• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Pondok Pesantren Babussalam

Pondok Pesantren “Babussalam” Asam-Asam awalnya sebuah Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Babussalam yang berdiri pada tanggal 13 Januari 1993. Pada awal berdirinya tahun 1993, hanya dengan gedung yang sangat sederhana berdinding papan kalepek, yang berlantaikan tanah yang kiri kanannya penuh dengan rumput alang-alang, dan mempunyai gedung hanya 2 lokal, dan memiliki asrama santri 10 kamar, dan mushalla 1 buah dengan ukuran 6x9 yang dijadikan tempat shalat sekaligus tempat Majlis Ta’lim masyarakat umum.

Pendirinya adalah KH. M. Nashibi kelahiran 13 April 1933 di Sampit Kalimantan Tengah. Beliau tamatan Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura Kalimantan Selatan dan melanjutkan pendidikan ke Mekkah al mukarromah selama10 tahun, beliau seorang yang hafiz al qur’an 30 juz.

Pada tahun 1989, beliau mengikuti saudara merantau ke Desa Asam-Asam Kecamata Jorong Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Pada tahun 1991, beliau mendirikan Madrasah Diniyah ditengah-tengah perkampungan desa Asam-Asam. Namun kerna tidak medapatkan sambutan positif dari masyarakat sekitar akhirnya pakum tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar.

(2)

Pada tanggal 13 Januari 1993 mendirikan Madrasah Diniyah “Babussalam” yang terletak di Jalan A. Yani Km. 113, 6 km. dari perkampungan Asam-Asam dan dekat dengan Transmigrasi 300 kk dan Transmigrasi 400 kk, yang sistim pendidikannya berkiblat kepada Pondok Pesantren “Darussalam” Martapura. Beliau sendiri yang mengajar dan dibantu 2 orang guru dari Martapura.

Pada tanggal 25 April 1994 KH.M. Nashibi, beliau dipanggil oleh allah swt, ya’ni meninggal dunia, maka kembalilah MD. Babussalam tanpa pimpinan dan guru yang ada ikut serta meninggalkan MD. Babussalam yang akhirnya kembali MD. Babussalam tanpa penghuni.

Pada bulan Juni 1994 berkumpullah tokoh masyarakat dan keluarga pendiri MD.Babussalam yang menghasilkan kesepakatan bahwa Pendidikan Babussalam dilanjutkan dan terpilih sebagai Pimpinan Umum dan Pengasuh KH. M. Fitry, beliau seorang ulama masyhur diBanjarmasin dan beliau tamatan Darussalam Martapura dan meneruskan pendidikan ke Bangil Jawa Timur. Setengah bulan sekali beliau datang sekaligus mengisiMajlis Ta’lim di Babussalam yang warga belajarnya dari masyarakat Asam-Asam, Trans 300, Trans 400 dan termasuk dari Kota Banjarmasin. Adapun sebagai pengasuh harian Babussalam beliau pilih Ust. M. Fadhly kelahiran tahun 1970, yang latar belakang pendidikan MDA Darussalam Martapura dan mengikuti kegiatan Majlis Ta’lim asuhan KH.M. Zaini Ibnu Abd. Ghani Martapura tahun 1987 - 1993 / selama +5 tahun.

(3)

Pada Tahun 2002 kembali KH.M. Fitry dipanggil oleh allah swt, dan kepemimpinan terpilihlah Bapak H. Hermadi, beliau seorang tokoh masyarakat yang mempunyai segudang pengalaman dan sangat dipercaya oleh masyarakat umum dan banyak punya kenalan Ulama, Pejabat dan Pengusaha, terbukti keberhasilan beliau ketika menjadi ketua BKM mesjid “Darul khasyi’in” Asam-Asam, yang semula masih biasa yang akhirnya bisa beliau usahakan dengan melakukan renovasi menjadi bertingkat dua. Dan kembali Ust. M.Fadhly terpilih sebagai pengasuh harian dan Kepala Sekolah PPS. Babussalam. Pada tahun 2014 terjadi pergantian kepemimpinan yang saat ini dipimpin oleh H. Husaini HB dan sebagai pengasuh KH. M. Aqli Ahmad dari bati-bati.

