• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingginya Suku Bunga Kredit Perbankan di (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tingginya Suku Bunga Kredit Perbankan di (1)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Tingginya Suku Bunga Kredit

Perbankan di Indonesia

Oleh :

Alexander Arif Christian S, S.Ak.

Universitas Katolik Widya

Mandala

(2)

Latar Belakang

(3)

biaya kepatuhan hukum dan tatakelola perusahaan. Berdasarkan hal – hal tersebut maka penulis melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap penyebab tingginya suku bunga kredit di Indonesia.

Rumusan Masalah

1. Mengapa suku bunga kredit perbankan di Indonesia paling tinggi diantara Negara – negara di kawasan Asia Tenggara ?

2. Bagaimanakah pandangan APINDO terhadap tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia tersebut ?

3. Bagaimanakah tindakan pemerintah terhadap tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia tersebut ?

Tujuan Pembuatan Makalah

1. Mengetahui penyebab tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia.

2. Menjelaskan penyebab - penyebab tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia. 3. Mengetahui pandangan APINDO terhadap tingginya suku bunga kredit perbankan di

Indonesia.

4. Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi tingginya suku bunga kredit perbankan di Indonesia.

Pembahasan

Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)

(4)

rate menjadi acuan langsung suku bunga SBI, suku bunga Pasar Uang Antar Bank dan juga mempengaruhi suku bunga perbankan oleh semua bank-bank di Indonesia. Semua produk perbankan yang mempunyai unsur bunga akan terpengaruh dengan kebijakan ini, baik itu suku bunga deposito maupun suku bunga kredit. Suku bunga kredit, dari mulai bunga kredit investasi, kredit konsumsi maupun KPR, hingga semua varian-varian dibawahnya.

Fungsi BI Rate

Ada tiga fungsi utama (setahu saya) dari penetapan BI rate, yaitu antara lain: mengendalikan inflasi, mengontrol nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan mengontrol kondisi neraca transaksi berjalan.

1. BI Rate sebagai instrument pengontrol inflasi

Hukum ekonomi mengatakan bahwa harga terbentuk atas penawaran dan permintaan (supply and demand). Ketika BI menerapkan kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) dengan menaikkan suku bunga, diharapkan dapat menyerap uang yang beredar di masyarakat karena bunga deposito yang menarik. Karena jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang, demand atas consumer goods menjadi turun, otomatis harga menjadi turun.

(5)

consumer goods nya menjadi mahal yang artinya justru meningkatkan angka inflasi. Mengendalikan inflasi dengan menaikkan Suku bunga Bank Indonesia atau BI rate seharusnya bersifat jangka pendek, untuk jangka panjang menurut saya justru malah kontra produktif. Tapi kenyataannya selama ini BI rate kita selalu tinggi.

2. BI Rate Sebagai Instrumen Pengendali Nilai Rupiah Terhadap Mata Uang Asing

Dengan menaikkan BI rate, diharapkan aliran modal asing untuk berinvestasi di Indonesia menjadi lebih meningkat. Karenanya permintaan terhadap rupiah menjadi meningkat otomatis nilai rupiah juga terapresiasi, karena nilai tukar mata uang juga ditentukan oleh supply and demand. Tapi hal ini hanya masuk akal kalau BI rate “hanya” berpengaruh terhadap suku bunga instrument investasi dalam bentuk rupiah.

3. BI Rate Sebagai Instrumen Pengendali Kondisi Neraca Transaksi Berjalan

Dengan penetapan tinggi rendahnya suku bunga bank oleh Bank Indonesia maka akan berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil oleh para pengusaha dan direksi perusahaan dalam melakukan kegiatan impor. Hal ini disebabkan karena pembayaran yang akan dilakukan terhadap sebuah kegiatan impor tidaklah kecil selain harga barang maka pembeli harus menanggung ongkos angkut (freight), bea masuk, serta pajak dan pengeluaran (spending) dalam jumlah banyak akan berpengaruh terhadap keseimbangan neraca keuangan perusahaan yang bisa berakibat pada permohonan kredit pada lembaga keuangan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Kredit

Ketika mengajukan sebuah pinjaman kepada bank, tentu bank tidak memberikannya secara gratis. Sebagai balasan jasa, pihak bank memiliki suku bunga yang dibebankan kepada para debiturnya. Inilah yang disebut dengan nama bunga kredit. Secara umum, bunga kredit merupakan salah satu bentuk balas jasa dari seorang nasabah yang diberikan kepada pihak bank.

(6)

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi besaran bunga kredit: 1. Target laba

Secara umum, pemasukan bank-bank di Indonesia didominasi dari sektor kredit. Dengan begitu, mereka pun tentu saja penentuan target laba menjadi salah satu faktor tinggi rendahnya bunga kredit di sebuah bank.

