• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN

VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL

Oleh

DHITA MITA ANGGRA OVIKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGENDALIKAN

VARIABEL DAN MENDEFINISIKAN VARIABEL SECARA OPERASIONAL

Oleh

DHITA MITA ANGGRA OVIKA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran learning cycle

exploration, explanation, elaboration (LC 3E) pada materi asam basa dalam

me-ningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel

se-cara operasional. Metode penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan Non

Equivalent (Pretest-Postest) Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Way Jepara semester genap

ta-hun 2012-2013 dengan kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel. Hasil

pene-litian menunjukkan nilai rerata n-Gain keterampilan megendalikan variabel untuk

kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,15 dan 0,47; dan rerata n-Gain

ke-terampilan medefinisikan variabel secara operasional untuk kelas kontrol dan

eks-perimen masing-masing 0,23 dan 0,50. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, maka disimpulkan bahwa model

pem-belajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan mengendalikan variabel dan

mendefinisikan variabel secara operasional.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR GAMBAR ... ... x

I. PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... ... 5

E. Ruang Lingkup ... ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... .... 7

A. Pembelajaran Konstruktivisme ... ... 7

B. Learning Cycle 3-E ... ... 10

C. Keterampilan Proses Sains ... ... 13

D. Keterampilan Mengendalian Variabel ... ... 16

E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional ... ... 16

F. Kerangka Pemikiran ... ... 17

G. Anggapan Dasar ... ... 18

(6)

III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 20

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 20

B. Populasi dan Sampel ... ... 20

C. Metode dan Desain Penelitian ... ... 20

D. Jenis dan Sumber Data ... ... 21

E. Variabel Penelitian ... ... 22

F. Instrumen dan Validitas Penelitian ... ... 22

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... ... 23

H. Teknik Analisis Data ... ... 25

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... . 30

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... ... 30

B. Pembahasan ... ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 47

A. Kesimpulan ... ... 47

B. Saran ... ... 47

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (2006) merumuskan Ilmu Pegetahuan

Alam (IPA) sebagai ilmu terkait dengan upaya mengetahui gejala alam secara

sis-tematis. IPA bukan sebatas ilmu pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

ataupun prinsip-prinsip saja, IPA juga merupakan suatu proses penemuan.

Mela-lui belajar IPA diharapkan siswa mampu untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia yang berupa fakta,

kon-sep, hukum, ataupun teori, pada hakikatnya merupakan produk dari rangkaian

ses menggunakan sikap ilmiah. Ketiga aspek kimia ini, yaitu kimia sebagai

pro-ses, produk, dan sikap ilmiah harus dipandang sama pentingnya, sehingga dalam

pembelajaran kimia tidak boleh menyampingkan proses ditemukannya konsep.

Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menekankan pada

pemberian pengalaman langsung melalui keterampilan proses.

Menurut Arikunto (2004) keterampilan proses adalah wawasan atau anutan

pe-ngembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang

bersum-ber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya

(8)

di-maksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual dan

si-kap ilmiah siswa serta kemampuan menginterpretasi fakta untuk menemukan

kon-sep yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

Pem-belajaran dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa

menggunakan pengetahuannya, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan

cerita tentang pengetahuan tersebut.

Departemen Pendidikan Nasional (2003) menyatakan bahwa pembelajaran di

se-kolah cenderung hanya mengajarkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan

teori-teori saja tanpa menghadirkan proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori-teori

ter-sebut sehingga kemampuan ilmiah dalam diri siswa tidak berkembang.

Akibat-nya pembelajaran kimia menjadi monoton dan kehilangan daya tarikAkibat-nya serta

le-pas relevansinya dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya menjadi obyek

pe-ngetahuan.

