• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3-E PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI

VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

Oleh

LILIYA NOVIYANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGIDENTIFIKASI

VARIABEL DAN MENDESKRIPSIKAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

Oleh

LILIYA NOVIYANA

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembelajaran learning cycle 3E pada materi

asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengidentifikasi variabel dan

mendes-kripsikan hubungan antar variabel. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA

SMA Negeri 1 Way Jepara semester genap Tahun 2012-2013 dengan kelas XI IPA 2

dan XI IPA 3 sebagai sampel. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan

Non Equivalent (Pretest-Postest) Control Group Design. Hasil penelitian

menunjuk-kan rerata n-Gain keterampilan mengidentifikasi variabel kelas kontrol dan

eksperi-men masing-masing 0,19 dan 0,34; dan rerata n-Gain keterampilan mendeskripsikan

hubungan antar variabel untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,07 dan

0,32. Berdasarkan pengujian hipotesis, disimpulkan bahwa kelas dengan

pembelajar-an model learning cycle 3E pada materi asam basa dapat meningkatkan keterampilan

mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel.

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8

B. Learning Cycle 3E (LC 3E) ... 10

C. Keterampilan Proses Sains ... 13

D. Keterampilan Mengidentifikasi Variabel ... 16

E. Keterampilan Mendeskripsikan Hubungan Antar Varabel ... 17

F. Kerangka Pemikiran ... 17

G. Anggapan Dasar ... 20

(6)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

B. Populasi dan Sampel ... 21

C. Jenis dan Sumber Data ... 21

D. Metode dan Desain Penelitian ... 22

E. Variabel Penelitian ... 23

F. Instrumen dan Validitas Penelitian ... 23

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 26

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 31

B. Pembahasan ... 37

V.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 47

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran pada ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan cara men-cari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA tidak hanya

menca-kup penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prin-sip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan, sehingga diharap-kan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan

alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006). Hakikat IPA atau sains terdiri IPA sebagai

prosess, IPA sebagai produk, dan IPA sebagai sikap yang ilmiah. Sains sebagai proses menyangkut cara kerja untuk memperoleh hasil (produk) dengan sikap yang ilmiah.

Untuk dapat memahami hakikat IPA tersebut secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah, siswa harus memiliki keterampilan proses sains. Proses sains yang dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan

intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan

(8)

Concise Dictionary of Science & Computers (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan

FIP-UPI, 2007) mendefinisikan kimia sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur, komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang

menyer-tai perubahan materi. Berdasarkan pernyataan tersebut, siswa akan menghadapi konsep yang kompleks serta fenomena yang abstrak dan tidak teramati (Hilton,

2008). Konsep-konsep yang kompleks dan fenomena yang abstrak tersebut men-jadi salah satu hal yang mengakibatkan kimia sangat sulit untuk dimengerti oleh sebagian besar siswa (Wang, 2007).

Kualitas pendidikan sains di Indonesia yang masih rendah, terlihat dari rendahnya

prestasi yang diraih oleh siswa-siswi Indonesia dalam ajang internasional. Menu-rut data yang diperoleh dari Trends International Mathematis and Science Study

(TIMMS) tahun 2011, kemampuan IPA siswa Indonesia berada pada urutan 40 dari 42 negara. Kemampuan siswa Indonesia berada sangat jauh dari negara Singapura yang menduduki peringkat pertama dengan nilai 590. Jumlah nilai

kemampuan IPA, siswa Indonesia memperoleh nilai 406, nilai tersebut berada jauh di bawah nilai rata-rata Internasional yaitu 525. Sementara itu, berdasarkan Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 bidang

literasi sains, Indonesia menempati urutan 23 dari 31 negara berada jauh di bawah China yang menduduki peringkat pertama dengan nilai 556. Sedangkan Indonesia

memiliki nilai 402, nilai tersebut berada jauh di bawah nilai rata-rata Internasional yaitu 500. Soal-soal pada TIMSS dan PISA menuntut peserta didik yaitu

(9)

mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa

masih sangatlah lemah.

