Menulis Opini
(di)
Kompas
DESK OPINI
24 NOVEMBER 2016
Mengenal Opini Kompas
Latar belakang: Rubrik opini di Kompas terkait dengan visi dan misi Kompas: mengembangkan kultur dan infrastruktur demokrasi sesuai dengan komitmen sejarah pergerakan bangsa Indonesia (Jakob Oetama dalam “Pers Indonesia, Berkomunuikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus”, 2001).
Bersifat public service, menyediakan ruang untuk para penulis sesuai kompetensinya untuk membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang dicita-citakan bersama.
Menyalurkan pendapat, aspirasi, pengkajian, dan sumbang saran terhadap persoalan masyarakat. Mengajak masyarakat menghargai perbedaan dan
memanfaatkannya secara konstruktif untuk kesejahteraan bersama.
Rubrik opini adalah bagian dari pelaksanaan peran, fungsi dan tanggung jawab pers pada masyarakat untuk
mengembangkan demokrasi lewat forum dialog.
Perkembangan
Sepanjang 1965-2005 ditempatkan di halaman 4,
sehingga
dikenal dengan sebutan “Halaman IV”
meskipun kemudian mencakup halaman 4-5.
Sejak format baru, mulai 28 Juni 2005, dipindah ke
halaman 6-7.
Sebagai editorial page sangat bergengsi:
Memberi banyak sumbang saran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Menjadi pertimbangan pemerintah dalam pengambilan keputusan
Melahirkan banyak pemikir yang dihormati
Isi halaman opini:
Tajuk Pojok Artikel Surat Pembaca Karikatur
3
Desk Opini
Bagian dari Redaksi Kompas
Dari 13 Desk, Desk Opini adalah salah satunya
Dikawal oleh 5 redaktur senior dan sekretariat
Kepala desk: Sri Hartati Samhadi
Tugas: Mengelola halaman 6-7 setiap hari
Menentukan topik
Memilih artikel dan surat pembaca
Mencari dan menjalin relasi dengan penulis
Prosedur Kerja
Setiap hari menerima 60-90 artikel, 10-20 surat
pembaca
Memilih 4-6 artikel setiap hari, 3-5 surat pembaca
Mengomentari dan mengembalikan artikel yang
tidak dipilih untuk dimuat
Kriteria pemilihan artikel
Aktualitas
Kedalaman
Membuka wawasan
Menjelaskan duduk perkara
Menarik dan enak dibaca
Penulis mempunyai kompetensi di bidangnya
Aktualitas: Keterkaitan
dengan peristiwa
Koran atau media adalah cerminan berbagai peristiwa dan gejolak yang terjadi di masyarakat.
Seperti berita jurnalistik yang memenuhi rasa ingin tahu akan keadaan manusia lain, bangsa lain, budaya lain, demikian pula dengan artikel opini:
Memberikan informasi yang membuat masyarakat menjadi tahu Menjelaskan duduk perkara
Memberikan landasan dalam pengambilan keputusan Menciptakan komunitas, membuat ikatan antarmanusia
Persamaan berita dengan artikel opini:
Faktual dan aktual
Mengembangkan pengetahuan bersama Memperkaya wawasan
Memberikan alternatif solusi persoalan
Menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik
Perbedaan berita dan artikel opini
Faktual objektif vs faktual subyektif
Memaparkan vs menganalisis
Empiris vs verifikasi ilmiah
Pemahaman:
Kedalaman dan ketajaman
Ditulis oleh orang yang kompeten di bidangnya
Bisa menjelaskan duduk perkara
Ditulis dengan pengetahuan yang lebih:
Ada Referensi
Bangunan argumentasi ilmiah
Analisis yang logis
Membuka wawasan:
Memberi pengayaan, kritik dan sumbang saran
Kenyataannya, banyak artikel kiriman yang
berpanjang-panjang di teori, lupa tujuan awal
untuk memberikan solusi dan sumbang saran
Sarat ide-ide genuine/orisinal/otentik yang
menyegarkan
Menjelaskan duduk perkara:
Melihat persoalan secara jernih sekaligus analitik
Membantu pembaca untuk memahami persoalan
Membantu pembaca memilih apa yang terbaik
bagi dirinya
Menjadi referensi dari berbagai berita digital yang
berseliweran
Kesalahan yang umum
terjadi
Tulisan tidak aktual dan tidak kontekstual
Aktual:
Sedang ramai pilkada, menulis tentang fenomena Ahok. Bukan kiat belajar di
luar negeri.