Rendahnya kualitas pendidikan IPA di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya

prestasi yang diraih oleh siswa-siswi Indonesia dalam ajang internasional seperti

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme

for International Student Assessment (PISA). Pada ajang TIMSS 2011 bidang

IPA, Indonesia menduduki peringkat 40 dari 42 negara, jauh di bawah Singapura

yang menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 590, sedangkan siswa

Indonesia mendapat nilai rata-rata sebesar 406, nilai ini berada di bawah standar

internasional yaitu 525. Pada ajang PISA tahun 2009 bidang literasi sains,

Indo-nesia menempati urutan 23 dari 31 negara, peringkat ini berada jauh di bawah

(9)

Indonesia memiliki nilai rata-rata 402, nilai tersebut berada jauh di bawah nilai

rata-rata Internasional yaitu 500. Soal-soal pada TIMSS dan PISA menuntut

pe-serta didik melakukan keterampilan proses sains seperti keterampilan

mengana-lisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan

proses sains siswa masih lemah.

Hal ini pun diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh beberapa

pene-liti di berbagai SMA/MA di Lampung. Dalam membelajarkan materi-materi

ki-mia guru melakukannya dengan menanamkan konsep secara verbal tanpa

memen-tingkan proses ditemukannya konsep tersebut. Demikian halnya yang terjadi di

SMA N 1 Way Jepara, dalam membelajarkan materi asam-basa misalnya, guru

masih menekankan pada konsep-konsep tertentu yang harus dihafal oleh peserta

didik tanpa melibatkan siswa untuk menemukan konsep tersebut. Akibatnya

sis-wa seringkali mengalami kesulitan untuk menghubungkan antara konsep yang

di-pelajari dengan fakta yang ada di lingkungan sekitar, sehingga siswa seolah-olah

tidak merasakan manfaat dari pembelajaran pada materi asam basa.

Situasi tersebut harus ditanggapi dengan menerapkan model pembelajaran yang

melatih keterampilan proses sains sehingga siswa termotivasi untuk belajar

per-caya diri dan kreatif sehingga terdorong untuk berpikir secara ilmiah. Salah

satu-nya adalah melalui model pembelajaran Learning Cycle (LC) 3E. LC 3E

merupa-kan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan tahapan pembelajaran

(fase) yang diatur sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif untuk

me-nguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajan. Tahapan pembelajaran

(10)

siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan kelompoknya dalam

meng-eksplorasi pengetahuan awal, (2) fase penjelasan konsep (concept introduction/

explanation), dimana pada fase ini siswa dituntut lebih aktif untuk menemukan

suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam

fase eksplorasi, dan (3) fase penerapan konsep (concept application/elaboration),

dimana pada fase ini siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian

yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.

Diawati (2011) pernah melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa

ke-las X SMA Budaya Bandar Lampung yang hasilnya menunjukkan bahwa model

pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan

me-ngelompokkan siswa pada materi Reaksi Oksidasi dan Reduksi. Suri (2012) pun

yang melakukan hal yang sama pada siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA4 SMA

Al-Kautsar Bandarlampung dan melaporkan bahwa penerapan pembelajaran LC

3E pada materi Kesetimbangan Kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI pada semester

ge-nap adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat

larut-an dlarut-an menghitung pH larutlarut-an. Sehingga untuk mencapai kompetensi tersebut

pe-ngalaman belajar yang dapat diberikan antara lain berupa keeratan hubungan

anta-ra konsep yang dipelajari dalam pembelajaanta-ran dengan fakta-fakta dalam

kehidup-an sehari-hari sehingga dalam proses pembelajarkehidup-an siswa perlu melakukkehidup-an suatu

percobaan. Di dalam melakukan percobaan, siswa dapat dilatih bagaimana

cara-nya mengendalikan dan mendefinisikan variabel secara operasional, sebagai

(11)

di-lakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Learning Cycle 3E Pada Materi

Asam Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengendalikan Variabel Dan

Mendefinisikan Variabel Secara Operasional”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat

mening-katkan keterampilan siswa dalam mengendalikan variabel?

2. Bagaimana model pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dapat

mening-katkan keterampilan siswa dalam mendefinisikan variabel secara operasional?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam

mening-katkan keterampilan mengendalikan variabel.

