• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Ahok dalam Konstruksi Media Online: Framing dalam Republika.co.id dan Kompas.com

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Ahok dalam Konstruksi Media Online: Framing dalam Republika.co.id dan Kompas.com"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4Artikel berita 1

Ibnu Taimiyyah tentang Pemimpin Non-Muslim

Kamis , 17 Maret 2016, 18:00 WIB

Setiap kali ada peristiwa pemilihan kepala daerah atau pre siden di Indonesia, salah satu wacana yang sering dimuncul kan adalah mengenai kepe mimpinan non-Muslim di ne geri yang

mayoritas Muslim ini. Pada 2017 mendatang akan diselenggarakan pilkada di DKI Jakarta, ibu kota Republik Indone sia. Pilkada DKI kali ini mendapatkan perhatian lebih bukan hanya kerena posisi strategis ibu kota negara, tetapi juga disebabkan calon incumbent (pejawat) yang non-Muslim.Ahok akan maju kembali dalam Pilkada kali ini.

Seperti biasa, segera muncul prokontra tentang kepemimpinan non-Muslim di tengah-tengah penduduk yang mayoritas Muslim. Sebagian kalangan kemudian membela kepemimpinan non-Muslim dengan alasan yang diulang-ulang, yaitu menolak ayat-ayat yang menyebutkan

haramnya umat Islam memilih pemimpin kafir. Selain itu, argumen lain yang juga selalu diulang-ulang adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Al-Hisbah fî Al- Islâm aw Wazhîfah Al-Hukûmah Al- Islâmiyyah (hlm 7 cetakan Dar El-Kutub El-Imiyyah Libanon).

Biasanya, yang dikutip dari buku itu adalah penggalan kalimat: Allah akan menolong negara yang adil sekali pun kafir dan akan membinasakan negara yang za lim sekali pun beriman. "Mengenai ar gu men bahwa tidak ada ayat-ayat atau ha dis yang tegas yang melarang kepemim pin an non-Muslim jelas ini merupakan pendapat yang syâdz (nyleneh, menyimpang) dalam tradisi pemikiran politik Islam. Sebab, dalam masalah ini telah ter jadi ijmak (kesepakatan) di antara para ulama.

Tidak ada satu pun ulama di masa lalu maupun sekarang yang membolehkan secara mutlak kepemimpinan non-Muslim atas kaum Muslim. Shalah Shawidalam Wajîz fî Fiqh Al-Khilâfah (Dar Al- I'lam Al-Dauly [tt.] hlm 22-23) menyebutkan bahwa syarat "Islam" bagi calon pemimpin kaum Muslim merupakan sesuatu yang dapat dimengerti dari hukum Islam secara sangat mudah ('ulima min ahkâm al-imâmah bi al-dharûrah). Tugas kepemimpinan di dalam Islam, salah satunya, adalah menegakkan agama Islam (iqâmah al-dîn al-islâmy).

(2)

juga mengatakan, "Seluruh ahli ilmu bersepakat bahwa orang kafir sama sekali tidak boleh menjadi pemimpin bagi kaum Muslim dalam keadaan apa pun." (Ahkâm Ahl Al- Dzimmah li Ibn Qayyim Al-Jauziyyah jilid II hlm 414).

Dalam sistem hukum Islam, ijmak merupakan salah satu sumber hukum yang paling kuat setelah Alquran dan sunah Nabi SAW. Seandainya benar terdapat ijmak di kalangan ulama mengenai kewajiban syarat "Islam" bagi pemimpin kaum Muslim, lalu timbul pertanyaan, apakah benar bahwa Ibnu Taimiyyah berbeda pendapat mengenai masalah ini? Salah satu buktinya adalah kutipan di atas. Kalau memang benar, berarti klaim ijmak gugur dengan sendirinya. Inilah yang akan dibahas secara lebih mendalam pada tulisan ini. Untuk membahas masalah ini, ada dua hal yang harus didudukkan, yaitu bagaimana pandangan Ibnu Taimiyyah terhadap syarat seorang pemimpin kaum Muslim dan dalam konteks apa ia mengatakan pernya taannya tersebut.