Kemampuan sains siswa Indonesia yang masih rendah tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran sains termasuk kimia, kebanyakan siswa dituntut untuk lebih

banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip tanpa mengalami proses, sehingga menyebabkan siswa sulit untuk mengerti kimia. Kesulitan siswa dalam

memahami konsep kimia sampai sekarang masih belum teratasi. Berbagai peneli-tian telah dilakukan untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut. (Weera-wardhana, 2006) telah mengidentifikasi empat kemungkinan utama yang

cende-rung menyebabkan sebagian besar siswa SMA sulit memahami konsep kimia yaitu sifat pelajaran kimia itu sendiri, cara belajar siswa, alat pembelajaran, dan

metode atau model pengajaran (proses pembelajaran) kimia.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Way Jepara Lampung Timur, proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa se-bagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran didominasi oleh guru. Guru

lebih banyak menggunakan metode ceramah. Dalam hal ini guru lebih banyak aktif dalam memberi daripada siswa yang aktif dalam menemukan dan berfikir.

Pembelajaran yang seperti ini membuat ketertarikan minat siswa dalam belajar kimia menjadi berkurang. Siswa hanya menerima materi yang disampaikan guru dan guru tidak melibatkan siswa dalam menemukan konsep, sehingga

pembelajar-an menjadi monoton, siswa kurpembelajar-ang termotivasi dalam belajar. Pembelajarpembelajar-an ypembelajar-ang seperti ini juga yang menyebabkan keterampilan-keterampilan yang ada pada diri

(10)

Untuk itu, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan atau

meng-kreasikan cara pembelajaran yang aktif dan kreatif. Model, metode atau stategi pun harus seefektif mungkin agar guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber

belajar yang selalu mentransfer ilmu pengetahuan dan informasi kepada siswanya, sehingga guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa akan berperan aktif untuk menemukan suatu konsep atau fakta dan meningkatkan keterampilan yang

dimi-likinya.

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan sesuai untuk materi asam-basa adalah model pembelajaran

Learning Cycle 3E. Learning Cycle 3E menurut Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna (2007) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa

(student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajaran dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan

ber-peranan aktif. Fase-fase pembelajaran meliputi: (1) fase eksplorasi (eksploration); (2) fase penjelasan konsep (explanation); (3) fase penerapan konsep (elaboration).

Kembali pada hakikat kimia sebagai proses, dimana siswa juga diharapkan

me-miliki keterampilan proses sains (KPS). Tidak hanya KPS dasar (basic skills) tetapi juga KPS terpadu (integrated skills), seperti mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel. Dalam proses pembelajaran

menggu-nakan model pembelajaran Learning Cycle 3E, siswa diajak untuk melakukan suatu kegiatan dan menentukan obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik

(11)

variabel-variabel yang terkait dalam suatu kegiatan atau pecobaan. Sehingga dalam hal ini,

perlu melatih keterampilan mengidentifikasi variabel dari setiap kegiatan pada siswa sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains (KPS)

terpadu. Selanjutnya, siswa diajak menentukan hubungan antar variabel yang telah diidentifikasinya.

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan model Learning Cycle 3E,

yaitu Suri (2012) yang melakukan penelitian pada siswa kelas XI IPA 3 dan XI IPA4 SMA Al-Kautsar Bandarlampung, menunjukkan bahwa penerapan pembe-lajaran LC 3E pada materi Kesetimbangan Kimia dapat meningkatkan hasil

bela-jar siswa. Selanjutnya, hasil penelitian Rosilawati (2011) yang dilakukan pada mahasiswa pendidikan kimia Universitas Lampung, menunjukkan bahwa LC 3E

mampu meningkatkan keterampilan berkomunikasi mahasiswa pada materi Alkil Halida. Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut, maka dilakukan pene-litian yang berjudul “Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi Asam-Basa

dalam Meningkatkan Keterampilan Mengidentifikasi Variabel dan Mendeskripsi-kan Hubungan Antar Variabel.“

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pembelajaran Learning Cycle 3E pada materi asam-basa dapat

(12)

2. Bagaimana pembelajaran Learning Cycle 3E pada materi asam-basa dapat

meningkatkan keterampilan siswa dalam mendeskripsikan hubungan antar variabel?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pembelajaran Learning Cycle 3E pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengidentifikasi variabel.

