginkan perusahaan. Walaupun tax avoidance sering merugikan negara karena menurunkan penerimaan, pemerintah tidak dapat menjatuhkan sanksi karena secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar. Tax avoidance bersifat unik karena dari sisi perusahaan sah untuk dilakukan tetapi tidak selalu diinginkan dari sisi pemerintah (Mahardani dan Suardana, 2014).
Menurut Prebble et al. (2012) tax avoidance adalah tindakan mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kelemahan hukum yang ada untuk mengecilkan pajak terutang. Sejalan dengan Prebble, Dyreng et al. (2008) menyatakan perusahaan yang melakukan tax avoidance tidak selalu salah karena ada banyak ketentuan dalam pajak yang mendorong perusahaan untuk mengurangi pajak, ditambah dengan adanya batasan hukum yang tidak jelas (grey
area) khususnya untuk transaksi yang bersifat
kompleks. Sifat tax avoidance yang sah menurut hukum membuat pemerintah tidak dapat menjatuhkan sanksi bahkan ketika ada indikasi skema tax avoidance akan dilakukan oleh perusahaan. Wang (2010) menyatakan tax avoidance adalah alat untuk melakukan tax saving dengan mengalihkan sumber daya yang seharusnya diberikan untuk negara kepada para pemegang saham agar nilai after tax perusahaan meningkat.
Pernyataan bahwa eksekutif memegang peranan penting dalam menentukan skema penghindaran pajak perusahaan diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2008) dan Budiman (2012). Peranan eksekutif tidak hanya mampu menambah nilai perusahaan tetapi juga memiliki kecenderungan untuk mendukung penghindaran pajak. Pada awalnya, sulit untuk dibayangkan bagaimana eksekutif yang terdiri dari CEO, CFO dan top eksekutif lainnya memiliki peran dalam penghindaran pajak mengingat hampir tidak ada eksekutif yang benar-benar ahli dalam pajak atau bahkan memiliki latar belakang dalam bidang keuangan. Salah satu cara yang dilakukan eksekutif adalah dengan menempatkan orang kepercayaan
yang memiliki keahlian untuk mengamati sekaligus membuat skema penghindaran pajak sesuai keinginan eksekutif (Dyreng et al.,2009). Budiman (2012) menyatakan semakin eksekutif bersifat risk
taker akan semakin tinggi tingkat penghindaran
pajak yang dilakukan perusahaan.
Leuz dan Gee (2006) menyatakan dalam menyusun strategi bersaing perusahaan harus mampu mencari dan memanfaatkan peluang dalam lingkungan bisnis, salah satunya melalui koneksi politik. Faccio (2006) menyatakan dorongan perusahaan untuk memiliki koneksi politik telah mendapat perhatian khusus dari para pengamat ekonomi karena adanya indikasi perlakuan istimewa dari pemerintah, terlebih bagi perusahaan yang dimiliki langsung oleh pejabat atau orang yang memegang posisi penting di dalam pemerintahan. Perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik apabila minimal salah satu pemegang saham utama (orang yang memiliki paling tidak 10 persen dari total hak suara) atau salah satu pimpinan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua atau sekretaris) merupakan anggota parlemen, menteri atau memiliki relasi dengan politikus atau partai politik (Faccio,2006).
Sejalan dengan penelitian Leuz dan Gee (2006) dan Faccio (2006) tentang koneksi politik, Kim dan Zhang (2013) menghubungkan koneksi politik perusahaan terhadap tindakan pajak agresif dan menemukan hasil penelitian yang kurang lebih sama. Perusahaan yang memiliki koneksi politik akan mendapat perlindungan dari pemerintah, memiliki akses mudah untuk memperoleh pinjaman modal, resiko pemeriksaaan pajak rendah sehingga membuat perusahaan makin agresif melakukan tax
planning yang berakibat pada keburaman transparansi keuangan. Berbagai macam hak-hak istimewa dapat diperoleh perusahaan dengan koneksi politik bahkan saat terjadi krisis keuangan perusahaan akan mudah mendapat dana talangan dari pemerintah (bailout).