2. Kebijakan pemerintah

Setiap tahunnya, pihak pemerintah selalu menetapkan besaran bunga maksimal yang dimiliki oleh bank-bank di Indonesia. Nilai bunga kredit yang dimiliki oleh bank-bank tidak boleh melebihi angka yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut.

3. Keadaan Ekonomi dan Keuangan

Tingkat bunga kredit tentu akan meningkat pada saat mereka memiliki dana yang sedikit. Di sisi lain, permintaan akan kredit mengalami peningkatan. Fenomena sebaliknya pun bisa terjadi. Pada saat bank memiliki dana yang melimpah dan disertai tingkat permintaan kredit yang sedikit, maka mereka akan tidak segan menurunkan bunga.

4. Jangka Waktu

Durasi pinjaman juga menjadi faktor yang menentukan bunga kredit. Semakin lama waktu pelunasan, maka semakin tinggi pula bunga yang dibebankan. Hal ini karena waktu yang lama tersebut diiringi dengan besarnya kemungkinan risiko di masa datang.

5. Hubungan dengan Nasabah

Tingkat kepercayaan bank dengan nasabah juga mempengaruhi bunga yang diberikan. Sebuah bank tentunya akan memberikan perlakuan yang khusus, terlebih kepada debitur yang mempunyai hubungan baik dengannya.

6. Buku-tabungan

7. Reputasi nasabah

(7)

memberikan jaminan pinjaman juga bisa memberikan perubahan pada bunga yang ditetapkan. Dengan catatan, pihak ketiga tersebut memberikan jaminan yang bonafit.

8. Tingkat risiko

Pihak bank juga perlu memperhatikan tingkat risiko dalam mengeluarkan sebuah pinjaman. Tingkat risiko ini bermacam-macam, apakah itu risiko pengembalian pinjaman yang kurang lancar, risiko likuiditas, risiko inflasi dan lain-lain. Masing-masing risiko tersebut pun mempunyai peran untuk mempengaruhi besarnya bunga kredit yang ditetapkan.

Tingginya Suku Bunga Kredit Perbankan Indonesia

Suku Bunga Kredit Perbankan Indonesia dan Negara Asia Tenggara Lainnya

(8)
(9)

Sumber : Bank Dunia/M Fajar Marta Perbandingan Bunga Deposito dan Kredit Negara-negara ASEAN

Berdasarkan grafik di atas tingkat suku bunga yang berlaku di Indonesia merupakan sebuah anomali sehingga timbulah pandangan bahwa selama ini kredit murah sulit diterapkan di Indonesia. Dan adanya indikasi memang diciptakan seperti itu maka suku bunga di Indonesia akan selalu tinggi.

BI Rate saat ini sudah diturunkan menjadi 7,5% namun suku bunga kredit perbankan di Indonesia masih di atas 10% jika dibandingkan dengan Filipina suku bunga acuan di Filipina bisa mencapai 1,2 persen dengan inflasi 2 persen. Artinya suku bunga acuan berada di bawah inflasi sedangkan di Indonesia acuan suku bunga acuan selalu berada di atas inflasi. Dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya, suku bunga kredit Indonesia termasuk yang tertinggi. Tingginya suku bunga kredit ini tentu bisa menghambat daya saing bisnis dan pada akhirnya bisa menghambat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Suku Bunga Kredit UMKM juga Relatif Tinggi

Suku bunga kredit segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia selama ini juga dirasa cukup tinggi. Berdasarkan daftar suku bunga dasar kredit yang dikeluarkan oleh BI per April 2015 suku bunga dasar kredit ritel perbankan nasional rata-rata sebesar 12% hingga 14%. PT Bank Mega Tbk mematok SBDK ritel paling tinggi sebesar 18%, sedangkan SBDK ritel paling rendah dipatok oleh PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah sebesar 6,11%. Untuk sektor mikro, SBDK perbankan lebih tinggi dibandingkan sektor rite. Rerata perbankan mematok SBDK untuk segmen mikro di atas 15%, bahkan ada yang tembus 20%. PT Bank Mutiara menetapkan SBDK mikro paling tinggi di antara bank-bank lain, yakni sebesar 22,5%. Sementara itu, Bank of China Limited tercatat sebagai bank yang menawarkan SBDK paling rendah untuk segmen mikro sebesar 6,82%.

(10)

dengan profit margin 3%, maka minimal suku bunga kredit yang diberikan sebesar 12%. Menurutnya, para pelaku UMKM profit marginya antara 20% hingga 30%, bahkan ada yang lebih sehingga kalau para pelaku UMKM ini dibebani bunga 1% perbulan maka perbandingannya kecil

Selain itu menurut Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari mengatakan bank memiliki alasan yang kuat terkait tingginya suku bunga kredit, yakni adanya transaction and administration cost. Debitur segmen UMKM merupakan debitur dengan nominal pinjaman yang kecil, namun memiliki overheat cost yang hampir sama dengan debitur besar. Pemerintah Indonesia pun terus berusaha agar bunga kredit usaha rakyat (KUR) terus menurun.