Syarat Pemimpin

Hal yang cukup menyulitkan untuk memastikan apa yang dipersyaratkan bagi seorang pemimpin kaum Muslim menurut Ibnu Taimiyyah adalah gaya Ibnu Taimiy yah dalam membahas masalah ini. Dalam kitab-kitab fikih siyasah yang umum, se perti tulisan Al-Mawardi Al-Ahkâm Al-Sul thâniyyah, biasanya dibahas secara gamblang dan khusus mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seorang pemim pin, sehingga para pembaca segera dapat mengetahui pendapatnya mengenai masa lah ini. Sementara, Ibnu Taimiyyah di dalam buku-bukunya yang khusus

berkenaan dengan siyasah, yaitu Al-Siyâsah Al- Syar'iyyah, Al-Hisbah fî Al-Islâm, dan Al- Khilâfah wa Al-Mulk tidak menyebutkannya secara khusus.

Oleh sebab itu, para pembaca harus membacanya secara mendalam dan hatihati untuk

mengetahui bagaimana pandangan Ibnu Taimiyyah mengenai masalah ini. Dalam disertasinya di Universitas Kairo yang kemudian diterbitkan Dar Al-Akhil la'Dammam KSA (1994: hlm 95-97) berjudul Al-Nazhariyyah Al-Siyâsah 'inda Ibn Al-Taimiyyah, Hasan Konakata me nya takan bahwa dari berbagai tulisannya dapat disimpulkan bahwa Ibnu Taimiyyah menetapkan dua syarat umum bagi se orang pemimpin Muslim, yaitu al-quwwah waalamânah (kekuatan dan amanah). Kesim pulan ini diambil dari pernyataan Ibnu Taimiyyah sendiri di dalam Al-Siyâsah Al- Syar'iyyah (Dar Al-Afaq Al-Jadidah Beirut, 1998: 15), "Fa innawilâ yah lahâ ruk nâni: al-quwwah wa al-amâ nah."

(3)

"amanah" adalah sikap takut hanya kepada Allah, tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit dan tidak takut pada manusia. Definisi ini ia dasarkan pada firman Allah SWT, "Janganlah kalian takut pada manusia, takutlah pada-Ku; dan janganlah kalian memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang yang kafir. (QS al-Ma'idah: 44). (Al- Siyâsah Al-Syar'iyyah, 1998: 16).

Merujuk pada syarat "amanah" ini, agak sulit dimengerti jika Ibnu Taimiyyah tidak

mempersyaratkan pemimpin harus seorang "Muslim". Kalau bukan Muslim, bagaimana mungkin dia bisa takut pada Allah dan memperjualbelikan ayat-ayat Allah? Bahkan, syarat yang

ditetapkan Ibnu Taimiyyah ini lebih dari sekadar harus "Muslim". Dia harus memiliki sifat-sifat yang utama sekelas sifat seoang ulama, yaitu "takut kepada Allah SWT". Pen jelasan mengenai syarat-syarat men jadi pemimpin kaum Muslim semacam ini memang agak berbeda dengan penulispenulis lain.

Namun, maksud yang ingin disampaikan Ibnu Taimiyyah sama dengan ulama-ulama yang lain. Bila dibandingkan dengan penjelasan Al-Mawardi, misalnya, kita akan segera bisa

menyimpulkan bahwa kriteria Ibnu Taimiyyah telah merangkum syarat-syarat yang ditetapkan Al-Mawardi. Dalam Al-Ahkam Al-Sulthâniyyah (Dar Ibn Qutaibah Kuwait, 1989: 3-5), Al-Ma wardi menyebutkan bahwa kepemimpinan politik dalam Islam bertujuan untuk mene ruskan misi kenabian dalam menegakkan agama dan mengatur urusan dunia.

Untuk itu, orang yang akan memangku amanah ini harus memiliki syarat, antara lain, adil (dengan berbagai syaratnya, termasuk di dalamnya beragama Islam), memiliki ilmu yang dapat mengantarkannya melakukan ijtihad, sehat pancaindra, sehat anggota tubuh, memiliki

kecerdasan, dan memiliki keberanian untuk menerapkan berbagai aturan. Dari keenam syarat yang ditetapkan Al-Mawardi ini, esensinya hanya dua seperti yang disebut Ibnu Taimiyyah, yaitu memiliki kekuatan (alquwwah) dan amanah.