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin meneliti pengaruh karakter eksekutif dan koneksi politik terhadap tax avoidance pada perusahaan non keuangan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut selama tahun 2009-2013.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah karakter eksekutif berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?
2. Apakah koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?
Tax avoidance adalah alat untuk melakukan tax saving dengan mengalihkan sumber daya yang
seharusnya diperuntukkan untuk negara kepada para pemegang saham yang mampu menaikkan nilai
after-tax perusahaan. Wang (2010) mengatakan agar
jumlah pendapatan yang sebenarnya tidak diketahui oleh otoritas pajak manajer seringkali mencoba untuk menutupi atau mengaburkan informasi dalam laporan keuangan yang mengarah pada tax avoidance.
Menurut Zain (2007) tax avoidance
merupakan contoh dari tax planning yang dapat dilakukan melalui proses pengelolaan laba untuk mengurangi pengenaan pajak yang tidak diinginkan perusahaan sehingga perusahaan dapat melakukan
tax saving. Untuk menjaga tax avoidance agar tetap
sesuai dengan peraturan yang berlaku, perusahaan memerlukan ahli keuangan yang paham mengenai aturan perpajakan secara menyeluruh sehingga mampu mencari celah agar terhindar dari pengenaan pajak yang lebih tinggi atau ekstremnya sama sekali tidak dikenakan pajak.
Menurut Mortenson dalam Zain (2008) tax
avoidance berhubungan dengan proses pengelolaan
dalam perusahaan untuk meminimalkan atau menghilangkan beban pajak dengan tetap melihat akibat pajak yang ditimbulkan bagi perusahaan. Secara keseluruhan tax avoidance adalah cara atau usaha wajib pajak mengurangi, menghindari, meminimalkan atau meringankan beban pajak dengan tetap patuh pada undangundang pajak.
Tax avoidance bukan tindakan melanggar
hukum, melainkan tindakan mengambil keuntungan dari aturan yang ada untuk mengecilkan kewajiban pajak. Pokok utama dari tax avoidance adalah mengurangi kewajiban pajak dengan menghilangkan konsekuensi ekonomi yang ditujukan kepada setiap individu yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Sifat tax avoidance yang sah menurut hukum membuat perusahaan tidak dapat dijatuhi sanksi langsung, sanksi dapat diberikan apabila undang-undang telah secara jelas mengatur batasan-batasan dalam tax avoidance (Prebble dan Lincoln, 2012).
Pengukuran tax avoidance
dalam penelitian ini mengikuti Dyreng et al. (2008) dan
Budiman (2012) menggunakan CETR (Cash
Effective Tax Rate) dengan membagi cash tax paid
dengan pretax income. Dyreng (2008) menyatakan tidak seperti ETR (Effective Tax Rate), CETR tidak terpengaruh oleh perubahan estimasi seperti
valuation allowance dan tax cushion. Nilai cash tax paid dapat dilihat pada laporan arus kas dari
aktivitas operasi. Semakin besar nilai CETR mengindikasikan perusahaan tidak melakukan tax
avoidance.
Karakter Eksekutif
Setiap perusahaan memiliki seorang pemimpin yang menduduki posisi teratas baik sebagai top eksekutif maupun top manajer, dimana setiap pimpinan memiliki karakter-karakter tertentu untuk memberikan arahan dalam menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan (Pranata, 2014). Setiap individu pimpinan perusahaan sebagai eksekutif memiliki dua karakteristik yaitu risk taker dan risk averse. Eksekutif yang bersifat risk taker akan lebih berani mengambil resiko dalam berbisnis karena adanya paham bahwa semakin tinggi resiko yang diambil akan semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Banyaknya keuntungan yang ditawarkan seperti kekayaan melimpah, penghasilan tinggi, kenaikan jabatan dan pemberian wewenang atau kekuasaan menjadi motivasi tersendiri bagi para eksekutif menjadi semakin bersifat risk taker (Low, 2009; MacCrimmon dan Wehrung, 1990).