Penyebab Tingginya Suku Bunga Kredit di Indonesia

Suku bunga kredit perbankan di Indonesia tercatat masih tinggi dibandingkan negara lain hingga mencapai dua digit, menurut Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Hendro Utomo dikarenakan faktor geografis yang luas (terdiri dari ribuan pulau) sehingga membuat angka biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) cukup besar. Situasi tersebut membuat bank-bank di Tanah Air mematok bunga kredit tinggi agar bisa mengimbangi biaya operasional yang besar dan dari BOPO tersebut dapat terlihat perbankan nasional tidak efisien dibandingkan negara lain.

Selain letak geografis ada beberapa faktor yang bisa berkontribusi pada tingginya suku bunga perbankan di Indonesia yaitu tingginya cost of fund dan inefisiensi, konsentrasi struktur industri perbankan, konsentrasi pasar deposito, tingginya tingkat inflasi, serta tingginya risiko ketidakpastian hukum, biaya kepatuhan hukum dan tatakelola perusahaan.

Cost of Fund

(11)

biaya tersebut merupakan harga riil dari sumber dana yang dapat dihimpun bank. Dengan diketahuinya jumlah biaya dana sesungguhnya yang dikeluarkan bank untuk sumber dana, maka bank akan memperoleh kepastian laba rugi dalam pemasaran dana dalam bentuk kredit yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Unsur-unsur Cost Of Fund

Unsur-unsur yang harus ada dalam menghitung cost of fund adalah sebagai berikut :

1. Sumber dana yaitu jenis-jenis dana yang dapat dihimpun bank, baik dari dana sendiri maupun dana yang berasal dari luar, yang mana dalam perhitungannya sumber dana ini dibagi dua yaitu dana berbiaya dan dana tidak berbiaya.

2. Jumlah dana yaitu jumlah semua dana yang dapat dihimpun bank baik dana dari dalam maupun dari luar.

3. Loanable Fund : dana yang dapat dialokasikan baik untuk pemberian kredit atau untuk pembelian surat-surat berharga untuk tujuan memperoleh penghasilan.

4. Unloanable Fund : dana yang tidak dapat dialokasikan untuk pemberian kredit dan investasi lainnya. Dana ini diperuntukkan bagi aktiva tetap dan pengelolaan liquiditas.

5. Reserve Requirement : dana yang ditahan bank untuk kepentingan liquiditas, besarnya dana ini ditentukan oleh BI.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Cost Of Fund

Besarnya Cost of fund dipengaruhi oleh : 1) Tingkat suku bunga yang dibayar 2) Komposisi dari portofolio sumber dana

3) Ketentuan mengenai cadangan wajib minimum (reserve requirement) 4) Biaya pelayanan untuk mendapatkan dana (service cost)

(12)

Dana-dana tersebut oleh bank dialokasikan menurut urutan prioritas penggunaan dan sesuai dengan kepentingan bank yaitu sebagai berikut :

a) Primary Reserve ( cadangan primer )

Cadangan primer digunakan untuk memenuhi ketentuan liquiditas wajib minimum yang ditetapkan oleh BI kepada bank-bank di Indonesia. Dana-dana ini disimpan dalam bentuk Kas, Giro pada BI.

b) Secondary Reserve ( cadangan sekunder )

Cadangan sekunder merupakan penempatan dana pada aset yang setiap saat dapat dicairkan. Cadangan sekunder selain untuk menjaga liquiditas bank juga dapat menghasilkan keuntungan.dana-dana ini disimpan dalam bentuk Giro pada bank lain, Penempatan pada bank lain, Surat-surat berharga.

c) Loan ( kredit )

Pengalokasian dana melalui pemberian kredit yang dilakukan setelah bank mencukupi cadangan primer dan cadangan sekunder. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank ini ditujukan untuk memperoleh keuntungan yang optimal.

d) Cadangan tersier ( investasi )

Pengelolaan dana melalui investasi atau penyertaan modal yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan.

(13)
(14)

Net Interest Margin (NIM)

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Surat Edaran BankIndonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 adalah sebagai berikut :

“Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktifnya.”

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Selamet Riyadi (2006:21) adalah sebagai berikut :

“Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara presentase hasil bunga terhadap total asset atau terhadap total earning assets.”

Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Abra Puspa Ghani Talattov dan FX Sugiyanto (2008) adalah sebagai berikut :

(15)

Dari penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Net Interest Margin (NIM) pada dasarnya adalah merupakan sebuah rasio keuangan yang merupakan hasil dari perbandingan antara pendapatan dari bunga terhadap aktiva, yang juga merupakan selisih antara bunga simpanan dan bunga pinjaman.