Para penerus tetap berkiblat kepada latar belakang keinginan pendiri pertama, yaitu keinginan yang kuat untuk mencerdaskan anak bangsa agar mereka mendapat ilmu agama sebagai bekal di dunia dan akhirat. Ringkasnya adalah untuk menegakkan syiar Islam ditengah-tengah semua lapisan masyarakat.

Dalam tahun pertama berdiri dan sampai dilanjutkan kepemimpinannya, tidak luput dari rintangan yang selalu mematahkan semangat berjuang dari berbagai pihak. Tapi dengan keyakinan dan niat yang kuat serta ikhlas pendiri dan penerus tetap menghadapinya dengan besar hati, lapang dada, tabah dan penuh tawakkal kepada Allah swt. Dengan harapan cita-cita pendiri pertama menjadi kenyataan, dan semua orang-orang yang ikut serta berjuang mendapatkan keredhaan allah swt dunia dan akhirat.

(4)

B.Visi dan Misi Pondok Pesantren Babussalam 1. Visi

Terwujudnya sistem pendidikan Islam sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua santri yang berkembang menjadi manusia berkwalitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah yang dilandasi denganIiman, Islam dan Ihsan.

Terwujudnya anak bangsa yang ber Imtaq dan Iptek, aktif dan kreatif serta berhiyas dengan akhlaqul karimah yang siap terjun ketengah-tengah ummat membimbing kejalan yang Allah ridhai.

2. Misi

Mencapai visi yang tercantum diatas, maka diuraikanlah misi Pondok Pesantren Salafiyah “Babussalam” Asam-Asam, yaitu :

a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan jenjang yang ada.

b. Membantu dan Untuk memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

c. Menyiapkan kesiapan input dan kwalitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan keperibadiaan yang bermoral agama, penguasaan ilmu pengatahuan dan keterampilan hidup.

d. Meningkatkan frofisionalitas dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengatahuan agama, keterampilan

(5)

dan mengamalkan ilmu yang didapat, pengalaman dan nilai yang berdasarkan standar agama.

e. Memperdayakan peran serta santri dan orang tua santri dalam syiar agama Islam.

C. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Babussalam 1. Ruang belajar

Ruang Belajar yang dimiliki Pondok Pesantren sekarang sebanyak 12 ruang belajar yaitu MDW 7 ruang belajar, MDU 5 ruang belajar.

2. Asrama

Pondok Pesantren “Babussalam” memiliki 2 buah asrama, 1 buah asrama putri dengan ukuran 9 x 28 m2, yang dapat menampung 120 orang. Dan 1 buah asrama putra dengan ukuran 7 x 24 m2, yang dapat menampung 120 orang.

3. Rumah Guru

Pondok Pesantren “Babussalam” baru memiliki 6 buah rumah guru dengan ukuran 6 x 12 m2, yang ditempati oleh Pengasuh, Guru dan istri.

4. Perpustakaan

Pondok Pesantren “Babussalam” sampai sekarang ini belum mempunyai perpustakaan yang mamadai. Perpustakaan sekarang menempati kantor PPS Babussalam.

5. Kantor

Pondok Pesantren Babussalam memiliki sebuah kantor dengan ukuran 7 x 9 m2 dari dana bantuan tingkat satu Propinsi Kalimantan Selatan.

6. Mushalla

Pondok Pesantren Babussalam Asam-Asam disaat ini memiliki 2 buah mushalla dengan ukuran 12x15 m, dari swadaya masyarakat.