(4)

Konteks Ibnu Taimiyah

Hal berikutnya yang harus diklarifikasi adalah tentang pernyataan Ibnu Taimiyyah di atas. Amat disayangkan bahwa pernyataan Ibnu Taimiyyah ini hanya dikutip dan dipahami sepotong-sepotong. Seandainya dilihat secara utuh, baik dalam konteks keseluruhan pemikiran Ibnu Taimiyyah maupun dalam konteks di mana kalimat yang dikutip tersebut maka para pembaca yang jujur akan segera mengerti bahwa Ibnu Taimiyyah sama se kali tidak memaksudkan ucapannya sebagai kebolehan orang kafir dijadikan pemimpin kaum Muslim. Apalagi, kalau kutipan ini dipandang secara lebih kritis, bisa jadi ungkapan ini akan tertolak dengan sendirinya.

Akan kita urai mengenai masalah ini sebagai berikut. Pertama, dilihat dari cara Ibnu Taimiyyah mengungkapkan kalimat ini, ia hanya menyebutkan dengan kata yurwâ (diriwayatkan), tapi sama sekali tidak menyebut diriwayatkan dari siapa; apakah dari Rasulullah, sahabat, tabiin, atau tokoh ulama lainnya? Ibnu Taimiyya ha dalah orang yang sangat kritis terhadap riwayat-riwayat yang digunakannya untuk menyusun argumentasi. Ia terkategori ahl al-hadîts yang sama sekali tidak menoleransi riwayat-riwayat yang lemah dan tidak jelas; apalagi riwayat palsu.

Amat sangat disayangkan, kali ini Ibnu Taimiyyah sama sekali tidak menyebutkan ini riwayat semacam apa. Kalau menggunakan metode kritik Ibnu Taimiyyah terhadap riwayat-riwayat, kutipan yang tidak jelas sumbernya semacam ini seharusnya sudah tertolak sejak awal. Kedua, seandai nya kita mau berhusnuzhan bahwa ini ad alah pendapat Ibnu Taimiyyah sendiri maka kita harus memaknainya dalam kon teks pembahasan yang tengah dibahas olehnya dan dari pokok pikirannya ten tang kepe mim pinan dalam Islam. Ung ka pan itu se cara utuh disimpan dalam pembahasannya tentang tujuan dari kekuasaan dalam Islam. Pada awal wacana Ibnu Tai miyyah menulis, "Ini adalah kaidah-kaidah tentang hisbah. Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan bahwa segala bentuk kekua saan dalam Islam tujuannya adalah agar seluruh

pelaksanaan agama hanyalah dipersembahkan untuk Allah SWT dan agar kalimat Allah menjadi kali mat tertinggi…." (Al-Hisbah fî Al-Islâm, tt: 6).

Lalu, pembahasan dilanjutkan dengan penjelasan bahwa hal itu harus dilakukan dengan ketaatan sepenuhnya pada Allah SWT, baik dalam perkara agama maupun dunia. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, ada orang yang benar, ada juga yang salah, sehingga perlu ada yang memegang pe ranan dalam amar makruf dan nahi mun kar. Inilah yang dimaksud hisbah di dalam Islam.

(5)

masalah keadilan.

(6)

Artikel berita 2

Ucapan Kasar Ahok Sebarkan Pengaruh Negatif

Jumat , 20 Maret 2016, 14:42 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap dan perkataan keras yang sering dilontarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok bisa menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat. Sebab, aksi keras Ahok kerap terekam kamera dan disebar luaskan sehingga mudah dilihat dan diakses banyak orang.

“Omongan pemimpin sekarang direkam oleh media, akhirnya setiap perkataan yang keluar mempengaruhi masyarakat,” ujar Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Tuty Alawiyah, saat dihubungi ROL, Jumat (20/3).

Ia menyayangkan sikap yang ditujukkan sejumlah pejabat publik seperti Ahok. Banyak dari mereka, kata dia, yang berkata seenaknya sehingga tidak layak ditiru dan didengar. “Perkataan keras itu membuat orang tersinggung dan sedih,” jelas Tuty.

(7)

Artikel berita 3

Anggota DPRD Sebut Gaya Kepemimpinan Ahok Sulit Dimengerti

Selasa , 26 April 2016, 21:39 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI

Prabowo Soenirman mengatakan, gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki

Tjahaja Purnama alias Ahok sulit dimengerti. Sebab gaya kepemiminannya bisa memberikan contoh tidak bagus sebagai pemimpin.

