• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi pada Usia Lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi pada Usia Lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan Chapter III VI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan inkontinensia dengan tingkat depresi pada usia lanjut laki-laki maupun perempuan dimana variabel independen adalah inkontinensia urin dan variabel dependen adalah tingkat depresi.

Gambar 3.1 Kerangka penelitian Keterangan:

: Diteliti

Usia lanjut akan mengalami perubahan terutama perubahan fisik. Inkontinensia urin merupakan salah satu perubahan fisik pada usia lanjut yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan depresi. Selain inkontinensia urin ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan depresi antara lain, status ekonomi dan dukungan sosial, penyakit fisik, jenis kelamin, status perkawinan, geografis, kepribadian, dan usia. Apabila depresi tidak tertangani secara baik maka dampaknya yaitu: terjadinya bunuh diri, produktivitas menurun dan dapat menguras habis emosi dan finansial.

Inkontinensia urin pada

(2)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi operasional Variabel

Independen

Defenisi

operasional Alat ukur Hasil ukur Skala Inkontinensia

(3)

3.3 Hipotesa Penelitian

(4)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasi, yaitu desain penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel atau lebih pada situasi atau kelompok sampel (Notoatmodjo, 2012). Sedangkan pendekatan atau rancangan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu meneliti suatu kejadian pada titik waktu dimana variabel dependen dan independen diteliti sekaligus pada saat yang bersamaan (Setiadi, 2013).

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah semua usia lanjut yang berusia ≥ 60

tahun di Yayasan Guna Budi Bakti Medan dengan jumlah populasi 45 orang. 4.2.2 Sampel

(5)

responden. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu, berusia <60 tahun, mengalami demensia dan menolak menjadi responden. Alasan pengambilan sampel menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruhnya dijadikan sampel penelitian.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.31 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2017 di Yayasan Guna Budi Bakti Medan yang berada di Jl. Yos Sudarso Km 16 No. 14 Desa Martubung Kecamatan Labuhan Deli. Alasan peneliti memilih Yayasan Guna Budi Bakti Medan sebagai lokasi penelitian karena kejadian inkontinensia urin cukup sering dan belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut di Guna Budi Bakti Medan.

4.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini telah dilakukan mulai bulan September 2016 sampai Juli 2017.

4.4 Pertimbangan Etik

(6)

Pelaksanaan penelitian dibuat dengan menekankan pada masalah etik penelitian (Hidayat, 2007) meliputi:

Anonimity (Tanpa Nama), masalah etik keperawatan merupakan masalah

yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

Beneficience (Asas Kemanfaatan), penelitian sangat mempertimbangkan

manfaat dan resiko yang mungkin terjadi. Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada resiko maka penelitian boleh dilaksanakan. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan tidak boleh membahayakan dan harus menjaga kesejahterahan manusia.

Informed Consent, subjek dalam penelitian ini harus menyatakan

kesediaannya mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent. Hal ini juga merupakan bentuk kesukarelaan dari subjek penelitian untuk ikut serta dalam penelitian

Confidentiality (Aspek Kerahasiaan), data yang diperoleh dari responden

akan dijamin kerahasiannya dan penggunaan data tersebut hanya untuk kepentingan penelitian saja.

4.5 Instrumen Penelitian

(7)

Bagian kedua untuk mengukur derajat inkontinensia urin menggunakan kuesioner International Consultation on Incontinence Questionnaire Urinary

Incontinence Short Form (ICIQ-UI SF). ICIQ-UI SF terdiri dari 6 pertanyaan

dengan klasifikasi berdasarkan jawaban yang disesuaikan dengan pilihan masing masing skor ( mulai dari skor 0 sampai skor 5 ) dan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tipe stres bila pertanyaan 1, 2 dan 3 skornya ≥ 4, tipe urge bila pertanyaan 4, 5 dan 6 skornya ≥ 6, tipe campuran (mixed) kombinasi bila stress skor ≥ 4 dan urge skor ≥ 6 (skala ordinal/variabel kategorik).

Kuesioner ketiga untuk mengukur tingkat depresi digunakan kuesioner

Geriatric Depression Scale (GDS) bentuk singkat oleh Brink dan Yesavage

(8)

4.6 Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti sudah melakukan uji validitas isi (content validity index) dalam versi Bahasa Indonesia dari instrumen penelitian Geriatric Depression Scale (GDS) dan International Consultation on Incontinence Questionnaire Urinary Incontinence

Short Form (ICIQ-UI SF). Uji validitas dilakukan dengan mengajukan kuesioner

(9)

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2005). Pengujian reliabilitas instrument inkontinensia urin dan tingkat depresi telah dilakukan peneliti di Yayasan Sosial Karya Kasih Medan pada bulan April 2017 terhadap usia lanjut yang mempunyai karakteristik yang sama dengan responden penelitian sebanyak 20 orang.