2. Mendeskripsikan pembelajaran LC 3E pada materi asam basa dalam

mening-katkan keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Siswa

Mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi dasar pada pembelajaran

kimia, khususnya pada materi asam basa.

(12)

Memberi referensi model pembelajaran alternatif pada materi pokok

asam-basa maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan dan menghindari perbedaan persepsi, maka dibutalah ruang

lingkup. Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Materi dalam penelitian ini adalah asam basa Arrhenius.

2. Menurut Karplus model LC 3E adalah salah satu model pembelajaran berbasis

konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu (1) fase eksplorasi (exploration);

(2) fase penjelasan konsep (explanation); (3) fase penerapan konsep

(elaboration)

3. Indikator keterampilan mengendalikan variabel adalah mampu

mengidentifika-si variabel yang mempengaruhi percobaan dan memanipulamengidentifika-si variabel bebas.

4. Indikator keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional adalah

mampu menyatakan bagaimana mengukur variabel dalam suatu percobaan.

5. Peningkatan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan

(13)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

yaitu pengetahuan pada diri seseorang tidak dengan tiba-tiba, namun dibangun

sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

(sem-pit). Pengetahuan bukanlah hanya berupa fakta-fakta, konsep atau kaidah yang

siap untuk diambil dan diingat, akan tetapi seseorang harus mengkonstruksi

pe-ngetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu

di-biasakan untuk memecahkan suatu permasalahan, menemukan sesuatu yang

ber-manfaat bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus

sedikit-se-dikit membangun pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir

kons-truktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat

pengetahuan. (Sagala, 2010)

Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) mengemukakan:

(14)

fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kons-truksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungan-nya. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang (guru) ke kepala orang lain (siswa).

Para penganut konstruktivisme meyakini bahwa pengetahuan itu telah ada pada

diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta

yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang ditemukan oleh

sese-orang yang sedang mempelajarinya. Sesesese-orang itulah yang harus mengartikan apa

yang telah dibelajarkan dengan menyesuaikan pada pengalaman-pengalaman yang

sudah mereka dapatkan sebelumnya (Suparno, 2001). Pengalaman tidak hanya

berupa pengalaman fisik semata, namun termasuk juga pengalaman kognitif dan

pengalaman mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang

dibelajar-kan oleh gurunya memperlihatdibelajar-kan bahwa pengetahuan memang tidak dapat

dipin-dahkan begitu saja. Siswa masih harus mengkonstruksi atau minimal

menginter-pretasi pengetahuan tersebut dalam dirinya.

Paham konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

atu-ran-aturan lama dan merevisinya apabila atuatu-ran-aturan itu tidak sesuai. Teori ini

berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan

teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak

dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan

pe-maduan antara persepsi, konsep ataupun pengalaman baru dengan stuktur kognitif

(15)

diha-dapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting untuk terjadinya asimilasi adalah

struktur internal yang menggunakan informasi baru, namun seseorang sering

ti-dak memadukan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya karena titi-dak

memi-liki struktur asimilasi yang cocok. Kemudian pada proses akomodasi terjadi

pe-nyesuaian stuktur kognitif terhadap kondisi atau suasana yang baru, dan pada

pro-ses ekuilibrasi terjadi penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi

dan akomodasi. Dalam perkembangan intelektual, akomodasi mempunyai arti

da-lam pengubahan struktur kognitif individu. Bila ia menyadari bahwa cara

berpi-kirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan mengorganisasikan daya

berpikir sebelumnya. Reorganisasi inilah yang menghasilkan tingkat berpikir

yang lebih tinggi (Bell, 1994).

Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal

penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual

yang dilalui seseorang terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky

menekankan pada pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky meyakini bahwa

interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan

me-ningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu pokok pemikiran yang

berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya

tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua

tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan

ting-kat perkembangan potensial. Tingting-kat perkembangan aktual untuk menentukan

fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri

hal-hal tertentu. Menurut Vygotsky setiap individu mempunyai tingkat

(16)

difung-sikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang

tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua

tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal

development (Arends dalam Septiana, 2012).

B. Learning Cycle 3E (LC 3E)

Learning Cycle (LC) merupakan suatu model pembelajarann yang berpusat pada

siswa (student centered). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

(fa-se) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai

kompeten-si-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan

aktif.

LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme

yang dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini

menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan

belajar yang aktif sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi dan organisasi

da-lam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan

de-ngan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi

yang dipelajari.

Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi

(exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam

kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji

prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan praktikum. Fase

penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau

(17)

da-lam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan

menga-jak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang

sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.

Karplus (Sunal,1994) “science learning should be a process of self–regulation in which the learner forms new reasoning patterns. These will result from reflection, after the pupil interacts with phenomena and with the ideas of others.”

Menurut Karplus (Sunal,1994) ada tiga siklus dalam pembelajaran.

Tahap pertama adalah eksplorasi (exploration) di mana siswa belajar dengan

sedi-kit bimbingan dari guru mengenai fenomena alam maupun gagasan yang

mengha-silkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka jawab. Pada fase kedua

dari konsep ini adalah fase penjelasan konsep (explaination) dimana konsep yang

akan dibelajarkan dijelaskan oleh guru. Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih

aktif. Yang terakhir, yaitu tahap aplikasi (elaboration), konsep diterapkan melalui

situasi baru dan memperluas jangkauan kegunaan konsep. Pada Fase ini

pembela-jaran dicapai melalui pengulangan dan praktik sehingga ada waktu untuk

mensta-bilkan gagasan baru dan pemikiran siswa.

Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) pada tahap eksplorasi, siswa diberi

kesempa-tan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam

berinterak-si dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen,

menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan

lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur

men-talnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya

pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high

(18)

Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator

kesiap-an siswa untuk menempuh fase pengenalkesiap-an konsep (explkesiap-anation).

Fase kedua yaitu fase penjelasan konsep (explanation), pada fase ini diharapkan

terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki

siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang

membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada

fase terakhir, yakni penerapan konsep (elaboration), siswa diajak menerapkan

pe-mahaman konsepnya melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti melakukan

per-cobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep

dan motivasi belajar karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang

mereka pelajari.

Kegiatan dalam tiap fase LC 3E mewadahi siswa untuk secara aktif membangun

konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik

mau-pun sosial.

Hudojo (2001) mengemukakan bahwa:

Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:

1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa,

2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Infor-masi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu,

3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.

(19)

Menurut Cohen dan Clough dalam Fajaroh dan Dasna (2007) menyatakan bahwa

model pembelajaran LC 3E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di

se-kolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan

nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini

memper-luas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan

pem-belajaran. Sedangkan bila ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi

ini memberi keuntungan sebagai berikut :

1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran.

2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah peserta didik.

3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi dan

di-perkirakan menurut Soebagio dalam Kamdi (2007) sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran

2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan

me-laksanakan proses pembelajaran

3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi

4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

ren-cana dan melaksanakan pembelajaran.

C. Keterampilan Proses Sains

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh yakni IPA sebagai proses,

pro-duk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan keterampilan proses sains.

Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah semua keterampilan yang terlibat pada

(20)

Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pem-belajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya pro-ses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain ber-kaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang

diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan

pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (2009):

Pendekatan keterampilan proses lebih cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penam-pilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja. (6) guru memberikan penguatan materi dan pe-nanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.

Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan

siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah

dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):

“Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan

pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa. “

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada

diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan

un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut

pen-dapat Moejiono dan Dimyati (2006) keterampilan proses sains dibagi menjadi dua

antara lain:

(21)

menginterpre-tasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan dan menyimpulkan.