Orang sedang khawatir menghadapi zika, bahas tentang kiat menghindari
penularan. Bukan membahas malaria
Kontekstual: tidak ikut mainstream, tetapi selalu bisa dikaitkan dengan kekinian. Jelas konteksnya.
Penanganan TKI dan sikap pemerintah Indonesia terpuruk di bidang pendidikan Temuan terbaru
Hasil perenungan
Judul dan lead tidak menarik
“Pancasila Sebagai Dasar Negara” “Landasan Hukum Perlu”
“Pilkada Serentak 2017”
Judul
Bagian paling pokok yang membangkitkan
keingintahuan untuk membaca tulisan yang
disajikan
Bagian pertama yang dilihat pembaca:
Menarik perhatian Menjadi pertimbangan untuk membaca lebih lanjut atau tidak suatu berita, cerita, artikel opini
Pedoman
Buat singkat, padat, jelas Bisa juga puitik, menggelitik Gugatan, kontroversi
Penggalan judul lagu, puisi terkenal “Jangan Ada Dusta di Antara Kita” “Jalan Sunyi Seorang Peneliti”
Judul menarik, bagaimana eksekusi tulisan?
“Quo Vadis” Rekonsiliasi Sunni
-Syiah?
Hukum Kebiri dan Efek Jera
Kartini Revolusioner Negeri
Memaknai Angka Perilaku Antikorupsi
Catatan
Hasil studi di AS: pembaca menentukan pilihan
untuk membaca lebih lanjut atau berhenti setelah
melihat judul, lead, kalimat ke 4-5.
Lead
Selain judul, faktor penting dalam penulisan disebut lead. Mengapa penting?
Lead merupakan kalimat atau paragraf pembuka yang
mengajak, menggoda, mengusik pembaca agar terus membaca sampai tuntas.
Bagaimana membuat lead?
Dalam berita, isinya satu atau beberapa fakta dasar: 5W1H lalu so what Dalam opini: isinya bisa berupa gugatan, kontroversi, summary, atau
jawaban masalah yang paling ingin diketahui pembaca (5W+1H tetap jadi acuan)
Pembuka bisa meringkaskan tentang seluruh isi cerita dalam kalimat pertama atau langsung ke pokok persoalan.
Bila subyeknya serius—kematian, bencana, perubahan penting semisal undang-undang, dan berita hangat yang tiba-tiba terjadi—gunakan pembuka lugas.
Pembuka ringkasan harus menjawab beberapa, tidak semua,
pertanyaan dasar: 5W1H, so what. Karena itu, pilihlah faktor yang paling penting untuk pembuka. Faktor lainnya dapat dimasukkan dalam
paragraf selanjutnya. (ingat pembuka tali jemuran!)
Lead yang tidak menarik:
Kartini sebagai pahlawan perempuan yang
diibukan masyarakat Indonesia ruhnya terus
memberikan hidup kaum perempuan. Sosok
perempuan Jawa itu tak pernah mati, namanya
selalu harum dan mendapat penghormatan setiap
tanggal 21 April. Masyarakat Indonesia
menganggap Kartini sebagai pahlawan yang
kental membela hak kaum perempuan pada masa
penjajahan.
Supaya menarik
Kontekskan dengan kekinian:
Kartini vs kasus AA Gatot Kartini vs Kanjeng Dimas
Negara Indonesia sudah merdeka 68 tahun yang
lalu dan Pemilu sudah dilakukan beberapa kali
yaitu sejak kepemimpinan Presiden Suharto sampai
saat ini 2014 tetapi hasilnya belum maksimal dan
masih terdapat banyak praktek kecurangan disana
sini untuk kepentingan kemenangan salah satu
partai politik/caleg tertentu karena mahalnya
ongkos pemilu dan ongkos untuk menjadi
caleg.Politik uang terjadi di depan mata kita
seakan hal seperti ini wajar dan perilaku sebagian
caleg yang terekam Tv/koran
–
ditangkap KPK
–
ditangkap polisi terlibat obat terlarang
–
korupsi dll,
sangat mencemaskan masa depan bangsa ini
karena kualitas mereka di DPR.
