• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTAN"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

DALAM TINJAUAN YURIDIS, SOSIOLIGIS DAN FILOSOFIS Tugas Mata Kuliah FILSAFAT HUKUM

Dosen : ERLI SALIA, SH, MH OLEH :

KHOIRUL MUNAWAR NIM. 91213021

ANGKATAN XIII KELAS REGULER PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012

A. Pendahuluan

Seiring dengan era globalisasi dan teknologi informasi masyarakat lambat laun berkembang, dimana perkembangan itu selalu diikuti proses penyesuaian diri yang kadang-kadang proses tersebut terjadi secara tidak seimbang. Dengan kata lain, pelanggaran terhadap norma-norma semakin sering terjadi dan kejahatan semakin bertambah, baik jenis maupun bentuk polanya semakin kompleks. Perkembangan masyarakat itu disebabkan karena ilmu pengetahuan dan pola fakir masyarakt yang semakin maju. Masyarakat berusaha mengadakan

pembaharuan-pembaharuan di segala bidang. Namun kemajuan teknologi tidak selalu berdampak positif, bahkan ada kalanya berdampak negatif. Maksudnya adalah dengan kemajuan teknologi terdapat peningkatan masalah kejahatan terutama kejahatan tentang penyalagunaan dan peredaran gelap narkotika yang saat ini menunjukan kecenderungan semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-anak, remaja dan generasi muda pada umumnya.

Dari berbagai indikasi menunjukkan bahwa kejahatan narkotika merupakan extra orginary crime. Adapun pemaknaannya adalah sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar dan multi-dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu extraordinary punishment kiranya begitu menjadi relevan mengiringi model kejahatan yang berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini kian merambahi ke seantero bumi ini sebagai transnational crime.

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan mencegah serta memberantas peredaran gelap narkotika, Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan fungsinya sebagi lembaga legeslasi dengan persetujuan bersama Presiden Republik Indonesia Menetapkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang disyahkan dan di undangkan pada tanggal 12 Oktober 2009 Undang-Undang ini terdiri dari XVII bab dan 155 pasal.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana tinjauan yuridis, filosofis dan sosiologis terhadap Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Tentang Narotika ?

A. PEMBAHASAN 1. Tinjauan Yuridis

Keberlakuan Undang-Undang sebagai suatu norma hukum dianggap sah sebagai norma hukum (legal form) yang sangat mengikat untuk umum apabila norma hukum itu berlaku karena diberlakukan atau karena dianggap berlaku oleh para subjek hukum yang diikatnya,

(2)

peraturan perundang-undangan itu sendiri pada pokoknya ditentukan oleh banyak faktor dan beraneka cara pandang. Secara umum dapat dikemukakan adanya 4 (empat) faktor yang

menyebabkan norma hukum dalam undang-undang atau peraturan perundang-undagan dikatakan berlaku. Norma hukum yang dimaksud bersifat filosofis, yuridis, sosiologis dan politis

Keberlakuaan sifat yuridis adalah keberlakuaan suatu norma hukum dengan daya ikatnya untuk umum sebagai suatu dogma yang dilihat dari pertimbagan yang bersifat teknis yuridis. Secara yuridis, suatu norma hukum itu dikatakan berlaku apabila norma hukum itu sendiri memang (i) ditetapkan sebagai norma hukum yang lebih tinggi seperti dalam pandangan Hans Kelsen dengan teorinya “stuffenbau Theorie des recht”, (ii) ditetapkan mengikat atau berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya seperti dalam pandangan J.H.A. Logemann, (iii) ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku seperti pandangan W. Zevenbergen, dan (iv) ditetapkan sebagai norma hukum oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Jika keempat kriteria tersebut telah terpenuhi sebagaimana mestinya, maka norma hukum yang bersangkutan memang berlaku secara yuridis.

Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur. Keberlakuaan Undang Nomor 35 tahun 2009 menggantikan Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, penggatiaan undang-undang ini disebutkan pada bagian penjelasan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dilatar

bekalakangi bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi yang canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa, dan negara. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang dalam

menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut. 2. Tinjauan Sosiologis

Pandangan sososiologis mengenai keberlakuan undang-undang cendrung lebih mengutamakan pendekatan yang empiris dengan mengutamakan beberap pilihan kriteria, yaitu (i) kriteria pengakuaan (recognition theory), (ii) kriteria penerimaan (reception theory), atau (iii) kriteria faktisitas hukum. Kriteria pertama (principle of recognition) menyangkut sejauh mana subjek hukum yang diatur memang menghendaki kebaradaan dan daya ikat serta kewajibannya untuk menundukan diri terhadap norma hukum yang berangkutan. Jika subjek hukum yang

bersangkutan tidak merasa terikat, maka secara sosiologis norma hukum yang besangkutan tidak dapat berlaku baginya.