2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubu-ngan antar variabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel se-cara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidi-kan/percobaan. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains terintegrasi Keterampilan

Terpadu Indikator

Merumuskan masalah

Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah.

Mengidentifikasi variabel

Mampu mengidentifikasi semua variabel yang digu-nakan dalam percobaan.

Mendeskripsikan hubungan antar variabel

Mampu mendeskripsikan hubungan antar variabel yang digunakan dalam percobaan

Mengendalikan variabel

Mampu mengidentifikasi variabel yang mempenga-ruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi memanipulasi variabel bebas.

Mendefinisikan variabel secara operasional

Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.

Memperoleh dan menyajikan data

Mampu menyajikan data hasil percobaan dalam ben-tuk tabel, grafik, gambar dan bagan.

Menganalisis data Mampu menganalisis data dari tabel, bagan maupun grafik.

Merumuskan hipotesis

Mampu merumuskan hipotesis berdasarkan permasa-lahan yang telah diberikan

Merancang percobaan/peneliti an

Mampu merancang sebuah percobaan

Melakukan Eksperimen

Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara ope-rasional

(22)

D. Keterampilan Mengendalikan Variabel

Menurut Singarimbun (Moejiono dan Dimyati, 2006) variabel adalah suatu

besar-an ybesar-ang dapat bervariasi atau berubah pada suatu situasi tertentu. Dalam

peneliti-an ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel ypeneliti-ang penting, yaitu variabel mpeneliti-anipula-

manipula-si, variabel respon, dan variabel kontrol. Variabel yang secara sengaja diubah

disebut variabel manipulasi. Variabel yang berubah sebagai akibat

pemanipulasi-an variabel mpemanipulasi-anipulasi disebut variabel respon.

Di samping variabel manipulasi, terdapat banyak faktor yang dapat

mempengaru-hi hasil suatu percobaan atau eksperimen. Dalam suatu eksperimen, kita ingin

da-pat mengatakan bahwa variabel manipulasi adalah satu-satunya variabel yang

ber-pengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu, harus yakin bahwa faktor

la-in yang dapat memiliki suatu pengaruh dicegah untuk memberikan pengaruh.

Va-riabel yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, tetapi dijaga agar tidak

mem-berikan pengaruh disebut variabel kontrol. Eksperimen yang dilakukan dengan

pengontrolan variabel seperti itu dapat disebut prosedur eksperimen yang benar.

Jadi mengontrol variabel berarti memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu

percobaan adalah tetap sama kecuali satu faktor (Tim PLPG Universitas Negeri

Makassar, 2010).

E. Keterampilan Mendefinisikan Variabel Secara Operasional

Menurut Moejiono dan Dimyati (2006) mendefinisikan variabel secara

operasio-nal adalah perumusan suatu definisi yang berdasarkan pada apa yang mereka

laku-kan atau apa yang mereka amati. Suatu definisi operasional mengatalaku-kan

(23)

keja-dian itu. Mendefenisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan

tindakan apa yang dilakukan dan penga-matan apa yang akan dicatat.

F. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran melalui LC 3E, terutama dalam membelajarkan materi asam basa,

merupakan pembelajaran siklus belajar mengharuskan siswa membangun sendiri

pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan melalui arahan dan

bimbing-an guru. Model pembelajarbimbing-an ini memiliki tiga lbimbing-angkah sederhbimbing-ana, yaitu fase

eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase

penerap-an konsep (elaboration). Fase eksplorasi siswa diberi kesempatpenerap-an untuk

menga-mati pada saat melakukan percobaan, mengamenga-mati data-data larutan asam dan basa

pada kehidupan sehari-hari dan yang ada di laboratorium yang mengarahkan

sis-wa untuk berfikir lebih lanjut dan mengakibatkan timbulnya

pertanyaan-pertanya-an dari dalam diri siswa ypertanyaan-pertanya-ang tidak bisa dijawabnya. Pertpertanyaan-pertanya-anyapertanyaan-pertanya-an-pertpertanyaan-pertanya-anyapertanyaan-pertanya-an ini