Kegunaan Net Interest Margin (NIM)

Kegunaan Net Interest Margin (NIM) menurut Koch dan Scott (2000) adalah sebagai berikut :

“Net Interest Margin (NIM) penting untuk mengevaluasi kemampuan bank dalam mengelola risiko terhadap suku bunga. Saat suku bunga berubah, pendapatan bunga dan biaya bunga bank akan berubah. Sebagai contoh saat suku bunga naik, baik pendapatan bunga maupun biaya bunga akan naik karena beberapa aset dan liability bank akan dihargai pada tingkat yang lebih tinggi.”

Kegunaan Net Interest Margin (NIM) menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005) adalah sebagai berikut :

“Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.”

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kegunaan Net interest Margin (NIM) antara lain adalah untuk menilai kemampuan manajemen sebuah bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.

Perhitungan Net Interest Margin (NIM)

(16)

Rumus Net Interest Margin (NIM)

Dari rumus diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa “Pendapatan Bunga Bersih” yang dimaksud merupakan hasil dari pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga. Sedangkan “Aktiva Produktif” yang dimaksud adalah rata-rata aktiva produktif yang digunakan, terdiri dari giro pada bank lain, penempatan pada bank lain dan Bank Indonesia, surat-surat berharga, surat-surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, Obligasi Pemerintah, wesel ekspor dan tagihan lainnya, tagihan derivatif, pinjaman dan pembiayaan syariah/piutang, tagihan akseptasi, penyertaan saham serta komitmen dan kontinjensi yang berisiko kredit.

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

BOPO termasuk rasio rentabilitas (earnings). Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Menurut Dendawijaya (2005) rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).

(17)

Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya.

Inefisiensi Perbankan

Struktur perbankan Indonesia saat ini tengah dikuasai oleh 14 bank besar atau yang biasa disebut dengan systematically important bank. Namun sayangnya dari 20 bank besar di ASEAN saja, posisi Indonesia yang tertinggi itu di urutan sembilan. Posisi tersebut ditempati oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Posisi 11 diisi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Posisi 14 dan 15 ditempati PT Bank Central Asia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Inefisiensi sektor perbankan Indonesia masih tertinggi, dibandingkan negara-negara lain di Asean. Indikator efisiensi, baik rasio BOPO maupun NIM perbankan Indonesia masih kalah dibanding negara lain di kawasan Asean. Contohnya ketika BI Rate stabil di kisaran 6.5 – 6.75% dan suku bunga dana pihak ketiga sudah stabil di kisaran suku bunga penjaminan LPS, maka seharusnya suku bunga kredit idealnya di bawah 10%. Namun terjadi anomali dimana suku bunga kredit secara umum masih berada di atas 10%. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kisaran NIM perbankan Indonesia, yang masih berada di kisaran 6% atau terburuk peringkatnya di kawasan ASEAN 5.

Hal ini ditengarai KPPU sebagai indikasi adanya praktek persaingan tidak sehat dalam industri perbankan Indonesia. Sebagimana diungkapkan Ketua KPPU, Muhammad Nawir Messi, dalam Forum Jurnalis yang diselenggarakan di Gedung KPPU Pusat, terdapat beberapa indikator dalam mengukur inefisiensi perbankan tersebut. Yang pertama adalah Net Interest Margin (Margin bunga bersih/NIM), dimana NIM perbankan yang saat ini berada pada level 5,7% – 6% dikategorikan sangat tinggi. Dibandingkan negara tetangga, NIM perbankan Indonesia dua kali lipat lebih tinggi ketimbang negara ASEAN lain kecuali Filipina. Kemudian indikator kedua adalah tingkat BOPO (biaya operasional per pendapatan operasional) yang saat ini berada pada level 70%. Ini juga ketinggian, padahal hampir semua pendapatan operasional digunakan untuk biaya operasional dan di negara lain tingkat BOPO hanya 50%.

(18)

kondisi tersebut produk perbankan sangat tersegmentasi dan masing-masing bank masih memiliki market power walau jumlah bank masih relatif banyak.

Namun mantan Gubernur Bank (BI) Indonesia Darmin Nasution menolak pendapat KPPU yang menyatakan inefisiensi di perbankan mengarah pada sistem monopolistik karena menurutnya setiap bank menerapkan tingkat suku bunga yang beragam dan tidak ada pengaturan pembagian pasar. Sedangkan jika adanya kartel maka akan terlihat harga dikendalikan dan merugikan pihak lain atau adanya pembagian wilayah.

Penyebab Terjadinya Inefisiensi Perbankan

Rasio efisiensi yang dilihat dari Cost to Income Ratio (CIR) maka dapat dikatakan perbankan Indonesia relatif cukup efisien. Rata - rata CIR bank - bank di Asia Tenggara berkisar 46% dan CIR perbankan di Indonesia berkisar 50%. Namun jika dilihat dari rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) maka dapat dikatakan bahwa perbankan di Indonesia tidak efisien. Rasio BOPO perbankan di Indonesia berkisar 75% dan sudah meperhitungkan biaya provisi atau cadangan.