Supaya menarik:
Buat pendek dan langsung Fokus ke pokok persoalan
Penduduk Indonesia mayoritas muslim, bahkan
menurut statistik jumlahnya mencapai 90 persen
dari total penduduk keseluruhan, dan hal ini
menempatkan Indonesia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Tentunya
hal ini merupakan potensi yang membanggakan
bagi perkembangan syiar Islam.
Supaya menarik:
Fakta yang semua orang sudah tahu, tidak perlu
diungkap lagi
Masukkan data terkini
Daripada memuji lebih menarik mengkritisi
Lead yang menarik
Mundurnya Jenderal Wiranto untuk
sementara dari jabatan Menko Polkam
membawa suatu perkembangan lain bagi
dirinya sebagai seorang
“
bintang
” radio
dan
televisi dengan penampilan yang impresif.
Tidak mustahil banyak simpati yang diberikan
kepadanya setelah dia memberikan
berbagai wawancara. Tapi, yang penting
untuk perkembangan politik ialah bahwa
dengan ini dimulai suatu tradisi akuntabilitas
politik yang selama ini dituntut.
(“Argumentasi Sang Jenderal”, Kompas, 26 Feb 2000)
Pada awal 2016, kita, Indonesia, disuguhi dua
peristiwa yang sekaligus mengejutkan,
mengerikan, dan menjengkelkan. Peristiwa
tersebut berupa aksi teror yang dilakukan oleh
kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah
dan aksi rukun yang digerakkan simpatisan
Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara).
(“Bentuk Negara, Bangun Jiwa” oleh Daoed Joesoef,
Kompas, 16 Feburari 2016)
Aneh dan menakutkan bahwa selama 32 tahun
Orde Baru yang tiap hari bicara tentang
persatuan dan kesatuan, masalah diskriminasi
ternyata terpendam bagai api dalam sekam.
Ketika angin kerusuhan bertiup di pertengan
bulan Mei 1998 yang penuh asap dan api,
ternyata telah terjadi berbagai kekerasan
dengan cara yang demikian kejam dan getir
justru di sebuah negara yang menjunjung tinggi
perikemanusiaan dalam filsafat negaranya, dan
yang selalu membanggakan kehalusan dan
kesopanan dalam kebudayaannya.
(“Stratifikasi Etnis dan Diskriminasi”, Ignas Kleden, Kompas, 29 Agustus 1998
)
Hasil Sensus Penduduk 2010, yang secara rinci
baru saja dipublikasikan BPS, dibandingkan
dengan hasil Sensus 1930 pada zaman Belanda,
mengalami penurunan signifikan persentase suku
Jawa dan Tionghoa di Indonesia. Gejala
positifkah?
(“Suku Jawa dan Tionghoa Mengapa Berkurang?” oleh Jousairi
Hasbullah, Kompas, 2 Des 2011)
Judul, lead, bridge, isi
Stratifikasi Etnis dan Diskriminasi Oleh IGNAS KLEDEN
Aneh dan menakutkan bahwa selama 32 tahun Orde Baru yang tiap hari bicara tentang persatuan dan kesatuan, masalah diskriminasi ternyata terpendam bagai api dalam sekam. Ketika angin kerusuhan bertiup di pertengan bulan Mei 1998 yang penuh asap dan api, ternyata telah terjadi berbagai kekerasan dengan cara yang demikian kejam dan getir justru di sebuah negara yang menjunjung tinggi perikemanusiaan dalam filsafat negaranya, dan yang selalu membanggakan kehalusan dan kesopanan dalam kebudayaannya.
Laporang-laporan demikian mengerikan, sehingga orang yang tahu serba sedikit tentang sejarah holocaust mau tidak mau akan segera risau dan rusuh hatinya. Bahwa, di negara merdeka, hak para warga terhadap keamanan dan kehormatan tidak selalu terjamin.
