• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Elsa Sinaga

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

Oleh

ASEP NUGROHO

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran

inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan

mengkomunikasikan dan inferensi.

Penelitian ini menggunakan metode preexperimental dengan One-Group

Pretest-Posttest Design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung semester ganjil tahun ajaran 2012-2013.

Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbingditunjukkan oleh adanya

peningkatan nilai pretest dan posttest yang dilihat dari nilai n-gain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai n-gain keterampilan

meng-komunikasikan sebesar 0,45 dan ketrampilan inferensi sebesar 0,39. Dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa

efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi

dengan kriteria sedang.

(3)
(4)
(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontruktivisme ... 8

B. Model Pembalajaran Inkuiri Terbimbing ... 13

C. Keterampilanm Proses Sains ... 17

D. Kerangka Pemikiran ... 21

E. Anggapan Dasar ... 23

F. Hipotesis ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 25

B. Jenis dan Sumber Data ... 25

(6)

v

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisisn Data ... 31

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami

tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah

penga-laman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk

mengguna-kan pengetahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains

sebagai proses dan produk.

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, yang berkembang berdasarkan pada

feno-mena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan karakteristik ilmu kimia yaitu

kimia sebagai produk, proses, dan sikap. Produk ilmu kimia adalah pengetahuan

yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum-hukum. Sedangkan proses ilmu

kimia berupa kerja ilmiah yang ditekankan pada pengamatan langsung peserta

didik agar dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar sehingga

tumbuh sikap ilmiah pada diri setiap peserta didik. Pelajaran kimia adalah

pela-jaran yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya

ialah materi asam-basa. Materi asam- basa menyajikan fakta-fakta tentang

peris-tiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pemanfaat-an kapur di

bidang pertanian, dalam hal ini kapur yang bersifat basa berguna untuk

(8)

2

mengisi aki. Jika seorang guru dapat mengaitkan fakta-fakta yang terjadi di

lingkungan sekitar ke dalam materi kimia, dengan begitu siswa akan lebih mudah

untuk memahami materi tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran

konstruktivisme, dimana siswa sendiri yang dipacu untuk menemukan konsep

untuk dirinya dan dapat mengkomunikasikan hasil eksperimen yang dilakukan.

Dengan begitu ilmu yang diperoleh siswa diharapkan dapat bertahan lama.

Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI semester genap

adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan

dan menghitung pH larutan. Untuk mencapai kompetensi tersebut pengalaman

belajar harus relevan yaitu apabila dalam pembelajaran siswa diajak untuk melihat

keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan fakta-fakta dalam

kehi-dupan sehari-hari sehingga dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih

meng-gunakan keterampilan mengkomunikasikan yang termasuk komponen dari

keterampilan proses sains sebagai dasar untuk memecahkan masalah.

KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual

atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap

il-miah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta,

kon-sep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk

menyele-saikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti

mem-beri kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar

menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga

terlibat langsung dengan proses pembelajaran sehingga siswa dapat

(9)

keterampilan menyimpulkan atau inferensi sebagai salah satu indikator

keteram-pilan proses sains.

Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep,

hukum-hukum dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai

produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan

teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas,

2003). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan

mencatat hal-hal yang dianggap penting. Mayoritas dalam proses pembelajaran,

siswa dituntut untuk menghafal sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa

dilibatkan secara langsung dalam penemuan konsep tersebut. Akibatnya

pem-belajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya. Hal ini diperkuat dengan

obervasi yang dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung, yang

dalam proses pembelajarannya masih penggunaan metode ceramah, kegiatan lebih

berpusat pada guru seperti pada materi asam basa.

Dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru

meru-pakan komponen yang sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses

pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu upaya peningkatan

kua-litas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah

satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana

mengimplementa-sikan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang

akan dicapai, karena tidak semua tujuan dapat tercapai hanya dengan satu model

(10)

4

Untuk maksud tersebut pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan mampu

men-jadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia

yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membantu dalam menggunakan ingatan

dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk

berpi-kir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka,

situa-si proses belajar menjadi lebih terangsang, dapat mengembangkan bakat atau

ke-cakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah,

1998).

