Elsa Sinaga
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI
Oleh
ASEP NUGROHO
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi.
Penelitian ini menggunakan metode preexperimental dengan One-Group
Pretest-Posttest Design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung semester ganjil tahun ajaran 2012-2013.
Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbingditunjukkan oleh adanya
peningkatan nilai pretest dan posttest yang dilihat dari nilai n-gain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai n-gain keterampilan
meng-komunikasikan sebesar 0,45 dan ketrampilan inferensi sebesar 0,39. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi
dengan kriteria sedang.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontruktivisme ... 8
B. Model Pembalajaran Inkuiri Terbimbing ... 13
C. Keterampilanm Proses Sains ... 17
D. Kerangka Pemikiran ... 21
E. Anggapan Dasar ... 23
F. Hipotesis ... 24
III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ... 25
B. Jenis dan Sumber Data ... 25
v
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisisn Data ... 31
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami
tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah
penga-laman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk
mengguna-kan pengetahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains
sebagai proses dan produk.
Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, yang berkembang berdasarkan pada
feno-mena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan karakteristik ilmu kimia yaitu
kimia sebagai produk, proses, dan sikap. Produk ilmu kimia adalah pengetahuan
yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum-hukum. Sedangkan proses ilmu
kimia berupa kerja ilmiah yang ditekankan pada pengamatan langsung peserta
didik agar dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar sehingga
tumbuh sikap ilmiah pada diri setiap peserta didik. Pelajaran kimia adalah
pela-jaran yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya
ialah materi asam-basa. Materi asam- basa menyajikan fakta-fakta tentang
peris-tiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pemanfaat-an kapur di
bidang pertanian, dalam hal ini kapur yang bersifat basa berguna untuk
2
mengisi aki. Jika seorang guru dapat mengaitkan fakta-fakta yang terjadi di
lingkungan sekitar ke dalam materi kimia, dengan begitu siswa akan lebih mudah
untuk memahami materi tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran
konstruktivisme, dimana siswa sendiri yang dipacu untuk menemukan konsep
untuk dirinya dan dapat mengkomunikasikan hasil eksperimen yang dilakukan.
Dengan begitu ilmu yang diperoleh siswa diharapkan dapat bertahan lama.
Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI semester genap
adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan
dan menghitung pH larutan. Untuk mencapai kompetensi tersebut pengalaman
belajar harus relevan yaitu apabila dalam pembelajaran siswa diajak untuk melihat
keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan fakta-fakta dalam
kehi-dupan sehari-hari sehingga dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih
meng-gunakan keterampilan mengkomunikasikan yang termasuk komponen dari
keterampilan proses sains sebagai dasar untuk memecahkan masalah.
KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual
atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap
il-miah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta,
kon-sep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk
menyele-saikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti
mem-beri kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar
menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga
terlibat langsung dengan proses pembelajaran sehingga siswa dapat
keterampilan menyimpulkan atau inferensi sebagai salah satu indikator
keteram-pilan proses sains.
Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep,
hukum-hukum dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai
produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan
teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas,
2003). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan
mencatat hal-hal yang dianggap penting. Mayoritas dalam proses pembelajaran,
siswa dituntut untuk menghafal sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa
dilibatkan secara langsung dalam penemuan konsep tersebut. Akibatnya
pem-belajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya. Hal ini diperkuat dengan
obervasi yang dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung, yang
dalam proses pembelajarannya masih penggunaan metode ceramah, kegiatan lebih
berpusat pada guru seperti pada materi asam basa.
Dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru
meru-pakan komponen yang sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses
pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu upaya peningkatan
kua-litas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah
satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana
mengimplementa-sikan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang
akan dicapai, karena tidak semua tujuan dapat tercapai hanya dengan satu model
4
Untuk maksud tersebut pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan mampu
men-jadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia
yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membantu dalam menggunakan ingatan
dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk
berpi-kir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka,
situa-si proses belajar menjadi lebih terangsang, dapat mengembangkan bakat atau
ke-cakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah,
1998).
Lebih lanjut langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo
(Trianto, 2010) dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau
masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Setelah masalah diungkapkan, siswa
mengembangkan pendapatnya dalam bentuk hipotesis yang akan diuji
kebenarannya. Langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data-data dengan
melakukan percobaan dan telaah literatur. Siswa kemudian menganalisis data dan
menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Dari langkah-langkah tersebut, siswa diajak mencari tahu jawaban terhadap
pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain pada proses pembelajaran
inkuiri terbimbing, untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dengan
obser-vasi atau eksperimen untuk mencari jawaban terhadap masalah yang diberikan.