(6)

7. Lapangan Olahraga

Pondok Pesantren Babussalam sekarang memiliki lahan seluas 30.000 m2, dan yang terpakai untuk bangunan sekitar 1500 m2, sehingga lapangan untuk olahraga cukup luas, diantaranya lapangan sepak bola, Bola Voly, Bulu tangkis dan tennis meja.

8. Kitab/Buku

Pondok Pesantren babussalam mempunyai 125 judul kitab dan buku yang berjumlah 3750 exampler. Hanya sayang belum mempunyai perpustakaan yang memadai.

9. Laboratorium

Pondok Pesantren “Babussalam” sampai saat ini belum lagi mempunyai sebuah Laboratorium

D.Penyajian dan Analisis Data

1. Metode Pembelajaran Fiqih di Pondok Pesantren Babussalam Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut

Metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru agar sampai proses belajar kepada santri atau pelajar. Metode pembelajaran diambil dari kata “metode” yang artinya cara melaksanakan dan kata “pembelajaran” yang artinya proses terjadinya perubahan tingkah laku seseorang menuju ke arah yang lebih baik.

(7)

Ada beberapa metode pembelajaran fiqih di pondok pesantren Babussalam berdasarkan wawancara dengan Ustadz Juanda selaku pengajar di pondok beliau menjelaskan bahwa:

“Dalam pembelajaran kitab kuning di pondok ini ada dua metode yang sering digunakan, yaitu: metode bandongan (pengajaran dalam bentuk majelis) dan metode diskusi.”1

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Babussalam Kecamatan Jorong setidaknya digunakan dua metode, pertama; metode bandongan kedua; metode diskusi..

Selain itu Ustadz Juanda juga menyatakan proses pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Babussalam sebagai berikut:

“Proses pelaksanaan pembelajaran Fiqih dengan menggunakan metode bandongan. Seorang santri membawa kitab dan alat tulis yang masih kosong untuk mencatat atau. Kemudian seorang ustadz membacakan kata-perkata maknanya lalu santri menyimak dan memberi makna pada pelajaran fiqih. Setelah dapat satu kalimat atau terkadang juga satu bab, ustadznya menjelaskan apa maksud dari kalimat yang telah dibacakan.”2

Pernyataan informan di perkuat dengan hasil observasi peneliti yang melihat sendiri proses kegiatan pembelajaran Kitab Fiqih di Pondok Pesantren Babussalam. Proses Pembelajaran Kitab Fiqih dengan menggunakan metode bandongan di Pondok Pesantren Babussalam yaitu ustadz membacakan mata pelajaran fiqih dengan kemudian diterangkan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan juga terkadang

1

Wawancara, Ustadz Juanda, Pondok Pesantren Babussalam, Januari 2019

2

(8)

bahasa daerah. Ketika proses belajar mengajar dimulai, suasana hening dan khidmat sehingga tidak terdengar suara apapun kecuali suara ustadz yang sedang memulai pelajaran. Tugas para santri yaitu mendengarkan ustadz yang sedang membacakan kitabnya, menerjemahkan dan menjelaskan. Kemudian Ustadz Juanda juga menjelaskan tujuan menggunakan metode bandongan dalam pembelajarana kitab kuning sebagai berikut:

“Tujuan menggunakan metode bandongan ini supaya santri lebih teliti dalam menulis makna pada kitab supaya artinya jelas dan mudah dipahami. Karena apabila menulis makna tidak sesuai dengan kalimat yang dibacakan ustadznya maka artinya pun juga berbeda. Apabila pengartian berbeda maka maksud dan tujuan pun juga berbeda. Jadi harus teliti sebab kitab kuning dipondok pesantren adalah pedoman ilmu pendidikan agama Islam.”3

Berdasarkan hasil wawancara selanjutnya dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kitab kuning dengan metode bandongan di Pondok Pesantren Babussalam

bertujuan supaya santri bisa teliti dalam penulisan makna pada mata pelajaran Fiqih, agar pengertianya atau terjemahnya jelas dan benar, maksud dan tujuannya juga jelas.