Lebih lanjut langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo

(Trianto, 2010) dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau

masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Setelah masalah diungkapkan, siswa

mengembangkan pendapatnya dalam bentuk hipotesis yang akan diuji

kebenarannya. Langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data-data dengan

melakukan percobaan dan telaah literatur. Siswa kemudian menganalisis data dan

menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Dari langkah-langkah tersebut, siswa diajak mencari tahu jawaban terhadap

pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain pada proses pembelajaran

inkuiri terbimbing, untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dengan

obser-vasi atau eksperimen untuk mencari jawaban terhadap masalah yang diberikan.

Sehingga dalam hal ini guru perlu melatihkan keterampilan mengkomunikasikan

(11)

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan pembelajaran inkuiri

terbim-bing adalah Kurniasari (2011) yang melakukan penelitian kuasi eksperimen pada

siswa kelas XI IPA Semester ganjil SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung pada

Materi Pokok Laju Reaksi, melaporkan bahwa (1) Keterlaksanaan pembelajaran

inkuiri terbimbing pada materi pokok laju reaksi telah berlangsung cukup baik, (2)

Model inkuiri terbimbing lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional

dalam meningkatkan hasil belajar siswa, (3) Sikap ilmiah siswa yang

dibelajar-kan dengan inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingdibelajar-kan siswa yang dibelajardibelajar-kan

dengan konvensional pada materi laju reaksi dengan persentase siswa kelas

eksperimen yang memiliki sikap ilmiah sangat baik mencapai 32,6 % sedangkan

kelas kontrol hanya mencapai 13,3%.

Adapun Viyanti (2009) telah melakukan penelitian tentang penggunaan

keteram-pilan proses sains dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep suhu dan kalor

siswa kalor siswa kelas X SMA N di Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

penelitian telah terjadi peningkatan penguasaan konsep suhu dan kalor bagi siswa

yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan proses sains lebih tinggi

secara signifikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul

“Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Asam-Basa

Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan Dan Ketrampilan

(12)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-

basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas

XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?

2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-

basa dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan :

1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa

dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas XI

IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa

dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1 SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Siswa

Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbimbing diharapkan dapat

(13)

siswa dapat memahami materi pelajaran dengan mudah khususnya pada

materi asam-basa.

2. Bagi Guru dan Calon Guru

Memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi asam-basa dalam

meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan ketrampilan inferensi

pada siswa di sekolah.

3. Bagi Sekolah

Penerapan model inkuiri terbimbingdalam pembelajaran merupakan

alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Indikator keterampilan mengkomunikasikan dalam penelitian ini adalah

mem-berikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan

tabel, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil

kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

2. Indikator ketrampilan inferensi dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan

berdasarkan data empiris hasil percobaan.

3. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan adalah pembelajaran inkuiri

terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010).

5. Efektivitas pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata n-gain masing-masing

keterampilan yang diteliti minimal bernilai 0,3 ( kriteria Hake ).

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar-Winahyu (2001)

konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah

hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer penge-

tahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi

pengetahuan, maka diperlukan:

1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali

penga-laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.

2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang

lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul

penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:

(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar;

(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;

(15)

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori

pembel-ajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini

menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari

kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi

kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia

ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak

merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan

fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.

Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.

Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam

mengem-bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang

lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu

yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental

anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema”

atau pola tingkah laku.

Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian

Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.

a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan

(16)

10

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon

yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.

c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan

intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu

orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk

mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi

sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap

lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses

kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun

pengala-man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi

dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan

mengklasifika-sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses

asimi-lasi ini berjalan terus. Asimiasimi-lasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian

skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi

merupa-kan salah satu proses individu dalam mengadaptasimerupa-kan dan mengorganisasimerupa-kan

diri dengan lingkungan baru.

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat

me-ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.

Pe-ngalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang

te-lah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.

Akomo-dasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang

(17)

itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan

akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan

adap-tasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium).

Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif

yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.

