ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP
Oleh
EMALIYA SAFITHRI
Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan efektivitas model pembelajaran
Learning Cycle 5E pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep. Penelitian ini menggunakan
metode kuasi eksperimen dengan Non-Equivalent (Pretest-Posttest) Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 1 Kotaagung, dengan kelas XI IPA1 dan kelas XI IPA2 sebagai sampel.
Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E diukur berdasarkan perbedaan
n-Gain yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan rerata n-Gain keterampil-an mengkomunikasikketerampil-an untuk kelas eksperimen dketerampil-an kelas kontrol yaitu 0,81 dketerampil-an
0,71; serta rerata n-Gain penguasaan konsep untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 0,68 dan 0,45. Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji-t,
didapat kesimpulan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep.
Kata kunci: keterampilan mengkomunikasikan, model pembelajaran Learning
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme ... 7
B. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E ... 10
C. Keterampilan Proses Sains ... 13
D. Penguasaan Konsep ... 16
E. Kerangka Berpikir ... 20
F. Anggapan Dasar ... 22
G. Hipotesis ... 23
III. METODELOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24
B. Jenis dan Sumber Data ... 24
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 27
G. Teknik Analisis Data ... 28
1. Perhitungan nilai siswa ... 29
2. Perhitungan n-Gain ... 29
H. Pengujian Hipotesis ... 29
1. Uji normalitas ... 29
2. Uji homogenitas dua varians ... 30
3. Uji perbedaan dua rata-rata ... 31
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan ... 39
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus Kelas Eksperimen ... 58
2. RPP Kelas Eksperimen ... 67
3. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen... 98
4. Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes ... 136
5. Soal pretes dan Postes ... 141
6. Rubrik Penskoran Pretes dan Postes ... 151
7. Skor dan Nilai Keterampilan Mengkomunikasikan ... 169
8. Skor dan Nilai Penguasaan Konsep ... 171
9. Perhitungan ... 173
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Indikator keterampilan proses sains dasar ... 14
2. Analisis konsep asam basa ... 17
3. Desain penelitian ... 25
4. Nilai chi-kuadrat ( χ2) untuk distribusi n-Gain keterampilan mengkomunikasikan ... 37
5. Nilai chi-kuadrat ( χ2 ) untuk distribusi n-Gain penguasaan konsep ... 37
6. Nilai varians, nilai F hitung, dan nilai F tabel untuk keterampilan mengkomunikasikan ... 38
7. Nilai varians, nilai F hitung, dan nilai F tabel untuk penguasaan konsep ... 38
8. Nilai uji hipotesis (uji-t) untuk keterampilan mengkomunikasikan... 39
9. Nilai uji hipotesis (uji-t) untuk penguasaan konsep ... 39
10. Data skor dan nilai pretes-postes keterampilan mengkomunikasikan ... 169
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alur penelitian ... 27
2. Diagram rerata nilai pretes dan postes keterampilan mengkomunikasikan . 34
3. Diagram rerata nilai pretes dan postes penguasaan konsep ... 35
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang
mempel-ajari tentang struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi serta energi yang
me-nyertai perubahan materi. Konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori dalam
ilmu kimia pada dasarnya merupakan produk dari rangkaian proses menggunakan
sikap ilmiah. Produk, proses, dan sikap ilmiah merupakan aspek kimia yang perlu
dipandang sama pentingnya, sebab tidak ada pengetahuan kimia tanpa proses yang
menggunakan pikiran dan sikap ilmiah yang dilakukan kimiawan.
Sikap ilmiah dan keterampilan siswa untuk menemukan dan mengembangkan
konsep, hukum, dan teori yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat dimunculkan melalui
pem-belajaran berbasis Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS adalah salah satu
ke-terampilan proses yang lebih menekankan pembentukan keke-terampilan untuk
mem-peroleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Salah satu keterampilan
dalam KPS adalah keterampilan mengkomunikasikan. Dalam pembelajaran
sa-ngat diperlukan komunikasi untuk menyampaikan pendapat yang bertujuan untuk
saling melengkapi, memperbaiki, dan memahami persoalan-persoalan yang
di-alami oleh guru dan siswa. Tabel, grafik, lambang-lambang, diagram, persamaan
atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali
di-gunakan dalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, agar siswa dapat
ber-komunikasi dengan jelas, tepat, dan tidak samar-samar maka perlu dilatihkan
keterampilan mengkomunikasikan.