Kriteria penerimaan sebagai kriteria kedua (prinsiple of reception) pada pokoknya berkenaan dengan kesadaran masyarakat yang bersangkutan untuk menerima daya atur, daya ikat dan daya paksa norma hukum tersebut baginya. Inilah yang dijadikan dasar Cristian Snouck Hurgronje menyatakan bahwa di Hindia Belanda dahulu yang berlaku adalah hukum adat bukan hukum islam. Menurutnya, kalaupun hukum Islam itu secara sosiologis dapat dikatakan berlaku, maka hal itu semata-mata disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat hukum adat sudah

meresepsikan ke dalam tradisi hukum adat masyarakat setempat.

Sedangkan kriteria ketiga menekankan kepada kenyataan faktual (faktisitas hukum), yaitu sejauh mana norma hukum itu sendiri memang sungguh-sungguh berlaku efektif dalam kehidupan nyata masyarakat. Meskipun suatu norma hukum berlaku secara yuridis memang berlaku, diakui (recognize) dan diterima (received) oleh masyarakat sebagai sesuatu yang memang ada (exist) dan berlaku (valid), tetapi dalam kenyataan praktiknya sama sekali tidak efektif, berarti dalam faktanya norma hukum itu tidak berlaku. Oleh karena itu, suatu norma hukum baru dikatakan berlaku secara sosiologis apabila norma hukum dimaksud memang berlaku menurut salah satu kriteria tersebut

Penelitian-penelitian sosiologis telah menghasilkan data untuk membuktikan bahwa ketertiban dan ketentraman pada hakikatnya merupakan suatu refleksi dari pada nilai-nilai sosial dan pertentangan kepentingan-kepentingan di dalam suatu sistem sosial. Selain itu, maka sudah merupakan suatu konsensus bahwa suatu sistem hukum hanya dapat diterapkan secara efektif apabila mempunyai dasar-dasar sosial yang kuat disamping adanya suatu dukungan yang kuat pula dari bagian terbesar warga-warga masyarakat

(3)

sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran sosiological jurisprudence yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat. Jadi mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat

dilaksanakan (bekerja) dan akan mendapatkan tantangan-tantangan.

Didalam teori-teori ilmu hukum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dengan baik di masyarakat, yaitu (1) kaidah hukum/peraturan itu sendiri; (2) petugas/penegak hukum; (3) sarana atau fisilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) kesadaran masyarakat. Kaidha hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya, kaidah tersebut dapat dipaksakan belakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuaan dari masyarakat.

Terkait dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika landasan sosiologis lahirnya undang-undang ini menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah penyalagunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika semakin membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Masyarakat membutuhkan rasa aman dan nyaman bagi

lingkungannya dengan terbebas dari penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika, kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari penyalagunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika sangat diperlukan untuk tercapainya landasan sosiologis terbentuknya undang-undang ini.

3. Tinjauan Filosofis

Sebelum berbicara tentang tujuan filosofis terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ada baiknya kita berbicara sepintas pengertian tentang filsafat hukum. Pengertian filsafat hukum sangat beragam, dapat disebutkan di antaranya (a) filsafat hukum merupakan ilmu. Hal ini dikemukakan oleh filosof seperti Plato dan Aristoteles. Ilmu disini diartikan kegiatan berfikir. (b) filsafat hukum berkaitan dengan persoalan nurani manusia sebagaimana dijelaskan oleh Gustav Radbruch. Jika dikaitkan dengan pendapat Aristoteles filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat etika. Etika sendiri adalah tingka laku manusia yang baik dan buruk. Yang erat hubungannya dengan (filsafat) hukum dan skema filsafat tersebut diatas adalah (filsafat) logika dan etika. Logika, mengenal pengertian-pengertian hukum, sedangkan etika adalah tingkah laku manusia yang diatur oleh norma hukum. Bahwa pengertian filsafat hukum sangat beraneka ragam, karena para ahli filsafat hukum

mempunyai defenisi / pengertian masing-masing mengenai filsafat hukum. Akan tetapi para ahli hukum sepakat tentang 3 hal yaitu:

a. Pada umumnya para ahli filsafat hukum sepakat bahwa filsafat hukum itu merupakan cabang filsafat, yaitu filsafat etika dan moral.

b. Bahwa objek pembahasan filsafat hukum adalah tentang hakekat atau inti yang sedalam-dalamnya dari hukum.

c. Bahwa filsafat hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari lebih lanjut setiap hal yang tidak dapat dijawab oleh ilmu hukum.

