PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN
VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL
Oleh
DHITA MITA ANGGRA OVIKA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN
VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL
Oleh
DHITA MITA ANGGRA OVIKA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran learning cycle
exploration, explanation, elaboration (LC 3E) pada materi asam basa dalam
me-ningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel
se-cara operasional. Metode penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan Non
Equivalent (Pretest-Postest) Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Way Jepara semester genap
ta-hun 2012-2013 dengan kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel. Hasil
pene-litian menunjukkan nilai rerata n-Gain keterampilan megendalikan variabel untuk
kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,15 dan 0,47; dan rerata n-Gain
ke-terampilan medefinisikan variabel secara operasional untuk kelas kontrol dan
eks-perimen masing-masing 0,23 dan 0,50. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, maka disimpulkan bahwa model
pem-belajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan
mendefinisikan variabel secara operasional.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ... xi
DAFTAR GAMBAR ... ... x
I. PENDAHULUAN ... ... 1
A. Latar Belakang ... ... 1
B. Rumusan Masalah ... ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... ... 5
E. Ruang Lingkup ... ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... .... 7
A. Pembelajaran Konstruktivisme ... ... 7
B. Learning Cycle 3-E ... ... 10
C. Keterampilan Proses Sains ... ... 13
D. Keterampilan Mengendalian Variabel ... ... 16
E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional ... ... 16
F. Kerangka Pemikiran ... ... 17
G. Anggapan Dasar ... ... 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 20
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 20
B. Populasi dan Sampel ... ... 20
C. Metode dan Desain Penelitian ... ... 20
D. Jenis dan Sumber Data ... ... 21
E. Variabel Penelitian ... ... 22
F. Instrumen dan Validitas Penelitian ... ... 22
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... ... 23
H. Teknik Analisis Data ... ... 25
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... . 30
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... ... 30
B. Pembahasan ... ... 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 47
A. Kesimpulan ... ... 47
B. Saran ... ... 47
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (2006) merumuskan Ilmu Pegetahuan
Alam (IPA) sebagai ilmu terkait dengan upaya mengetahui gejala alam secara
sis-tematis. IPA bukan sebatas ilmu pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
ataupun prinsip-prinsip saja, IPA juga merupakan suatu proses penemuan.
Mela-lui belajar IPA diharapkan siswa mampu untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia yang berupa fakta,
kon-sep, hukum, ataupun teori, pada hakikatnya merupakan produk dari rangkaian
ses menggunakan sikap ilmiah. Ketiga aspek kimia ini, yaitu kimia sebagai
pro-ses, produk, dan sikap ilmiah harus dipandang sama pentingnya, sehingga dalam
pembelajaran kimia tidak boleh menyampingkan proses ditemukannya konsep.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menekankan pada
pemberian pengalaman langsung melalui keterampilan proses.
Menurut Arikunto (2004) keterampilan proses adalah wawasan atau anutan
pe-ngembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang
bersum-ber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
di-maksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual dan
si-kap ilmiah siswa serta kemampuan menginterpretasi fakta untuk menemukan
kon-sep yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.
Pem-belajaran dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa
menggunakan pengetahuannya, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan
cerita tentang pengetahuan tersebut.
Departemen Pendidikan Nasional (2003) menyatakan bahwa pembelajaran di
se-kolah cenderung hanya mengajarkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan
teori-teori saja tanpa menghadirkan proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori-teori
ter-sebut sehingga kemampuan ilmiah dalam diri siswa tidak berkembang.
Akibat-nya pembelajaran kimia menjadi monoton dan kehilangan daya tarikAkibat-nya serta
le-pas relevansinya dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya menjadi obyek
pe-ngetahuan.