Sehingga dalam hal ini guru perlu melatihkan keterampilan mengkomunikasikan
Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan pembelajaran inkuiri
terbim-bing adalah Kurniasari (2011) yang melakukan penelitian kuasi eksperimen pada
siswa kelas XI IPA Semester ganjil SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung pada
Materi Pokok Laju Reaksi, melaporkan bahwa (1) Keterlaksanaan pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi pokok laju reaksi telah berlangsung cukup baik, (2)
Model inkuiri terbimbing lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional
dalam meningkatkan hasil belajar siswa, (3) Sikap ilmiah siswa yang
dibelajar-kan dengan inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingdibelajar-kan siswa yang dibelajardibelajar-kan
dengan konvensional pada materi laju reaksi dengan persentase siswa kelas
eksperimen yang memiliki sikap ilmiah sangat baik mencapai 32,6 % sedangkan
kelas kontrol hanya mencapai 13,3%.
Adapun Viyanti (2009) telah melakukan penelitian tentang penggunaan
keteram-pilan proses sains dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep suhu dan kalor
siswa kalor siswa kelas X SMA N di Bandar Lampung. Berdasarkan hasil
penelitian telah terjadi peningkatan penguasaan konsep suhu dan kalor bagi siswa
yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan proses sains lebih tinggi
secara signifikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Asam-Basa
Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan Dan Ketrampilan
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-
basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas
XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?
2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-
basa dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan :
1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas XI
IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1 SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbimbing diharapkan dapat
siswa dapat memahami materi pelajaran dengan mudah khususnya pada
materi asam-basa.
2. Bagi Guru dan Calon Guru
Memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi asam-basa dalam
meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan ketrampilan inferensi
pada siswa di sekolah.
3. Bagi Sekolah
Penerapan model inkuiri terbimbingdalam pembelajaran merupakan
alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Indikator keterampilan mengkomunikasikan dalam penelitian ini adalah
mem-berikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan
tabel, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil
kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
2. Indikator ketrampilan inferensi dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan
berdasarkan data empiris hasil percobaan.
3. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan adalah pembelajaran inkuiri
terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010).
5. Efektivitas pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata n-gain masing-masing
keterampilan yang diteliti minimal bernilai 0,3 ( kriteria Hake ).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar-Winahyu (2001)
konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah
hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer penge-
tahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
penga-laman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang
lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar;
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori
pembel-ajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari
kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).
Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia
ber-interaksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak
merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan
fisik-nya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam
mengem-bangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang
lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental
anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema”
atau pola tingkah laku.
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian
Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan
10
b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan
intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu
orga-nisasi dan adaptasi. Orgaorga-nisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk
mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi
sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap
lingku-ngan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengala-man baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifika-sikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimi-lasi ini berjalan terus. Asimiasimi-lasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi
merupa-kan salah satu proses individu dalam mengadaptasimerupa-kan dan mengorganisasimerupa-kan
diri dengan lingkungan baru.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
me-ngasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pe-ngalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
te-lah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomo-dasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adap-tasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium).
Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif
yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.
Pertum-buhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidak-seimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila
terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi
daripada sebelumnya.
Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosialkultur Vigotsky
(Nur, 2004) sehingga menjadi konsep mendasar dari konstruktivisme, seperti:
Scaffolding, Proses top down, Zone of Proximal Development (ZPD).
a. Scaffolding
Scafolding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk
menemukan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah, memberikan
contoh dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar
12
b. Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses
pengajaran secara top down dari bottom up. Top Down berarti bahwa siswa
mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa
memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan
dasar yang diperlukan.
c. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development dimaknai sebagai jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan tingkat
pemecahan masalah mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih
mampu). Siswa yang bekerja dalam Zone of Proximal Development berarti
siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat
terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.
Teori Vigotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.
Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul
dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide
Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan
realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan
tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit
terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks
tersebut (Nur & Wikandari,2000).
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah
suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan mela-kukan
observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.
Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan
penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing
adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan
melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan
masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).
Dalam perkembangannya, pembelajaran inkuiri dilandasi oleh teori belajar
pene-muan Jerome Bruner (discovery learning), dan konstruktivime. Menurut Bruner
(Dahar,1989) teori belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik,
beru-saha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
14
Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan
unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat
generalisasi, menurut Sanjaya (2006) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu
model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan
bim-bingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat
oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang
dilaku-kan oleh siswa. Guru harus memberidilaku-kan pengarahan dan bimbingan kepada siswa
dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau
sis-wa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan
yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak
memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola
kelas yang bagus.
Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
pene-muannya dengan penuh percaya diri. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah
sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasa-lahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasa-lahan yang diberikan.
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari
pembelajaran inkuiri terbimbing adalah untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan
pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin
tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al dalam
Cahyono (2010).
Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa secara maksimal terlibat
langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan
kemam-puan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh
siswa tersebut.
Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap
ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmiah seperti
1. jujur terhadap data,
2. rasa ingin tahu yang tinggi,
3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah
16
4. ulet dan tidak cepat putus asa,
5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi empiris, dan
6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor
psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan
me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh
Gulo (Trianto, 2010).
Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1
sebagai berikut:
Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing
No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Mengajukan
pertanyaan atau permasalah
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompok untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru
3 Mengumpulkan data Guru membimbing siswa
Lanjutan Tabel 1.
4. Menganalisis
data
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyam-paikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Siswa membuat kesim-pulan
Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut
Roestiyah (1998) yaitu :
1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk
mem-bantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.
C. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami
sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni
18
Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil
akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan
mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah
semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS
penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan
pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan
atau informasi yang telah dimiliki siswa.
Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan
-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut.
Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS
meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip
atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun
untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam
me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat
pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau
KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)
keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi,
klasi-fikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.
Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar Indikator
Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.
Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan
ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.
Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk
menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.
Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu
20
Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai
berikut:
1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu
informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah
yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara
lain untuk berbagi temuan.
5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika
ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial
maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting
dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.
Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang
diapli-kasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam
memper-oleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains.
Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan
terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.
Salah satu KPS adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi adalah
suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain
agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Adapun keterampilan
ko-munikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut.
persa-maan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jel-as, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan ya-ng perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan di-kembaya-ngkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, pearasaan, dan kebutuhan lain pada diri kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah men-diskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.
Sedangkan menurut Semiawan (1992), keterampilan berkomunikasi merupakan
ketrampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik
se-cara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper,
penyusunan karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik.
D. Kerangka Pemikiran
Pembelajaraninkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan
kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,
sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.
Pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahap, tahap pertama yaitu tahap
mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan
per-masalahan agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan
yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.
Contohnya guru memberikan contoh asam-basa dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian siswa diberi pertanyaan bagaimana cara mengidenfikasi sifat asam basa
22
tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis
secara bebas dari permasalahan yang diberikan berdasarkan pengetahuan awal
mereka. Pada langkah ini siswa dapat membentuk keterampilan hipotesis. Tahap
ketiga yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap ini guru membimbing siswa
untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan atau
telaah literatur. Contohnya melakukan percobaan untuk menegetahui sifat asam
basa dari beberapa larutan menggunakan kertas lakmus merah dan lakmus biru.
Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan data semaksimal
mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan. Pada langkah ini
siswa dapat membentuk keterampilan mengkomunikasikan yang berupa
menyajikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel.
Tahap keempat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing
siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan atau telaah
lite-ratur, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab
pertanyaan-perta-nyaan yang terdapat pada LKS. Contohnya larutan apakah yang memberikan
hasil pengamatan merubah kertas lakmus merah menjadi biru dan lakmus biru
menjadi merah. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
mengklasifikasi dan mengkomunikasikan. Kemampuan mengkomunikasikan
dilakukan dengan cara membaca tabel hasil pengamatan dan menginformasikanya
ke kelompok yang lain. Tahap kelima yatu tahap membuat kesimpulan, pada
tahap ini guru membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil uji
hipotesis dari percobaan dan analisis data yang telah dilakukan. Tahap ini
diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan
mereka berkembang secara utuh. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan inferensi pada siswa yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari
percobaan dan analisis data untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang telah
mereka buat.
Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu
jawa-ban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan
keterampilan mengkomunikasikan kepada siswa sebagai salah satu komponen
da-lam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan
me-ngembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu
juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk
menemu-kan dan mengembangmenemu-kan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.
Dengan berpikir apabila pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada
pembe-lajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningktkan keterampilan
mengko-munikasikan dan ketrampilan inferensi yang tinggi.
E. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Perbedaan n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan
inferensi semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses
24
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi pasa siswa kelas XI IPA semester genap
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013
diabaikan.
F. Hipotesis
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa efektif dalam mening-
katkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada siswa SMA
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 29. Pemilihan subyek
berdasarkan nilai ulangan harian siswa yang menunjukkan kelas tersebut homogen.
B.Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu nilai
pretest keterampilan berkomuniksi dan keterampilan inferensi dan nilai posttest
keterampilan berkomunikasi dan keterampilan inferensi. Sumber data dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung,
yang hadir selama proses pembelajaran dan mengikuti pretest dan posttest.
C.Desain dan Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental, dan menggunakan
desain one-grouppretest-posttest yaitu ada pemberian tesawal sebelum diberi
perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok yang sama.
26
Tabel 3. Desain penelitian
O1 adalah pretes yang diberikan sebelum perlakuan, O2 adalah postes yang diberikan
setelah perlakuan. X adalah perlakuan terhadap kelas sampel berupa penerapan
model pembelajaran inkuiri terbimbing.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.
Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan
mengkomunikasikan dan keterampilan inferensi pada materi asam-basa siswa kelas
XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.
