• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partai Politik dan Sistem Kepartaian (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Partai Politik dan Sistem Kepartaian (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...2

A. Latar Belakang ...2

B. Rumusan Masalah ...2

BAB II PEMBAHASAN ...3

A. Pengertian Partai Politik ...3

B. Fungsi Partai Politik ...5

1. Sarana Komunikasi Politik ...5

2. Sarana Sosialisasi Politik ...6

3. Sarana Rekrutmen Politik ...7

4. Pengatur Konflik ...8

C. Kepartaian di Indonesia ...9

BAB III PENUTUP ...12

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai Politik merupakan sarana bagi warga Negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan Negara. Selain itu juga partai politik telah menjadi ciri pentig politik modern, bahkan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari system politik, baik yang demokratis maupun yang otoriter sekalipun.

Dewasa ini memang partai Politik sudah sangat akrab ditelinga kita maupun lingkungan kita.Sebagai lembaga Politik, partai bukan sesuatu yang dating dengan sendirinya ada.Kelahirannya mempunyai sejarah yang cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua.

Di Indonesia sendiri telah menganut Demokrasi tentu suatu yang harus ada yaitu dengan Partai Politik, sehingga sudah tidak jarang mendengar partai Politik. Namun sepertinya hanya mengerti sekilas apa yang dinamakan dengan Partai Politik, tidak dengan mengenai Fungsi dari Partai Politik itu.

Akibat dari ketidak tahuan itu, masyarakat banyak yang hanya memilih-milih pemimpin, namun tidak dingar aspirasi rakyatnya, oleh karena untuk sebagai penambah pengetahuan kita, penulis akan mencoba menjelaskan tentang Partai Politik di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, penulis akan menjelaskan : 1. Apa Pengertian Partai Politik…?

2. Apa Fungsi Partai Politik…?

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Partai Politik

Partai Politik berangkat dari anggapan bahwa membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan.Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan.

Secara etimologis, menurut Lacia Marzuki, kata Partai berasal dari bahasa latin yaitu parsyang berarti bagian. Karena hanya suatu bagian, membawa konsekuensi pengertian adanya bagian-bagian lain. Oleh karena itu apabila hanya terdapat satu Partai dalam suatu Negara berarti tidak sesuai makna etimologis dari Partai itu sendiri1.

Sedangkan menurut Undang-undang no 2 tahun 2011 pasal 1 no 1 menyebutkan bahwa : Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan, kehendak, dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dan masih banyak sekali pengertian tentang Partai Politik itu sendiri, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik adalah kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya2. Namun Partai Politik baru dapat dikatakan organisasi Politik apabila memiliki

lima ciri umum atau fundamental, yaitu:

1. Berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas

2. Terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan sengaja bertindak bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan partai

3. Masyarakat mengakui bahwa partai Politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka

4. Beberapa tujuan diantaranya mengembangkan aktivitas-aktivitas partai bekerja melalui mekanisme “Pemerintahan yang mencerminkan pilihan rakyat”

1 M.Ali Syafa’at. Pembubaran Partai Politik, Rajawali:Jakarta, 2011, Hal 30

(4)

5. Aktivitas inti partai adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan public3.

Selain ciri-ciri diatas, apabila membicarakan Partai Politik, menurut Lapalombara dan Weiner, seperti dikutip oleh Miriam Budiardjo, yang dimaksudkan, bukan organisasi Politik apabila yang mempunyai hubungan terbatas dan kadang-kadang saja dengan Partai Politik ialah organisasi yang mempunyai kegiatan secara berkesinambungan. Dalam kata lain, masa periode hidupnya tak tergantung pada masa jabatan atau masa hidup para pemimpinnya. Kemudian, organisasi yang terbuka dan permanen tidak hanya berada ditingkat pusat, tetapi juga berada ditingkat local. Partai pemimpin ditingkat pusat dan local memiliki keinginan kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam rangka membuat keputusan Politik secara sendiri maupun berkoalisi dengan Partai lain, dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu) atau cara-cara lain untuk mendapatkan dukungan umum.