Rendahnya kualitas pendidikan IPA di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya
prestasi yang diraih oleh siswa-siswi Indonesia dalam ajang internasional seperti
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme
for International Student Assessment (PISA). Pada ajang TIMSS 2011 bidang
IPA, Indonesia menduduki peringkat 40 dari 42 negara, jauh di bawah Singapura
yang menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 590, sedangkan siswa
Indonesia mendapat nilai rata-rata sebesar 406, nilai ini berada di bawah standar
internasional yaitu 525. Pada ajang PISA tahun 2009 bidang literasi sains,
Indo-nesia menempati urutan 23 dari 31 negara, peringkat ini berada jauh di bawah
Indonesia memiliki nilai rata-rata 402, nilai tersebut berada jauh di bawah nilai
rata-rata Internasional yaitu 500. Soal-soal pada TIMSS dan PISA menuntut
pe-serta didik melakukan keterampilan proses sains seperti keterampilan
mengana-lisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan
proses sains siswa masih lemah.
Hal ini pun diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh beberapa
pene-liti di berbagai SMA/MA di Lampung. Dalam membelajarkan materi-materi
ki-mia guru melakukannya dengan menanamkan konsep secara verbal tanpa
memen-tingkan proses ditemukannya konsep tersebut. Demikian halnya yang terjadi di
SMA N 1 Way Jepara, dalam membelajarkan materi asam-basa misalnya, guru
masih menekankan pada konsep-konsep tertentu yang harus dihafal oleh peserta
didik tanpa melibatkan siswa untuk menemukan konsep tersebut. Akibatnya
sis-wa seringkali mengalami kesulitan untuk menghubungkan antara konsep yang
di-pelajari dengan fakta yang ada di lingkungan sekitar, sehingga siswa seolah-olah
tidak merasakan manfaat dari pembelajaran pada materi asam basa.
Situasi tersebut harus ditanggapi dengan menerapkan model pembelajaran yang
melatih keterampilan proses sains sehingga siswa termotivasi untuk belajar
per-caya diri dan kreatif sehingga terdorong untuk berpikir secara ilmiah. Salah
satu-nya adalah melalui model pembelajaran Learning Cycle (LC) 3E. LC 3E
merupa-kan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan tahapan pembelajaran
(fase) yang diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif untuk
me-nguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajan. Tahapan pembelajaran
siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan kelompoknya dalam
meng-eksplorasi pengetahuan awal, (2) fase penjelasan konsep (concept introduction/
explanation), dimana pada fase ini siswa dituntut lebih aktif untuk menemukan
suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam
fase eksplorasi, dan (3) fase penerapan konsep (concept application/elaboration),
dimana pada fase ini siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian
yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.
Diawati (2011) pernah melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa
ke-las X SMA Budaya Bandar Lampung yang hasilnya menunjukkan bahwa model
pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan
me-ngelompokkan siswa pada materi Reaksi Oksidasi dan Reduksi. Suri (2012) pun
yang melakukan hal yang sama pada siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA4 SMA
Al-Kautsar Bandarlampung dan melaporkan bahwa penerapan pembelajaran LC
3E pada materi Kesetimbangan Kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI pada semester
ge-nap adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat
larut-an dlarut-an menghitung pH larutlarut-an. Sehingga untuk mencapai kompetensi tersebut
pe-ngalaman belajar yang dapat diberikan antara lain berupa keeratan hubungan
anta-ra konsep yang dipelajari dalam pembelajaanta-ran dengan fakta-fakta dalam
kehidup-an sehari-hari sehingga dalam proses pembelajarkehidup-an siswa perlu melakukkehidup-an suatu
percobaan. Di dalam melakukan percobaan, siswa dapat dilatih bagaimana
cara-nya mengendalikan dan mendefinisikan variabel secara operasional, sebagai
di-lakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Learning Cycle 3E Pada Materi
Asam Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengendalikan Variabel Dan
Mendefinisikan Variabel Secara Operasional”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat
mening-katkan keterampilan siswa dalam mengendalikan variabel?
2. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat
mening-katkan keterampilan siswa dalam mendefinisikan variabel secara operasional?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam
mening-katkan keterampilan mengendalikan variabel.
2. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam
mening-katkan keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran
kimia, khususnya pada materi asam basa.
Memberi referensi model pembelajaran alternatif pada materi pokok
asam-basa maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memfokuskan dan menghindari perbedaan persepsi, maka dibutalah ruang
lingkup. Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Materi dalam penelitian ini adalah asam basa Arrhenius.