2. Mendeskripsikan pembelajaran Learning Cycle 3E pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi siswa

Mempermudah siswa dalam memahami dan mempelajari kimia, khususnya materi asam basa.

b. Bagi guru dan calon guru

Memberi referensi model pembelajaran alternatif pada materi pokok asam-basa

maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama. c. Bagi sekolah

Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu

(13)

d. Bagi peneliti lain

Sebagai bahan/gambaran bagi peneliti lain untuk dapat mengembangkanpene-litian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan penelitian dan menghindari salah persepsi, maka dibuatlah

ruang lingkup penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Materi dalam penelitian ini adalah asam-basa Arrhenius.

2. Indikator mengidentifikasi variabel yaitu mampu mengidentifikasi semua variabel yang digunakan dalam percobaan

3. Indikator mendeskripsikan hubungan antar variabel yaitu mampu

mendeskrip-sikan hubungan antar variabel yang digunakan dalam percobaan.

4. Peningkatan keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengeta-hui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,

me-lainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti haki-kat realitas, tetapi lebih melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang

sesuatu (Suparno, 1997).

Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010) mengemukakan:

Dalam paham konstruktivisme, pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Maka pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas dari pengamat, melainkan merupakan ciptaan manusia yang

dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Pengeta-huan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan segai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, ataupun lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang (guru) ke kepala orang lain (siswa).

Paham konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

(15)

ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan

teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Berdasarkan Piaget, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi

ialah pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang sudah dimiliki untuk me-nyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Persyaratan penting

untuk terjadinya asimilasi adalah struktur internal yang menggunakan informasi baru. Namun seseorang sering tidak memadukan informasi baru ke dalam struk-tur kognitifnya karena tidak memiliki strukstruk-tur asimilasi yang cocok. Akomodasi

ialah penyesuaian stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.

Dalam proses akomodasi ini seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Asimilasi dan akomodasi berfungsi bersama-sama dalam menghadapi lingkungan (beradaptasi)

pada semua tingkat fungsi intelek. Dalam perkembangan intelektual, akomodai mempunyai arti dalam pengubahan struktur kognitif individu. Bila ia menyadari

bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian lingkungan, ia akan meng-organisasikan cara berpikir sebelumnya. Reorganisasi inilah yang menghasilkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang

ber-kesinambungan yang memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang dan berubah sementara untuk menjadi lebih mantap/seimbang. Ekuilibrasi bukan

(16)

perkembangan intelektual seorang akan terganggu dan berlangsung secara tidak

seimbang (Bell, 1994).

Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, namun Vygotsky menekankan

pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan

perkembang-an intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yperkembang-ang berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal develop-ment. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang

ber-beda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan

kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memi-liki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang

lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone

of proximal development (Arends dalam Septiana, 2012).

B. Learning Cycle 3 E (LC 3E)

Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model pembelajaran yang telah diakui

dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. LC merupakan rangkaian

(17)

dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran

dengan jalan berperanan aktif.

LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme yang dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini

menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi dan organisasi

dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.

Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah sederhana, yaitu fase eksplorasi

(exploration), guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji

prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan praktikum. Fase penjelasan konsep (explaination), siswa lebih aktif untuk menentukan atau me-ngenal suatu konsep berdasarkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya di

dalam fase eksplorasi. Fase penerapan konsep (elaboration), dimaksudkan me-ngajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang

sama ataupun yang lebih tinggi tingkatannya.

Karplus (Sunal.1994) “science learning should be a process of self–regulation in which the learner forms new reasoning patterns. These will result from reflection, after the pupil interacts with phenomena and with the ideas of others.”

(18)

mengenai fenomena alam maupun gagasan yang menghasilkan

pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat mereka jawab. Pada fase kedua dari konsep ini adalah fase explaination dimana konsep yang akan dibelajarkan dijelaskan oleh

guru. Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih aktif. Terakhir, yaitu tahap apli-kasi (elaboration), konsep diterapkan melalui situasi baru dan memperluas jang-kauan kegunaan konsep. Pada fase ini pembelajaran dicapai melalui pengulangan

dan praktik sehingga ada waktu untuk menstabilkan gagasan baru dan pemikiran siswa.

Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan

ling-kungan melalui kegiatan-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari

kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanya-an ypertanyaan-pertanya-ang mengarah pada berkembpertanyaan-pertanya-angnya daya nalar tingkat tinggi (high level

reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Mun-culnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan

siswa untuk menempuh fase penjelasan konsep (explanation). Pada fase penje-lasan konsep (explanation), diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru

dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti me-nelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada fase terakhir, yakni penerapan

(19)

motivasi belajar karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang

mereka pelajari. Menurut Karplus dan Their (Fajaroh dan Dasna, 2007).