"Saya bilang satu kondisi yang seharusnya diubah," kata dia.

Dia meminta Ahok dapat mengubah sikapnya dan menata kata-katanya dalam berbicara. Sehingga tidak menyakiti orang lain.

Menurut Prabowo, gaya kepemimpinan setiap orang berbeda-beda. Namun gaya kepemimpinan jangan sampai membuat contoh tidak baik terhadap generasi bangsa.

(8)

Artikel berita 4

Gaya Komunikasi Ahok Dinilai tak Mencerdaskan Bangsa

Rabu , 27 April 2016, 15:56 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Komunikasi Paska Sarjana Universitas

Muhammadiyah Jakarta Harmonis mengatakan, seorang pejabat publik harus memiliki karakter komunikasi yang cerdas. Itu sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tentang mencerdaskan bangsa. Menurutnya, gaya komunikasi pejabat publik saat ini tidak mencerdaskan bangsa.

Harmonis mengatakan, gaya kepemimpinan Gubernur DKI Basuki Tjatjaha Purnama atau Ahok yang tidak baik cenderung diikuti orang-orang disekelilingnya. Selain itu, pemimpin di daerah lain juga ikut menggunakan gaya komunikasi yang sama. "Sekarang Pasha Ungu juga marah-marah," katanya, Rabu (27/4).

Seorang pemimpin, tambahnya, harus memberi contoh yang baik, tidak menunjuk-nunjuk bawahannya di depan orang banyak. Dengan begitu, akan terlihat kecerdasan karakter bangsa. Kecerdasan menurutnya tidak hanya jenjang pendidikan yang tinggi, tapi juga kecerdasan berkomunikasi.

Gaya kepimpinan Ahok menurut Harmonis dipertahankan oleh orang-orang disekelilingnya. Yang menjadi masalah adalah beberapa orang malah suka dengan karakter komunikasi yang keras tersebut. "Inner circle-nya yang mempertahankan gaya komunikasi Pak Ahok," katanya.

Karena itu, menurutnya yang terpenting saat ini adalah pendidikan komunikasi politik. Ia mengatakan, dalam waktu dekat ini Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indonesia akan

(9)

Artikel berita 5

Survei: Gaya Kepemimpinan Ahok Kasar

Sabtu , 14 Mei 2016, 18:42 WIB

JAKARTA -- Lembaga survei Media Survei Indonesi Nasional (Median) menunjukkan data 43,40 persen masyarakat Jakarta menilai, sikap kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok termasuk kasar.

"Tapi, ada 45,40 persen yang menilai kepemimpinan Ahok tegas," kata Direktur Riset Median Sudarto di Jakarta, Jumat (13/5).

Menurut Sudarto, dalam survei tersebut juga menunjukkan, hanya 39,80 persen masyarakat Jakarta yang menginginkan mantan bupati Belitung Timur tersebut kembali menjadi gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Adapun, sekitar 40,60 persen masyarakat ingin sosok selain Ahok menjabat gubernur DKI dan 19,60 persen lainnya memilih tidak menjawab.

Sudarto mengatakan, hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap

kepemimpinan Ahok berakhir terbelah. Itu lantaran 45,2 persen masyarakat menyatakan puas dan 46,2 persen menyatakan tidak puas. "Yang tidak tahu, ada 8,60 persen," ujarnya.

Median juga menyurvei 20 tokoh yang dinilai berpotensi besar ikut bertarung dalam pesta demokrasi di Ibu Kota tahun depan. Dalam hal popularitas, menurut Sudarto, Ahok masih menempati posisi teratas dengan raihan 91,0 persen. Pejawat (incumbent) mengungguli Yusril Ihza Mahendra yang mendapat 76,6 persen dan Tri Ris maharini 72,6 persen.

Hal yang mengejutkan, popula ritas tertinggi setelah Ahok diduduki musisi Ahmad Dhani yang sempat mau maju melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Kalau Ahmad Dhani berada di posisi kedua 80,6 persen, ini wajar karena dia artis," katanya.

Menurut Sudarto, survei tersebut berlangsung mulai 24 April sampai 4 Mei 2016 dengan melibatkan sebanyak 500 responden yang dipilih secara acak. Sudarto menyatakan, survei ini menggunakan kuisioner dengan metode face to face interviewdi lima wilayah, yakni Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.