2. Menurut Karplus model LC 3E adalah salah satu model pembelajaran berbasis
konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu (1) fase eksplorasi (exploration);
(2) fase penjelasan konsep (explanation); (3) fase penerapan konsep
(elaboration)
3. Indikator keterampilan mengendalikan variabel adalah mampu
mengidentifika-si variabel yang mempengaruhi percobaan dan memanipulamengidentifika-si variabel bebas.
4. Indikator keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional adalah
mampu menyatakan bagaimana mengukur variabel dalam suatu percobaan.
5. Peningkatan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,
yaitu pengetahuan pada diri seseorang tidak dengan tiba-tiba, namun dibangun
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sem-pit). Pengetahuan bukanlah hanya berupa fakta-fakta, konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat, akan tetapi seseorang harus mengkonstruksi
pe-ngetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu
di-biasakan untuk memecahkan suatu permasalahan, menemukan sesuatu yang
ber-manfaat bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus
sedikit-se-dikit membangun pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir
kons-truktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat
pengetahuan. (Sagala, 2010)
Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) mengemukakan:
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kons-truksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungan-nya. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang (guru) ke kepala orang lain (siswa).
Para penganut konstruktivisme meyakini bahwa pengetahuan itu telah ada pada
diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta
yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang ditemukan oleh
sese-orang yang sedang mempelajarinya. Sesesese-orang itulah yang harus mengartikan apa
yang telah dibelajarkan dengan menyesuaikan pada pengalaman-pengalaman yang
sudah mereka dapatkan sebelumnya (Suparno, 2001). Pengalaman tidak hanya
berupa pengalaman fisik semata, namun termasuk juga pengalaman kognitif dan
pengalaman mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang
dibelajar-kan oleh gurunya memperlihatdibelajar-kan bahwa pengetahuan memang tidak dapat
dipin-dahkan begitu saja. Siswa masih harus mengkonstruksi atau minimal
menginter-pretasi pengetahuan tersebut dalam dirinya.
Paham konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
atu-ran-aturan lama dan merevisinya apabila atuatu-ran-aturan itu tidak sesuai. Teori ini
berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan
teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan
pe-maduan antara persepsi, konsep ataupun pengalaman baru dengan stuktur kognitif
diha-dapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi adalah
struktur internal yang menggunakan informasi baru, namun seseorang sering
ti-dak memadukan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya karena titi-dak
memi-liki struktur asimilasi yang cocok. Kemudian pada proses akomodasi terjadi
pe-nyesuaian stuktur kognitif terhadap kondisi atau suasana yang baru, dan pada
pro-ses ekuilibrasi terjadi penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi
dan akomodasi. Dalam perkembangan intelektual, akomodasi mempunyai arti
da-lam pengubahan struktur kognitif individu. Bila ia menyadari bahwa cara
berpi-kirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan mengorganisasikan daya
berpikir sebelumnya. Reorganisasi inilah yang menghasilkan tingkat berpikir
yang lebih tinggi (Bell, 1994).
Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal
penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual
yang dilalui seseorang terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky
menekankan pada pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky meyakini bahwa
interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan
me-ningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu pokok pemikiran yang
berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya
tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua
tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan
ting-kat perkembangan potensial. Tingting-kat perkembangan aktual untuk menentukan
fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri
hal-hal tertentu. Menurut Vygotsky setiap individu mempunyai tingkat
difung-sikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang
tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua
tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal
development (Arends dalam Septiana, 2012).
B. Learning Cycle 3E (LC 3E)
Learning Cycle (LC) merupakan suatu model pembelajarann yang berpusat pada
siswa (student centered). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan
(fa-se) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompeten-si-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan
aktif.
LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme
yang dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini
menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan
belajar yang aktif sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi dan organisasi
da-lam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan
de-ngan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi
yang dipelajari.
Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi
(exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji
prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan praktikum. Fase
penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau
da-lam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan
menga-jak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang
sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.