Hudojo (2001) mengemukakan bahwa: Implementasi LC 3E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:

1. siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa,

2. informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu, 3. orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan

pemecahan masalah.

Kegiatan dalam tiap fase LC 3E mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik

maupun sosial. Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) LC 3E merupakan model belajar yang jitu bagi pembelajaran sains khususnya kimia di sekolah menengah

karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.

C. Keterampilan Proses Sains

KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya

sains. KPS penting dimiliki guru agar dapat digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki siswa. Untuk dapat memahami

hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah, siswa harus memiliki keterampilan proses sains. Dalam pembelajaran IPA aspek

(20)

penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain bila

seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya.

Menurut Hariwibowo (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar me-ngajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam

me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau

me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan dalam Fitriani, D (2009) keterampilan proses sains dibagi menjadi dua antara lain:

1. Keterampilan proses dasar (Basic Science Process Skill), meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan. Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai berikut

a. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur

(21)

b. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

c. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.

d. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan.

e. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.

f. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan

sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting

dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

2. Keterampilan proses terpadu (Integrated Science Process Skill), meliputi me-rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan

aplikasi konsep. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Indikator Keterampilan Proses Sains Terpadu Keterampilan

Terpadu Indikator

Merumuskan masalah

Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah.

Mengidentifikasi variabel

(22)

Mendeskripsikan hubungan antar variabel

Mampu mendeskripsikan hubungan antar variabel yang digunakan dalam percobaan

Mengendalikan variabel

Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi memanipulasi variabel bebas.

Mendefinisikan variabel secara operasional

Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.

Memperoleh dan menyajikan data

Mampu menyajikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel, grafik, gambar dan bagan.

Menganalisis data Mampu menganalisis data dari tabel, bagan maupun grafik.

Merumuskan hipotesis

Mampu merumuskan hipotesis berdasarkan permasalahan yang telah diberikan

Merancang

percobaan/penelitian

Mampu merancang sebuah percobaan

Melakukan Eksperimen

Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil eksperimen.

D. Keterampilan Mengidentifikasi Variabel

Mengidentifikasi variabel merupakan suatu kegiatan menentukan jenis variabel dalam suatu penelitian. Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi

titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1991).

Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai variasi nilai atau konsep yang diberi lebih satu sama nilai (Sangarimbun, 1986: 20 &25). Selain itu

variabel juga merupakan “...something thst can vary or change in a situation” (Funk, 1985:88). Dengan dua batasan seperti disebutkan sebelumnya, maka dapat

(23)

Variabel-variabel yang diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang akan diuji. Variabel ini merupakan variabel

yang dimanipulasi atau diubah oleh orang yang melakukan eksperimen. 2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah perubahan yang diukur. Perubahan variabel ini tergantung

pada variabel bebas. 3. Variabel kontrol

Sebuah eksperimen yang baik adalah hanya mengukur pengaruh dari sebuah variabel. Oleh karena itu, variabel yang berubah hanyalah variabel bebas dan variabel terikat. Faktor-faktor lain dapat berubah harus dijaga agar tetap tidak

berubah atau dikontrol (Dimyati dan Mudjiono, 2006).

E. Keterampilan Mendeskripsikan Hubungan Antar Variabel

Mendeskripsikan hubungan antar variabel perlu dilakukan karena deskripsi ter-sebut dapat memperjelas tentang bagaimana penelitian dilaksanakan, dan data apa

yang harus dikumpulkan. Hubungan antar variabelnya dapat dideskripsikan seba-gai variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat atau respon. Jadi,

varia-bel bebas merupakan tindakan penyelesaian masalah, sedangkan variavaria-bel terikat merupakan akibat dari adanya variabel bebas (Dimyati dan Moedjiono, 2006).

F. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran melalui Learning Cycle 3 E, terutama dalam membelajarkan materi

(24)

membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan melalui

arahan dan bimbingan guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga langkah se-derhana, yaitu fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep ( explaina-tion), dan fase penerapan konsep (elaboration).