Pertum-buhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidak-seimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila

terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi

daripada sebelumnya.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosialkultur Vigotsky

(Nur, 2004) sehingga menjadi konsep mendasar dari konstruktivisme, seperti:

Scaffolding, Proses top down, Zone of Proximal Development (ZPD).

a. Scaffolding

Scafolding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada siswa

selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan

tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih

tanggung jawab yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding

merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk

menemukan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,

peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah, memberikan

contoh dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar

(18)

12

b. Proses Top Down

Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses

pengajaran secara top down dari bottom up. Top Down berarti bahwa siswa

mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa

memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan

dasar yang diperlukan.

c. Zone of Proximal Development (ZPD)

Zone of Proximal Development dimaknai sebagai jarak antara tingkat

perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan tingkat

pemecahan masalah mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (yang

didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan

orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih

mampu). Siswa yang bekerja dalam Zone of Proximal Development berarti

siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat

terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.

Teori Vigotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.

Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul

dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih

tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide

Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan

realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan

tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit

(19)

terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks

tersebut (Nur & Wikandari,2000).

B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban

terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah

suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan mela-kukan

observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah

terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses

bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.

Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan

penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing

adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan

melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan

masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).

Dalam perkembangannya, pembelajaran inkuiri dilandasi oleh teori belajar

pene-muan Jerome Bruner (discovery learning), dan konstruktivime. Menurut Bruner

(Dahar,1989) teori belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara

aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik,

beru-saha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang

(20)

14

Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan

unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat

generalisasi, menurut Sanjaya (2006) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu

model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan

bim-bingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat

oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran

inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang

dilaku-kan oleh siswa. Guru harus memberidilaku-kan pengarahan dan bimbingan kepada siswa

dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau

sis-wa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan

yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak

memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola

kelas yang bagus.

Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar

yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara

sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri

pene-muannya dengan penuh percaya diri. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah

sebagai berikut:

1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan

Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasa-lahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasa-lahan yang diberikan.

(21)

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.

4. Analisis data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

5. Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang

menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari

pembelajaran inkuiri terbimbing adalah untuk membantu siswa mengembangkan

keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan

pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin

tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al dalam

Cahyono (2010).

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa secara maksimal terlibat

langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan

kemam-puan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh

siswa tersebut.

Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran

dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap

ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip

ilmiah seperti

1. jujur terhadap data,

2. rasa ingin tahu yang tinggi,

3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah

(22)

16

4. ulet dan tidak cepat putus asa,

5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi empiris, dan

6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor

psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan

me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh

Gulo (Trianto, 2010).

Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1

sebagai berikut:

Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing

No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Mengajukan

pertanyaan atau permasalah

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompok untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru

3 Mengumpulkan data Guru membimbing siswa

(23)

Lanjutan Tabel 1.

4. Menganalisis

data

Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyam-paikan hasil pengolahan data yang terkumpul

Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan

Siswa membuat kesim-pulan

Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan

model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut

Roestiyah (1998) yaitu :

1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses

belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.

4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka

dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:

1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk

mem-bantu siswa menemukan konsep.

2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.

3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan

pertanyaan-pertanyaan.

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami

sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni

(24)

18

Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil

akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.

Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan

mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah

semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS

penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan

pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan

atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan

-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri

fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai

yang dituntut.

Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS

meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun

psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip

atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun

untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam

me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat

pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam

mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau

(25)

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi

dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)

keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi,

klasi-fikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.

Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,

pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan

ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk

menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu

(26)

20

Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai

berikut:

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu

informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah

yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.

4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

lain untuk berbagi temuan.

5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.

6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika

ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan

sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial

maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting

dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang

diapli-kasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam

memper-oleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains.

Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan

terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi adalah

suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain

agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Adapun keterampilan

ko-munikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut.

(27)

persa-maan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jel-as, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan ya-ng perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan di-kembaya-ngkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, pearasaan, dan kebutuhan lain pada diri kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah men-diskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.

Sedangkan menurut Semiawan (1992), keterampilan berkomunikasi merupakan

ketrampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik

se-cara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper,

penyusunan karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik.

D. Kerangka Pemikiran

Pembelajaraninkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan

kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,

sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.

Pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahap, tahap pertama yaitu tahap

mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan

per-masalahan agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan

yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.