Selain itu, terdapat beberapa tokoh lainnya yang masuk dalam survei yang diurut secara

(10)

Lunggana atau Lulung 56,0 persen, Ganjar Pranowo 54,0 persen, Adhyaksa Dault 52,0 persen, dan Sandiaga Uno 48,6 persen.

Sementara itu, Cyrus Network juga mengadakan survei untuk mengetahui popularitas dan elektabilitas Ahok dengan jumlah 1.000 resonden.

(11)

Artikel berita 6

Amir Syamsuddin: Secara Kriteria, Ahok Sangat Pas Jadi Gubernur DKI

Selasa, 15 Maret 2016 | 19:05 WIB

Indra Akuntono/KOMPAS.com

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrat hingga kini belum memutuskan sosok yang akan diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Namun, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai Gubernur DKI Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, adalah sosok yang ideal untuk memimpin DKI.

"Kalau calon gubernur Jakarta, kriteria seorang Ahok itu sudah pas (jadi gubernur)," kata Amir saat dijumpai seusai menghadiri seminar nasional "Anti-Corruption and Democracy Outlook 2016" di Jakarta, Selasa (15/3/2016).

Kriteria yang dimaksud Amir yakni dari sisi elektabilitas, popularitas, hingga ketegasan Ahok dalam memimpin Jakarta saat ini.

(Baca: Wakil Ketua KPK: Ratna Sarumpaet Lo Tanggepin, Ngapain?)

Meski demikian, ia menegaskan, Ahok perlu membangun komunikasi yang baik jika ingin didukung Demokrat.

"Tidak dengan cara mengatakan, meski sudah diralat, kayak uang mahar ratusan miliar rupiah yang membuat kami terheran-heran. Dari mana itu?" ujar mantan Menkumham itu.

Saat disinggung apakah ada kemungkinan Demokrat mendukung Ahok saat Pilkada mendatang, Amir tak menjawab secara tegas. (Baca: Ruhut: Laju Ahok Sulit Dicegah meski Syarat Calon Independen Diperberat)

(12)

Artikel berita 7

Gerakan Dukung “Ahok untuk Gubernur DKI Jakarta” Muncul di AS

Selasa, 19 April 2016 | 10:58 WIB

Diana Daulima untuk Kompas.com

Deklarasi masyarakat Indonesia di Amerika Serikat mendukung Ahok

WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Gerakan spontan sekelompok masyarakat Indonesia di Amerika Serikat muncul untuk mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Heru Budi Hartono menjadi calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta.

Heru adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta. Diana Daulima dari pihak penyelanggara gerakan tersebut mengabarkan

kepada Kompas.com pada Selasa (19/4/2016).

Ibu dari empat anak laki-laki itu mengonfirmasi kabar burung yang masih simpang siur, yang kami terima pertama kali sejak Minggu (17/4/2016).

“Ya benar acara ini sudah dilaksanakan pada 17 April di Washington DC. Tepatnya di Monumen Washington pada pukul tiga sore (15.00) waktu setempat,” katanya lewat pesan WhatsApp. Deklarasi akbar yang bertajuk “USA for Ahok, Washington DC for Ahok, Indonesian American for Ahok” itu diadakan di Monumen Washington, di depan Gedung Capitol, dan di depan Gedung Putih.

Deklarasi masyarakat Indonesia di Amerika Serikat mendukung Ahok

Hari Minggu (17/4/2016), Kompas.com mendapat informasi dari beberapa rekan di AS, baik di Virginia, Washington DC, Los Angeles, maupun New York. Namun, umumnya mereka tidak hadir acara itu.

Harya Setyaka Dillon, mahasiswa program doktoral di sebuah perguruan tinggi di AS,

mengatakan, dia mendapat broadcast undangan agar menghadiri deklarasi dukung Ahok-Heru. Namun, Harya tidak bisa datang. Sebuah pesan gambar undangan masuk ke teleponnya. Harya meneruskan image itu ke WhatsApp kami.

“Undangan Foto Bersama Dukung Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta. KTP Gue Buat Ahok,” begitu tertulis dalam pesan bergambar itu.

"Dukungan moral selalu diperlukan. Mereka menunjukkan bahwa mereka peduli walaupun tinggal jauh. Yang jauh saja peduli, maka yang dekat harus semakin peduli," kata NKN, seorang WNI yang bekerja di Washington DC, lewat pesan singkatnya.