Berkebalikan dengan risk taker, eksekutif yang bersifat risk averse akan lebih memilih untuk menghindari segala bentuk kesempatan yang berpotensi menimbulkan resiko dan lebih suka menahan sebagian besar aset yang dimiliki dalam investasi yang relatif aman untuk menghindari pendanaan dari utang, ketidakpastian jumlah return dan sebagainya. Saat manajer dengan karakter risk
averse diberikan kesempatan untuk memilih investasi, karakter ini akan cenderung memilih investasi jauh dibawah resiko yang dapat ditolerir perusahaan (Low, 2009; MacCrimmon dan
Wehrung, 1990).
Untuk mengetahui jenis karakter dan menilai seberapa berani eksekutif perusahaan mengambil resiko dapat dilakukan dengan melihat risiko perusahaan (corporate risk). Paligorova (2010) mengukur corporate risk menggunakan persamaan standar deviasi dari EBITDA (earning
before income tax, depreciation and amortization)
dibagi dengan total aset perusahaan. Tingginya rendahnya corporate risk akan menunjukkan kecondongan karakter eksekutif, risk taking atau risk
averse.
Koneksi Politik
Faccio (2006) menyatakan sebuah perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik jika paling kurang satu pemegang saham utama (orang yang memiliki setidaknya 10 persen hak suara berdasarkan jumlah saham yang dimiliki) atau satu dari pimpinan (CEO, presiden direktur, wakil presiden direktur, kepala bagian atau sekretaris) merupakan anggota parlemen, menteri, atau memiliki hubungan dekat dengan tokoh atau partai
politik. Gomez dan Jomo (1997); Johnson dan Mitton (2003) dalam Faccio (2006) menjelaskan hubungan dekat yang dimaksud meliputi :
1. Perusahaan yang top eksekutif atau pemegang saham utama memiliki hubungan pertemanan dengan kepala negara, menteri atau anggota parlemen. 2. Koneksi dengan pejabat yang pernah
menjabat sebagai kepala negara atau perdana menteri pada periode sebelumnya. 3. Perusahaan yang top eksekutif atau
pemegang saham utama terlibat secara langsung dalam dunia politik.
Koneksi politik akan semakin nampak di negara yang memiliki tingkat korupsi tinggi. Walaupun pada kenyataannya korupsi memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan tingkat pertumbuhan suatu negara, hal yang sama tidak berlaku bagi koneksi politik yang dianggap bermanfaat oleh banyak perusahaan (Faccio, 2009). Indonesia berada di peringkat 107 dari 175 negara pada tahun 2014 berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dinilai oleh Lembaga
Transparasi Internasional.
Perusahaan dengan koneksi politik mampu melakukan tax planning yang lebih agresif karena adanya perlindungan dari pemerintah yang berdampak pada menurunnya transparansi laporan keuangan. Kualitas laba dalam laporan keuangan oleh perusahaan dengan koneksi politik secara signifikan lebih buruk dibandingkan perusahaan sejenis yang tidak memiliki koneksi politik. Keburaman laporan keuangan membawa dampak negatif bagi perusahaan seperti kebutuhan modal yang tinggi karena kurangnya investor atau resiko terjadinya pemeriksaan. Namun perusahaan dengan koneksi politik tampak tidak peduli dengan konsekuensi yang terjadi, salah satunya karena hubungan politik yang dimiliki mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan konsekuensi negatif yang ada. (Chaney et al. 2007 ; Kim dan Zhang, 2013).
Sulitnya mendapat investor sebagai penyandang dana tidak menjadi masalah besar bagi perusahaan. Koneksi politik membuat perusahaan mudah mendapatkan pinjaman dengan batas kredit yang bisa diperpanjang. Hal ini terjadi karena pemberi pinjaman juga memperoleh dukungan ekonomi langsung dari pemerintah dimana perusahaan terhubung serta adanya jaminan dari pemerintah bahwa peminjam maupun pemberi pinjaman yang terhubung secara politik akan diberikan dana bailout saat keduanya mengalami krisis keuangan (Faccio et al. 2006).
Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Tax Avoidance
Perusahaan melakukan tax avoidance untuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan
loopholes dalam ketentuan pajak agar laba yang
dihasilkan maksimal. Keputusan untuk melakukan
tax avoidance bergantung pada individu eksekutif
perusahaan. Dalam mengambil keputusan, eksekutif biasanya memiliki dua karakter yaitu risk taker dan
risk averse. Semakin eksekutif bersifat risk taker,
nilai Cash ETR akan semakin rendah yang mengindikasikan tax avoidance makin tinggi. Dapat disimpulkan semakin eksekutif bersifat risk taker semakin tinggi tingkat tax avoidance (Low, 2009; Carolina et al. 2014). Sebaliknya semakin eksekutif yang bersifat risk averse semakin rendah tingkat tax
avoidance. Penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2008), Budiman (2012), Carolina et al. (2014),
Hanafi dan Harto (2014) menyimpulkan karakter eksekutif berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibentuk hipotesis:
H1: Karakter eksekutif berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Pengaruh
Koneksi
Politik
Terhadap
Tax Avoidance
Koneksi politik yang dimiliki membuat perusahaan memperoleh perlakuan khusus, seperti kemudahan dalam memperoleh pinjaman modal, resiko pemeriksaan pajak rendah yang membuat perusahaan makin agresif dalam menerapkan tax
planning yang berakibat pada menurunnya transparansi laporan keuangan. Kehilangan investor akibat penurunan transparansi laporan keuangan dapat digantikan dengan peran pemerintah sebagai penyandang dana utama. Selain itu, perusahaan yang memiliki koneksi politik dengan pemerintah yang sedang berkuasa terbukti memiliki tingkat tax
avoidance yang signifikan tinggi jika dibandingkan
dengan perusahaan sejenis yang tidak memiliki koneksi politik (Francis et al.,2012; Kim dan Zhang, 2013; Leuz dan Gee, 2013; Christensen et al., 2014). Penelitian yang dilakukan Adhikari (2006), Christensen et al. (2013) dan Hardianti (2014) menyimpulkan koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Nugroho (2011) dan Fatharani (2012) menyimpulkan koneksi politik tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Berdasarkan uraian di atas dapat dibentuk hipotesis:
H2: Koneksi politik berpengaruh signifikan terhadap
tax avoidance.
METODE PENELITIAN
Gambar 1. Model AnalisPengujian menggunakan analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas. Selain itu digunakan uji t dengan dasar pengambilan keputusan, jika nilai signifikansi < 0,05, maka hipotesis diterima namun
apabila jika nilai signifikansi > 0,05 makan hipotesis ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut selama tahun 2009-2013. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit. Sampel penelitian terbagi ke dalam 8 sektor industri yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang konsumsi, property dan real
estate, infrastruktur, utilitas, transportasi, perdagangan dan jasa.
Tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat nilai R square sebesar 23,4% yang berarti variabel-variabel dalam penelitian ini mampu menjelaskan tax avoidance sebesar 23,4%.
Tabel 2.
Berdasarkan tabel 2 model persamaan regresi yang dihasilkan adalah : TA = 0,517 –
–0,108 SALES GR + 0,092 IND1 + 0,182 IND2 + 0,046 IND3 + 0,089 IND4 + 0,071 IND5 + 0,069 IND6–0,003 IND7
Hasil uji t untuk KE menghasilkan nilai signifikansi 0,002 sehingga dapat disimpulkan KE berpengaruh signifikan terhadap TA. Hasil uji t untuk KP menghasilkan nilai signifikansi 0,005 sehingga dapat disimpulkan KP berpengaruh signifikan terhadap TA. Hasil uji t untuk SIZE menghasilkan nilai signifikansi 0,000 sehingga dapat disimpulkan SIZE berpengaruh signifikan terhadap TA. Hasil uji t untuk LEV menghasilkan nilai signifikansi 0,235 sehingga dapat disimpulkan LEV tidak berpengaruh signifikan terhadap TA. Hasil uji t untuk SALES_GR menghasilkan nilai signifikansi 0,000 sehingga dapat disimpulkan
SALES_GR berpengaruh signifikan terhadap
TA. Hasil uji t untuk IND menghasilkan nilai signifikansi masing-masing 0,008; 0,000; 0,039; 0,001; 0,008; 0,002; 0,924 sehingga dapat disimpulkan IND berpengaruh signifikan terhadap TA kecuali IND7.