menandakan kesiapan siswa untuk menempuh fase penjelasan konsep. Fase

pen-jelasan konsep (explaination), pada fase ini berdasarkan data-data larutan asam

basa menurut Arrhenius dan data-data derajat keasaman dari beberapa larutan

asam dan basa, selanjutnya siswa dibimbing untuk menggolongkan larutan asam

basa menurut Arrhenius dan siswa diminta untuk menemukan konsep pH dan

pOH serta hubungan antara pH, pOH dan pKw. Pada fase penerapan konsep

(elaboration), siswa diajak untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang

lain, misalnya menghitung pH beberapa larutan yang konsentrasinya sudah

dike-tahui dan menentukan sifat suatu larutan berdasarkan hasil percobaan yang

(24)

Melalui pembelajaran dengan menggunakan LC 3E, siswa diajak mencari tahu

jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat

mela-tihkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara

operasional kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam keterampilan poses

sains terintegrasi. Keterampilan Proses Sains Terintegrasi merupakan bagian dari

keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains terintegrasi dimaksudkan

untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan

berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan

kemampu-an siswa untuk menemukkemampu-an dkemampu-an mengembkemampu-angkkemampu-an fakta, konsep, dkemampu-an prinsip ilmu

atau pengetahuan. Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman

belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu

memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga

mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan

menerapkan pada kehidupan. Dengan berpikir apabila pembelajaran seperti ini

diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat

meningkat-kan kemampuan mengendalimeningkat-kan variabel dan mendefinisimeningkat-kan variabel secara

ope-rasional.

G. Anggapan Dasar

Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 yang menjadi

subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam

(25)

2. Perbedaan kemampuan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel

secara operasional materi asam basa semata-mata karena perbedaan perlakuan

dalam proses pembelajaran; dan

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kemampuan

mengendali-kan variabel dan mendefinisimengendali-kan variabel secara operasional materi asam basa

siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way Jepara Tahun 2012-2013 diabaikan.

H. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran materi asam basa melalui

mo-del pembelajaran LC 3E dapat meningkatkan kemampuan mengendalikan variabel

(26)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur

pada bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way

Jepara Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 124 siswa dan tersebar dalam

empat kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 30 sampai 32 siswa.

Selanjut-nya dari populasi tersebut diambil sebaSelanjut-nyak dua kelas untuk dijadikan sampel

pe-nelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 3 yang akan

di-beri perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Non

Eqiuvalent (Pretest-Posttest) Control Group Design (Creswell, 1997) dengan

urutan kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Desain penelitian

Pretes Perlakuan Postes

Kelas eksperimen O1 X1 O2

(27)

Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan,

O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, X1 adalah perlakuan

berupa model pembelajaran LC 3E.

Dalam proses pengambilan sampel, peneliti ingin mendapatkan kelas dengan

tingkat keterampilan mengendaliakan dan mendefinisikan variabel secara

opera-sional yang sama, maka peneliti memilih teknik purposive sampling. Purposive

sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu

per-timbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau

sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Syaodih, 2009).

Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang

studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk

menen-tukan dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama dan peneliti mendapatkan

kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 sebagai sampel penelitian. Kelas XI IPA 3 sebagai

kelas eksperimen yang mengalami pembelajaran melalui model LC 3E, sedangkan

kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data hasil tes

me-ngendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara operasional sebelum

pe-nerapan pembelajaran (pretes) dan hasil tes mengendalikan variabel dan

mendefi-nisikan variabel secara operasional setelah penerapan pembelajaran (postes). Data

ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas

(28)

E. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai

variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model

pembela-jaran LC 3E. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan proses sains terintegrasi

(keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel secara

opera-sional) pada materi pokok asam basa.