Dengan demikian, dari sudut pandang kedua ilmuan tersebut, ciri-ciri umum Partai Politik adalah4 :

1. Berakar dalam masyarakat local

2. Melakukan kegiatan secara terus menerus

3. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan 4. Ikut serta dalam Pemilihan Umum (Pemilu)

5. Ideologi sebagai pemersatu

Jadi, berdasarkan gambaran ciri-ciri Partai Politik yang dikemukakan tadi, maka sesungguhnya tidaklah mudah bagi kita untuk mendirikan Partai Politik, kalau tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi ciri-ciri tersebut. Artinya, suatu Organisasi Politik baru dapat dikalaim atau dikatakan Partai Politik bila “merupakan sekelompok orang yang terorganisasi dan berakar dalam masyarakat local dengan memiliki tujuan dan beraktifitaskan menyeleksi kandidat pejabat public yang berkesinambungan5”.

B. Fungsi Partai Politik

Setiap keberadaan organisasi Politik, tentunya memiliki struktur dan setiap struktur memiliki fungsi. Begitupun Partai Politik, sebagai kerangka system politik tentunya memiliki

3AA.Sahid Gatara,Fh,M.Si,Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Pustaka Setia:Bandung, 2008, Hal 190

(5)

struktur yang melahirkan fungsi-fungsi. Fungsi-fungsi inilah yang menentukan eksis atau tidaknya suatu partai Politik.Selain itu, fungsi juga parameter bagi identitas dan kredibilitas partai politik ditengah-tengah kompetisi politik masyarakat.Hal ini juga menjadi kunci apakah keberadaan Partai Politik disukai atau tidak oleh masyarakat lingkungannya6.

Dari fungsipun akan berbeda satu sama lain, hal itu dikarenakan beragamnya system Politik yang dijalankan oleh Negara-negara lain. Di Negara Demokrasi tentu akan berbeda dengan fungsi Partai Politik di Negara Otoriter, hal itu karena perbedaan pandangan sehingga berimplikasi terhadap fungsi Partai Politik itu sendiri dimasing-masing Negara. Di Negara Demokrasi Partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingan dihadapan penguasa7.

Berikut fungsi-fungsi Partai Politik di Negara Demokrasi menurut para ahli, sebagai berikut :

1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Di masyarakat modern yang luas dan komplek, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak terbekas seperti suara dipadang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan. Sesudah digabungkan, pendapat atau aspirasi tadi diolah dan dirumuskan kedalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan.

Setelah itu partai politik merumuskan menjadi usul kebijakan.Usul kebijakan itu dimasukan kedalam program atau platform partai untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum8.fungsi ini

dinamakan sebagai “Broker of Idea”.Dan bagi Partai yang sedang memerintah berfungsi sebagai Instrumen kebijakan.Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik9.

Disisi lain Partai Politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas kebawah atau dari bawah keatas. Dari pada itu Partai Politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang

6Ibid, Hal 191

7 Prof.Miriam Budiardjo, Op.Cit. Hal 405 8Ibid. Hal 406

(6)

diperintah. Peran Partai sebagai jembatan sangat penting, karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan dipihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat10.

Dalam menjalankan fungsi inilah Partai Politik sering disebut sebagai perantara (broker)dalam suatu bursa ide-ide.Kadang-kadang juga dikatakan bahwa Partai Politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga mayarakat sebagai “pengeras suara”.

2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Dalam Ilmu Politik sosialisasi Politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena Politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Dengan hal itu Sosialisasi Politik merupakan cara untuk memperkenalkan nilai-nilai Politik, sikap dan etika Politik yang berlaku atau yang dianut oleh Negara. Pada tahap ini terjadi proses penanaman nilai-nilai kebijakan bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi warga Negara yang efektif. Agen-agen sosialisasi Politik terdapat 6 agen, yaitu keluarga, kelompok bermain atau bergaul, sekolah, pekerjaan, media masa, dan kontak-kontak politik langsung11.

Karenanya proses Sosialisasi Politik berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia berkembang melaui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik. Ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu dengan generasi yang lain. Disinilah letaknya Partai Politik dalam memainkan peran sebagai sosialisasi politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasi dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader, penataran dan lain sebgainya12.