Pembahasan
1. Karakter Eksekutif
Karakter eksekutif berpengaruh negatif signifikan terhadap CETR yang berarti perusahaan melakukan tax avoidance. Hasil dalam penelitian ini didukung oleh :
a. Dyreng et al. (2009) yang menyatakan eksekutif memegang peranan penting
dalam perusahaan termasuk tax avoidance yang dilakukan perusahaan.
b. Budiman (2012) yang menyatakan semakin eksekutif bersifat risk taker semakin tinggi
tax avoidance yang dilakukan perusahaan.
Walaupun tax avoidance bersifat lawful, hanya pihak yang berani mengambil resiko yang mau melakukan hal tersebut.
c. Carolina et al. (2014) yang menyatakan tingginya nilai corporate risk disebabkan oleh keberanian eksekutif untuk mengambil resiko (risk taker) guna memaksimalkan laba perusahaan salah satunya dengan melakukan tax avoidance. 2. Koneksi Politik
Koneksi politik berpengaruh positif signifikan terhadap CETR yang berarti perusahaan tidak melakukan tax avoidance. Hasil dalam penelitian ini ditolak dan didukung oleh :
a. Adhikari (2006) yang menyatakan koneksi politik berpengaruh negatif signifikan terhadap tarif pajak efektif, perbedaan terjadi karena sampel penelitian Adhikari (2006) adalah perusahaan di Malaysia sedangkan penelitian ini menggunakan sampel perusahaan di Indonesia. Adhikari (2006) menyatakan perusahaan yang mempunyai koneksi politik memiliki tarif pajak lebih kecil. Penyebabnya karena di Malaysia ada kebijakan khusus yang memberikan kepada perusahaan tertentu
special tax deduction dan tax free
perusahaan melakukan tax avoidance.
Hasil dalam government bailout.
penelitian ini didukung oleh :
b. Nugroho (2011) menyatakan pemerintah a. Peningkatan pertumbuhan penjualan akan Indonesia tidak secara langsung secara signifikan meningkatkan laba menerapkan perlakuan-perlakuan perusahaan. Perusahaan dengan laba besar istimewa terhadap perusahaan yang cenderung akan melakukan tax avoidance memiliki koneksi politik ke dalam untuk menghindari pembayaran pajak undang-undang. Koneksi politik tidak yang tinggi. selalu digunakan perusahaan untuk b. Fatharani (2012) yang menyatakan melakukan tax avoidance namun bisa perusahaan profitable memiliki dimanfaatkan untuk memperoleh pembayaran pajak yang rendah karena pinjaman modal, dana bailout saat terjadi perusahaan mampu mengelola krisis keuangan dan berbagai keuntungan
perencanaan pajak dengan baik sehingga lain dari sisi pendanaan (Faccio, 2006; efektif dalam menurunkan pembayaran Leuz dan Gee, 2006). pajak.