Kemudian hasil wawancara berikutnya Ustadz Juanda menyatakan bahwa: “Untuk menunjang dan meningkatkan segi kefahaman hasil belajar kitab kuning santri, selain menggunakan metode bandongan dari pengurus pondok juga membuat metode diskusi dimana kegiatan diskusi yang dilaksanakan setiap malam ahad. Proses dalam metode diskusi ini yaitu: Pengurus pondok membagi beberapa kelompok sesuai kelas dan tingkatan masing-masing santri. Setiap kelompok ada dua pengurus yang ilmunya sudah mumpuni untuk menjadi pendamping dalam kegiatan ini. Lalu masing-masing kelompok ditunjuk satu santri untuk memimpin kelompoknya. Setelah itu, pengurus atau pendamping akan memberi tugas pada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan materi pembelajaran yang sudah dipelajari. Kemudian salah satu untuk membacakan kitabnya tentang materi yang akan di diskusikan dengan

(9)

tujuan agar apabila kitab dari salah satu santri ada yang kurang lengkap maknanya bisa dilengkapi. Kemudian dipresentasikan dan dalam presentasi juga ada sesi tanya jawab.”4

Kemudian Ustadz Juanda juga menjelaskan tujuan menggunakan metode diskusidalam pembelajarana kitab kuning sebagai berikut:

“Tujuan menggunakan metode diskusi ini, mengajarkan santri untuk berlatih, membaca, mendengarkan perbedaan pendapat yang diutarakan oleh santri yang lain dengan yang lainnya. Melatih santri untuk mengutarakan pendapat didepan umum serta mengajak santri untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah bersama dengan berpedoman pada mata pelajarannya yang sesuai dengan materi yang dibahas. Jadi yang digunakan sebagai referensi dalam metode diskusi ini yaitu kitab kuning sesuai dengan materi yang dibahas. Maka dari itu metode ini juga sangat membantu santri dalam mempelajari tentang Fiqih.”5

Pernyataan beliau dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran kitab kuning dengan metode diskusi di Pondok Pesantren Babussalam ini bertujuan supaya santri

terbiasa membaca kitab kuning, menghargai perbedaan pendapat orang lain, melatih santri untuk mengutarakan pendapat, serta mengajarkan santri untuk lebih berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut tidak lepas dari pedoman kitab yang sudah di ajarkan dari ustadznya untuk sebagai reverensi dalam menyelesaikan suatu masalah dari diskusi.

Berdasarkan paparan data diatas dapat diketahui bahwa metode pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Babussalam menggunakan metode bandongan yang bertujuan supaya santri bisa memahami arti dan makna dari kitab Fiqih tersebut

4

Wawancara, Ustadz Juanda, Pondok Pesantren Babussalam, Januari 2019

(10)

dan bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta menggunakan metode diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman hasil belajar santri. Sebab dari diskusi santri akan lebih bebas bertanya materi apa yang santri belum mengerti dan bisa menjawab sebuah pertanyaan sesuai dengan pedoman kitabnya masing-masing.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Fiqih di Pondok Pesantren Babussalam Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut

a. Faktor Jasmani dari Pengajar

Dalam pelaksanaan proses mencari ilmu harus dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit.

“Kebugaran pengajar harus keadaan sehat. Kesehatan jasmani seseorang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar seseorang akan terganggu dan tertunda jika kesehatan pengajar terganggu. Selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja,belajar, istirahat, makan, tidur dan beribadah. Hal itulah yang saya usahakan dan saya contohkan kepada santri-santri Pondok Pesantren Babussalam”6

Menurut peneliti memang benar dalam sistem pendidikan model pesantren adalah salah satunya dengan disiplin dalam hal apapun termasuk disiplin menjaga raga santri. Hal ini dicontohkan langsung oleh Ustadz Juanda, menurutnya pembelajaran Fiqih tidak lepas dari semangat kesehatan jiwa raga seseorang semisal

(11)

membahas bab Thaharah (Bersuci) dan Bab Shoholat dan hukum-hukum islam yang menyangkut kehidupan sehari-sehari.

b. Faktor Rohani Pengajar

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,kematangan dan kelelahan.