Keterampilan mengkomunikasikan yang dilatih dengan menggunakan sikap
ilmiah merupakan dasar dari penguasaan konsep. Penguasaan konsep merupakan
dasar dari penguasaan prinsip-prinsip dan teori-teori, artinya untuk dapat
nguasai prinsip dan teori harus dikuasai terlebih dahulu konsep-konsep yang
me-nyusun prinsip dan teori yang bersangkutan.
Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan
konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja tanpa menyuguhkan pengalaman
bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga tidak
tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Selain itu, siswa cenderung hanya
meng-hafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui
ma-salah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki.
Akibatnya, ilmu kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya
dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi obyek ilmu pengetahuan tersebut
(Depdiknas, 2003).
Senada dengan uraian di atas, Liliasari (2007) menyatakan bahwa pembelajaran
sains (khususnya kimia) di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan
tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep
dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil
3
berpusat pada guru (teacher centered) dan jarang melakukan praktikum sehingga kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan
mengkomunikasikan dan membangun konsep.
Pada penerapannya dalam proses pembelajaran, untuk melatihkan keterampilan
mengkomunikasikan dan mempermudah siswa untuk membangun konsep maka
diperlukan suatu model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme yang salah
satunya adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E. Salah satu materi dalam pelajaran kimia yang dalam pembelajarannya siswa dapat diajak untuk
meng-konstruk pengetahuan secara aktif melalui pengalaman mereka sendiri adalah
asam-basa. Learning Cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui rangkaian fase-fase yang diorganisasi sedemikian
ru-pa sehingga siswa daru-pat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicaru-pai
dengan cara berperan aktif. Ada lima fase dalam model pembelajaran Learning
Cycle 5E yaitu engagement phase, exploration phase, explanation phase, elabor-ation phase,dan evaluation phase.
Pada engagement phase, guru menggali pengetahuan awal siswa dan
mem-bimbing siswa membuat prediksi-prediksi tentang fenomena berdasarkan
peng-alaman siswa dan dibuktikan dalam exploration phase. Hal tersebut dapat
mem-bangkitkan motivasi dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan.
Pada exploration phase, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil tanpa pengarahan langsung dari guru untuk menguji
prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui
dimiliki siswa dapat dilatihkan secara maksimal untuk mengamati
fenomena-fenomena yang terjadi dan dapat melatih keterampilan mengkomunikasikan.
Pada explanation phase, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep
de-ngan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan
me-reka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Hal tersebut dapat melatih keterampilan
mengkomunikasikan dan mempermudah siswa untuk membangun konsep pada
materi asam-basa.
Pada elaboration phase, siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi
baru. Hal tersebut dapat melatih keterampilan mengkomunikasikan dan
meng-ukur penguasaan konsep siswa.
Pada evaluation phase dilakukan evaluasi terhadap efektivitas fase-fase
sebelum-nya. Selain itu, dilakukan evaluasiuntuk mengukur penguasaaan konsep.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran
Learning Cycle 5E dapat meningkatkan KPS dan penguasaan konsep siswa.
Azizah (2007) menyatakan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E
da-pat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan struktur atom, sistem
periodik, dan ikatan kimia kelas X1 SMAN 1 Kabupaten Blitar. Selanjutnya,
Hernita (2012) menyatakan pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan
keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep sistem koloid kelas XI
5
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul: Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 5E pada Materi Asam-Basa dalam Me-ningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi
asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan?
2. Bagaimana efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi
asam-basa dalam meningkatkan penguasaan konsep?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini
di-lakukan dengan tujuan:
1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada
materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan.
2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada
materi asam-basa dalam meningkatkan penguasaan konsep.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Mempermudah siswa untuk memahami materi asam-basa dengan cara berperan
2. Sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru kimia pada materi asam-basa
atau materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.
3. Sebagai informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu
pembelajaran kimia di sekolah.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam meningkatkan ke-terampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep apabila secara statistik
keterampilan mengkomunikasikan dan hasil belajar siswa menunjukkan
per-bedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen (ditunjukkan
dengan n-Gain yang signifikan).
2. Model pembelajaran Learning Cycle 5E yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E menurut Lorsbach (2002) de-ngan fase-fase sebagai berikut: engagement phase, exploration phase, e
xplan-ation phase, elaboration phase, dan evaluation phase.
3. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah teori asam-basa menurut
Arrhenius; konsep pH, pKw, dan pOH; kekuatan asam-basa; dan indikator
asam-basa.
4. Indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu mengubah data narasi ke
da-lam bentuk tabel dan mengubah data dada-lam bentuk tabel ke dada-lam bentuk
narasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang
menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri
(Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala
(2007), konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
kon-tekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Landasan
ber-fikir konstruktivisme lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat
pengetahuan.
Filsafat konstruktivisme diturunkan menjadi teori-teori belajar. Teori belajar pada
dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau
bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Berdasarkan suatu teori
belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Teori belajar berkembang dari teori Piaget tentang skema, asimilasi, akomodasi,
Teori belajar Piaget tentang skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibration di-uraikan sebagai berikut:
1. Skema
Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang
se-cara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema
itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Skema
bukanlah benda nyata yang dapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam
sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat.
Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti
intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri (Wadsworth, 1989).
Misalnya anak yang sedang berjalan dengan ibunya melihat seekor kuda. Lalu
ibunya bertanya, apa nama binatang itu nak? Karena anak tersebut baru kali itu
melihat kuda dan sudah sering melihat sapi, maka ia menjawab “itu sapi”. Anak
tersebut melihat ada sesuatu yang sama antara kuda dengan konsep sapi yang ia
punyai, yaitu berkaki empat, bermata dua, bertelinga dua, dan berjalan
merang-kak. Anak tersebut belum dapat melihat perbedaannya, melainkan melihat
ke-samaannya antara sapi dengan kuda. Bila anak mampu melihat perbedaannya, ia
akan mengembangkan skemanya tentang kuda, tidak sebagai sapi lagi.
2. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada
9
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam
skema yang telah ada. Asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema,
melain-kan memperkembangmelain-kan skema. Misalnya, seseorang yang baru mengenal
kon-sep balon, maka dalam pikiran orang itu memiliki skema “balon”. Kalau ia
me-ngempeskan balon itu kemudian meniupnya lagi sampai besar dan meletus atau
mengisinya dengan air sampai besar, ia tetap memiliki skema tentang balon.
Per-bedaannya adalah skemanya tentang balon diperluas dan terici lebih lengkap,
bu-kan hanya sebagai balon yang menggelembung karena terisi udara, melainbu-kan
ba-lon dengan macam-macam sifatnya.
3. Akomodasi
Seseorang dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi,
ya-itu (a) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru
atau (b) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Misalnya, seorang anak memiliki skema bahwa semua binatang berkaki dua atau
empat. Skema itu didapat dari abstraksinya terhadap binatang yang pernah
di-jumpainya. Pada suatu ketika ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak
binatang yang kakinya lebih dari empat. Anak tersebut merasakan bahwa skema
lamanya tidak cocok lagi dan terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus
membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat, dan atau lebih
dari empat.
4. Equilibration
Asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam
perkembangan intelek seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi
de-ngan akomodasi yang disebut equilibrium sedangkan disequilibrium adalah ke-adaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration adalah pro-ses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri individu melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang da-pat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema).
B. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E
Karplus dalam Wena (2009) menyatakan bahwa pembelajaran siklus merupakan
salah satu model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme.
Me-nurut Fajaroh dan Dasna (2007), model pembelajaran learning cycle dikembang-kan dari teori belajar Piaget. Model pembelajaran ini menyarandikembang-kan agar proses
pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga
terjadi proses skema, asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif
siswa. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan
11
Lebih lanjut Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) mengungkapkan
bahwa:
Siklus belajar (Learning Cycle) adalah suatu model pembelajaran yang ber-pusat pada siswa (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pem-belajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.
Learning Cycle pada mulanya terdiri atas tiga fase yang dikenal dengan Learning Cycle3E yaitu exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan), dan elaboration
(penerapan konsep). Menurut Lorsbach (2002), pada proses selanjutnya, tiga fase
tersebut mengalami perkembangan menjadi lima fase yaitu: engagementphase; explorationphase; explanationphase; elaborationphase; dan evaluationphase
sehingga dikenal dengan Learning Cycle 5E.
Pada engagementphase, guru menggali pengetahuan awal dan ide-ide siswa untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya.
Pada fase ini pula, siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena
ber-dasarkan pengalaman siswa dan dibuktikan dalam explorationphase sehingga da-pat membangkitkan motivasi dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan
di-ajarkan.
Menurut Piaget, pada explorationphase siswa diharapkan mengalami ketidak-setimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada dirinya sendiri: “mengapa demikian” atau “bagaimana akibatnya bila...”. Pada fase ini,
siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti
prak-tikum dan telaah literatur.