F. Instrumen dan Validitas Penelitian 1. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:

a. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggunakan model pembelajaran LC 3E.

b. Pemetaan SK/KD, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

c. Kisi-kisi soal, soal pretes dan postes yang dapat melatih siswa untuk

mening-katkan keterampilan mengendalikan variabel dan mendefinisikan variabel

se-cara operasional yang berjumlah masing-masing 4 soal uraian.

2. Validitas Instrumen

Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, instrumen soal yang

diguna-kan harus valid, bersifat reliabel atau ajeg, dapat membedadiguna-kan kelompok atas dan

kelompok bawah, serta memiliki taraf kesukaran yang tidak terlalu mudah dan

ju-ga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen

yang akan digunakan. Dalam konteks pengujian instrumen dapat dilakukan

(29)

Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal

ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara

tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.

Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa

instru-men dianggap valid untuk digunakan dalam instru-mengumpulkan data sesuai

kepen-tingan penelitian yang bersangkutan.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:

1. Observasi Pendahuluan

Tujuan observasi pendahuluan:

a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMAN 1 Way Jepara untuk

melaksana-kan penelitian.

b. Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan

karakteris-tik materi yang cocok untuk diterapkan model pembelajaran LC 3E.

c. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan, peneliti menyusun analisis konsep, silabus, Rencana

Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretes dan postes.

b. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah

(1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi asam basa

(30)

mo-del pembelajaran LC 3E diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran

konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan postes dengan

soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; dan (4) melakukan

tabulasi dan analisis data.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan

[image:30.595.116.502.267.629.2]

di bawah ini:

Gambar 1.1 Prosedur pelaksanaan penelitian

Mempersiapkan instrumen dan perangkat pembelajaran Menentukan Populasi dan Sampel

Kelas Eksperimen Pretest Kelas Kontrol

Posttest Pembelajaran konvensional

Pembelajaran LC 3E

Analisis Data

(31)

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan

untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan

hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Perhitungan Nilai Siswa

Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan mengendalikan variabel dan

keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional dirumuskan sebagai

berikut: 100 x maksimal skor Jumlah diperoleh yang jawaban skor Jumlah siswa Nilai

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang

selanjut-nya digunakan pengujian hipotesis.

b. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui keterampilan mengendalikan variabel dan keterampilan

men-definisikan variabel secara operasional pada materi pokok asam basa antara model

pembelajaran LC 3E dengan pembelajaran konvensional, maka dilakukan analisis

skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui

peningkat-an nilai pretes dpeningkat-an postes dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake

(1999) adalah sebagai berikut:

(32)

2. Pengujian hipotesis a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal

dari sampel yang berdistribusi normal atau tidak . Adapun hipotesis untuk uji

normalitas adalah sebagai berikut.

Ho = data penelitian berdistribusi normal H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2

tabel dengan taraf signifikan 5%

dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005)

b. Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas yang dibandingkan

me-miliki nilai rata-rata dan varians identik.

Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah:

H0: σ12 = σ22 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homo-gen.

H1: σ12 ≠ σ22 Kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen.

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji

(33)

dengan

Keterangan:

S = simpangan baku x = n-Gain siswa

= rata-rata n-Gain n = jumlah siswa

Dengan kriteria uji adalah terima jika < pada taraf nyata 5%

(Sudjana, 2005).

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik,

hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis

al-ternatif (H1) sehingga rumusan hipotesis menjadi:

a. Hipotesis satu (keterampilan mengendalikan variabel)

H0 : µ1x≤ µ2x

H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi

pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran

LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan

mengen-dalikan variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1x> µ2x

H1 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan variabel siswa pada materi

pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran

LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain keterampilan mengendalikan

(34)

b. Hipotesis dua (keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional)

H0 : µ1y≤ µ2y

H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional

siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui

model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain

keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan

pembelajaran konvensional.