Fase eksplorasi siswa diajak untuk melakukan percobaan seperti identifikasi larutan asam basa, percobaan penentuan kekuatan asam basa, mengamati

data-data hasil percobaan asam-basa yang mengarahkan siswa untuk berfikir lebih lanjut dan mengakibatkan timbulnya pertanyaan-pertanyaan dari dalam diri siswa yang tidak bisa dijawabnya. Seperti pada pertemuan pertama adanya pertanyaan

dalam diri siswa mengapa larutan dapat/tidak mengubah kertas lakmus merah dan biru, atau seperti pertemuan kedua mengapa setiap larutan mempunyai harga pH

yang berbeda, atau pada pertemuan ketiga yaitu mengapa pada larutan yang sama-sama asam/basa dengan konsentrasi sama-sama mempunyai pH yang berbeda. Per-tanyaan-pertanyaan ini menandakan kesiapan siswa untuk menempuh fase

eksplanasi. Pada fase ini pula siswa diajak untuk mengandalkan kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel yang terkait dalam percobaan.

Fase penjelasan konsep (explaination), pada fase ini berdasarkan data-data dari

percobaan mengidentifikasi sifat larutan, menentukan tingkat keasaman, yang di-berikan pada fase eksplorasi selanjutnya siswa diarahkan untuk mendiskusikan informasi yang mereka dapatkan dari fenomena asam-basa tersebut. Pada fase ini

(25)

Pada fase penerapan konsep (elaboration), siswa diajak untuk menerapkan konsep

pada contoh kejadian yang lain, seperti menyelesaikan permasalahan terkait konsep asam basa dalam bentuk soal yang melatih siswa untuk meningkatkan

keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menerapkan konsep asam basa yang telah siswa temukan sebelumnya pada fase eksploration dan fase

eksplanation.

Melalui pembelajaran dengan menggunakan Learning Cycle 3E, siswa diajak untuk melakukan suatu kegiatan dan menentukan obyek penelitian, atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dengan kata lain, siswa diajak untuk me-netukan variabel-variabel yang terkait dalam suatu kegiatan atau pecobaan.

Se-hingga dalam hal ini, guru perlu melatih keterampilan mengidentifikasi variabel dari setiap kegiatan pada siswa sebagai salah satu komponen dalam keterampilan proses sains yang terintegrasi. Selanjutnya, siswa diajak menentukan hubungan

antar variabel yang telah diidentifikasi.

Pembelajaran kimia yang demikian memberikan pengalaman belajar pada siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu memiliki

pema-haman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri, sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan. Dengan berpikir apabila pembelajaran seperti ini diterapkan

pada pembelajaran kimia di kelas, diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan mengidentifikasi variabel dan kemampuan menghubungkan antar

(26)

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Semua siswa kelas XI IPA semester ganjil SMA Negeri 1 Way Jepara tahun pelajaran 2012-2013 yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.

2. Perbedaan keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hu-bungan antar variabel siswa semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan

dalam proses pembelajaran.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan mengiden-tifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel siswa kelas XI

IPA semester ganjil SMA Negeri 1 Way Jepara tahun pelajaran 2012-2013 diabaikan.

H. Hipotesis

Sebagai dasar dalam analisis data maka perlu disusun hipotesis yaitu model

(27)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur pada bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMAN 1 Way

Jepara Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 124 siswa dan tersebar dalam empat kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 30 hingga 32 siswa.

Selan-jutnya dari populasi tersebut diambil sebanyak dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data hasil tes keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel sebelum pembelajaran (pretes) dan setelah pembelajaran (postes). Data

(28)

D. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Non Eqiuvalent (Pretest-Posttest) Control Group Design (Creswell, 1997) dengan urutan kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Desain Penelitian

Pretes Perlakuan Postes

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 - O2

Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, dan X1 adalah

per-lakuan berupa model pembelajaran Learning Cycle 3E.

Peneliti ingin mendapatkan kelas dengan tingkat keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel yang sama, peneliti

memi-lih teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dikenal juga sebagai sampling

pertimbanganyaitupengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (berdasarkan saran dari ahli), dengan tujuan ingin mendapatkan sampel yang mempunyai karakteristik yang hampir sama.

Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk menen-tukan dua kelas dengan tingkat kemampuan yang sama dan peneliti mendapatkan

(29)

Learning Cycle 3E, sedangkan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol yang

menga-lami pembelajaran konvensional.

E. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu Learning Cycle

3E dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan proses sains terintergrasi yaitu keterampilan mengidentifikasikan variabel dan

mendeskripsikan hubungan antar variabel pada materi pokok asam basa.

F. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:

a. Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 3E.

b. Pemetaan, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai

dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

c. Kisi-kisi soal, soal pretes dan postes yang dapat melatih siswa untuk

mening-katkan keterampilan mengidentifikasi variabel dan mendeskripsikan hubungan antar variabel yang berjumlah masing-masing 4 soal uraian.

2. Validitas Instrumen

(30)

tepat. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan

diguna-kan. Dalam konteks pengujian instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik.

Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian

dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan peneliti-an, tujuan pengukurpeneliti-an, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara

unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan

a. Peneliti meminta izin kepada Kepala SMAN 1 Way Jepara untuk

melaksana-kan penelitian.

b. Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan

karakteris-tik materi yang cocok untuk diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 3E.

c. Peneliti menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan, peneliti menyusun analisis konsep, silabus, Rencana

(31)

b. Tahap pelaksanaan penelitian, adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah

(1) melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi asam basa

sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas, model pembelajaran Learning Cycle 3E diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan postes

dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; dan (4) melakukan tabulasi dan analisis data.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan

di bawah ini:

Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Post t est Pembelajaran

konvensional Pembelajaran LC 3E

Analisis Data

Pembahasan dan simpulan

Mempersiapkan instrumen dan perangkat pembelajaran

Menentukan Populasi dan Sampel

(32)

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Perhitungan Nilai Siswa

Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan mengidentifikasi variabel dan keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel dirumuskan sebagai

berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang selanjut-nya digunakan pengujian hipotesis.

b. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui keterampilan mengidentifikasi variabel dan keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel pada materi pokok asam basa antara

model pembelajaran LC 3E dengan pembelajaran konvensional, maka dilakukan analisis skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui

peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas. Rumus n-Gain (g) menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:

nilaimaksimalideal-nilaipretest

(33)

2. Pengujian hipotesis

Uji hipotesis ini menggunakan uji perbedaan rata-rata (uji t). Adapun pengujian hipotesis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data pada sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 = data pada sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

=

( )

Keterangan : = uji Chi- kuadrat fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Dengan kriteria uji adalah terima Ho jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel dengan taraf

signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2005)

b. Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai

rata-rata dan varians identik.

Untuk uji homogenitas dua varians ini rumusan hipotesisnya adalah: H0: σ12= σ22 Sampel berasal dari varians yang homogen.

(34)

Sedangkan untuk uji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji

kesamaan dua varians, dengan rumusan statistik :

=

dengan = ∑( ̅) Keterangan:

S = simpangan baku x = n-Gain siswa

̅ = rata-rata n-Gain n = jumlah siswa

Dengan kriteria uji adalah terima jika < pada taraf nyata 5%

(Sudjana, 2005).

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Pada uji perbedaan dua rata-rata ini, hipotesis dirumuskan dalam bentuk

pasang-an hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1), sehingga rumusan hipotesis menjadi:

1) Hipotesis satu (keterampilan mengidentifikasi variabel) H0: µ1x≤ µ2x

H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mengidentifikasi variabel siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan

mengidentifikasi variabel siswa dengan pembelajaran konvensional. H1 : µ1x> µ2x

(35)

LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain keterampilan mengidentifikasi

variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.

2) Hipotesis dua (keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel) H0: µ1y≤ µ2y

H0 : Rata-rata n-Gain keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui

model pembelajaran LC 3E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1: µ1y> µ2y

H1 :Rata-rata n-Gain keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel

siswa pada materi pokok asam basa yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran LC 3E lebih tinggi dari pada rata-rata n-Gain

keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel siswa dengan

pembelajaran konvensional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam basa yang diterapkan melalui model pembelajaran LC 3E

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi asam basa yang diterapkan pembelajaran konvensional

x : keterampilan mengidentifikasi variabel

y : keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel

Dalam penelitian ini didapatkan data berdistribusi normal dan kedua varians kelas

sampel homogen (σ12= σ22), maka uji yang dilakukan menggunakan rumus yang

(36)

2

x = Mean n-Gain keterampilan mengidentifikasi variabel/ keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel

2

x = Mean n-Gain keterampilan mengidentifikasi variabel / keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel

2

Langkah selanjutnya, yaitu mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan

level signifikan 0,05 dan dkn1 n2 -2 untuk

(37)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran learning cycle 3E pada materi asam-basa dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengidentifikasi variabel.