Umumnya, permusuhan dan kekerasan yang terjadi pada sekelompok etnis, seperti yang terjadi dengan etnis Tionghoa baru-baru ini di Tanah Air, tidak pernah bersifat murni etnis… Perbedaan budaya dan kelainan etnis paling banter akan menimbulkan salah pengertian karena adanya perbedaan dalam kebiasaan dan bentuk-bentuk ekspresi budaya…. Perbedaan budaya dan etnis baru akan membawa kekerasan kalau perbedaan itu sekaligus juga mengandung perbedaan dalam relasi kekuatan, baik kekuatan politik berupa kekuasaan maupun kekuatan ekonomi berupa penguasaan sumber daya ekonomi.
Bentuk Negara, Bangun Jiwa Oleh DAOED JOESOEF
Pada awal 2016, kita, Indonesia, disuguhi dua peristiwa yang sekaligus mengejutkan, mengerikan, dan
menjengkelkan. Peristiwa tersebut berupa aksi teror yang dilakukan oleh kelompok militan Negara Islam di Irak dan Suriah dan aksi rukun yang digerakkan simpatisan Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara).
Dari wajah dan postur para pencetus peristiwa, kelihatan sekali bahwa mereka adalah orang-orang Indonesia.
Ketika jalannya peradaban menyimpang di luar dugaan, kata A Hayek (1945), ketika alih-alih progres berkelanjutan yang diharapkan tampil pengadang berwajah barbar. Kita marahi semua, kita kecam siapa saja, kecuali diri
sendiri. Padahal, kalau jauh sebelumnya kita cukup atentif pada masalah sosio-ekonomiko-politik, sebenarnya kedua peristiwa yang memang pantas dikecam itu sudah
memberikan aneka sinyal agar kita eling lan waspada. Lalu siapakah ”kita” yang lalai dan serba santai selama ini?
Argumentasi Sang Jenderal Oleh IGNAS KLEDEN
Mundurnya Jenderal Wiranto untuk sementara dari
jabatan Menko Polkam membawa suatu perkembangan lain bagi dirinya sebagai seorang “bintang” radio dan televisi dengan penampilan yang impresif… dst
Tulisan ini mencoba memberi kepada kita berbagai hal yang diungkap Wiranto dalam wawancara radio dan televisi. Beberapa kritik yang diajukan di sini tidak
dimaksudkan lain daripada memberikan substansi dari apresiasi itu, karena akuntabilitas barulah mencapai maknanya kalau apa yang diungkapkan secara publik dihargai melalui tanggapan secara publik pula.
Dalam kenyataannya, kita semua tahu bahwa pimpinan TNI mempunyai wewenang penuh kepada para
bawahannya. Menurut pandangan dan harapan saya, barangkali dalam militerlah seharusnya berlaku secara tegas etos noblesse oblige yang merupakan sistem nilai yang membimbing tingkah laku para aristokrat zaman dahulu dan membuatnya menjadi seorang gentleman.
Suku Jawa dan Tionghoa Mengapa Berkurang? Oleh Jousairi Hasbullah
Hasil Sensus Penduduk 2010, yang secara rinci baru saja dipublikasikan
BPS, dibandingkan dengan hasil Sensus 1930 pada zaman Belanda, mengalami penurunan signifikan persentase suku Jawa dan Tionghoa di Indonesia. Gejala positifkah?
Persentase suku Jawa di Indonesia jauh berkurang. Hasil Sensus
Penduduk 2010 menunjukkan angka 40,22 persen, bandingkan hasil Sensus 1930 yang 47,02 persen di seluruh Indonesia. Persentase suku Tionghoa menurun lebih tajam, yaitu dari 2,04 persen pada 1930 tinggal 1,20 persen tahun 2010.
Dapat kita katakana bahwa ketiga (plus Betawi, Red) suku tersebut,
tanpa banyak diketahui selama ini, telah menjadi pelopor dati
semangat multicultural yang positif untuk persatuan Indonesia. Suatu tantangan untuk dikaji lebih mendalam bagi kelangsungan Indonesia sebagai negara-bangsa pada masa mendatang.