Sisi lain dari fungsi sosialisasi Politik Partai adalah upaya menciptakan citra (Image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintah melalui kemenangan dalam pemilihan umum.Karena itu patai harus memperoleh dukungan sluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.

10 Prof.Miriam Budiardjo, Op.Cit. Hal 406

(7)

Ada lagi yang juga lebih tinggi nilainya apabila partai politik dapat menjalankan fungsi sosialisasi politik yang satu ini, yakni mendidik angota-anggotanya menjadi sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional. Namun memang tak dapat disangkal adakalanya partai mengutamakan kepentingan partai diatas kepentingan nasional.Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas partai, yang melibihi loyalitas kepada Negara. Dengan demikian ia mendidik pengikut-pengikutnya untuk melihat dirinya dalam konteks yang sangat sempit. Padangan ini malahan dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak membuat integritas, yang bagi Negara-negara bekembang menjadi begitu penting.

3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik

Rekrutmen Politik berasal dari dua kata yaitu rekrutmen dan Politik.Rekrutmen berarti penyeleksian dan politik berarti berurusan dengan Negara.Jadi rekrutmen Politik adalah penyeleksian rakyat untuk melaksanakan urusan Negara13.

Fungsi ini berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.Untuk kepentingan intrnalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, Karena hanya dengan kader yang demikian dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk kebursa kepemimpinan Nasional14.

Selain untuk tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan mempeluas dan memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha menarik orang sebanyak-banyaknya untuk menjadi angotanya. Cara ini juga untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin yang kemudian nantinya calon-calon-calon-calon tersebut nantinya akan dipilih oleh rakyat sebagai kepala pemerintahan baik pusat maupun daerah juga, hal itupun dipilih melalui rekrutmen dan seleksi melalui partai Politik, baik yang berasal dari partai itu sendiri maupun dari pihak ketiga.

Adapun berbagai cara untuk melakukan rekrutmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, ataupun cara-cara yang lain.

4. Sebagai sarana Pengatur konflik

Salah satu konsekuensi dari system demokrasi adalah perluasan partisipasi politik.Partisipasi tidak hanya dalam bentuk pemilihan dan aspirasi kebijakan, tetapi juga

(8)

membuka peluang terhadap semua warga Negara untuk memerintah dalam jabatan public.Peluang itu membuka kemungkinan terjadinya pertentangan atau konflik.Konflik hanya dapat dikelola dengan baik jika terdapat aturan main dan pelembagaan kelompok-kelompok social dalam organisasi partai politik.Tanpa adanya pengorganisasian, partisipasi dapat berubah menjadi gerakan massal yang merusak sehingga perubahan politik cenderung terjadi melalui revolusi atau kudeta, karena setiap perbedaan menyimpan potensi konflik15.

Oleh karenanya, disini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin.Elit partai politik dapat menumbuhkan pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya, Oleh karena itu Partai Politik menjalankan fungsi sebagai sarana pengelola konflik.

C. Kepartaian di Indonesia

Ada dua hal penting yang dapat kita simak, yakni pertama pemetaan perkembangan partai-partai besar hasil pemenang setiap penyelenggara Pemilu di Indonesia.Kedua, pemetaan keadaan kepartaian politik dalam periodesasi system politik Indonesia setiap masanya.

Untuk konteks apakah partai politik di Indonesia setelah merdeka berkategorikan rasionl atau aliran ideology? Jawabannya Ideologi, mengapa?

Karena partai politik di Indonesia pada saat itu senantiasa berpijak pada lima aliran besar, meskipun dalam perjalanannya mengalami kembang-kempis. Aliran besar tersebut meliputi Nasionalisme-radikal, tradisionalisme-jawa, Islam, sosialis-democrat, dan komunisme.Kelima aliran besar ini pada pemilu 1955, cenderung mewarnai empat besar pemenang pemilu, yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Begitupun, partai peserta pemilu lainnya, yakni Partai Sosialis Indonesia (PSI) representative alliran sosialis democrat, dan Partai Indonesia Rakyat (PIR) represntatif aliran tradisionalisme jawa16.