2. Pembelajaran learning cycle 3E pada materi asam-basa dapat meningkatkan

keterampilan siswa dalam mendeskripsikan hubungan antar variabel. 3. Rata-rata n-Gain keterampilan mengidentifikasi variabel pada materi

asam-basa dengan model pembelajaran learning cycle 3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional di SMAN 1 Way Jepara.

4. Rata-rata n-Gain keterampilan mendeskripsikan hubungan antar variabel pada

materi asam-basa dengan model pembelajaran learning cycle-3E lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional di SMAN 1 Way Jepara.

5. Pembelajaran dengan model learning cycle 3E pada materi asam basa dapat meningkatkan keterampilan mengidentifikasi variabel dan keterampilan men-deskripsikan hubungan antar variabel karena pada setiap tahap

(38)

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih memper-hatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran

lebih maksimal.

2. Agar penerapan model pembelajaran learning cycle 3E berjalan efektif,

hendaknya calon peneliti dan guru menguasai materi yang akan dibelajarkan dan langkah-langkah model pembelajaran learning cycle 3E, serta calon peneliti dan guru harus memiliki kreativitas dalam merancang dan

melaksana-kan proses pembelajaran.

3. Model pembelajaran learning cycle 3E dapat dipakai sebagai alternatif model

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Bell, G.M.E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Creswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.

Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Fadiawati, N. dan Chansyanah D. 2011. The Problem-Based Learning Model to Incrase Students Skills in Communication, Classification, and

Comprehension of Acid-Base Concepts. Seminar Nasional Pendidikan. Unila Fajaroh, F. dan I W. Dasna. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar.

September2007. FMIPA UM. 20 Desember 2012(online)

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). Skripsi.FKIP UNILA. Bandar Lampung.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jaraj Jauh DI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proceding of The

International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung. Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM.

(40)

kemampuan berkomunikasi mahasiswa mata kuliah Organik I. Proseding Seminar Nasional LS IV: Universitas Negeri Malang. Malang.

Septiana, C. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran problem solving pada Materi Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Memprediksi pada Siswa. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung

Sunal, D. W.The Learning Cycle: A Comparison of Models of Strategies for Conceptual Reconstruction: A Review of the Literature. - - -.Desember 2012. http://astlc.ua.edu/ScienceInElem&MiddleSchool/565LearningCycle- ComparingModels.htm. 3 September 2011.

Suparno, A.S. 2010. Membangun Kompetensi Belajar. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Suri, F.I. 2011. Efektifitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E pada Materi

Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Keterampilan

Mengelompokkan dan Interpretasi Siswa XI IPA SMA Al-Kautsar. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Tim Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III : Pendidikan Disiplin Ilmu. Penerbit Imtima. Bandung.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Trianto. 2007. Model-ModelPembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Gambar

tabel berikut.
tabel, grafik, gambar dan bagan.
Tabel 2.  Desain Penelitian
Gambar 1.  Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul ” Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E (LC 3E) Dalam

Beberapa penelitian yang mengkaji tentang penerapan model Learning Cycle 3E dapat meningkatkan keterampilan menyimpulkan dan penguasaan konsep pada siswa adalah hasil penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “ Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 3E Pada Materi Reaksi oksidasi-reduksi

Untuk pembelajaran materi kesetimbangan kimia atau materi lainnya yang mempunyai karakteristik yang sama, dapat menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 3E dalam

Pembelajaran melalui penerapan model Learning Cycle 3E memiliki beberapa ke- lebihan antara lain, dapat meningkatkan semangat belajar siswa karena siswa dili- batkan secara aktif

= Rata-rata n-Gain keterampilan mengorganisasikan siswa pada materi asam basa pada kelas yang diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah. = Rata-rata n-Gain

Keefektifan model problem based learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir orisinil siswa pada materi asam basa dapat dilihat dari nilai rata-rata n-Gain

1 Tahun 2018 112 PERBEDAAN HASIL BELAJAR ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 3E DAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA Darna Wati1*, Usman1,2,