Pada explanationphase, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep de-ngan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan
me-reka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Sehingga siswa dapat menemukan
istilah-istilah baru dari konsep yang dipelajari.
Pada elaboration phase, siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru. Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan dengan
menggunakan data atau fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi yang baru.
Selain itu, guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang
memerlu-kan pengujian lewat ekplorasi dengan melakumemerlu-kan percobaan, pengamatan,
pe-ngumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan.
Pada evaluation phase dilakukan evaluasi terhadap efektivitas fase-fase sebelum-nya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi
siswa. Guru menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung baik dengan jalan
memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah menerima materi.
Model pembelajaran Learning Cycle 5E memiliki keunggulan sebagai berikut: meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran; membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa; dan pembelajaran
13
Berdasarkan uraian tersebut, proses pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan pro-ses membangun konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan
langsung. Akibatnya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, pembelajaran
akan menjadi bermakna, dan menjadikan skema dalam diri siswa menjadi
penge-tahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh siswa untuk
me-nyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
C. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Keterampilan proses sains menurut Semiawan (1992) dalam Efendi (2012) adalah
keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan sendiri fakta dan
konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang
di-tuntut.
Lebih lanjut Hariwibowo dalam Fitriani (2009) mengemukakan:
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan ke-mampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-ke-mampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-lamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan ke-terampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia se-utuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampil-an. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam ben-tuk kreativitas.
Lebih lanjut lagi Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS
merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk
melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.
Jadi, KPS adalah salah satu keterampilan proses yang lebih menekankan
pem-bentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
hasilnya. KPS dimaksudkan untuk melatih sikap ilmiah dan keterampilan siswa
untuk menemukan dan mengembangkan konsep, hukum, dan teori yang
selanjut-nya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan
se-hari-hari
KPS dasar dan indikatornya menurut Esler & Esler (1996) meliputi memprediksi,
mengamati, mengkomunikasikan, menafsirkan, klasifikasi dan inferensi disajikan
dalam tabel 1.
Tabel 1. Indikator KPS dasar.
Keterampilan dasar Indikator
(1) (2)
Memprediksi Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang menunjuk-kan suatu, misalmenunjuk-kan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk meng-interpolasi dan mengekstrapolasi dugaan.
Mengamati Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk meng-amati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.
Mengkomunikasikan Mengubah data narasi hasil percobaan ke dalam ben-tuk grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampai-kan laporan secara sistematis, menjelasmenyampai-kan hasil per-cobaan atau penelitian, mengubah data dalam bentuk grafik/ tabel/ diagram ke dalam bentuk narasi, men-diskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Menafsirkan (interpretasi)
15
Tabel 1(lanjutan)
Keterampilan dasar Indikator
(1) (2)
Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.
Inferensi Mampu menjelaskan hasil pengamatan, menyimpulkan dari fakta yang terbatas.
Salah satu KPS dasar adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi
ada-lah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak
lain agar terjadi saling memengaruhi di antara keduanya. Menurut Semiawan
(1992) dalam Efendi (2012), keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampil-an untuk menyampaikketerampil-an hasil penemuketerampil-annya kepada orketerampil-ang lain baik secara lisketerampil-an
maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper, penyusunan
karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik.
Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono (2002) mengemukakan kemampuan
ber-komunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan
un-tuk mengemukakan ide, perasaan, dan kebutuhan lain. Tabel, grafik,
lambang-lambang, diagram, persamaan matematik, dan demonstrasi visual sama baiknya
dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara
komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan
me-latihkan keterampilan mengkomunikasikan adalah agar dapat berkomunikasi
D. Penguasaan Konsep
Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip dan
teori-teori, artinya untuk dapat menguasai prinsip dan teori harus dikuasai terlebih
da-hulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan.
Pe-nguasaan konsep yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih
kompleks.
Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep
disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011)
mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada
satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan
suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep,
se-kaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
me-nolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian
kon-sep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta
Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu
menen-tukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut
variabel, posisi konsep, contoh dan non contoh. Analisis konsep pada materi
17 Tabel 2. Analisis konsep materi asam-basa.
No Label
Konsep Definisi Konsep
Jenis Konsep
Atribut Konsep Posisi Konsep
Contoh Non Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Larutan Campuran yang bersifat homogen. Berdasarkan sifatnya dibedakan men-jadi larutan asam dan larutan basa.