Empat parpol yang berhasil mendulang suara besar dalam pergelaran Pemilu 1955 bisa menemukan tempatnya masing-masing. PNI dengan suara 23,3% mencerminkan besarnya dukungan dari kalangan pemilih yang berhaluan skuler, dan sebagaian besar diantaranya merupakan kaum elit. Perolehan suara sebesar 20,9% Masyumi menginformasikan bahwa

15Ibid. Hal 69

(9)

basis sosialnya berasal dari golongan pemilih yang elit dan islamis. Partai Nahdlatul Ulama (NU) yang berhasil menggali suara sebesar 18,4% mengisyaratkan bahwa pemilihnya merupakan kelompok berideologi Islam dari kalangan Populis. Sementara 15,4% suara Partai Komunis Indonesia (PKI) berlatar belakang pemilih yang skuler dan sebagaian besar dari komunitas populis17.

Dengan formasi empat Parpol diatas, karena tidak ada persinggungan ideology antara kaum skuler (PNI dan PKI) dan Islam (Mayumi dan NU) terjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam rapat-rapat konstituante yang bermuara pada kegagalan badan ini untuk menentukan dasar konstitusi Indonesia, apakah bersifat skuler atau Islam.

Atas dasar itulah, dimulai era Demokrasi Terpimpin, yang memuluskan langkah Soekarno untuk mewujudkan “Imajinasi” Politiknya diwaktu muda, yakni menyinergiskan tiga ideology sekaligus (Nasionalis, Islam, Komunis) dalam kendali ototritarianisme kepemimpinannya.

Pelengseran Soekarno pada 1966 diikuti oleh kukuhnya kepemimpinan Soeharto diharapkan merupakan pintu demokratisasi.Namun, harapan itu layu sebelum berkembang justru periode awal pemerintahannya, Soeharto mengembangkan pemerintahan yang bersifat terpribadikan secara ekstrim18.Karena pada Masa Orde Baru, pertumbuhan partai politik

dibatasi sebagai akibat instabilitas yang terus menerus pada masa demokrasi Parlementer pada awal tahun 1955-an. Dalam hal ini partai politik dianggap sebagai masalah.Oleh karena itu ruang geraknya dibatasi dan keberadaanya hanya sebagai alat legitimasi rezim yang berkuasa Soeharto serta hanya menjadi alat simbolik penguasa untuk melanjutkan kekuasaan yang otoriter.

Sehingga Pemilu yang berlangsung di era Soeharto (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997) menjadi tidak menarik karena menggunakan system proporsional dan penyederhanaan Parpol dalam peserta Pemilu menjadi hanya tiga Partai (Golkar, PDI, PPP).

Situasi semacam ini, partai Politik tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsinya selain hanya sebagai alat mobilisasi massa terutama pada masa pemilihan umum. Namun, mereka hamper tidak berperan penting dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat pada system politik karena kedudukannya yang hanya sebagai kelompok marginal.Semua keputusan politik penting dilakukan oleh militer dan birokrasi dalam lingkungan elit di

(10)

tingkat pusat. Partai politik hamper tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam proses pengambilan keputusan19.

Sedangkan pada masa reformasi, masyarakat diberi keleluasan untuk mendirikan partai politik dengan ideology yang beragam.Terbukti pada tahun 1999 terdaftar 144 partai politik yang terdaftar di Departemen Kehakiman.Kemudian tahun 2002 tumbuh menjadi 209, ada juga menyebutnya 237 Partai.Dari semuanya itu tdak semuanya menjadi peserta pemilu. Pada Pemilu 1999 hanya 48 partai, sedangkan Pemilu legislative tahun 2004 hanya 24 Partaiyang memenuhi mengikuti Pemilihan.

Persoalannya kini adalah apakah partai-partai politik telah memainkan peran penting dalam system politik sebagaimana yang diharapkan.?.para pengamat tampaknya sepakat bahwa partai-partai politik yang lahir sejak reformasi dicanangkan kurang mampu melaksanakan fungsi politiknya dengan baik. Ini karena partai politik lebih berorientasi pada merebutkan kekuasaan dari pada menjalankan fungsi-fungsinya.Bahkan, partai politik dituduh berperan besar dalam melakukan amnesia politik terhadap kekerasan dimasa lampau, dan ini terjadi karena beberapa hal berikut20.

