EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI
Oleh
ANTON HARMOKO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 3E PADA MATERI TERMOKIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI
Oleh
ANTON HARMOKO
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle 3E pada materi termokimia dalam meningkatkan keterampilan
mengkomunikasi-kan dan inferensi. Penelitian menggunamengkomunikasi-kan metode preexperimental dengan
Static Group Comparison or Posttest Only With Nonequivalent Control Groups.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 dan XI IPA4. Efektivitas
model Learning Cycle 3E diukur berdasarkan perbedaan rerata nilai posttest dan uji-t yang signifikan. Nilai rerata posttest keterampilan mengkomunikasikan kelas
eksperimen dan kelas kontrol yaitu 69,90 dan 64,27; dan nilai rerata posttest ke-terampilan inferensi kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 64,00 dan 59,62. Hasil uji-t menunjukkan bahwa model Learning Cycle 3E efektif dalam
me-ningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.
Kata kunci: keterampilan inferensi, keterampilan mengkomunikasikan, model
v DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 7
B. Teori Belajar Perkembangan Jean Piaget... 8
C. Model Learning Cycle 3E ... 9
D. Keterampilan Proses Sains... 11
E. Hasil Penelitian Yang Relavan... 12
F. Kerangka Pemikiran ... 13
G. Anggapan Dasar ... 14
H. Hipotesis Umum ... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16
vi
B. Metode dan Desain Penelitian ... 17
C. Jenis dan Sumber Data... 17
D. Variabel Penelitian... ... 17
E. Instrumen Penelitian ... 18
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 19
G. Analisis Data Penelitian dan Pengujian Hipotesis... 20
1. Analisis Data Penelitian... 20
2. Pengujian Hipotesis... 20
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24
A. Hasil Penelitian ... 24
B. Pembahasan ... 26
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 36
A. Simpulan ... 36
B. Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA 38 LAMPIRAN 1. Silabus Kelas Eksperimen... 40
2. RPP Kelas Eksperimen... 44
3. Silabus Kelas Kontrol... 79
4. RPP Kontrol... 83
5. Lembar Kerja Siswa... 94
6. Kisi-kisi Dan Rubrik Posttest... 135
7. Soal Posttest ... 144
8. Nilai Keterampilan Mengkomunikasikan Kelas Eksperimen... 146
9. Nilai Keterampilan Inferensi Kelas Eksperimen... 147
10. Nilai Keterampilan Mengkomunikasikan Kelas Kontrol... 148
11. Nilai Keterampilan Inferensi Kelas Kontrol... 149
12. Pengujian Hipotesis... 150
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan
pengetahuan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di-harapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut agar dapat menerap-kannya dalam kehidupan sehari-hari (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, dimana dalam membelajarkannya men-cakup dua bagian yakni kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses (BSNP,
2006). Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, teori, dan prinsip-prinsip ilmu kimia. Kimia sebagai proses adalah dalam pembelajaran kimia dituntut kerja ilmiah yang dibangun
me-lalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengamati (observasi), mengelompokkan, meramalkan (prediksi), mengkomunikasikan, dan
inferensi. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih me-nekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan
mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip pengetahuan yang selanjutnya dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan KPS berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan,
tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih menggunakan ke-terampilan mengkomunikasikan dan inferensi sehingga siswa dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapinya secara mandiri sebagai proses untuk terus selalu belajar dimana kedua keterampilan ini merupakan bagian dari KPS.
Pada kenyataannya proses pembelajaran di sekolah-sekolah, guru masih
menerap-kan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Pem-belajaran masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, ceramah,
penugasan, dan latihan. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2008).
Hal itu diperkuat dengan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA YP Unila
Bandar Lampung, dimana guru masih menerapkan pembelajaran dengan meng-gunakan metode ceramah, penugasan, dan kadang-kadang dilakukan praktikum
sehingga keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa kurang dilatih. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga keterampilan proses sains (KPS) siswa dapat
Model Learning Cycle 3E merupakan salah satu model pembelajaran yang
ber-filosofi konstruktivisme yang diharapkan mampu meningkatkan KPS siswa, ter-utama pada materi termokimia. Model Learning Cycle 3E teridiri dari tiga
tahap-an yaitu tahap eksplorasi, tahap eksplain, dtahap-an tahap elaborasi ytahap-ang harus dilewati secara teratur. Pada tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk memanfaat-kan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan
melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, mendiskusikan fenomena alam, me-ngamati fenomena alam, dan lain-lain. Pada tahap eksplain diharapkan terjadi
proses menuju kesetimbangan antara konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya
nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Sedangkan pada tahap elaborasi siswa diberikan suatu permasalahan yang berbeda dari tahap sebelumnya dengan tujuan agar siswa dapat menerapkan konsep yang telah dipahami sehingga
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa me-ngetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari (Karplus dan Their dalam Fajaroh dan Dasna, 2007).
Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa kelas XI IPA semester
ganjil adalah mendeskripsikan perubahan entalpi suatu reaksi, reaksi eksoterm dan
endoterm serta menentukan H reaksi berdasarkan percobaan, hukum Hess, data
perubahan entalpi pembentukan standar, dan data energi ikatan. Pada materi
termokimia terdapat sub materi yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya saja reaksi yang melepaskan kalor (reaksi eksoterm) dan menyerap kalor
praktikum mengenai reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Siswa dapat
me-nyimpulkan (inferensi) dari hasil pengamatan yang telah diperoleh.
Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran learning cycle adalah Retnaningati (2011) bahwa model pembelajaran learning cycle dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Agustyaningrum (2011) bahwa pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Wibowo (2010) bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah berhasil menggunakan model
learning cycle untuk meningkatkan keterampilan proses sanis (KPS) siswa.
Untuk mengetahui efektif tidaknya model Learning Cycle 3E dalam meningkat-kan keterampilan mengkomunikasimeningkat-kan dan infereni siswa di SMA YP Unila Bandar Lampung, maka akan dilaksanakan penelitian yang berjudul: “Efektivitas
Model Learning Cycle 3E Pada Materi Termokimia Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah efektivitas model Learnig Cycle 3E pada materi termokimia dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa kelas XI IPA3
2. Bagaimanakah efektivitas model Learning Cycle 3E pada materi termokimia
dalam meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah men-deskripsikan efektivitas model Learning Cycle 3E dalam meningkatkan
ke-terampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi termokimia.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
a. Melatih keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi melalui penerap-an model Learning Cycle 3E.
b. Memperoleh pengalaman belajar siswa dengan menggunakan model
Learning Cycle 3E. 2. Bagi Guru dan Calon Guru
Menjadi alternatif salah satu model pembelajaran yang efektif dalam mening-katkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi.
3. Bagi Sekolah
E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Sampel penelitian adalah kelas XI IPA3 dan XI IPA4 SMA YP Unila Bandar
Lampung.
2. Indikator keterampilan mengkomunikasikan yang diteliti yaitu: a. Mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.
b. Mengungkapkan pendapat atau memberikan penjelasan secara tertulis. 3. Indikator keterampilan inferensi yang diteliti yaitu:
a. Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan data.
b. Mampu menginterpretasi data dan informasi.
4. Efektif jika hasil uji-t terdapat perbedaan yang signifikan antara thitung dan ttabel.
5. Model Learning Cycle 3E, yaitu salah satu model pembelajaran berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 3 tahap yaitu (1) tahap eksplorasi (exploration); (2) tahap eksplain (explaination); (3) tahap elaborasi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Menurut Slavin (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang me-nyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan in-formasi kompleks, mengecek inin-formasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang
menge-tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, me-lainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya.
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan
tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk
me-mecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak me-reka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada
strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.
B. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremeh-kan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar adalah interaksi antara individu dan lingkungan dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang
memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada (asimilasi)
dan menyesuaikan diri dengan informasi yang baru (akomodasi). Menurut Jean Piaget dalam Bell (1994), belajar adalah:
Interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan. Artinya,
pengetahuan itu suatu proses, bukannya suatu “barang”. Karena itu untuk memahami pengetahuan orang dituntut untuk mengenali dan menjelaskan berbagai cara bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam proses pembelajaran Jean Piaget dalam Bell (1994), menyarankan: Pengguna metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran-kebenaran yang harus dipelajarinya. Guru ber-peran mengatur dan menciptakan situasi dan menyajikan masalah yang berguna.
Kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremeh-kan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar adalah interaksi antara individu dan lingkungan dan terjadi terus-menerus. Kognitif merupakan
pusat penggerak berbagai kegiatan kita, seperti mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, me-narik kesimpulan, dan sebagainya.
C. Model Learning Cycle 3E
Learning Cycle (LC) merupakan sah satu model pembelajaran yang telah diakui dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang
mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning cycle merupa-kan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa
Learning cycle merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat
konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa agar dapat membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan
permasalah-an ypermasalah-ang dibimbing oleh guru. Model ini memiliki tiga lpermasalah-angkah sederhpermasalah-ana yaitu fase explroration, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk
me-lakukan dan mencatat pengamatan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum. Fase explaination, siswa lebih aktif untuk menentukan atau mengenal suatu
konsep berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya di dalam fase eksplorasi. Fase elaboration, dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan
konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama ataupun yang lebih tinggi tingkatan-nya.
Karplus dan Their (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan bahwa: Siklus belajar (Learning cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Learning cycle 3 phase terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), penjelasan konsep
(concept introducttion/explaination), dan penerapan konsep (elaboration).
Kimia merupakan komponen dari mata pelajaran IPA di SMA akan sangat sesuai
bila dalam pembelajarannya menggunakan model learning cycle, mengingat kimia merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.
Siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru hanya
pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi
mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh.
D. Keterampilan Proses Sains
Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang
diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (Fitriani,
D, 2009):
Pendekatan keterampilan proses cocok diterapkan pada pembelajaran sains. Pendekatan pembelajaran ini dirancang dengan tahapan: (1) Penampilan fenomena. (2) apersepsi, (3) menghubungkan pembelajaran dengan pe-ngetahuan awal yang dimiliki siswa, (4) demonstrasi atau eksperimen, (5) siswa mengisi lembar kerja, (6) guru memberikan penguatan materi dan pe-nanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori permasalahan.
Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya sudah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2006):
Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa.
Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) keterampilan
proses sains dibagi menjadi dua antara lain:
Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar Indikator
Observasi (observing)
Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Klasifikasi
(Classifying)
Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan
menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek Pengukuran
(measuring)
Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.
Berkomunikasi (communicating)
Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Inferensi Mampu menjelaskan data hasil pengamatan dan
menyimpulkan dari fakta yang terbatas.
2) Keterampilan proses terpadu (Intergrated Science Proses Skill), meliputi me-rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan,
dan aplikasi konsep.
E. Hasil Penelitian Yang Relevan
Retnaningati (2011), melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Surakarta menggunakan
Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) Untuk Meningkatkan Ke-terampilan Proses Sains Siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian tindak-an kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang terdiri dari 2 siklus.
Agustyaningrum (2011), melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Sleman
mengguna-kan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dengan desain penelitian mengacu pada kelas spiral yang terdapat empat tahapan setiap siklusnya. Ternyata pem-belajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Wibowo (2010), melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Lembang menggunakan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle5E) pada mata pelajaran
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Metode Penelitian yang digunakan adalah Kuasi Eksperimen dengan desain
pe-nelitian Non Equivalence Control Group Design. Ternyata, model pembelajaran
Learning Cycle 5E dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
F. Kerangka Pemikiran
Model learning cycle 3E merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk lebih aktif. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model learning cycle 3E melalui beberapa tahapan kegiatan, yakni pada tahap per-tama yaitu tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca
inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, mengamati percobaan, mendiskusikan
fenomena alam, mengamati fenomena alam, dan lain-lain. Tahap berikutnya, yaitu tahap eksplain. Tahap ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan
pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS. Kemudian berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil praktikum siswa diminta untuk mengkomunikasikan data ter-sebut dalam bentuk tabel dan dapat mengambil suatu kesimpulan berdasarkan
per-masalahan yang sedang dihadapi sebagai pemahaman awal. Pada tahap ini ke-terampilan mengkomunikasikan dan inferensi dilatihkan kepada siswa. Pada tahap terakhir, yakni tahap elaborasi dimana siswa diberikan suatu permasalahan
yang berbeda dari tahap sebelumnya dengan tujuan agar siswa dapat menerapkan konsep sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan
inferensi, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang telah me-reka pelajari pada tahap sebelumnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, siswa
dilatihkan kembali untuk mengkomunikasikannya dan mengambil kesimpulan se-bagai pemahaman lebih lanjut. Pada akhirnya, berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model Learning Cycle 3E dapat meningkatkan
ke-terampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa.
G. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa kelas XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun 2012-2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.
2. Perbedaan hasil rerata nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi siswa semata-mata terjadi
3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar kimia siswa
kelas XI IPA3 dan XI IPA4 semester ganjil SMA YP Unila Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.
H. Hipotesis Umum
Sebagai pemandu dalam melakukan analisis maka perlu disusun hipotesis umum dengan perumusan sebagai berikut:
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila
Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 238 siswa dan tersebar dalam enam kelas yang masing-masing kelas terdiri atas 40 siswa untuk empat kelas
dan 39 siswa untuk dua kelas. Dari populasi tersebut diambil dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi
perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposif. Sampling purposif
dikenal sebagai sampling pertimbangan, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau peneliti (berdasarkan saran dari ahli). Dalam hal ini
seorang ahli yang dimintai saran dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan sebagai sampel adalah orang yang lebih memahami mengenai kondisi kelas dan karakter siswa yaitu ibu Ismita Dewi, S. Pd. sebagai guru kimia yang mengajar di
kelas XI IPA SMA YP Unila Bandarlampung. Berdasarkan saran dari guru kimia di sekolah dan hasil nilai ujian dari materi sebelumnya, maka dua kelas yang dipilih
adalah kelas XI IPA3 dan XI IPA4. Selanjutnya dua kelas sampel tersebut dibagi menjadi kelas eksperimen yang diterapkan model Learning Cycle 3E, dan kelas
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah preexperimental design dengan menggunakan Static Group Comparison or Posttest Only With Nonequivalent Groups dengan urutan
[image:24.595.114.358.214.281.2]kegiatan seperti yang terlihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Desain penelitian
Kelas Perlakuan Posttest
Kelas eksperimen X O1
Kelas kontrol - O2
Dengan keterangan O1 adalah posttest yang dilakukan untuk kelas eksperimen, O2
adalah posttest yang dilakukan untuk kelas kontrol, dan X adalah model yang meng-gunakan Learning Cycle 3E.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif berupa data hasil tes keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi setelah penerapan pembelajaran (posttest). Data ini bersumber dari seluruh siswa
kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model yang digunakan yakni model
Learning Cycle 3E dan konvensional. Sebagai variabel terikat yaitu keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada materi termokimia siswa kelas XI IPA SMA
E. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Dalam pe-nelitian ini, instrumen yang digunakan berupa soal posttest yang berisi soal uraian untuk mengetahui keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi yang dimiliki
siswa.
Dalam pelaksanaannya, kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal posttest
yang sama. Soal posttest terdiri dari 6 butir soal uraian untuk mengukur
keterampil-an mengkomunikasikketerampil-an dketerampil-an inferensi setelah penerapketerampil-an pembelajarketerampil-an. Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang digunakan harus
valid, bersifat reliabel atau ajeg, serta memiliki tingkat kesukaran yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian instrumen dapat dilakukan dengan dua
macam cara, yaitu cara judgment atau penilian, dan pengujian empirik.
Dalam penelitian ini hanya dilakukan pengukuran validitas instrumen saja. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Penelitian ini meng-gunakan validan isi. Kevalidan isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah
atau domain yang diukur. Adapaun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi,
butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat
dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan
Adapun tahapan persiapannya, yaitu:
a. Melakukan observasi terhadap kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. b. Menentukan populasi dan sampel penelitian.
c. Menyusun silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), dan instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Adapun tahapan pelaksanaannya yaitu:
a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi termokimia yang telah
ditetapkan di masing-masing kelas, model Learning Cycle 3E diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol.
b. Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
c. Melakukan tabulasi dan analisi data.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian
G. Analisis Data Penelitian dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data Penelitian
Nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol pada penilaian keterampilan
meng-komunikasikan dan inferensi siswa dirumuskan sebagai berikut:
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian yang pertama dilakukan adalah uji normalitas untuk mengetahui apakah
setiap data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Peng-ujian selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas untuk mengetahui apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika sampel mempunyai
varians yang sama atau homogen, maka uji selanjutnya yang dilakukan adalah uji-t. Tahap persiapan dan observasi
Tahap persiapan dan observasi
Penetapan populasi dan sampel
Validasi instrumen
Model Learning Cycle 3E Konvensional
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
posttest posttest
Analisis data
Kesimpulan
Teknik pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik,
hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (H1) sehingga rumusan hipotesis menjadi:
Hipotesis:
a. Keterampilan mengkomunikasikan
H0 : µ1≤ µ2 ; rata-rata keterampilan mengkomunikasikan pada materi termokimia
yang diberi model Learning Cycle 3E lebih rendah atau sama dengan yang diberi konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung. H1 : µ1> µ2: rata-rata keterampilan mengkomunikasikan pada materi termokimia
yang diberi model Learning Cycle 3E lebih tinggi dari yang diberi konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.
b. Keterampilan inferensi
H0 : µ1≤ µ2 ; rata-rata keterampilan inferensi pada materi termokimia yang diberi model Learning Cycle 3E lebih rendah atau sama dengan yang diberi konvensional dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.
H1 : µ1> µ2: rata-rata keterampilan infereni pada materi termokimia yang diberi model Learning Cycle 3E lebih tinggi dari yang diberi konvensional
dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung.
Keterangan:
µ1 : rata-rata indikator keterampilan proses sains (KPS) yang diteliti pada kelas
eksperimen.
Setelah diperoleh data nilai siswa, langkah selanjutnya data tersebut digunakan untuk
uji normalitas agar dapat diketahui apakah kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak dengan kriteria uji terima Ho jika x2 hitung < x2
tabel dan terima H1 jika x2 hitung ≥ x2 tabel pada taraf kepercayaan α=0,05. Jika kedua kelas sampel untuk masing-masing KPS yang diukur berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya digunakan uji homogenitas.
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian ber-awal dari kondisi yang sama atau homogen. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:
Ho= 2 2
1 2
(data penelitian mempunyai variansi yang homogen)
H1 = 2 2
1 2
(data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen)
Untuk menguji kesamaan dua varians dalam Sudjana (2005) digunakan rumus
sebagai berikut:
………. (2)
Keterangan : F = Kesamaan dua varians
Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0 hanya jika Fhitung ≥ Ftabel (F(α)(n1-1,n2-1)).
Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung di-konsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang =
sampel mempunyai varians yang sama atau homogen, maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah uji-t dengan menggunakan rumus :
2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung ...(3) dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 n n s n s n s keterangan:
thitung : kesamaan dua rata-rata
1
X : rata-rata skor kelas eksperimen
2
X : rata-rata skor kelas kontrol
s2 : varians
n1 : jumlah siswa kelas eksperimen
n2 : jumlah siswa kelas kontrol
2 1
s : varians kelas eksperimen
2 2
s : varians kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t< t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1 + n2– 2 dan tolak H0untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α = 5% peluang (1- α ).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam meningkat-kan keterampilan mengkomunikasimeningkat-kan siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa dilatih untuk
mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel dan mengungkapkan pendapat atau memberikan penjelasan secara tertulis.
2. Model Learning Cycle 3E pada materi termokimia efektif dalam
meningkat-kan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila Bandar Lampung untuk meningkatkan keterampilan inferensi siswa kelas XI IPA3 SMA YP Unila Bandar Lampung, karena pada proses pembelajaran siswa
dilatih agar dapat mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan data, dan mampu menginterpretasi
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih mem-perhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga
pem-belajaran lebih maksimal.
2. Model Learning Cycle 3E dapat dipakai sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi pokok termokimia dan materi lain
DAFTAR PUSTAKA
Agustyaningrum, Nina. 2010. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman. Online. Tersedia di:
http://epri-nts.uny.ac.id/7389/1/p-34.pdf. Tanggal Akses: 25 November 2012.
Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, S. 2006. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Kimia SMA/MA. BSNP. Jakarta.
Bell, M.B.G. 1994. Belajar dan Membelajarkan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Fajaroh dan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle).Universitas Negeri Malang. Malang.
Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Ber-basis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Retnaningati, Dewi. 2011. Jurnal Skripsi Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.
Online. Tersedia di:
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/bio/article/download/40/28. Tanggal Akses: 25 November 2012.
Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta. Tim Action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.