Konsep abstrak
Larutan Larutan asam Larutan basa
Jenis-jenis larutan berdasarkan sifatnya
Campuran Koloid Suspensi
Larutan asam Larutan
basa
Larutan HCl Larutan
C6H12O6
Susu
Campuran pasir dan air
2. Larutan asam
Larutan yang di dalam air melepaskan ion H+ menurut teori Arrhenius, dimana jumlah konsen-trasi ion H+ menunjukan kekuatan asam suatu larutan yang dinyatakan dengan suatu derajat keasaman (pH), spesi yang mendonorkan proton menurut teori Bronsted-Lowry, dan menerima pasangan elektron menurut teori Lewis.
Konsep abstrak
Larutan asam Kekuatan asam Derajat keasaman
(pH)
Larutan asam Konsentrasi
ion H+
Larutan Larutan elektrolit Larutan non elektrolit Kekuatan asam Derajat keasaman (pH)
Larutan HCl Larutan
CH3COOH
Larutan C6H12O6
3. Larutan basa
Larutan yang di dalam air melepaskan ion OH – menurut teori Arrhenius, dimana larutan asam ba-sa tersebut dapat di-identifikasi sifatnya dengan menggunakan
Konsep abstrak
Larutan basa Indikator asam
basa
Larutan basa Konsentrasi
ion OH-
Larutan Larutan elektrolit Larutan non elektrolit Indikator asam-basa Larutan NaOH Larutan
NH4OH
18 Tabel 2 (lanjutan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
indikator asam basa, spesi yang menerima proton menurut Bronsted-Lowry, dan melepaskan pasangan elektron menurut Lewis.
4. Kekuatan asam
Kemampuan spesi asam untuk menghasilkan ion H+ dalam air yang ber-gantung pada derajat ke-asaman (pH)
Konsep abstrak
Kekuatan asam basa
Derajat keasaman
Konsentrasi ion H+
Larutan asam Larutan basa Konsep pH,pOH dan pKw
Derajat ionisasi Tetapan ionisasi asam (Ka)
Tetapan ionisasi basa (Kb)
Asam kuat = HCl
Asam kuat= CH3COOH
5 Kekuatan basa
Kemampuan spesi basa untuk menghasilkan ion OH- dalam air yang ber-gantung pada derajat ke-basaan (pOH)
Konsep abstrak
Kekuatan asam basa
Derajat keasaman
Konsentrasi ion OH
- Larutan asam Larutan basa Konsep pH,pOH dan pKw
Derajat ionisasi Tetapan ionisasi asam (Ka)
Tetapan ionisasi basa (Kb)
Basa kuat = NaOH
Basa kuat = NH4OH
6. pH Derajat keasaman suatu larutan yang bergantung pada konsentrasi ion H+
Konsep abstrak contoh konkrit Derajat keasaman (pH) Konsentrasi ion H+
Asam basa menurut Arrhenius
pOH pKw
pH HCl 1 M = 1
19 Tabel 2 (lanjutan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
7 Indikator asam basa
Suatu spesi yang diguna-kan untuk mengetahui si-fat asam atau basa dari suatu larutan berdasarkan trayek pH pada indikator yang digunakan
Konsep konkrit
Indikator asam basa
Trayek pH
Larutan yang diuji
Asam basa menurut Arrhenius
pH larutan Metil Orange PP
Metil Merah
E. Kerangka Berpikir
Pembelajaran melalui model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam-basa mengharuskan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan
memecah-kan permasalahan melalui arahan dan bimbingan dari guru. Misalnya
pembelajar-an melalui LKS-1 untuk materi teori asam-basa menurut Arrhenius.
Pada engagement phase, guru memberikan informasi bahwa asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat penting dan dekat dalam kehidupan
sehari-ha-ri. Contohnya air jeruk, air deterjen, cuka, air belimbing, air asam jawa, dan air
sabun kemudian prediksikan dan kelompokkanlah zat yang tergolong asam dan
basa. Mengapa suatu zat dapat bersifat asam dan basa? Berdasarkan uraian
ter-sebut, guru menggali pengetahuan awal dan ide-ide siswa untuk mengetahui
ke-mungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Kemudian
siswa diajak membuat prediksi tentang fenomena berdasarkan pengalaman siswa
dan dibuktikan dalam exploration phase sehingga dapat membangkitkan motivasi dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan. Selanjutnya
dilaku-kan evaluasi untuk engagement phase yaitu mengapa air jeruk, air deterjen, cuka, air belimbing, air asam jawa, dan air sabun termasuk asam atau basa?