Untuk mendapatkan penjelasan tentang ketujuh faktor tersebut diatas dapat di uraikan sebagai berikut: Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktorfaktoritu adalah : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,kematangan dan kelelahan.

Untuk mendapatkan penjelasan tentang ketujuh faktor tersebut diatas dapat di uraikan sebagai berikut:

1. Inteligensi

a) kecakapan untuk menghadapi dan menyusuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif.

b) Mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif.

c) Mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, santri atau siswa yang mempunyai inteligensi tinggi dan rendah itu soal kedisiplinan karena keberhasilan bisa diraih juga dengan berbagai aspek seperti

(12)

penguatan spritual ibadah seseorang, hal ini didukung dengan teladan seorang teladan yang menjadi contoh seperti pengasuh atau para pengajar yang mempraktikkan langsung apalagi dalam pembelajaran Fiqih dimana itu adalah ilmu untuk kehidupan sehari-hari.

Walaupun begitu Ustadz Juanda, berpandangan yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan belajar adalah suatu proses kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain. Jika faktor lain itu bersifat menghambat/mempengaruh negatif terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam belajarnya. Seperti Ustadz Juanda yang mempunyai tingkat kecakapan yang baik dan dapat dipahami cara mengajarnya oleh santri-santri dengan baik..

2. Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang yang mentalnya dan kesungguhannya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya, santri sudah siap untuk menjalani kehidupan pesantren yang begitu banyak jam mengajar apalagi jam mengajar tentang pembelajaran agama. Sebagaimana peneliti mencontontohkan informan Ustadz Juanda yang cukup mumpuni dalam proses belajar ketika masih menjadi santri di Hadramaut Yaman, sehingga penting kiranya menjadi motivasi bagi santri-santri bahwa metode pembelajaran apapun haruslah dengan persiapan yang matang sehingga proses pertumbuhannya dapat di ekplorasi(dilaksanakan) dengan baik.

(13)

Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus. Untuk itu diperlukan latihan-latihan dan belajar. Dengan kata lain, anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi, kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu terganggu dari kematangan dan belajar.

E. Analisis Data

Perencanaan pembelajran akan mempengaruhi kualitas lulusan satuan pendidikan, oleh sebab itu, pemerintah membuat peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan untuk mengatur pengelolaan pendidikan, menurut peraturan pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 disebutkan,”perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

Pondok Pesantren Salafiyah Babussalam termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diselenggarakan menggunakan jalur pendidikan nonformal. Fungsi dari jalur pendidikan nonformal menurut UU No.20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 26 disebutkan “pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka pendidikan sepanjang hayat”.

Mengenai prinsip penyelenggara pendidikan nonformal, dalam Peraturan Pemerintah No. 17/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan

(14)

Pendidikan pada Pasal 102 ayat 3 ditegaskan “pendidikan nonformal diselenggarakan nerdasarkan prinsip dari, oleh, untuk masyarakat”. Artinya mengacu amanat konstitusi di atas, proses perencanaan dan pengembangan pembelajarannya dapat dibuat sesuai dengan potensi dan kemampuan pesantren setempat tanpa ada panduan yang baku, sehingga dapat dikatakan Pondok Pesantren Salafiyah Babussalam dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran sendiri.

Dilihat dari sisi perencanaan, pembelajaran fiqih di pondok ini masih kurang, sebab guru yang mengasuh pembelajaran fiqih tidak ada membuat program bulanan, semester dan tahunan dan tidak pula membuat silabus, RPP atau skenario pembelajaran pun tidak dibuat. Guru lebih menekankan pada penyampeyan materi saja. Hal ini karena guru yang mengasuh materi pembelajaran fiqih berlatar belakang pendidikan pondok pesantren, dan tidak berlatar belakang sarjana Ilmu pendidikan (Tarbiyah atau keguruan), sehingga memiliki keterbatasan keterampilan teknis pembelajaran, khususnya dalan perencanaan pembelajaran yang di dalamnya mencakup penyusunan silabus, perumusan tujuan, penyusunan RPP.