Uji reliabilitas instrumen inkontinensia urin menggunakan analisa

Cronbach’s Alpha dengan nilai α = 0,799 dimana α > 0,7 artinya reliabilitas

mencukupi (sufficient reliability). Uji reliabilitas instrument tingkat depresi menggunakan rumus KR-21(Kuder & Richard 21) :

= Dimana:

= Reliabilitas tes secara keseluruhan n = Banyaknya item

1 = Bilangan konstan

= Mean total (rata-rata hitungan dari skor total)

= Standart deviasi dari tes (standart deviasi adalah akar varians)

Menurut Arikunto (2016) varians dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

= Dimana:

= Varians total n = Banyaknya item ∑X2

= Jumlah kuadrat skor total (∑X)2

(10)

Adapun menurut Arikunto (2010) kriteria reabilitas suatu tes dapat dilihat pada table 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Interprestasi Nilai r

Besarnya nilai r Interprestasi

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak Rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah (Tak berkorelasi)

Dari hasil perhitungan di peroleh bahwa nilai Rhitung = 0,98 > Rtabel = 0,444 dengan α = 0,05 dan N = 20, kuesioner secara keseluruhan adalah reliabel atau di percaya kategori tinggi. Hasil realibilitas instrumen inkontinensia urin adalah 0,799 dan instrumen tingkat depresi adalah adalah 0,89 maka kedua instrumen penelitian ini reliable.

4.7 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara terstruktur. Tujuan dilakukan dengan metode wawancara terstruktur adalah agar data yang didapat dari responden lebih akurat dan valid sehinga hasil yang didapatkan lebih representatif dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dimulai setelah penelitian menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu Yayasan Guna Budi Bakti Medan.

(11)

berpartisipasi dalam penelitian diminta untuk menandatangani inform concent. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada pertanyaan dari peneliti yang tidak dimengerti, dan selanjutnya seluruh data dikumpulkan.

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer (entry) dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

4.8 Analisa Data

Setelah dilakukan proses pengolahan dan manajemen data, langkah selanjutnya adalah melakukan proses analisa data. Pengolahan data demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan dan pendidikan terakhir dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel.

(12)

berarti perhitungan hasil statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji korelasi spearman adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua atau lebih variabel berskala ordinal. Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut digunakan kriteria penafsiran (Sutja, 2002) yaitu penafsiran kolerasi Versi de Vaus.

Tabel 4.2 Tabel interpretasi koefisien korelasi Versi de Vaus

Koefisien Kekuatan hubungan

0.00 Tidak ada hubungan

0.01-0.09 Hubungan kurang berarti

0.10-0.29 Hubungan lemah

0.30-0.49 Hubungan moderat

0.50-0.69 Hubungan kuat

0.70-0.89 Hubungan sangat kuat

(13)

34

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Dalam bab diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan, melalui pengumpulan data terhadap 45 responden. Penyajian hasil penelitian meliputi deskripsi data demografi responden, distribusi frekuensi inkontinensia urin, distribusi frekuensi tingkat depresi dan hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut.

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik demografi responden dalam penelitian ini adalah usia lanjut dengan usia ≥ 60 tahun, mengalami inkontinensia urin, dan tidak mengalami demensia dan bersedia menjadi responden. Adapun karakteristik responden yang dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan, dan pendidikan terakhir.

(14)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden (n=45)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia responden (tahun)

(15)

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat dan tipe inkontinensia urin Inkontinensia Urin Frekuensi Persentase (%) Tingkat inkontinensia urin

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden mengalami depresi sedang sebanyak 25 orang (55,5%). Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat depresi

Tingkat depresi Frekuensi Persentase (%)

Tidak mengalami depresi

5.1.4 Hubungan Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi pada Usia Lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan

(16)

Tabel 5.4 Hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi

Variabel 1 Variabel 2 R ρ-value Keterangan

Inkontinensia urin

Tingkat depresi

0,364 0,014 Hubungan

positif dengan interpretasi

moderat

5.2 Pembahasan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi di Yayasan sosial Dharma Guna Budi Bakti Medan.

5.2.1 Inkontinensia Urin

(17)

Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin tanpa disadari serta dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan atau sosial. Inkontinensia urin juga memiliki efek terhadap kualitas hidup, bahkan pada kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal, aktivitas fisik, fungsi seksual, dan tidur (Doughlity, 2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa usia lanjut yang tinggal di Yayasan sosial Guna Budi Bakti Medan rata-rata berada pada usia 75-90 tahun (62,2%) dimana penggolongan umur didasarkan pada World Health Organization (WHO). Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak (73,3%). Menurut Suratini (2007), bahwa inkontinensia urin lebih sering terjadi pada perempuan karena kehilangan tonus otot dasar panggul, rolaps pelvis seperti sistokel, uretra lebih pendek secara anatomis dan kelemahan spingter. Pada pria prevalensi inkontinensia urin lebih rendah dari wanita yaitu kurang lebih separuhnya, penyebab tersering adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi. Mayoritas responden adalah beragama budha atau etnis tionghoa yaitu sebanyak (71,1%). Lebih dari setengah responden statusnya tidak menikah yaitu sebanyak (66,7%). Mayoritas responden berpendidikan terakhir SD yaitu sebanyak (55,6%) di karenakan usia lanjut di yayasan Guna Budi Bakti Medan sebagian besar bersekolah di pendidikan masa jepang dan hanya sampai tingkat sekolah dasar.

(18)

mengatakan inkontinensia urgensi merupakan tipe inkontinensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut di panti wreda. Inkontinensia urin urgensi merupakan pengeluaran urin yang involunter, keluarnya urin sebelum mencapai toilet, keinginan berkemih yang tiba-tiba muncul untuk mengeluarkan urin, kebutuhan untuk tergesa-gesa pergi ke toilet, dan ketidakmampuan menahan urin atau menahan keinginan untuk berkemih. Usia lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan mengatakan tidak dapat menahan rasa berkemih mereka sampai masuk kedalam toilet. Urin akan keluar pada saat mereka dalam perjalanan menuju toilet dan disaat membuka celana dan pakaian saat sudah sampai didalam toilet.

5.2.2 Tingkat Depresi

Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase tingkat depresi pada usia lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden mengalami depresi (84,4%). Mayoritas responden termasuk pada kategori depresi sedang (55,5%), diikuti dengan depresi ringan (20%), depresi berat (8,9%) dan tidak mengalami depresi sebanyak (15,6%). Hal ini dapat dilihat dari usia lanjut yang tinggal di Yayasan Guna Budi Bakti Medan mengalami kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya,merasa gagal dan rasa bersalah, tidak merasa puas dengan kehidupan, tidak berguna dan putus asa.

(19)

depresi, yaitu : faktor genetik, faktor neurobiologi dan faktor lingkungan. Kondisi lingkungan seperti kehilangan orang yang dicintai, penderitaan penyakit yang kronik ( diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, Parkinson, Alzheimer dll ).

Dari hasil penelitian bahwa usia lanjut mengalami perubahan seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, keterbatasan tersebut beresiko menimbulkan depresi pada usia lanjut. Depresi pada usia lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan lebih banyak terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih sering mencari pengobatan sehingga depresi lebih sering terdiagnosis, dan menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan ambangnya terhadap stressor lebih rendah dibandingkan pria (Amir, 2005). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Septiana (2010) bahwa dari 50 responden terdapat 43 orang perempuan dan 7 orang laki-laki, dari 43 orang tersebut terdapat 23 (46%) yang mengalami depresi dan dari 7 orang laki-laki terdapat 3 (6%) orang yang mengalami depresi.

(20)

5.2.3 Hubungan Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi

Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji korelasi spearman diperoleh terdapat hubungan antara inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut di Yayasan Guna Budi Bakti Medan. Hal itu ditunjukkan dengan nilai p pada spearman sebesar 0,014 < 0,05 dimana nilai p lebih kecil dari 0,05 sehingga keputusan uji adalah Hₒ ditolak dan Hₐ diterima, maka disimpulkan terdapat

hubungan yang signifikan antara inkontinensia urin dengan tingkat depresi. Dari hasil penelitian didapatkan nilai r sebesar 0,364 dengan kekuatan hubungan moderat dan arah yang positif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aneesah (2015), hasilnya ditemukan bahwa depresi semakin sering ditemukan seiring dengan meningkatnya inkontinensia urin yang terjadi. Hasil penelitian ini diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukakan oleh Onat at.all (2014) tentang

Relationship between urinary incontinence and elderly patients. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut. Untuk usia lanjut inkontinensia urin hanya merupakan gangguan pada waktu-waktu tertentu atau yang lebih signifikan adalah yang menyebabkan terjadinya depresi dan isolasi sosial.