NKN meminta namanya tidak disebut lengkap. Ia mendapat undangan itu, tetapi karena

kesibukan tidak bisa menghadiri deklarasi. "Jarang di Indonesia ada pemimpin yang benar-benar peduli," katanya.

(13)

“Ini murni gerakan spontanitas masyarakat Jakarta-Indonesia (di AS) untuk

mendukung Ahok dan Heru (untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta) 2017,” kata Diana.

Menurut wanita pekerja di AS ini, “Tujuannya adalah memberikan dukungan moral untuk Ahok-Heru untuk gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 2017.”

Deklarasi masyarakat Indonesia di Amerika Serikat mendukung Ahok

Diana mengatakan, “Gerakan ini kita lakukan karena melihat kerinduan masyarakat Jakarta-Indonesia pada umumnya yang semangat mengikuti perkembangan Pilgub DKI Jakarta.” “Kami melihat perubahan Jakarta yang sangat signifikan menuju perbaikan yang

positif. Ahok kami yakini merupakan figur yang bersih, berani, konsisten, dan pekerjaannya sangat nyata,” kata Diana.

Menurut Diana, warga Jakarta dan Indonesia di AS menginginkan perubahan yang positif bagi Jakarta, ibu kota negara. Perubahan itu sudah mulai terlihat nyata di tangan Ahok untuk menata Jakarta yang lebih baik.

(14)

Artikel berita 8

Sutiyoso Tidak Persoalkan Gaya Ahok yang Meledak-ledak

Selasa, 26 April 2016 | 18:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tidak mempersoalkan gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok.

Menurut pria yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu, setiap pemimpin memang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda.

"Kalau gaya Ahok seperti itu juga enggak masalah. Pemimpin itu berhak untuk menerapkan kepemimpinannya masing-masing. Apakah tepat atau tidak, yang menilai bukan saya," ujar dia di Istana, Selasa (26/4/2016).

(Baca: Cerita Ahok soal Geng Golf dan Lobi Jabatan PNS DKI)

Pernyataan Sutiyoso itu terkait pernyataan Ahok sebelumnya. Ahok mengatakan, pada era

kepemimpinan gubernur terdahulu, seorang pejabat akan sulit naik jabatan jika bukan bagian dari geng golf dan tidak bisa bermain golf.

Ahok mengatakan, satu-satunya anggota geng golf yang kini masih memiliki jabatan adalah Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi yang akhir pekan lalu mengeluhkan cara

kepemimpinan Ahok di media sosial.

Belakangan, Rustam mengundurkan diri dari jabatan Wali Kota Jakarta Utara. Soal mundurnya Rustam, Sutiyoso mengatakan, hal itu patut dipertanyakan. Pasti ada sebabnya.

(Baca: Rustam Effendi Akui Main Golf, tetapi Tak Tahu soal Geng Golf)

Namun, Sutiyoso tidak mau mengaitkan peristiwa mundurnya Rustam itu dengan gaya

kepemimpinan Ahok. Sutiyoso mengatakan, saat dirinya menjabat Gubernur DKI Jakarta dahulu, gaya kepemimpinannya berbeda dari Ahok.

"Kalau saya kan, saya dekati hatinya. Anak buah saya itu keluarga saya. Kalau salah saya marahi, tapi kalau benar harus saya puji. Itu kan reward and punishment. Di mana pun saya terapkan," ujar dia.

"Sekarang memang ada orang yang saya maki? Kan enggak pernah. Karena gaya saya seperti itu, walau saya dari Kopassus. Tidak berarti saya sembarang tempeleng, maki orang. Kalau

(15)

Artikel berita 9

Gaya Kepemimpinan Ahok yang Mengejutkan

Sabtu, 29 November 2016 | 16:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said mengatakan, masyarakat tengah dikejutkan dengan gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pasalnya, Jakarta terakhir memiliki pemimpin yang ceplas-ceplos pada masa Ali Sadikin.

"Kita ini terkejut karena kita sudah lama diperbudak. Di awal Orde Baru, kita sudah terbiasa dengan Ali Sadikin karena kita menyadari keluar dari ketertindasan Orde Lama," kata Salim dalam acara diskusi yang diselenggarakan di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/11/2014).