Pada exploration phase, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam ke-lompok-kelompok kecil tanpa instruksi/pengarahan langsung dari guru untuk
me-nguji prediksi, yaitu melakukan praktikum uji identifikasi asam dan basa suatu
larutan menggunakan indikator lakmus. Oleh karena itu, keterampilan
observasi yang dimiliki siswa dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk
21
pengamatan dalam bentuk tabel dengan bimbingan guru sehingga dapat melatih
keterampilan mengkomunikasikan. Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk explor-ation phase yaitu ulangi prosedur percobaan untuk larutan H2SO4 (air aki) dan
larutan Ca(OH)2 (air kapur) kemudian buatlah tabel hasil pengamatan yang berisi
kolom nomor, larutan, perubahan war-na kertas lakmus merah, perubahan warna
kertas lakmus biru, asam / basa /netral, dan reaksi ionisasi.
Pada explanation phase, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep de-ngan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan
me-reka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Contohnya mengidentifikasi perubahan
warna indikator lakmus pada larutan asam, basa, dan netral; mengelompokkan
larutan yang tergolong asam, basa, dan netral kemudian menyimpulkan definisi
larutan asam, basa, dan netral berdasarkan perubahan warna indikator lakmus.
Selanjutnya, menuliskan reaksi ionisasi larutan yang diuji; mengelompokkan
larutan-larutan yang melepaskan ion yang sama pada reaksi ionisasi larutan asam
dan basa; menyimpulkan ion yang menyebabkan suatu larutan bersifat asam dan
basa; dan menyimpulkan definisi larutan asam dan basa menurut Arrhenius.
Ber-dasarkan uraian tersebut, siswa dilatih keterampilan mengkomunikasikan yaitu
mengubah data dalam bentuk tabel ke dalam bentuk narasi, dan mempermudah
siswa untuk membangun konsep pada materi teori asam-basa menurut Arrhenius.
Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk explanation phase yaitu mengapa larutan HCl, H2SO4, dan CH3COOH tergolong asam menurut Arrhenius? Kemudian
mengapa larutan NaOH, NH4OH, dan Ca(OH)2 tergolong basa menurut
Pada elaboration phase, diberikan data hasil pengamatan uji identifikasi asam, ba-sa, dan netral dengan larutan yang berbeda pada exploration phase menggunakan indikator kertas lakmus. Kemudian siswa membuat tabel hasil pengamatan yang
sesuai sehingga dapat melatih keterampilan mengkomuniksikan dan mengukur
pe-nguasaan konsep pada materi teori asam-basa menurut Arrhenius.
Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengukur penguasaan konsep siswa tentang
teori asam-basa menurut Arrhenius. Contohnya, jelaskan pengertian larutan asam
dan larutan basa menurut Arrhenius dengan menggunakan contoh masing-masing
minimal 1.
Berdasarkan uraian tersebut, apabila model pembelajaran Learning Cycle 5E di-terapkan pada pembelajaran kimia di kelas dapat meningkatkan keterampilan
mengkomunikasikan dan penguasaan konsep siswa.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa kelas XI semester genap SMA Negeri 1 Kotaagung tahun pelajaran
2012/2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang
hampir sama dalam keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep.
2. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan
23
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Kotaagung, Tanggamus Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 98 siswa dan
tersebar dalam tiga kelas. Selanjutnya dari populasi tersebut diambil sebanyak
dua kelas yaitu kelas XI IPA 1dan kelas XI IPA 2 untuk dijadikan sampel
peneliti-an. Kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran
Learning Cycle 5E sedangkan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa
da-ta hasil pretes dan postes keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan
kon-sep pada materi asam-basa. Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas
eks-perimen dan kelas kontrol.
C. Metode dan Desain Penelitian
25
Tabel 3. Desain penelitian.