E. Instrumen dan Validitas Penelitian
1. Instrumen penelitian
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Lembar kerja siswa (LKS), yaitu LKS materi asam-basa dengan model belajar
inkuiri terbimbing.
b. Soal pretest dan posttest untuk membangun pemahaman konsep siswa
Kelas Pretes Perlakuan Postes
1. Pretest
Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya
terdapat 4 soal indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 3, 5, 8
dan 4 soal indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1,
4,6, dan 7.
2. Posttest
Soal posttes terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya terdapat 4 soal
indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 4, 6, 7 dan 4 soal
indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1, 3, 5, dan 8.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan
standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
2. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah
ke-sesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).
Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.
Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian
antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai
ke-pentingan penelitian yang bersangkutan. Karena dalam melakukan judgment
di-perlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk
me-lakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk
28
F. Prosedur dan Pelaksanaa Penelitian
1. Prosedur prapenelitian
a) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk
men-dapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta
sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung
pelaksanaan penelitian.
b) Menentukan subyek penelitian.
c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang
akan diteliti, yaitu materi asam-basa.
d) Membuat LKS yang disesuaikan dengan tahapan pem-balajaran inkuiri
terbimbing dengan keterampilan mengkomuniksikan dan inferensi yang
diharapkan akan dicapai siswa.
e) Membuat soal-soal pretest dan posttest berbasis keterampilan berkomunikasi dan
inferensi.
f) Pengujian validitas instrumen dengan dosen pembimbing.
2. Tahap penelitian
Prosedur pelaksanaan di kelas yaitu pada kelas XI IPA1 diterapkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
a) Melakukan pretest pada kelas subyek.
b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi asam-basa dengan
menggunakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing
c) Melakukan posttest pada kelas subyek.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalambentuk bagan
di-bawah ini :
Gambar 1. Alur prosedur pelaksanaan penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Penetapan Subyek Penelitian
Validasi instrumen
Pretest
Analisis Data
Kesimpulan
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
postest
Mempersiapkan istrumen Tahap Persiapan dan Observasi
30
1. Menghitung nilai pretest dan posttest
Skor pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:
Nilai Akhir = skor yang diperoleh siswa
skor maksimum × 100
Data yang diperoleh dari nilai ahir pretest dan postest kemudian dianalisis dengan
menghitung Gain.
2. Menghitung nilai gain
Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:
Gain = nilai postetst – nilai pretest
Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.
3. Menghitung N-gain
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan prediksi siswa, maka dilakukan
analisis skor gain ternormalisasi (n-gain). Rumus n-gain menurut Meltzer adalah
sebagai berikut:
N-gain = Gain
nilai maksimum ideal−nilai pretest
Dengan demikian, diperoleh N-gain untuk masing-masing kelas.
Kriteria interpretasi N-gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :
N-gain > 0,7 (N-gain tinggi)
0,3 ≤ N-gain≤ 0,7 (N-gain sedang)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi dengan kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar
menambah alokasi waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran
lebih efektif dan optimal, karena model pembelajaran inkuiri terbimbing
merupakan model pembelajaran yang baru bagi siswa sehingga dibutuhkan
waktu yang cukup lama agar siswa terbiasa dengan pembelajaran ini.
2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar lebih
memperbanyak sumber belajar ( kajian puastaka ) sehingga lebih mudah
dalam merancang LKS untuk melatih keterampilan proses sains berdasarkan
model pembelajaran inkuiri terbimbing.
3. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat dipakai sebagai alternatif model
pembelajaran bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
_________. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.
Cahyono, A. 2010. Model Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis. Jurnal Inspirasi Pendidikan. Volume 1. Diakses 2 Desember 2011 dari http://risecahyono.blogspot.com/2011/02 /model-pembelajaran-berbasis-inkuiri.html
Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata
Pelajaran Kimia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung.
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran Inkuiri. Diakses 10 Desember 2011 dari
http://herfis.blogspot.com/2009/07/ pembelajaran-inkuiri.html
Lestari, T. 2010. Pembelajaran Kimia Dengan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode
Eksperimen Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal. Skripsi.
Diakses 19 Januari 2012 dari http://trilestarisman1kbm. blogspot.com/ 2010/02/pembelajaran- kimia-dengan-inkuiri.html
Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel
Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/ keterampilan-proses-sains.html
Panen, P, D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam
Prambudi, S. 2010. Bisik-bisik Tetangga Strategi Pembelajaran Inkuiri. Diakses 17 Januari 2012 dari http://shoimprambudi.wordpress.com/.
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses
Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Semiawan, C. 1992. Pendidikan Keterampilan Proses. Jakarta. Gramedia.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Suyanti, R. Dwi . 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Medan.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.
Trianto. 2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta. Prenada Media Group.
Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta
Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008.