Ada banyak faktor yang menyebabkan operasional perbankan Indonesia belum mencapai titik efisiensi yang optimal berdasarkan pendapat Ryan Kiryanto selaku Kepala Ekonom BNI, diantaranya :

1. Struktur organisasi perbankan yang cenderung melebar dan kegemukan.

2. Komposisi antara unit non bisnis (unit pendukung) dan unit bisnis yang tidak proporsional dimana unit non bisnis yang menjadi cost center lebih besar dibandingkan unit bisnis yang menjadi profit center.

3. Penempatan pejabat bank yang tidak tepat dengan kebutuhan bisnisnya yang berarti prinsip the right man on th right job tidak dilaksanakan dengan baik. Adanya pejabat bank yang belum berpengalaman diberi posisi dan tanggung jawab yang melebihi kapasitasnya sehingga pejabat tersebut bukan menjadi aset melainkan menjadi liabilitas.

(19)

dipersyaratkan oleh regulator tidak dipatuhi sehingga potensi resiko kredit, resiko operasional, dan resiko likuiditas senantiasa mengancam.

5. Pejabat bank dari pusat hingga kantor cabangnya sering terlibat dalam aktivitas non korporasi contohnya aktivitas seremonial yang cenderung boros anggaran.

6. Kesalahan bank dalam menetapkan visi, misi, dan strategi sehingga terjadi deviasi yang semakin melebar tercermin dari capaian target bisnis yang rendah di bawah rata - rata industrinya.

7. Komposisi pengurus bank yang tidak ideal atau proporsional dimana lebih banyak pos direksi non bisnis ketimbang direksi bisnisnya.

8. Investasi Bank yang besar dalam memperluas jangkauan operasional melalui pembukaan kantor cabang dan menempatkan mesin ATM untuk melayani kebutuhan nasabah di daerah -daerah. Ini sebagai konsekuensi terhadap perilaku nasabah dalam bertransaksi yang lebih suka mendatangi kantor cabang atau menggunakan fasilitas ATM ketimbang menggunakan mobile banking dan internet banking.

9. Terlalu banyak rapat, berwacana dan melakukan exercise terkait rencana - rencana pengembangan bisnis, namun realisasinya nol besar. Bank terjebak dalam rapat - rapat tanpa pengambilan keputusan dan otomatis tanpa eksekusi yang riil.

(20)

Sementara itu gaji pegawai perbankan di Indonesia justru berbanding terbalik dengan direksinya, rata - rata gaji pegawai bank di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Thailand menduduki tempat teratas dengan rata - rata gaji karyawan mencapai Rp. 300 juta per tahun di posisi kedua, Malaysia dengan Rp. 236 juta per tahun kemudian baru disusul Indonesia dengan Rp. 193 juta per tahun. Sedangkan Filipina kembali di posisi paling buncit dengan Rp. 93 juta per tahun.

(21)

Konsentrasi struktur industri perbankan. Per September 2015, empat bank terbesar di Indonesia secara total menguasai sekitar 45% dari total aset di industri perbankan Indonesia.

Industri pasar perbankan di Indonesia dikuasai oleh empat bank, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI dan BCA. Tingginya konsentrasi struktur industri perbankan ini bisa berpotensi pada terjadinya kolusi diam-diam (tacit collusion). Di Indonesia terdapat 129 bank sementara sektor ekonomi hanya dikuasai oleh 14 bank akibatnya persaingan persaingan rendah sehingga berujung pada tingginya suku bunga kredit.

(22)

Pasar deposit perbankan Indonesia sangat terkonsentrasi dimana per Desember 2015, 0.57% dari total akun nasabah atau sebanyak 984,392 akun nasabah menguasai sekitar 70.6% dari total dana pihak ketiga di bank umum.

Dengan tingginya konsetrasi ini, bank umum sangat bergantung pada sebagian kecil nasabah-nasabah dengan deposito besar ini. Oleh karena itu, nasabah-nasabah premium ini memiliki posisi tawar tinggi sehingga bisa meminta suku bunga deposito yang tinggi dan juga layanan tambahan lainnya. Dengan demikian, "perang deposit" ini bisa berujung pada tingginya "cost of fund" bank komersial yang kemudian harus dibebankan pada tingginya suku bunga kredit.

Inflasi

(23)

tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu

 inflasi ringan,

 sedang,

 berat,

 dan hiperinflasi.

Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun

Penyebab

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan

Yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).

Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.

(24)

yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment di manana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, di mana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : 1) Kenaikan harga, misalnya bahan baku dan

2) Kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

(25)

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

 Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)

 Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)

 Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)

 Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

1. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.

2. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).

(26)

meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.

4. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.

5. Indeks harga barang-barang modal

Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Tingginya tingkat inflasi. Tingkat inflasi di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapore, Thailand. Pada periode 2010-2014, Inflasi Indonesia secara rata-rata sekitar 6.3%.

(27)

berdampak pada tingginya cost of fund perbankan sehingga bank ikut meninggikan tingkat bunga kredit.

Risiko Ketidakpastian Hukum, Biaya Kepatuhan Hukum dan Tatakelola Perusahaan.

Tingginya risiko ketidakpastian hukum, biaya kepatuhan hukum dan tatakelola perusahaan. Kualitas tatakelola perusahaan juga bisa mempengaruhi risiko kredit. Belum baiknya praktek tatakelola perusahaan di Indonesia yang terlihat dari transparansi dan akuntabilitasinya akan mendorong perbankan untuk mengenakan suku bunga kredit lebih tinggi. Selain itu, ketidakpastian hukum yang tinggi di Indonesia terkait pengadilan proses kepailitan dan penyelesaian sengketa yang panjang dan lama bisa menambah risiko kredit yang membuat perbankan mengenakan suku bunga kredit yang tinggi. Kemudian, biaya untuk kapatuhan hukum juga bisa tinggi mengingat aturan-aturan perbankan yang berbelit yang pada akhirnya bisa berdampak pada biaya tinggi.

Cara atau Strategi Perangi Bunga Kredit Tinggi

Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat bahwa suku bunga pinjaman atau kredit di Indonesia terlalu tinggi dan harus diturunkan hingga satu digit atau di bawah 10 persen pada akhir tahun ini. Suku bunga kredit yang rendah diperlukan untuk mendorong peran intermediasi perbankan, menggerakkan sektor riil, dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Saat ini suku bunga kredit di Indonesia masih mencapai 10-12 persen, atau lebih tinggi dibandingkan bank-bank di negara ASEAN lainnya yang rata-rata mematok satu digit, berkisar 5-6 persen. Indonesia dipastikan akan sulit bersaing di pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (ME) jika terus memberlakukan bunga kredit yang lebih tinggi.

(28)

rate kepada bank saat menyimpan dananya di perbankan. Saat ini rata-rata bunga deposito bank-bank di Indonesia sekitar 5-6 persen.

Lembaga-lembaga itu, antara lain BUMN dan pemerintah daerah. Jika BUMN dan pemda mau menerima bunga deposito yang rendah, maka bank juga bisa meminta deposan lain yang besar-besar seperti konglomerasi swasta untuk menerima bunga deposito yang lebih rendah. Tetapi dengan catatan, bunganya tetap kompetitif dan di atas inflasi.

Sementara itu, OJK terus mematangkan peraturan tentang insentif guna meningkatkan efisiensi di sektor keuangan. OJK akan memberikan insentif bagi perbankan yang mampu melakukan efisiensi melalui penyesuaian margin. Jika bank bisa meningkatkan efisiensinya, maka bank memiliki ruang untuk menurunkan bunga kreditnya. Selain biaya dana, bunga kredit juga dibentuk oleh beban operasional, risiko, dan margin keuntungan yang ingin diambil.

Sejurus dengan langkah pemerintah dan OJK, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter juga telah memberi ruang penurunan bunga kredit dengan kembali memangkas tingkat bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,75 persen pada pertengahan Maret lalu. BI juga menetapkan bunga deposit facility turun menjadi 4,75 persen dan lending facility turun menjadi 7,25 persen berlaku mulai 18 Maret 2016. Otoritas fiskal dan otoritas moneter yang biasanya tidak akur soal suku bunga, kali ini berada satu barisan untuk memerangi suku bunga yang selalu tinggi di Indonesia.

Sejumlah bank, terutama bank BUMN, pun sudah merespons positif dengan rencana menurunkan suku bunga kredit dan deposito mereka. Bahkan Bank Mandiri sudah menetapkan penurunan bunga kredit 0,25-0,50 persen sebagai upaya meningkatkan fungsi intermediasi bank serta mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Langkah ini merupakan awal dari penerapan suku bunga rendah di Bank Mandiri.

(29)

Surat Utang Negara

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran. Surat Berharga tersebut diterbitkan oleh Pemerintah sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2002, yang terdiri dari :

1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

2. Obligasi Negara (termasuk Obligasi Negara Retail/ORI)

Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga

Surat Utang Negara (SUN) merupakan surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh pemerintah untuk membiayai kebutuhan anggaran pemerintah seperti untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

SUN dapat dimiliki investor melalui pasar perdana maupun pasar sekunder. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali, sedangkan Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana.

Jenis SUN

 Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah SUN yang berjangka waktu maksimal 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

 Obligasi Negara

(30)

secara langsung memiliki dan memperdagangkan secara aktif dalam perdagangan Obligasi Negara.