Karplus (Sunal,1994) “science learning should be a process of self–regulation in which the learner forms new reasoning patterns. These will result from reflection, after the pupil interacts with phenomena and with the ideas of others.”
Menurut Karplus (Sunal,1994) ada tiga siklus dalam pembelajaran.
Tahap pertama adalah eksplorasi (exploration) di mana siswa belajar dengan
sedi-kit bimbingan dari guru mengenai fenomena alam maupun gagasan yang
mengha-silkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka jawab. Pada fase kedua
dari konsep ini adalah fase penjelasan konsep (explaination) dimana konsep yang
akan dibelajarkan dijelaskan oleh guru. Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih
aktif. Yang terakhir, yaitu tahap aplikasi (elaboration), konsep diterapkan melalui
situasi baru dan memperluas jangkauan kegunaan konsep. Pada Fase ini
pembela-jaran dicapai melalui pengulangan dan praktik sehingga ada waktu untuk
mensta-bilkan gagasan baru dan pemikiran siswa.
Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) pada tahap eksplorasi, siswa diberi
kesempa-tan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam
berinterak-si dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen,
menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan
lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur
men-talnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya
pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high
Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator
kesiap-an siswa untuk menempuh fase pengenalkesiap-an konsep (explkesiap-anation).
Fase kedua yaitu fase penjelasan konsep (explanation), pada fase ini diharapkan
terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki
siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada
fase terakhir, yakni penerapan konsep (elaboration), siswa diajak menerapkan
pe-mahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti melakukan
per-cobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep
dan motivasi belajar karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang
mereka pelajari.
Kegiatan dalam tiap fase LC 3E mewadahi siswa untuk secara aktif membangun
konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik
mau-pun sosial.
Hudojo (2001) mengemukakan bahwa:
Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:
1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa,
2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Infor-masi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu,
3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.
Menurut Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa
model pembelajaran LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di
se-kolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan
nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini
memper-luas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan
pem-belajaran. Sedangkan bila ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi
ini memberi keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi dan
di-perkirakan menurut Soebagio dalam Kamdi (2007) sebagai berikut:
1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan
me-laksanakan proses pembelajaran
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
ren-cana dan melaksanakan pembelajaran.
C. Keterampilan Proses Sains
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh yakni IPA sebagai proses,
pro-duk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan keterampilan proses sains.
Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah semua keterampilan yang terlibat pada
Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya pro-ses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain ber-kaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.
Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang
diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan
pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (2009):
Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penam-pilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan pe-nanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.
Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah
dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):
“Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. “
Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada
diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan
un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut
pen-dapat Moejiono dan Dimyati (2006) keterampilan proses sains dibagi menjadi dua
antara lain:
menginterpre-tasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan dan menyimpulkan.
2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubu-ngan antar variabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel se-cara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidi-kan/percobaan. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains terintegrasi Keterampilan
Terpadu Indikator
Merumuskan masalah
Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah.
Mengidentifikasi variabel
Mampu mengidentifikasi semua variabel yang digu-nakan dalam percobaan.
Mendeskripsikan hubungan antar variabel
Mampu mendeskripsikan hubungan antar variabel yang digunakan dalam percobaan
Mengendalikan variabel
Mampu mengidentifikasi variabel yang mempenga-ruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi memanipulasi variabel bebas.
Mendefinisikan variabel secara operasional
Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.
Memperoleh dan menyajikan data
Mampu menyajikan data hasil percobaan dalam ben-tuk tabel, grafik, gambar dan bagan.
Menganalisis data Mampu menganalisis data dari tabel, bagan maupun grafik.
Merumuskan hipotesis
Mampu merumuskan hipotesis berdasarkan permasa-lahan yang telah diberikan
Merancang percobaan/peneliti an
Mampu merancang sebuah percobaan
Melakukan Eksperimen
Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara ope-rasional
D. Keterampilan Mengendalikan Variabel
Menurut Singarimbun (Moejiono dan Dimyati, 2006) variabel adalah suatu
besar-an ybesar-ang dapat bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu. Dalam
peneliti-an ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel ypeneliti-ang penting, yaitu variabel mpeneliti-anipula-
manipula-si, variabel respon, dan variabel kontrol. Variabel yang secara sengaja diubah
disebut variabel manipulasi. Variabel yang berubah sebagai akibat
pemanipulasi-an variabel mpemanipulasi-anipulasi disebut variabel respon.