2. Ukuran Perusahaan 5. Sektor Industri
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif Sektor industri berpengaruh positif signifikan terhadap CETR yang berarti perusahaan signifikan terhadap CETR yang berarti perusahaan melakukan
tax avoidance. Hasil dalam penelitian tidak melakukan tax avoidance, kecuali pada IND7 ini didukung oleh : yaitu sektor infrastruktur utilitas dan transportasi a. Siegfried (1972) dalam Lanis dan tidak berpengaruh signifikan terhadap tax
Richardson (2007) yang menyatakan avoidance. Hasil dalam penelitian ini didukung semakin besar ukuran perusahaan semakin oleh :
kecil pajak yang dibayarkan karena a. Tidak ada jaminan pasti bahwa perusahaan mempunyai sumber daya besar perusahaan yang dikategorikan ke dalam untuk melakukan
tax planning yang sektor tertentu melakukan tax avoidance. memicu kecenderungan
industri memiliki melakukan tax avoidance. karakteristik dan keunikan yang berbeda b. Fatharani (2012) yang menyatakan antara satu dengan yang lainnya karena semakin besar ukuran perusahaan semakin setiap sektor mempunyai kebijakan, rendah tarif pajak yang dibayarkan pengukuran dan penilaian akuntansi dan mengindikasikan perusahaan melakukan pola pengungkapan berbeda-beda Wallace tax
avoidance. (1994) dalam Alseed (2006). 3. Leverage b. Pengaruh
koefisien positif signifikan
Leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap CETR, salah satunya mungkin terhadap tax
avoidance. Hasil dalam penelitian ini disebabkan
karena pemilihan sampel didukung oleh : dalam penelitian ini adalah perusahaan a. Surbakti (2012) yang menyatakan yang sedang tidak mengalami rugi. Dalam leverage tidak berpengaruh signifikan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 terhadap tax
avoidance. Berdasarkan hasil tentang Pajak Penghasilan disebutkan pengamatan sampel
leverage kerugian fiskal dapat dijadikan sebagai
menghasilkan nilai rata-rata 0,44 yang pengurang
memiliki rasio leverage menjadi dasar perhitungan pajak yang yang rendah. dibayarkan tiap tahunnya. Jumlah b. Army (2013) yang menyatakan jika kerugian fiskal yang besar mampu perusahaan memiliki utang terlalu tinggi, menurunkan laba neto fiskal sehingga ada indikasi perusahaan belum mampu pajak yang dibayarkan rendah, namun membiayai aset dari hasil operasional kompensasi kerugian fiskal hanya perusahaan. Walaupun utang yang tinggi diperbolehkan 5 tahun dimulai pada tahun memiliki tax benefit karena bunga atas pajak berikutnya setelah rugi diakui. utang yang timbul dapat dijadikan Mengingat sampel dalam penelitian ini pengurang penghasilan, sangat kecil adalah perusahaan yang tidak mengalami kemungkinan perusahaan melakukan tax rugi maka sangat kecil kemungkinan avoidance dengan memanfaatkan bunga perusahaan melakukan tax avoidance atas utang. dengan memanfaatkan kompensasi rugi
4. Pertumbuhan Penjualan fiskal.
Pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif signifikan terhadap CETR yang berarti
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis pada model regresi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakter eksekutif berpengaruh negatif signifikan CETR sehingga perusahaan melakukan tax avoidance. Hasil ini menunjukkan semakin eksekutif bersifat
risk taker, semakin tinggi tax avoidance
yang dilakukan perusahaan.
2. Koneksi politik berpengaruh positif signifikan terhadap CETR sehingga perusahaan melakukan tax avoidance.
Hasil ini menunjukkan perusahaan tidak selalu menggunakan koneksi politik untuk melakukan tax avoidance tetapi bisa digunakan untuk mendapatkan bantuan modal dan berbagai keuntungan dari sisi pendanaan.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan variabel lain yang
berpengaruh tinggi terhadap tax avoidance karena variabel-variabel dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan tax
avoidance sebesar 23,4%.
2. Penambahan jumlah sampel dari masingmasing sektor industri sehingga data dan hasil penelitian dapat
digeneralisasi lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Adhikari, A., Derashid, C., & Zhang, H. (2006). Public Policy, Political Connections, And Effective Tax Rates: Longitudinal Evidence From Malaysia.
Journal Of Accounting And Public Policy, 25(5), 574595.
Army, J. (2013). Pengaruh Leverage, Likuiditas, Dan Profitabilitas Terhadap Risiko Sistematis Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI. Jurnal
Akuntansi, 1(2).