Suatu norma hukum dikatakan berlaku secara filosofis apabila norma hukum itu memang bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu negara. Seperti dalam pandangan Hans Kelsen mengenai “gerund-norm” atau dalam pandangan Hans Nawiasky tentang

“staatsfundamentalnorm”, pada setiap negara selalu ditentukan adanya nilai-nilai dasar atau nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai luhur dalam kehidupan kenegaraan yang bersangkutan.

Untuk hal ini, nilai-nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai “staatfundamentalnorm”. Di dalam rumusan kelima sila pancasila terkandung nilai-nilai religiusitas Ketuhanan Yang Maha Esa, humanitas kemanusiaan yang adil dan beradab,

nasionalitas kebangsaan dalam ikatan kebineka-tunggal-ikaan, soverenitas kerakyatan, dan sosialitas keadilan bagi segenap rakyat Indonesia. Tidak satupun dari kelima nilai-nilai filosofis tersebut yang boleh diabaikan atau malah ditentang oleh norma hukum yang terdapat didalam berbagai kemungkinan bentuk peraturan perundang-undangan dalam wadah Negara Kesatuaan Republik Indonesia.

(4)

kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, anatar lain dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai serta melakukan pencegahan dan pemeberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika. Disamping itu Undang-Undang ini pada hakikatnya

mengharapkan nilai-nilai religiusitas Ketuhanan Yang Maha Esa seperti yang terkandung dalam Pancasila tertanam didalam jiwa seluruh rakyat Indonesia agar mengerti bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangatlah merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. C. KESIMPULAN

Dari uraian singkat diatas dapatlah disimpulkan bahwa :

a. Keberadaan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menggantikan Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, penggatiaan undang-undang ini disebabkan Undang-Undang yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang dalam menanggulangi dan memberantas Tindak pidana Narkotika yang telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi yang canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa, dan negara. Undang-undang ini mempunyai Legalitas yang diundangkan pada Lembaran Negara Repblik Indonesia tahun 2009 Nomor 143.

b. Landasan sosiologis lahirnya undang-undang ini menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah penyalagunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika semakin membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

c. Suatu norma hukum dikatakan berlaku secara filosofis apabila norma hukum itu memang bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu negara, nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai “staatfundamentalnorm” sangatlah bertentangan dengan tindakan penyalagunaan dan peredaran gelap narkotika.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Perihal Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006

Prof. DR. H. Lilik Rasjidi dan Ira ThaniaRasjidi, Pengantar Filasat Hukum; 2007; Bandung; Mandar Maju

DR. Soerjono Soekamto, Pokok-pokok Sosiologi hukum, 1988; Jakarta; Rajawali pers Syaiful Bakhri.S.H.,MH, Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika, dalam http://dr-syaifulbakhri.blogspot.com ,diundu pada tanggal 12 Oktober 2012

Prof. Dr. H.R. Otje salman S., SH Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika masalah) 2010: Bandung ; Refika Aditama.

Prof. DR. H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum 2011; Jakarta; Sinar Grafika

H. Erli Salia, SH., MH, Filsafat Hukum, penyampaian kuliah angkatan XII Reguler Universitas Muhammadiyah Palembang tahun 2012.

Peraturan Perundang-Undangan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Foxx et al 41,44 dan Judarwanto 51 yang mengungkapkan bahwa anak perempuan memiliki kemampuan berbahasa

Pandangan subjek penelitian mengenai prestasi memiliki kesamaan yaitu melanjutkan sekolah. Melanjutkan sekolah dianggap sudah berprestasi karena bagi anak-anak yang

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada dan sudah ditetapkan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara bayi yang

[r]

Setelah dilakukan penelitian terhadap 30 responden dengan judul Pengaruh Pemberian Aromatherapi Jahe Terhadap Penurunan Mual dan Muntah Pada Pasien Kanker yang

Kesalahan-kesalahan apa saja yang harus anda hindari agar tidak mendapatkan LABEL sang pengejar akan saya jelaskan pada BAB III dalam kolom pembahasan kendali hubungan, dimana

Sedangkan aksesi lokal lainnya seperti KTm5 dan KTm12 juga mempunyai potensi pada jumlah polong bernas pertanaman dan jumlah lokus biji perpolong yang tinggi

Untuk studi alternatif perencanaan struktur komposit pada gedung kantor dermaga multipurpose Tanjung Perak Surabaya diperlukan sejumlah data yang didapat secara