Contohnya guru memberikan contoh asam-basa dalam kehidupan sehari-hari,

kemudian siswa diberi pertanyaan bagaimana cara mengidenfikasi sifat asam basa

(28)

22

tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis

secara bebas dari permasalahan yang diberikan berdasarkan pengetahuan awal

mereka. Pada langkah ini siswa dapat membentuk keterampilan hipotesis. Tahap

ketiga yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap ini guru membimbing siswa

untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan atau

telaah literatur. Contohnya melakukan percobaan untuk menegetahui sifat asam

basa dari beberapa larutan menggunakan kertas lakmus merah dan lakmus biru.

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan data semaksimal

mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan. Pada langkah ini

siswa dapat membentuk keterampilan mengkomunikasikan yang berupa

menyajikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel.

Tahap keempat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing

siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan atau telaah

lite-ratur, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab

pertanyaan-perta-nyaan yang terdapat pada LKS. Contohnya larutan apakah yang memberikan

hasil pengamatan merubah kertas lakmus merah menjadi biru dan lakmus biru

menjadi merah. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

mengklasifikasi dan mengkomunikasikan. Kemampuan mengkomunikasikan

dilakukan dengan cara membaca tabel hasil pengamatan dan menginformasikanya

ke kelompok yang lain. Tahap kelima yatu tahap membuat kesimpulan, pada

tahap ini guru membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil uji

hipotesis dari percobaan dan analisis data yang telah dilakukan. Tahap ini

diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan

(29)

mereka berkembang secara utuh. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan inferensi pada siswa yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari

percobaan dan analisis data untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang telah

mereka buat.

Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu

jawa-ban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan

keterampilan mengkomunikasikan kepada siswa sebagai salah satu komponen

da-lam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan

me-ngembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu

juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk

menemu-kan dan mengembangmenemu-kan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.

Dengan berpikir apabila pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada

pembe-lajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningktkan keterampilan

mengko-munikasikan dan ketrampilan inferensi yang tinggi.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan

inferensi semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses

(30)

24

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan

mengkomunikasikan dan inferensi pasa siswa kelas XI IPA semester genap

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013

diabaikan.

F. Hipotesis

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa efektif dalam mening-

katkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada siswa SMA

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2

Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 29. Pemilihan subyek

berdasarkan nilai ulangan harian siswa yang menunjukkan kelas tersebut homogen.

B.Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu nilai

pretest keterampilan berkomuniksi dan keterampilan inferensi dan nilai posttest

keterampilan berkomunikasi dan keterampilan inferensi. Sumber data dalam

penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung,

yang hadir selama proses pembelajaran dan mengikuti pretest dan posttest.

C.Desain dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental, dan menggunakan

desain one-grouppretest-posttest yaitu ada pemberian tesawal sebelum diberi

perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok yang sama.

(32)

26

Tabel 3. Desain penelitian

O1 adalah pretes yang diberikan sebelum perlakuan, O2 adalah postes yang diberikan

setelah perlakuan. X adalah perlakuan terhadap kelas sampel berupa penerapan

model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.

Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan

mengkomunikasikan dan keterampilan inferensi pada materi asam-basa siswa kelas

XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data

untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

a. Lembar kerja siswa (LKS), yaitu LKS materi asam-basa dengan model belajar

inkuiri terbimbing.

b. Soal pretest dan posttest untuk membangun pemahaman konsep siswa

Kelas Pretes Perlakuan Postes

(33)

1. Pretest

Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya

terdapat 4 soal indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 3, 5, 8

dan 4 soal indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1,

4,6, dan 7.

2. Posttest

Soal posttes terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya terdapat 4 soal

indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 4, 6, 7 dan 4 soal

indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1, 3, 5, dan 8.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan

standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

2. Validitas Instrumen

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah

ke-sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).

Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.

Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian

antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.

Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa

instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai

ke-pentingan penelitian yang bersangkutan. Karena dalam melakukan judgment

di-perlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk

me-lakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk

(34)

28

F. Prosedur dan Pelaksanaa Penelitian

1. Prosedur prapenelitian

a) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk

men-dapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta

sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung

pelaksanaan penelitian.

b) Menentukan subyek penelitian.

c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang

akan diteliti, yaitu materi asam-basa.

d) Membuat LKS yang disesuaikan dengan tahapan pem-balajaran inkuiri

terbimbing dengan keterampilan mengkomuniksikan dan inferensi yang

diharapkan akan dicapai siswa.

e) Membuat soal-soal pretest dan posttest berbasis keterampilan berkomunikasi dan

inferensi.

f) Pengujian validitas instrumen dengan dosen pembimbing.