Masalah lain dalam
penulisan
Berkepanjangan: alinea maupun artikel secara
keseluruhan
Tidak langsung menukik ke pokok persoalan
Tidak memberikan pencerahan atau membuka
wawasan setelah membacanya
Ingat: tulisan artikel hanya bisa 800-1.000 kata
Contoh artikel yang
kurang
Kendala yang terjadi dilapangan pemegang ktp ada diluar rumah –
belajar –kerja –be pergian keluar kota dan kartu undangan untuk memilih/mencoblos tidak dibagi kepe milknya dengan alasan yang bersangkutan tidak berada ditempat dan apabila undangan dibagi juga dan dilaporkan ke RT/RW maka undangan yang bersangkutan tidak bisa dipakai untuk mencoblos dan golput jumlahnya banyak karena prosedur menyulitkan mereka. Panitia harus membuat semua Rakyat Indonesia yang sudah berumur 17 tahun keatas untuk ikut partisipasi mencoblos dengan cara sederhana mengingat
rakyat miskin dan anak ter lantar ditanggungNegara sesuai UUD” 45
pasal 34, oleh sebab itu pesta demokrasi mereka harus ikut serta
meramaikan. Panitia Pemilu harus bekerja sama dengan pihak terkait untuk ciptakan tanda pengenal khusus bagi setiap warga Negara Indonesia yang berdiam di Wilayah Indonesia untuk ikut mencoblos dan gunakan komunikasi ABC (accurate-brief-clear)dan bukan panitia menolak dengan berbagai alasan yang kurang memadai.Buatlah sistem organisasi pemilu dari tingkat pusat dan daerah dengan
prosedur yang jelas sesuai standard quality management sehingga bila ada kesalahan, panitia dan pihak terkait tidak bisa disalahkan tetapi sebaliknya mereka bekerja sudah ikut standard prosedur atau tidak dan siapa yang bertanggung jawab sesuai struktur organisasi dan diikuti dengan audit secara berkala 5 tahunan untuk menilai dan meningkatkan qualitas kemudian diumumkan kepada Rakyat Indonesia secara luas.
28
Orang-orang saat itu hanya menerima
kebodohan serta kemelaratan ekonomi.
Harta-harta bumi mereka hanya dijarah oleh penjajah
dan kebodohan para bangsawan mau
menerima pangkat yang sebenarnya dijadikan
bawahan oleh penjajah. Karena, sejatinya para
bangsawan tidak diberikan
…
Manifesto Politik Gerakan Pembaharuan
Menyelisik perihal politik dalam negeri yang sudah
merdeka selama 70 tahun lamanya. Terkadang membuat hati tidak rela ketika ada penguasa memanfaatkan
jabatan dan bermain kepentingan. Yang terjadi bukanlah kepentingan yang ada manfaatnya terhadap rakyat
Indonesia, melainkan kepentingan yang menguntungkan segelintir para elite politik.
Bermain kepentingan berarti bermain dengan jabatan, seakan kursi yang telah diamanahin tidak ada harganya, serta tidak dapat dipertanggung jawabkan dan bisa dibeli oleh segelintir kaum feodalis. Maka, apalah hakikat duduk di kursi tersebut, jika yang dikerjakan hanyalah duduk
berdiam diri diatas kursi yang empuk di dalam ruangan dingin. Sedangkan ada rakyat di luar sana yang bekerja banting tulang seharian penuh di bawah terik matahari dengan keringat yang menetes membasahi diri.
Keringat yang keluar dalam pengorbanan mereka demi
dapat bertahan hidup, merupakan keringat penuntut bagi
mereka orang-orang yang tidak tahu diri. Padahal fasilitas dan
upah yang mereka terima selama ini berasal dari uang rakyat.
Lantas mengapa masih bisa tersenyum tanpa harus bertindak
diatas penderitaan rakyat. Sedangkan mereka banyak
mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, tetapi
sikap acuh yang selalu diberikan.
Rakyat yang telah dibungkam dengan kondisi finansialnya,
sehingga tidak ada waktu lagi untuk mengurus atau
mengawasi mereka orang-orang yang sedang menikmati
hasil jerih payahnya. Sungguh sangat perihatin sekali yang
seharusnya mereka (penguasa) berada di bawah kaki rakyat,
melayani rakyat, malah terbalik berdiri dipundak rakyat.
