1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) diperkenalkan oleh Shigeto Ikeda pada tahun 1964. Sejak itu bronkoskopi menjadi suatu tindakan diagnostik dan terapeutik yang penting dalam penatalaksanaan penyakit-penyakit paru. Indikasi bronkoskopi banyak sekali dan biasanya berdasarkan adanya keluhan/gejala respiratorik dan gambaran foto toraks yang abnormal atau keduanya.1
Standar penatalaksanaan BSOL termasuk di dalamnya pemberian premedikasi. Karena tidak ada satu jenis obat yang bisa menimbulkan efek amnesia, anxiolysis dan analgesia, maka regimen premedikasi terdiri dari atropin, sedatif atau analgesik, dan pemberian benzodiazepine seperti diazepam atau midazolam secara intravena. Sejak tahun 1970an, sudah banyak penelitian yang memberikan rekomendasi untuk pemberian obat-obatan premedikasi tersebut, seperti efek antitusif dari opioid, efek cardioprotective dari atropin dosis rendah, dan efek kenyamanan pasien dengan pemberian benzodiazepine.2
2 dalam serum telah dilaporkan sesudah penggunaan atropin. Dokter harus waspada terhadap komplikasi potensial dari takikardi yang disebabkan oleh obat-obat ini.3
Panduan diagnostik BSOL dari British Thoracic Society mengeluarkan rekomendasi bahwa atropin tidak dianjurkan diberikan secara rutin sebelum bronkoskopi. Atropin dapat menimbulkan takikardi dan menjadi pro-arrhytmogenic, dengan efek samping pandangan kabur, mempresipitasi glaukoma dan mulut kering.6
Pernyataan konsensus yang dikeluarkan oleh American College of Chest Physicians terhadap penggunaan zat anestesi lokal, analgesik dan sedasi selama
tindakan BSOL pada pasien dewasa: Atropin dan glikopirolat, bila diberikan sebelum bronkoskopi tidak menghasilkan perbaikan yang bermakna secara klinis terhadap fungsi paru atau menurunkan sekret bronkus, dan penggunaannya tidak dianjurkan.7
Penelitian oleh Neuhaus dkk mendapatkan bahwa atropin memberikan efek bronkodilatasi yang dibuktikan dengan fungsi paru yang mengalami perbaikan sesudah tindakan BSOL. Akan tetapi efeknya terhadap pengurangan sekresi bronkus selama bronkoskopi berlangsung tidak ada perbedaan antara yang mendapat atropin dan tidak mendapat atropin.8
3 diberikan sedasi dengan midazolam intravena, maka pemberian atropin sebagai premedikasi tidak bermanfaat.4,9
Beberapa pendapat ahli sebelumnya menampilkan variasi yang luas dalam panduan praktis penggunaan sedasi selama tindakan BSOL. Tidak ditemukan regimen tunggal yang bisa menjadi pilihan utama dan panduan-panduan BSOL sebelumnya tidak memiliki regimen yang direkomendasikan. Untuk alasan ini maka benzodiazepine, opioid dan akhir-akhir ini propofol menjadi paling sering digunakan sebagai sedasi selama tindakan BSOL. Obat-obatan lain yang diberikan secara intravena untuk memperbaiki kenyamanan pasien seperti atropin sekarang ini tidak direkomendasikan lagi.10
Premedikasi dengan atropin secara signifikan tidak menurunkan resiko terjadinya komplikasi jantung dan tidak memberikan manfaat dalam mengontrol sekret bronkus. Oleh karena itu, penggunaannya secara rutin tidak dibenarkan.11
Sampai saat ini prosedur BSOL yang rutin dikerjakan di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan adalah dengan premedikasi injeksi atropin 0,25 mg subkutan 30 menit sebelum tindakan, di samping pemberian kodein 20 mg dan injeksi diazepam 5 mg intramuskular.
1.2. Perumusan Masalah
4 atropin sudah tidak dianjurkan lagi digunakan secara rutin sebagai premedikasi BSOL. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menilai efek atropin terhadap pengurangan sekret dahak selama tindakan BSOL berlangsung bila dibandingkan dengan plasebo (larutan garam fisiologis), sehingga bisa memberi masukan dalam perbaikan protap pelaksanaan BSOL di IDT RSUP HAM Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan pengurangan sekret dahak pada
pasien-pasien yang dilakukan prosedur BSOL dengan premedikasi atropin dan tanpa
atropin di ruang IDT RSUP HAM Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi pasien yang dilakukan prosedur
BSOL berdasarkan karakteristik di ruang IDT RSUP HAM Medan.
2. Untuk mengetahui banyaknya sekret dahak pasien selama tindakan
BSOL berlangsung dengan premedikasi atropin atau tanpa atropin.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan memperlihatkan perlu atau tidaknya
premedikasi atropin dalam mengurangi sekret dahak selama tindakan
BSOL di ruang IDT RSUP HAM Medan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai hasil