Sebenarnya pembuatan RPP sangat penting untuk menjadi pedoman bagi guru dan santri dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga jelas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap materi yang diajarkan serta langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran. Mestinya ada bimbingan kepada

(15)

guru dalam membuat perencanaan pembelajaran sebagaimana mestinya, termasuk dalam menyusun RPP, khususnya guru yang mengasuh mata pelajaran kurikulum nasional, adapun guru yang mengajar kurikulum pendidikan pondok, apakah mereka membuat atau tidak membuat rencana pembelajaran secara tertulis itu tidak mengapa, karena hal ini tergantung kebijakan pimpinan pondok saja.

Sebenarnya mereka memungkinkan saja untuk membuat rencana pembelajaran, termasuk RPP, sebab dalam pelaksanaan pembelajaran yang penulis amati, juga terdapat kegiatan-kegiatan sebagaimana digariskan dalam RPP seperti kegiatan awal, inti dan akhir pembelajaran. Jadi prakteknya sudah ada, namun tidak dirumuskan secara tertulis.

Termasuk juga penguasaan guru dalam teknik-teknik evaluasi pembelajaran agak kurang, meskipun demikian guru Fiqih di pondok ini memiliki keunggulan, yaitu penguasaan materi Fiqih secara luas dan mendalam dan mereka dapat langsung menggalinya dari sumber kitab aslinya yang menggunakan bahasa Arab di artikan kebahasa daerah. Artinya guru lebih mementingkan materi daripada metode. Mereka juga terampil dalam hal mempraktekkan pelajaran Fiqih sesuai tuntunan kitab, khususnya dengan mengacu kepada ketentuan Mazhab Syafii.

Disamping itu dalam hal evaluasi pembelajaran Fiqih ini sudah dapat dikatakan baik, sebab sangat menekankan agar santri benar-benar memahami materi yang diajarkan. Guru tidak ingin pelajaran berjalan begitu saja tanpa

(16)

disertai pemahaman santri. Hanya saja semua itu harus disesuaikan dengan kemampuan santri mengikutinya baik dari segi waktunya, tenaga maupun fokus perhatian. Hal ini penting diperhatikan, mengingat kegiatan pembelajaran yang cukup padat, pagi, siang, sore, bahkan malam hari pun terisi. Artinya tak hanya fiqih tetapi banyak ilmu dan keterampilan lain yang mestinya dipelajari menghafal kitab Awamil, Jurumiyah dan Alfiyah. Pengasuh pondok perlu menimbang-nimbang antara keharusan belajar yang padat tersebut dengan kemampuan santri mengikutinya secara penuh dan optimal.

Referensi

Dokumen terkait

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud

struktur (mekanisasi manajemen pemerintahan) tetapi juga pada tatanan infrastruktur (kondisi masyarakat). Dalam kaitan dengan ini beberapa pemerintah daerah/kota gencar

1) Tidak perlu diadakan penggantian dan penambahan serat optic. DWDM dapat memanfaatkan serat optic yang telah ada karena telah sesuai dengan Rekomendasi ITU-T

Jika melihat dari ciri-ciri pasar yang ada di Sentra Industri Keripik Tempe Sanan dimana tidak ada kesulitan berarti dalam memasuki pasar, banyaknya penjual dan

Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan

Hambatan untuk menulis karya tulis ilmiah jenis BUKU PELAJARAN Buku pelajaran adalah buku berisi pengetahuan untuk bidang ilmu atau mata pelajaran tertentu dan diperuntukkan

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh seperti suhu rektal di atas 38 °C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.