Di samping variabel manipulasi, terdapat banyak faktor yang dapat
mempengaru-hi hasil suatu percobaan atau eksperimen. Dalam suatu eksperimen, kita ingin
da-pat mengatakan bahwa variabel manipulasi adalah satu-satunya variabel yang
ber-pengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu, harus yakin bahwa faktor
la-in yang dapat memiliki suatu pengaruh dicegah untuk memberikan pengaruh.
Va-riabel yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi dijaga agar tidak
mem-berikan pengaruh disebut variabel kontrol. Eksperimen yang dilakukan dengan
pengontrolan variabel seperti itu dapat disebut prosedur eksperimen yang benar.
Jadi mengontrol variabel berarti memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu
percobaan adalah tetap sama kecuali satu faktor (Tim PLPG Universitas Negeri
Makassar, 2010).
E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional
Menurut Moejiono dan Dimyati (2006) mendefinisikan variabel secara
operasio-nal adalah perumusan suatu definisi yang berdasarkan pada apa yang mereka
laku-kan atau apa yang mereka amati. Suatu definisi operasional mengatalaku-kan
keja-dian itu. Mendefenisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan
tindakan apa yang dilakukan dan penga-matan apa yang akan dicatat.
F. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran melalui LC 3E, terutama dalam membelajarkan materi asam basa,
merupakan pembelajaran siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri
pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan melalui arahan dan
bimbing-an guru. Model pembelajarbimbing-an ini memiliki tiga lbimbing-angkah sederhbimbing-ana, yaitu fase
eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase
penerap-an konsep (elaboration). Fase eksplorasi siswa diberi kesempatpenerap-an untuk
menga-mati pada saat melakukan percobaan, mengamenga-mati data-data larutan asam dan basa
pada kehidupan sehari-hari dan yang ada di laboratorium yang mengarahkan
sis-wa untuk berfikir lebih lanjut dan mengakibatkan timbulnya
pertanyaan-pertanya-an dari dalam diri siswa ypertanyaan-pertanya-ang tidak bisa dijawabnya. Pertpertanyaan-pertanya-anyapertanyaan-pertanya-an-pertpertanyaan-pertanya-anyapertanyaan-pertanya-an ini
menandakan kesiapan siswa untuk menempuh fase penjelasan konsep. Fase
pen-jelasan konsep (explaination), pada fase ini berdasarkan data-data larutan asam
basa menurut Arrhenius dan data-data derajat keasaman dari beberapa larutan
asam dan basa, selanjutnya siswa dibimbing untuk menggolongkan larutan asam
basa menurut Arrhenius dan siswa diminta untuk menemukan konsep pH dan
pOH serta hubungan antara pH, pOH dan pKw. Pada fase penerapan konsep
(elaboration), siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang
lain, misalnya menghitung pH beberapa larutan yang konsentrasinya sudah
dike-tahui dan menentukan sifat suatu larutan berdasarkan hasil percobaan yang
Melalui pembelajaran dengan menggunakan LC 3E, siswa diajak mencari tahu
jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat
mela-tihkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara
operasional kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam keterampilan poses
sains terintegrasi. Keterampilan Proses Sains Terintegrasi merupakan bagian dari
keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains terintegrasi dimaksudkan
untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan
berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan
kemampu-an siswa untuk menemukkemampu-an dkemampu-an mengembkemampu-angkkemampu-an fakta, konsep, dkemampu-an prinsip ilmu
atau pengetahuan. Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman
belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu
memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga
mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan
menerapkan pada kehidupan. Dengan berpikir apabila pembelajaran seperti ini
diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat
meningkat-kan kemampuan mengendalimeningkat-kan variabel dan mendefinisimeningkat-kan variabel secara
ope-rasional.
G. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 yang menjadi
subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam
2. Perbedaan kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel
secara operasional materi asam basa semata-mata karena perbedaan perlakuan
dalam proses pembelajaran; dan
3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kemampuan
mengendali-kan variabel dan mendefinisimengendali-kan variabel secara operasional materi asam basa
siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 diabaikan.
H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran materi asam basa melalui
mo-del pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan kemampuan mengendalikan variabel
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur
pada bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way
Jepara Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 124 siswa dan tersebar dalam
empat kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 30 sampai 32 siswa.
Selanjut-nya dari populasi tersebut diambil sebaSelanjut-nyak dua kelas untuk dijadikan sampel
pe-nelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 3 yang akan
di-beri perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Non
Eqiuvalent (Pretest-Posttest) Control Group Design (Creswell, 1997) dengan
urutan kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Desain penelitian
Pretes Perlakuan Postes
Kelas eksperimen O1 X1 O2
Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan,
O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, X1 adalah perlakuan
berupa model pembelajaran LC 3E.
Dalam proses pengambilan sampel, peneliti ingin mendapatkan kelas dengan
tingkat keterampilan mengendaliakan dan mendefinisikan variabel secara
opera-sional yang sama, maka peneliti memilih teknik purposive sampling. Purposive
sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu
per-timbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009).
Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang
studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk
menen-tukan dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama dan peneliti mendapatkan
kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel penelitian. Kelas XI IPA 3 sebagai
kelas eksperimen yang mengalami pembelajaran melalui model LC 3E, sedangkan
kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data hasil tes
me-ngendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional sebelum
pe-nerapan pembelajaran (pretes) dan hasil tes mengendalikan variabel dan
mendefi-nisikan variabel secara operasional setelah penerapan pembelajaran (postes). Data
ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas
E. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai
variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model
pembela-jaran LC 3E. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan proses sains terintegrasi
(keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara
opera-sional) pada materi pokok asam basa.
F. Instrumen dan Validitas Penelitian 1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:
a. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggunakan model pembelajaran LC 3E.
b. Pemetaan SK/KD, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
c. Kisi-kisi soal, soal pretes dan postes yang dapat melatih siswa untuk
mening-katkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel
se-cara operasional yang berjumlah masing-masing 4 soal uraian.
2. Validitas Instrumen
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, instrumen soal yang
diguna-kan harus valid, bersifat reliabel atau ajeg, dapat membedadiguna-kan kelompok atas dan
kelompok bawah, serta memiliki taraf kesukaran yang tidak terlalu mudah dan
ju-ga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen
yang akan digunakan. Dalam konteks pengujian instrumen dapat dilakukan
Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal
ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara
tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instru-men dianggap valid untuk digunakan dalam instru-mengumpulkan data sesuai
kepen-tingan penelitian yang bersangkutan.
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Observasi Pendahuluan
Tujuan observasi pendahuluan:
a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMAN 1 Way Jepara untuk
melaksana-kan penelitian.
b. Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan
karakteris-tik materi yang cocok untuk diterapkan model pembelajaran LC 3E.
c. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan, peneliti menyusun analisis konsep, silabus, Rencana
Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretes dan postes.
b. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah
(1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi asam basa
mo-del pembelajaran LC 3E diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran
konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan postes dengan
soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; dan (4) melakukan
tabulasi dan analisis data.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
[image:30.595.116.502.267.629.2]di bawah ini:
Gambar 1.1 Prosedur pelaksanaan penelitian
Mempersiapkan instrumen dan perangkat pembelajaran Menentukan Populasi dan Sampel
Kelas Eksperimen Pretest Kelas Kontrol
Posttest Pembelajaran konvensional
Pembelajaran LC 3E
Analisis Data
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan
untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
a. Perhitungan Nilai Siswa
Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan mengendalikan variabel dan
keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional dirumuskan sebagai
berikut: 100 x maksimal skor Jumlah diperoleh yang jawaban skor Jumlah siswa Nilai
Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang
selanjut-nya digunakan pengujian hipotesis.
b. Perhitungan n-Gain
Untuk mengetahui keterampilan mengendalikan variabel dan keterampilan
men-definisikan variabel secara operasional pada materi pokok asam basa antara model
pembelajaran LC 3E dengan pembelajaran konvensional, maka dilakukan analisis
skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui
peningkat-an nilai pretes dpeningkat-an postes dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake
(1999) adalah sebagai berikut:
2. Pengujian hipotesis a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal
dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak . Adapun hipotesis untuk uji
normalitas adalah sebagai berikut.
Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal
Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan
Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2
tabel dengan taraf signifikan 5%
dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005)
b. Uji homogenitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas yang dibandingkan
me-miliki nilai rata-rata dan varians identik.
Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah:
H0: σ12 = σ22 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homo-gen.
H1: σ12 ≠ σ22 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen.
Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji
dengan
Keterangan:
S = simpangan baku x = n-Gain siswa
= rata-rata n-Gain n = jumlah siswa
Dengan kriteria uji adalah terima jika < pada taraf nyata 5%
(Sudjana, 2005).
c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik,
hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis
al-ternatif (H1) sehingga rumusan hipotesis menjadi:
a. Hipotesis satu (keterampilan mengendalikan variabel)
H0 : µ1x≤ µ2x
H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi
pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran
LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan
mengen-dalikan variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.
H1 : µ1x> µ2x
H1 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi
pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran
LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan
b. Hipotesis dua (keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional)
H0 : µ1y≤ µ2y
H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional
siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui
model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain
keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan
pembelajaran konvensional.
H1 : µ1y> µ2y
H1 :Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional
siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui
model pembelajaran LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain
keteram-pilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan pembelajaran
konvensional.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata n-Gain(x,y) pada materi asam basa yang diterapkan melalui model pembelajaran LC 3E
µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam basa yang diterapkan pembelajaran konvensional
x : keterampilan mengendalikan variabel
y : keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional
Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena
kedua varians kelas sampel homogen (σ12= σ22
), maka uji yang dilakukan
menggunakan rumus yang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut :
Keterangan: t = Koefisien t
1
x = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mende-finisikan variabel secara operasioanal kelas eksperimen
2
x = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mendefi-nisikan variabel secara operasioanal kelas kontrol
2 1
s = Varians kelas eksperimen
2 2
s = Varians kelas kontrol
2
s = Varians kedua kelas
1
n = Jumlah sampel kelas eksperimen
2
n = Jumlah sampel kelas kontrol
dengan kriteria pengujian terima Ho jika t t1 - dan tolak Ho jika mempunyai
harga-harga lain.
Langkah selanjutnya, yaitu mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan
level signifikan 0,05 dan dk n1 n2 -2 untuk 22
2
1 , kemudian
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.
Bell, G.M.E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.
Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Diawati, C. 2011. Efektivitas Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Konsep Reaksi Oksidasi Reduksi untuk Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Mengelompokkan. Seminar Nasional Pendidikan MIPA. Unila
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Fadiawati, N. dan Chansyanah D. 2011. The Problem-Based Learning Model to Incrase Students Skills in Communication, Classification, and Comprehension of Acid-Base Concepts. Seminar Nasional Pendidikan. Unila
Fajaroh, F. dan I W. Dasna. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar. September 2007. FMIPA UM. 10 Desember 2012 (online)
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Herman, Heni. 2010. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa dan Penguasaan Konsep Materi Asam Basa Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT Refika Aditama. Bandung.
Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkaat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Bandung.
Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran problem solving pada Materi Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi pada Siswa. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung
Sunal, D. W. The Learning Cycle: A Comparison of Models of Strategies for Conceptual Reconstruction: A Review of the Literature. - - -.Desembe 2012.
http://astlc.ua.edu/ScienceInElem&MiddleSchool/565LearningCycle-ComparingModels.htm. 3 September 2011.
Suparno, A. S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Suri, F.I. 2011. Efektifitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Interpretasi Siswa XI IPA SMA Al-Kautsar. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.
Tim Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.