Menurut Salim, di kala Ali Sadikin resmi menjadi orang nomor 1 di DKI, keterkejutan itu perlahan-lahan diterima masyarakat Jakarta. Kini, masyarakat Jakarta kembali mendapatkan pemimpin yang memiliki gaya seperti Ali Sadikin.

Namun, masyarakat belum terbiasa dengan gaya Ahok. Untuk itu, kata dia, masyarakat harus bersabar, belajar, dan menilai keberhasilan Ahok dengan gaya kepemimpinannya.

Jika Ahok mencapai keberhasilan, lanjut dia, masyarakat tidak usah kembali meributkan gaya bicaranya. "Persoalannya adalah kita sudah terlalu lama dininabobokan dan tidak berani

mengangkat dagu kita. Sekarang kita ada demokratisasi, jadi menurut saya Ahok itu by product of democratization," tutur dia.

Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta ini pun menyatakan, masyarakat harus menunggu realisasi janji atau amarah Ahok untuk bisa melahirkan kesuksesan.

Salim pun berucap, bila Ahok sukses dalam memimpin Jakarta di tiga tahun sisa masa

(16)

Artikel berita 10

Djarot Juga Pernah Kritik Gaya Kepemimpinan Ahok

Jumat, 16 Desember 2016 | 07:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kerap mengkritik gaya pemerintahan pasangan petahana, Basuki Tajahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dalam dalam program "Rosi dan Kandidat Pemimpin Jakarta" yang disiarkan Kompas TV di Djakarta Theater, Kamis (15/12/2016).

Salah satu kritik yang dilontarkan Anies adalah soal pemerintahan Ahok-Djarot yang terlalu fokus pada infrastruktur, tetapi mengesampingkan pembangunan manusia. Menurut Anies, berdasarkan catatannya, Djarot sendiri pun dahulu kerap menkritik gaya kepemimpinan Ahok. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci apa yang dikritik Djarot kepada Ahok.

"Bahkan bukan hanya orang luar yang mengkritik. Dalam catatan sejarah wakil gubernurnya (Djarot) pun sering mengkritik Pak Gubernurnya (Ahok) dan wakil gubernurnya bukan pengamat loh, dia orang bekerja," ujar Anies seusai acara tersebut, Kamis malam.

Anies menilai, dengan dirinya mengkritik pasangan petahana, ia ingin dianggap warga bahwa dia tidak sependapat dengan apa yang dilakukan Ahok-Djarot saat memimpin Ibu Kota. Jika dirinya terpilih bersama Sandiaga Uno, kata Anies, akan membuat Jakarta lebih baik kedepannya. "Kami tunjukan kepada warga bahwa kami berlawanan, kami berbeda, kami tunjukan

perbedaannya dan kami siap mengatakan secara terus terang secara lugas dan jelas," ucap dia. (Baca: Ahok Kritik Cara Penyampaian Anies Dapat Membentuk Opini Publik yang Buruk) Anies menyampaikan, data-data yang dilontarkannya saat mengkritik Ahok adalah data yang akurat. Apalagi, mengenai data pendidikan yang ia sampaikan di hadapan Ahok-Djarot saat acara debat tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Perlengkapan busana ini dari penari laki-laki dan penari wanita sama memakai kain samping berwarna kuning keemasan, selendang yang dipakai penari laki-laki berwarna merah,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pemidanaan pelaku tindak pidana pencabulan dalam keluarga ( incest ) dalam Putusan Nomor

Terkait dengan paparan data dan pembahasan hasil penelitian, saran yang relevan untuk dikemukakan adalah sebagai berikut: (1) Sekalipun penelitian ini sifatnya

By telling stories, learners are engaged in social relations that set them into interpersonal interaction demanding sociopragmatic awareness necessary for the development of

Berbeda dari riset-riset yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam makalah ini diajukan estimasi daya yang mempertimbangkan utilisasi memori virtual pada sistem operasi

factor yang menjadi penyebab terjadinya prostitusi pada anak adalah factor keluarga,.. ekonomi, pendidikan, lingkungan, mental dan kejiwaan, serta perdagangan orang

Dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan pengaruh waktu panen terhadap kadar selenium jamur tiram putih, dari hasil penelitian kadar selenium jamur tiram hasil

Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya.sumber daya manusia energi,tenaga,kekuatan(power) yang diperlukan untuk