2. Tahap penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas yaitu pada kelas XI IPA1 diterapkan model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

a) Melakukan pretest pada kelas subyek.

b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi asam-basa dengan

menggunakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing

c) Melakukan posttest pada kelas subyek.

(35)

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalambentuk bagan

di-bawah ini :

Gambar 1. Alur prosedur pelaksanaan penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti

yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,

tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Penetapan Subyek Penelitian

Validasi instrumen

Pretest

Analisis Data

Kesimpulan

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

postest

Mempersiapkan istrumen Tahap Persiapan dan Observasi

(36)

30

1. Menghitung nilai pretest dan posttest

Skor pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = skor yang diperoleh siswa

skor maksimum × 100

Data yang diperoleh dari nilai ahir pretest dan postest kemudian dianalisis dengan

menghitung Gain.

2. Menghitung nilai gain

Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:

Gain = nilai postetst – nilai pretest

Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.

3. Menghitung N-gain

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan prediksi siswa, maka dilakukan

analisis skor gain ternormalisasi (n-gain). Rumus n-gain menurut Meltzer adalah

sebagai berikut:

N-gain = Gain

nilai maksimum ideal−nilai pretest

Dengan demikian, diperoleh N-gain untuk masing-masing kelas.

Kriteria interpretasi N-gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :

N-gain > 0,7 (N-gain tinggi)

0,3 ≤ N-gain≤ 0,7 (N-gain sedang)

(37)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan

mengkomunikasikan dan inferensi dengan kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar

menambah alokasi waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran

lebih efektif dan optimal, karena model pembelajaran inkuiri terbimbing

merupakan model pembelajaran yang baru bagi siswa sehingga dibutuhkan

waktu yang cukup lama agar siswa terbiasa dengan pembelajaran ini.

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih

memperbanyak sumber belajar ( kajian puastaka ) sehingga lebih mudah

dalam merancang LKS untuk melatih keterampilan proses sains berdasarkan

model pembelajaran inkuiri terbimbing.

3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dipakai sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

_________. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. Diakses 2 Desember 2011 dari http://risecahyono.blogspot.com/2011/02 /model-pembelajaran-berbasis-inkuiri.html

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata

Pelajaran Kimia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari

http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html

Lestari, T. 2010. Pembelajaran Kimia Dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode

Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal. Skripsi.

Diakses 19 Januari 2012 dari http://trilestarisman1kbm. blogspot.com/ 2010/02/pembelajaran- kimia-dengan-inkuiri.html

Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel

Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/ keterampilan-proses-sains.html

Panen, P, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam

(39)

Prambudi, S. 2010. Bisik-bisik Tetangga Strategi Pembelajaran Inkuiri. Diakses 17 Januari 2012 dari http://shoimprambudi.wordpress.com/.

Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses

Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Semiawan, C. 1992. Pendidikan Keterampilan Proses. Jakarta. Gramedia.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Suyanti, R. Dwi . 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.

Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta. Prenada Media Group.

Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta

Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008.

Gambar

Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing
Tabel 3.  Desain penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran kimia sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik asam basa, banyak

Berdasarkan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul: Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 5E pada Materi Asam-Basa dalam Me- ningkatkan

Pembelajaran model inkuiri terbimbing pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi karena pada setiap

Dengan demikian apabila model pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada materi koloid akan meningkatkan keterampilan menginferensikan dan penguasaan konsep yang lebih

(4) Respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan interpretasi dan inferensi

Berdasarkan analisis data keterampilan berpikir kritis siswa SMA Negeri 2 Sanggau pada materi indikator asam basa, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan bepikir kritis

Berdasarkan analisis data keterampilan berpikir kritis siswa SMA Negeri 2 Sanggau pada materi indikator asam basa, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan bepikir kritis

(4) Respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan interpretasi dan inferensi