Tingkat keuntungan investasi pada SUN, sebagaimana pada obligasi pada umumnya bersumber dari : pengahasilan kupon (bunga) dan potensi kenaikan harga (capital gain) dari harga obligasi. Namun demikian, salah satu keunggulan SUN dibandingkan Efek lainnya adalah pada minimnya risiko gagal bayar di kemudian hari saat jatuh tempo, baik pembayaran kupon maupun nilai pokoknya.

Jika kita membeli obligasi korporasi, maka terdapat kemungkinan terjadi gagal bayar baik kupon maupun nilai pokok yang jatuh tempo akibat kondisi keuangan atau perekonomian yang tidak menguntungkan. SUN merupakan instrumen investasi yang bebas resiko gagal bayar karena pembayaran bunga/kupon dan pokoknya dijamin oleh UU SUN. Oleh karena itu, setiap tahun Pemerintah menganggarkan pembayaran kupon maupun pokok ON dalam APBN.

Produk SUN seperti Obligasi Negara juga dapat dijadikan sebagai agunan dan dapat dijual setiap saat apabila pemilik membutuhkan dana.

Penjualan dan penawaran Obligasi Negara oleh Pemerintah di pasar primer umumnya dilakukan melalui lelang yang diikuti oleh peserta lelang yang telah memenuhi persyaratan. Peserta Lelang adalah Bank atau Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama.

(31)

Keuntungan investasi surat utang negara salah satunya adalah minim resiko. Berinvestasi efek memiliki resiko yang cukup besar karena harga pasar yang sangat fluktuatif. Keuntungan investasi ORI bagi investor lainnya adalah :

1) Memiliki dua sumber keuntungan yaitu kupon dan capital gain yang dibayarkan kepada

investor dengan besaran yang stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar.

2) Surat kepemilikan ORI bisa digaikan di kantor pengadilan atau dijual kembali di pasar saham

sekunder. Hal ini apabila anda menghendaki mengakhiri masa kontrak surat utang sehingga memindahtangankan kepemilikan surat ORI kepada pihak lain.

3) Investasi yang tidak mahal atau bisa dilakukan dengan modal yang kecil. Tentu saja semakin

banyak unit surat utang yang dimiliki maka semakin besar pula keuntungan per bulannya.

4) Mendapatkan jaminan keamanan dari negara sehingga tidak perlu khawatir dengan investasi

yang telah banyak memakan korban penipuan.

Sedangkan keuntungan investasi surat utang negara bagi negara itu sendiri diantaranya :

1. Merupakan sumber potensi pembiayaan APBN yang lebih besar daripada mengandalkan pasar modal.

2. Memberikan masyarakat peluang yang lebih besar untuk melakukan investasi dengan resiko gagal bayar yang lebih kecil dan melakukan diversifikasi investasi untuk mengecilkan resiko investasi. Dengan demikian iklim investasi negara akan menjadi lebih sehat.

3. Dapat dijadikan acuan bagi negara untuk menentukan nilai instrumen keuangan lainnya.

Selama ini, kalangan perbankan sulit menurunkan bunga simpanan deposito karena harus bersaing dengan SUN seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI) atau Sukuk, yang rata-rata mematok imbal hasil (yield) lebih tinggi ketimbang bunga deposito dan simpanan. Misalnya SUN bertenor 5 tahun, tingkat kuponnya dipatok sebesar 8,25 persen dan yield rata-rata 7,34 persen, sedangkan yang bertenor 15 tahun tingkat kuponnya 8,74 persen dan yield rata-rata 8,21 persen.

(32)

pertumbuhan ekonomi, dan paling utama adalah likuiditas di masyarakat. Pengenaan yield yang lebih tinggi dari bunga deposito dilakukan untuk memberi stimulus masyarakat agar mau membiasakan menanam uangnya di SUN.

Tingkat kupon SUN juga dipengaruhi oleh implementasi kebijakan pemerintah dan tingkat risiko suatu negara. Jika tingkat risiko negara kita menurun maka akan membuat peringkat (rating) investasi di negara kita membaik, dan besaran kupon SUN diharapkan pun ikut turun. Sebaliknya, jika risk rating kita masih tinggi maka memerlukan tingkat kupon SUN yang tinggi guna menarik investor datang untuk berinvestasi.

Dengan yield yang tinggi, otomatis SUN lebih menarik dibanding bunga deposito dan simpanan. Apalagi pemerintah masih mengandalkan penerbitan SUN untuk memenuhi sebagian pembiayaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jika kondisi ini berlanjut, maka perbankan akan terus menghadapi kendala menurunkan biaya dana mereka dan pada akhirnya target bunga kredit satu digit akan sulit terealisasi.