1. Dalam tubuh partai politik mengalir deras semangat pragmatisme politik dan oportunisme, bahkan pragmatisme telah tereduksi menjadi prevalence atau kelaziman individu elite. Dalam situasi seperti ini, solidaritas dipahami dalam pengertian sempit, yaitu semata-mata ikatan kepentingan dan bukan oleh alasan-alasan yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari maraknya koalisi Partai yang mempunyai Ideologi berbeda, bahkan bertentangan dimasa lampau.

2. Masih adanya kesadaran keliru bahwa Partai adalah kesatuan orang dengan segala kepentingan dan kepentingan elite yang dominan dimutlakan. Persoalan muncul ketika kepentingan elite didahulukan dari kepentingan public.

3. Partai politik kurang mempunyai ketegasan dalam hal Ideologi. Dalam hal ini, partai politik kurang menanamkan ideology terhadap kader-kadernya sehingga partai menjadi akumulasi kepentingan politik yang tidak mempunyai platform yang jelas, atau visi dan misi yang tepat sasaran.

4. Partai Politik sekarang lebih cenderung mempunyai sasaran jangka pendek dalam bentuk perbutan kekuasaan lima tahun.

5. Secara empiris memang terdapat peremajaan partai Politik, tetapi actor-aktor yang berada dibelakangnya sebenarnya adalah actor-aktor lama yang berkecimpung pada masa Orde

(11)

Baru sehingga format politiknya mengalami perubahan namun pendukung format politiknya masih elite politik lama yang menggunakan jubbah reformasi. Oleh karenanya dalam kondisi yang seperti ini sulit untuk melaksanakan fungsinya secara maksimal, sehingga yang kemudian dirasakan adalah tidak adanya perbedaan atara era sebelumnya dan setelah bergulirnya reformasi. Pluralitas jumlah partai politik pada kenyataannya tidak sebanding dengan kemampuan merekadalam melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan public, yang juga sangat pluralistic.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Partai Politik adalah kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Yang muncul dari anggapan bahwa membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan

Yang memiliki struktur juga memiliki fungsi.sebagai kerangka system politik yaitu sebagai komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik.

Dalam perjalanan pada masa ke masa, Orde Lama Partai Politik lebih berpijak pada ideologi-ideologi yang dipegangnya sangat kuat, sehingga kondisi seperti itu sering terjadinya konflik dipemerintahan, kemudian pada masa Orde Baru, Partai Politik dituduh sebagai sumber masalah yang terjadi pada masa Orde Lama, sehingga pada masa Orde Baru, Partai politik dibatasi ruang geraknya, yang mengkibatkan kurang maksimalnya fungsi-fungsi partai politik serta tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pada masa ini.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. AA.Sahid Gatara,Fh,M.Si. 2008. Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Pustaka Setia : Bandung.

2. Dr.Sahya Anggara, M.Si. 2013. Sistem Politik Indonesia, Pustaka Setia : Bandung. 3. M.Ali Syafa’at. 2011. Pembubaran Partai Politik, Rajawali : Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dilihat dari indikator berbahasa Lampung 30 responden atau sebesar 62% dari berbahasa Lampung tergolong kurang berperan, 11 responden atau sebesar

Sehingga hakim-hakim pengadilan agama yang memutus terhadap kasus konkrit yang diajukan kepadanya tidak dapat merujuk hukum materil yang sama, akibatnya terjadilah perbedaan

Analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural (SEM) dan terlebih dahulu dilakukan analisis faktor konfirmatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi

“Pelaksaan tradisi padusan tidak dikelola secara menyeluruh oleh pemerintah Kabupaten Klaten tetapi diserahkan oleh pihak swasta yang mau dan dianggap mampu

Penilaian subyektif didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh responden atlit yang telah mendapatkan penanganan cedera lutut di Sport Clinic, baik konservatif.. maupun

[r]

Kondisi lingkungan yang kurang baik dan toksik terhadap bakteri seperti adanya sub minimum biofilm inhibitory concentration (sub-MBIC) dari bahan antibiofilm dapat

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kandungan dan profil mineral pada makanan hasil laut (seafood) yang umum dikonsumsi yaitu cumi-cumi (Loligo sp) dan udang