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan,
O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, Xadalah
pembel-ajaran kimia dengan menggunakan pembelpembel-ajaran Learning Cycle 5E.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Pada pe-laksanaannya, guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa kelas
XI IPA di sekolah tersebut diminta untuk mempertimbangkan dua kelas dengan
tingkat kemampuan keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep
yang hampir sama sehingga diperoleh kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 sebagai
sam-pel penelitian.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdri dari dua yaitu variabel bebas dan variabel
ter-ikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E dan pembelajaran konvensional sedangkan variabel terikat pada pe-nelitian ini adalah keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan konsep.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa silabus, RPP, LKS, soal
pretes dan postes. Silabus dan RPP dibuat sesuai dengan standar Kurikulum
Learning Cycle 5E terdiri dari lima LKS yaitu LKS-1 berisi materi teori asam-basa menurut Arrhenius; LKS-2 berisi materi konsep pH, pKw, dan pOH; LKS-3
berisi materi kekuatan asam; LKS-4 berisi materi kekuatan basa; dan LKS-5
ber-isi materi indikator asam-basa. Soal pretes adalah materi sebelumnya
(kese-timbangan kimia) sedangkan soal postes adalah materi asam-basa yang
masing-masing terdiri dari 10 butir soal pilihan jamak untuk mengukur penguasaan
kon-sep dan 2 butir soal uraian untuk mengukur keterampilan mengkomunikasikan.
Dalam pelaksanaannya, kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang
sama.
Untuk memperoleh data yang sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang
di-gunakan harus valid. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara
tepat. Oleh karena itu, pada penelitian ini perlu dilakukan pengujian terhadap
ins-trumen yang akan digunakan yaitu validitas isi. Pengujian validitas isi ini
dilaku-kan dengan cara judgment oleh dosen pembimbing penelitian. Dalam hal ini pe-ngujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi butir soal, terutama kesesuaian
antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir soalnya.
Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instru-men dianggap valid untuk digunakan dalam instru-mengumpulkan data sesuai
27
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
[image:35.595.138.479.175.624.2]Prosedur penelitian dapat digambarkan dalam bentuk alur penelitian bawah ini:
Gambar 1. Alur penelitian.
Alur penelitian tersebut dijabarkan dengan prosedur penelitian sebagai berikut:
a. Observasi pendahuluan, adapun prosedurnya adalah: mengadakan observasi ke
sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, Kelas kontrol
Observasi pendahuluan
Membuat instrumen penelitian dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E.
Validasi instrumen
Kelas eksperimen
Postes
Tabulasi dan analisis data
Kesimpulan
Konvensional Learning Cycle 5E
karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang
da-pat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitiankemudian
me-nentukan dua kelas sebagai sampel penelitian.
b. Tahap persiapan, membuat instrumen penelitian yaitu silabus; Rencana
Pe-laksanaan Pembelajaran (RPP); Lembar Kerja Siswa (LKS); soal pretes; dan
soal postes.
c. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah:
melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol; melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi asam-basa sesuai
dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas,
pembel-ajaran menggunakan model pembelpembel-ajaran Learning Cycle 5E diterapkan di ke-las eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di keke-las kontrol;
dan melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
d. Tahap akhir penelitian ini adalah mengumpulkan data, melakukan tabulasi dan
analisis data kemudian menarik kesimpulan.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh berupa skor hasil pretes dan postes untuk keterampilan
meng-komunikasikan dan penguasaan konsep. Data tersebut selanjutnya diubah
men-jadi nilai yang digunakan untuk menghitung n-Gain keterampilan
29
1. Perhitungan nilai siswa
Nilai pretes dan postes untuk keterampilan mengkomunikasikan dan penguasaan
konsep dirumuskan sebagai berikut:
100 x maksimal skor
Jumlah
diperoleh yang
skor jumlah siswa
Nilai ... (1)
2. Perhitungan n-Gain
Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan
penguasa-an konsep, maka dilakukpenguasa-an penguasa-analisis nilai gain ternormalisasi. Rumus n-Gain me-nurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:
... (2)
H. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Langkah-langkah pengujian hipotesis
adalah: uji normalitas, uji homogenitas, dan uji perbedaan dua rata-rata.
1. Uji normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji
normalitas adalah:
H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat berikut (Sudjana, 2005):
∑ ... (3)
dengan kriteria uji: terima H0 jika2hitung 2tabel dengan taraf nyata 5%
Keterangan:
Oi : frekuensi pengamatan
Ei : frekuensi yang diharapkan
2. Uji homogenitas dua varians
Uji homogenitas dua varians digunakan unuk mengetahui apakah dua kelompok
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.
H0 = data penelitian mempunyai varians yang homogen.
H1 = data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen.
a. Rumusan hipotesis
H0 : σ12= σ22 Sampel memiliki varians yang homogen.
H1 : σ12≠ σ22 Sampel memiliki varians yang tidak homogen.