(21)

melahirkan dimana proses melahirkan dapat mengakibatkan longgar nya otot panggul pada wanita.

Dari hasil penelitian usia lanjut yang mengalami inkontinensia urin di Yayasan Guna Budi Bakti Medan mengalami rasa malu untuk bersosialisasi dengan orang lain dikarenakan timbulnya bau yang tidak menyenangkan dari tubuh akibat inkontinensia urin, sehingga usia lanjut menarik diri untuk bersosialisasi, tidak percaya diri, merasa tidak dibutuhkan, merasa tidak berguna dan mengakibatkan timbulnya depresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak mengalami tingkat depresi sedang. Dalam tingkat kejadian depresi sedang, inkontinensia urin yang paling banyak terjadi pada responden adalah inkontinensia urin rendah. Hal ini terjadi karena di Yayasan Guna Budi Bakti Medan usia lanjut dilakukan pemeriksaan kesehatan yang terjadwal. Pelayanan kesehatan yang baik dapat membuat rendahnya tingkat kejadian inkontinensia pada usia lanjut. Berdasarkan penelitian, terdapat responden yang mengalami inkontinensia urin tetapi tidak mengalami depresi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa usia lanjut masih memiliki koping dan pengetahuan yang cukup baik untuk dirinya. Sehingga disaat usia bertambah dan terjadi perubahan pada tubuhnya, usia lanjut dapat memahami keadaannya bahwa proses yang terjadi adalah normal pada pertumbuhan yang dialami sesuai dengan peningkatan usia. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping juga turut berpengaruh terhadap tingkat kejadian depresi.

(22)

hanya sedikit perbedaan yang terjadi antara tipe inkontinensia urin. Pada deskripsi data semua responden mengalami inkontinensia urin, sedangkan pada variabel tingkat depresi diperoleh sebagian besar responden mengalami depresi sedang. Memperhatikan kategori yang diperoleh dari hasil penelitian ini, sesuai bahwa inkontinensia urin mempunyai hubungan dengan tingkat depresi pada usia lanjut. Hasil penelitian ini telah membuktikan teori bahwa inkontinensia urin merupakan salah satu gejala fisik yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan depresi pada usia lanjut.

(23)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan, inkontinensia urin yang dialami responden dalam kategori rendah dan tingkat depresi yang dialami responden dalam kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara inkontinensia urin dengan tingkat depresi dengan signifikansi (p<0,05) dan dengan demikian hipotesa alternatif penelitian (Hₐ) diterima.

6.2 Rekomendasi

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang baru tentang hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada usia lanjut dan dapat digunakan untuk praktek keperawatan yang berhubungan dengan usia lanjut dalam memberikan informasi melalui pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan terutama di keperawatan kesehatan komunitas, keperawatan jiwa dan tentang kesehatan psikologis usia lanjut.

6.2.2 Praktek Keperawatan

(24)

6.2.3 Yayasan Penelitian

Diharapkan kepada Yayasan Guna Budi Bakti Medan lebih meningkatkan fasilitas kesehatan dengan meletakkan kamar mandi di setiap kamar usia lanjut sehingga dapat memudahkan usia lanjut dalam berkemih.

6.2.3 Peneliti Selanjutnya

Gambar

Tabel 3.2 Definisi operasional
Tabel 4.1 Interprestasi Nilai r
Tabel 4.2 Tabel interpretasi koefisien korelasi Versi de Vaus
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden                (n=45)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara latihan PFMT secara individu dan berkelompok terhadap inkontinensia urin pada wanita lanjut usia.

frekuensi enuresis pada anak usia sekolah (7-10 tahun) Ada hubungan antara inkontinensia urin dengan depresi pada wanita lanjut usia di panti wreda dharma bakti Surakarta

penulis panjatkan atas nikmat, taufik dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan usulan penelitian ini yang berjudul “ HUBUNGAN ANTARA

Hasil penelitian Teunissen (2005) menyebutkan prevalensi Inkontinensia urin dalam komunitas orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 25 %, inkontinensia urin ini dapat

Dari hasil penelitian dapat diketahui ada hubungan antara inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha km.6 dan Panti Sosial Dharma Bakti

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian dari Devrisa Nova Fernandes dengan judul penelitian Hubungan antara Inkontinensia Urin dengan Tingkat Depresi Pada

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

Hasil penelitian: Terdapat hubungan yang signifikan antara inkontinensia urine dengan tingkat depresi pada usia lanjut di posyandu lansia ‘FLAMBOYAN’ Desa Onggobayan