H1 : µ1y> µ2y

H1 :Rata-rata n-Gain keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional

siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui

model pembelajaran LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain

keteram-pilan mendefinisikan variabel secara operasional siswa dengan pembelajaran

konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain(x,y) pada materi asam basa yang diterapkan melalui model pembelajaran LC 3E

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam basa yang diterapkan pembelajaran konvensional

x : keterampilan mengendalikan variabel

y : keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional

Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena

kedua varians kelas sampel homogen (σ12= σ22

), maka uji yang dilakukan

menggunakan rumus yang mengacu pada Sudjana (2005) sebagai berikut :

(35)

Keterangan: t = Koefisien t

1

x = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mende-finisikan variabel secara operasioanal kelas eksperimen

2

x = Mean n-Gain keterampilan mengendalikan variabel/ keterampilan mendefi-nisikan variabel secara operasioanal kelas kontrol

2 1

s = Varians kelas eksperimen

2 2

s = Varians kelas kontrol

2

s = Varians kedua kelas

1

n = Jumlah sampel kelas eksperimen

2

n = Jumlah sampel kelas kontrol

dengan kriteria pengujian terima Ho jika t t1 - dan tolak Ho jika mempunyai

harga-harga lain.

Langkah selanjutnya, yaitu mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan

level signifikan 0,05 dan dk n1 n2 -2 untuk 22

2

1 , kemudian

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Bell, G.M.E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Diawati, C. 2011. Efektivitas Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Konsep Reaksi Oksidasi Reduksi untuk Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Mengelompokkan. Seminar Nasional Pendidikan MIPA. Unila

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, S. B. dan Zain, A. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Fadiawati, N. dan Chansyanah D. 2011. The Problem-Based Learning Model to Incrase Students Skills in Communication, Classification, and Comprehension of Acid-Base Concepts. Seminar Nasional Pendidikan. Unila

Fajaroh, F. dan I W. Dasna. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar. September 2007. FMIPA UM. 10 Desember 2012 (online)

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle.

(37)

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Herman, Heni. 2010. Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa dan Penguasaan Konsep Materi Asam Basa Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung

Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. PT Refika Aditama. Bandung.

Purba, M. 2006. KIMIA SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkaat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Bandung.

Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung

Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran problem solving pada Materi Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi pada Siswa. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung

Sunal, D. W. The Learning Cycle: A Comparison of Models of Strategies for Conceptual Reconstruction: A Review of the Literature. - - -.Desembe 2012.

http://astlc.ua.edu/ScienceInElem&MiddleSchool/565LearningCycle-ComparingModels.htm. 3 September 2011.

Suparno, A. S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suri, F.I. 2011. Efektifitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Interpretasi Siswa XI IPA SMA Al-Kautsar. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Tim Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.

Gambar

Merumuskan grafik. Mampu merumuskan hipotesis berdasarkan
Tabel 2. Desain penelitian
Gambar 1.1 Prosedur pelaksanaan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kromosfer adalah lapisan terbawah dari atmosfer Matahari dan mengeluarkan cahaya merah lemah. Cahayanya berbentuk gelang merah dari gas-gas hidrogen. Apabila terjadi

Tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan adalah Tunjangan Tenaga Kependidikan, Tunjangan Jabatan Anggota dan Sekretaris Pengganti Mahkamah Pelayaran, Tunjangan

Siregar ,Belling, 1998, Pembinaan Koleksi Perpustakaan dan Pengetahuan Literatur : Medan : Universitas Sumatera Utara. Sjahrial-Pamuntjak,

a. Melakukan pengambilan sampel secara purposif dari sekolah yang dipilih. Dua kelas ini dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Melaksanakan pretest kemampuan

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ekstrak daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan tablet hisap

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Variabel Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2009-2012”, yang disusun sebagai salah

Untuk mencapai hal tersebut, maka pada setiap awal periode pihak manajemen membuat perencanaan berupa anggaran penjualan, harga pokok penjualan, anggaran produksi,

Kepada para Peserta Lelang yang berkeberatan atas Penetapan Pemenang ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara online sesuai jadwal pada aplikasi SPSE melalui website