Kita berharap kupon bunga dan yield dapat diturunkan untuk penerbitan SUN berikutnya, sehingga perbankan punya ruang yang lebih besar lagi untuk menurunkan bunga deposito dan simpanan. Dengan begitu, bank akan menurunkan bunga kredit dan pelaku sektor rill bergairah mengembangkan usahanya. Dampak selanjutnya adalah, daya saing Indonesia akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak lebih cepat.

Upaya Pihak Otoritas Menekan Tingkat Suku Bunga Kredit

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 1 Oktober 2014 menetapkan batas maksimum suku bunga deposito perbankan. Kemudian, pada Februari 2016, Kementerian Koordinator Perekonomian bersama OJK dan Bank Indonesia (BI) telah melakukan koordinasi untuk dalam waktu dekat mengeluarkan berbagai langkah untuk mendorong penurunan suku bunga.

(33)

persen.Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan BOPO perbankan di level 60 persen. Dan per 1 Oktober 2014, OJK menetapkan aturan bunga maksimum bagi dua kelompok bank yaitu Bank BUKU IV (Bank dengan modal inti diatas Rp 30 triliun) dan Bank BUKU III ( Bank dengan modal Rp 5-30 triliun). Batas maksimum suku bunga deposito bagi bank BUKU IV sebesar 2 persen diatas BI rate, sedangkan batas maksimum bunga deposito untuk bank BUKU III sebesar 2.25% diatas BI rate. Aturan batas maksimum suku bunga depostio ini saat itu dilatarbelakangi terjadinya "perang suku bunga deposito" dimana menurut pantauan OJK bahkan ada bank yang memberikan tingkat suku bunga deposito hingga 11% untuk nasabah premium. Kebijakan batasan maksimum tingkat suku bunga deposito ini diharapkan mampu menekan tingka suku bunga deposito sehingga mampu menurunkan cost of fund perbankan dan pada akhirnya bisa menekan tingkat suku bunga kredit.

Rencana langkah Pemerintah, OJK, dan BI. Per Februari 2016, Kementerian Koordinator Perekonomian, OJK, dan BI sudah mengadakan koordinasi untuk secepatnya mengambil berbagai langkah melalui kebijakan dan wewenang masing-masing institusi untuk mendorong turunnya tingkat suku bunga kredit perbankan. Ketiga institusi tersebut sepakat untuk:

Pemerintah akan membantu menjaga inflasi agar tidak lebih dari 4 persen dengan mengontrol harga pangan serta tariff listrik dan harga bahan bakar.

Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan agar suku bunga deposito yang dikenakan terhadap dana pemerintah hanya sebesar 5% ( 1% diatas inflasi).

(34)

Pandangan APINDO

APINDO memandang bahwa tingginya suku bunga kredit sebagai salah satu hambatan utama untuk daya saing industri. Untuk itu, pemerintah, BI, dan OJK perlu segera merealisasikan berbagai rencana kebijakan untuk mendorong turunnya suku bunga kredit perbankan di Indonesia.

Tingginya suku bunga kredit sebagai hambatan utama daya saing. Dalam survey daya saing APINDO 2014, 30% dari responden menyatakan bahwa akses ke pembiayaan merupakan hambatan untuk berbisnis. Ini tentu merupakan salah satunya diakibatkan oleh tingginya suku bunga kredit yang diberikan oleh perbankan Indonesia.

(35)

Penutup

(36)

Daftar Pustaka

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan Di Indonesia, Cetakan Ketiga, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 2006. Fuady, Munir., Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999.

Gandapradja, Permadi, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan Keempat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Ismail, Manajemen Perbankan, Dari Teori Menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010.

(37)

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/11/03/16/170064-masih-banyak-inefisiensi-terjadi-di-perbankan

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Dalam hal terhadap orang yang bersangkutan dilakukan panahanan, maka orang tersebut dibebaskan oleh Jaksa Agung Repiblk Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Inodonesia jika

Seluruh aitem dalam lembar observasi mendapatkan peroleh prosentase sebesar 86,3%, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa anak-anak dengan kriteria inklusi yang sama

Melalui Program kegiatan pelatihan bagi masyarakat merupakan salah satu solusi yang sangat optimal dalam mengubah paradigma masyarakat tentang pola pikir terhadap

Pengobatan tradisional orang Bajo dalam hal ini adalah Nyanya Okang berkaitan dengan kehidupan mereka sebagai manusia yang lebih mengenal seluk-beluk keadaan

Cara yang tepat guna dalam pembersihan penyakit demam berdarah dengue adalah melaksanakan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu : kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

Penerapan protein rekombinan pada ikan gurame diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ikan gurame, sehingga ketersediaan ikan gurame dipasaran tidak

Menurut flint (1957) gletser adalah massa es dan tubuh es yang terbentuk karena rekristalisasi dari Menurut flint (1957) gletser adalah massa es dan tubuh es yang terbentuk