Budiman, J. (2012). Pengaruh Karakter Eksekutif
Terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) (Doctoral
Dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Chaney, P. K., Faccio, M., & Parsley, D. (2011). The Quality Of Accounting Information
In Politically Connected Firms. Journal Of
Accounting And Economics, 51(1), 58-76.
Christensen, D. M., Dhaliwal, D. S., Boivie, S., & Graffin, S. D. (2014). Top Management Conservatism And Corporate Risk
Strategies: Evidence From Managers' Personal Political Orientation And Corporate Tax Avoidance. Strategic Management Journal.
Dyreng, S. D., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2008). Long-Run Corporate
Tax Avoidance. The Accounting Review,
83(1), 61-82.
Dyreng, S. D., Hanlon, M., & Maydew, E. L. (2009). The Effects Of Executives On Corporate Tax Avoidance. The Accounting Review,
85(4), 1163-1189.
Faccio, M. (2006). Politically Connected Firms.
The American Economic Review, 369-386.
Faccio, M. (2010). Differences Between Politically Connected And Nonconnected Firms: A Cross‐Country Analysis.
Financial Management, 39(3), 905-928.
Faccio, M., Masulis, R. W., & Mcconnell, J. (2006). Political Connections And Corporate Bailouts. The Journal Of Finance, 61(6), 2597-2635.
Fatharani, N. (2012). Pengaruh Karakteristik Kepemilikan, Reformasi Perpajakan,Dan Hubungan Politik Terhadap Tindakan Pajak Agresif. Skripsi Program Studi Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Hanafi, U., & Harto, P. (2014). Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif,
Kepemilikan Saham Eksekutif Dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan.
Diponegoro Journal Of Accounting, 3(2), 1162-1172.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory Of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs And Ownership Structure. Journal Of
Financial Economics, 3(4), 305-360.
Kim, C. F., & Zhang, L. (2014). Corporate Political Connections And Tax Aggressiveness.
Contemporary Accounting Research, Forthcoming.
Lestari, Indah. (2010). Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, dan Reformasi Perpajakan Terhadap Tarif Pajak Efektif. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia Departemen Akuntansi Depok.
Leuz, C., & Oberholzer-Gee, F. (2006). Political Relationships, Global Financing, And Corporate Transparency: Evidence From Indonesia. Journal Of
Financial
Economics, 81(2), 411-439.
Low, A. (2009). Managerial Risk-Taking Behavior And Equity-Based Compensation. Journal
Of Financial Economics, 92(3), 470-490.
Maccrimmon, K. R., & Wehrung, D. A. (1990). Characteristics Of Risk Taking Executives. Management Science, 36(4), 422-435.
Maharani, I., & Suardana, K. A. (2014). Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Karakteristik Eksekutif Pada Tax
Avoidance Perusahaan Manufaktur.
EJurnal Akuntansi Universitas Udayana, 9(2), 525-539.
Mulyani, S. (2014). Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Koneksi Politik Dan Reformasi Perpajakan Terhadap Penghindaran Pajak (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Tahun 2008-2012). Jurnal
Mahasiswa Perpajakan, 1(2).
Nugroho, A. A. (2011). Pengaruh Hubungan Politik dan Reformasi Perpajakan Terhadap Tarif Pajak Efektif pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2008–
2009. Skripsi. Depok. FEUI.
Paligorova, T. (2010). Corporate Risk Taking And
Ownership Structure (No. 2010, 3). Bank
Of Canada Working Paper.
Prebble, Z. M., & Prebble, J. (2010). The Morality Of Tax Avoidance.
Surbakti, Theresa Adelina Victoria.
2012. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan
dan Reformasi Perpajakan Terhadap
Penghindaran Pajak di Perusahaan Industri Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010.” Skripsi Fakultas
Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan ed.3. Jakarta: Salemba Empat.
Zhang, H. (2012). How Does State Ownership Affect
Tax Avoidance? Evidence From China.
Working Paper At, Singapore Management University.