Regenerasi kursi pemerintahan seakan tidak dapat melahirkan
sosok pemimpin yang diinginkan rakyat. Yang selalu mengalir
didalam instalasi tersebut adalah politik yang tidak ada
pikirannya. Karena Indonesia memerlukan sosok pemimpin
yang bisa memimpin Indonesia menjadi lebih baik.
Bagaimana Seharusnya
Memilih topik sesuai kompetensi:
“Bisa memberi jika memiliki”
Mencari literatur pendukung:
Menguatkan bangunan argumentasi
Membuat outline tulisan:
Membatasi tulisan agar tidak bertele-tele Menjadi fokus Akurat Menentukan substansi: Aktual Problematik
Pembahasan:
Langsung menukik ke pokok persoalan
Paparkan masalah dengan singkat dan padat
Telaah dengan berbagai sudut pandang, lebih baik bila ada dukungan pendapat ahli
Menggunakan bahasa yang komunikatif:
Sederhana
Sesuai pakem
Penutup
Kesimpulan
Pesan
Tantangan
“Style” penulis
33
Bagaimana Menerapkan
Contoh kasus tulisan Manifesto
Menyelisik perihal politik dalam negeri yang sudah
merdeka selama 70 tahun lamanya. Terkadang membuat hati tidak rela ketika ada penguasa memanfaatkan
jabatan dan bermain kepentingan. Yang terjadi bukanlah kepentingan yang ada manfaatnya terhadap rakyat
Indonesia, melainkan kepentingan yang menguntungkan segelintir para elite politik.
Mengapa tidak langsung dikaitkan dengan peristiwa terkini? Misal: Operasi tangkap tangan KPK terhadap Ketua DPD
Irman Gusman membuat keprihatinan semakin mendalam melihat penguasa memanfaatkan jabatan dan bermain
kepentingan. Ini adalah untuk kesekian kalinya pejabat
menyalahgunakan kekuasaannya
Tambahkan Data: Kasus2 operasi tangkap tangan
Bermain kepentingan berarti bermain dengan jabatan, seakan kursi yang telah diamanahin tidak ada harganya, serta tidak dapat dipertanggung jawabkan dan bisa dibeli oleh segelintir kaum feodalis. Maka, apalah hakikat duduk di kursi tersebut, jika yang dikerjakan hanyalah duduk
berdiam diri diatas kursi yang empuk di dalam ruangan dingin. Sedangkan ada rakyat di luar sana yang bekerja banting tulang seharian penuh di bawah terik matahari dengan keringat yang menetes membasahi diri.
Mengapa tidak dianalisis tentang berbagai kondisi yang
mendukung terjadinya peluang korupsi ini:
Karakter
Peraturan yang lemah. Sebut contoh-contohnya. Masukkan teorinya.
Penutup
Tidak ada rumusan baku
Yang ada pedoman
Rambu-rambu
Latihan dan jam terbang menentukan
Perlu banyak baca, tidak hanya dalam konteks
substansi tetapi juga teknik penulisan
Tidak putus asa jika tulisan dikembalikan
“
Tidak pernah seseorang menjadi penulis hanya
dengan mengikuti kursus menulis atau secara
teratur kuliah tetang
creative writing
. Menurut
pengalaman, seorang belajar menulis hanya
dengan mulai menulis, dan kemudian menjadi
penulis karena membiasakan diri dengan menulis
secara teratur
.”
“
Pada awal dan akhirnya penulis adalah penulis,
dan dia bukanlah juru bicara sekelompok orang
apalagi juru bicara zamannya
.”
“
Kalau penulis dengan sengaja
“
mengabdikan
”
tulisannya pada suatu kepentingan yang bersifat
langsung dan spesifik, maka biasanya daya tarik
dan kemampuan persuasi tulisan itu banyak
berkurang, karena pembaca akan segera
mencium adanya pretense tertentu dalam tulisan
tersebut
.”
Terima Kasih
Hotel Santika BSD, 24 November 2016