Keterangan :
= varians nilai kelompok 1
= varians nilai kelompok 2
b. Rumus statistik yang digunakan adalah uji-F :
.
31
Keterangan :
= varians terbesar
= varians terkecil
c. Kriteria uji
Pada taraf 0,05, tolak Ho jika F hitung F ½(1 , 2) dan sebaliknya
(Sudjana, 2005).
3. Uji perbedaan dua rata-rata
Adapun langkah-langkah dalam uji ini sebagai berikut:
a. Merumuskan hipotesis
Merumuskan hipotesis 1 (keterampilan mengkomunikasikan)
H0: μ1x ≤ μ 2x : Rerata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan pada materi
asam-basa di kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan
re-rata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan di kelas kontrol. H1: μ1x > μ 2x : Rerata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan pada materi
asam-basa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
rerata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan di kelas kontrol.
Merumuskan hipotesis 2 (penguasaan konsep)
H0: μ1y ≤ μ 2y : Rerata n-Gain penguasaan konsep pada materi asam-basa di kelas
H1: μ1y >μ 2y : Rerata n-Gain penguasaan konsep pada materi asam-basa di kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rerata n-Gain pe-nguasaan konsep di kelas kontrol.
Keterangan :
µ1 = rerata n-Gain (x,y) kelas eksperimen
µ2 = rerata n-Gain (x,y) kelas kontrol
x = keterampilan mengkomunikasikan
y = penguasaan konsep
b. Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1= 33 dan n2= 32
Keterangan:
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol
c. Oleh karena kedua varians kelas sampel homogen (σ12= σ22), maka statistik
yang digunakan ialah uji-t berikut (Sudjana, 2005):
2 1 2 1 1 1 n n S X X t g hitung
... (5)
dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 n n s n s n
sg ... (6)
Kriteria uji: terima H0 jika thitung< t1-αdengan dk = (n1n22)
Keterangan :
̅̅̅ = Rerata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep
33
̅̅̅ = Rerata n-Gain keterampilan mengkomunikasikan/penguasaan konsep
kelas kontrol
= Simpangan baku gabungan
= Jumlah sampel kelas eksperimen
= Jumlah sampel kelas kontrol
2 1
s = Varians kelas eksperimen
2 2
s = Varians kelas kontrol
d. Mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan level signifikan 0,05 dan
2 -n n
dk 1 2 untuk 12 22.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan. Karena keterampilan
meng-komunikasikan dilatihkan pada exploration phase, explanation phase, dan
elaboration phase.
2. Model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam-basa efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep. Karena pada explanation phase memper-mudah siswa membangun konsep, pada elaboration phase dan evaluation phase mengukur penguasaan konsep siswa.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan:
1. Bagi guru dan calon peneliti diharapkan lebih memperhatikan alat dan bahan
untuk praktikum.
2. Bagi guru dan calon peneliti diharapkan lebih memperhatikan bahwa
DAFTAR PUSTAKA
Azizah. 2007. Penerapan Model Pembelajaran LC 5E Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia Kelas X1 SMAN 1 Kabupaten Blitar. Skripsi. Tidak diterbit-kan. Malang.
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Efendi, D. A. 2012. Efektivitas Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Pencapaian Kompetensi Siswa. Skripsi. Tidak diterbitkan. Bandar Lam-pung.
Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary Cience. Wadsworth. California.
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Tidak diterbitkan. Bandung.
Fajaroh dan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Universitas Negeri Malang. Malang.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Ber-basis Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi. Skripsi. Tidak diterbitkan. Bandar Lampung.
Hernita, E. 2012. Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Ke-terampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Sistem Koloid (PTK pada Siswa Kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 TP 2010-2011).
Skripsi. Tidak diterbitkan. Bandar Lampung.
Liliasari. 2007. Scientific Concepts and Generic Science Skills Relationship In The 21st Century Science Education. Seminar Proceeding of The First International Seminar of Science Education., 27 October 2007. Bandung. Lorsach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science
Instrumen. Online (http: //www. coe. ilstu. edu/scienceed/lorsbach/25/ Lrcy. Html, diakses 08 september 2012 Pukul 18.28 WIB).
Nuh, U. 2010. Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. Artikel Pendidikan. Diakses 03 Februari 2012 dari
http://fisikasma-online.blogspot.com/2010/03/keterampilan-proses-sains.html.
Panen, P., Mustafa, D., dan Sekarwinahyu, M. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
Sagala, S. 2007. Konsep dan makna pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Wadsworth. 1989. Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development (4th
ed.). Logman. New York.