BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan hukum perusahaan di Indonesia berkembang sangat pesat. Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ untuk fungsi fisiologisnya, perusahaan juga memerlukan organ untuk menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari. Organ–organ tersebut seperti tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut UUPT) yang berbunyi:
“Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi.”
Direksi dalam Pasal 1 angka 5 UUPT didefinisikan sebagai organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi dalam menjalankan tugasnya juga diatur ketentuannya dalam UUPT Pasal 97 ayat 1, yang berbunyi:
“Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)”
Perseroan akan tetap terus diwakili oleh direksi. Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan, tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas sangat penting.1Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.2Organ-organ perusahaan terutama direksi yang mengelola perusahaan, sebagai organisasi yang mewadahi kegiatan ekonomi harus melakukan terobosan, pembaharuan, serta upaya menangkap peluang yang meski dilakukan dengan penuh perhitungan dalam menghadapi risiko usaha,
1
Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang, dan Tangung Jawab (Jakarta : Ghalia, 2008), hlm. 40.
2
sebagaimana layaknya sebuah bisnis, bisa memberikan keuntungan dan bisa juga mengalami kerugian.3
Direksi dalam tugasnya menjalankan sebuah perusahaan sebagai organ didalamnya seringkali mengambil keputusan bisnis yang spekulatif dan
bertendensi untuk mengalami kerugian, bisa saja dikarenakan ada hal-hal genting yang harus segera diambil untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang lebih besar atau sebaliknya dapat membawa keuntungan besar bagi perusahaan jika diambil tindakan cepat yang tepat. Keputusan direksi bagaimanapun harus dihormati oleh semua pihak bahkan pengadilan, sebab mereka adalah orang-orang yang memang mengerti dan berpengalaman dibidang bisnisnya, terutama masalah yang kompleks, karena itu direksi patut diberikan diskresi yang besar, mereka yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan bisnis tentunya adalah pihak direksi.4
Prinsip dasar dari kewirausahaan selalu berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian, bahkan terkadang keputusan bisnis terlihat tidak masuk akal. Keputusan bisnis dikemudian hari mungkin terlihat sebagai spekulasi belaka, atas latar belakang itu, pengadilan yang menganut sistem hukum common law
mengembangkan konsep Business Judgment Rule.5
Business Judgment Rule dimaksudkan untuk melindungi direksi yang beritikad baik dari pertanggungjawaban secara pribadi akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.6 Pasal 97 ayat 5 UUPT menyatakan bahwa:
“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi akibat kerugian perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati–hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
3Mas Achmad Daniri, Business Judgement Rule pada Persero BUMN,
Madani-Ri,
http://madani-ri.com/web/?p=2970 (diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 22.27).
4
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 199.
5
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT) (Jakarta: Visimedia, 2009), hlm. 125.
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.”
Business Judgment Rule adalah sebuah prinsip dalam kepemimpinan perusahaan yang menjadi tujuan dari common law sejak 150 tahun yang lalu.7 Business Judgment Rule telah lama diterapkan sebagai awan yang melindungi direksi dari tanggung jawab yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis
mereka. Direksi yang dalam pelaksanaan tanggung jawab kepengurusan perseroan dimandati atas perlindungan tersebut, tidak boleh dicampuri atau diberikan
pendapat lain oleh pengadilan dalam mengambil keputusan ataupun terhadap keputusan yang telah diambil oleh direksi. Terhadap direksi yang tidak dimandati atas perlindungan Business Judgement Rule maka pengadilan wajib memeriksa keputusan-keputusan tersebut apakah perilaku direksi memang untuk kepentingan perusahaan dan dengan itikad baik serta memperhatikan pemegang saham
minoritas perusahaan.8
Business Judgment Rule merupakan ketentuan yang dapat dikesampingkan jika direktur bertindak lebih baik daripada pengadilan yang akan
mendalilkan Business Judgment Rule dan apabila direksi bertindak dalam keputusan bisnis yang bebas dari self-dealing (atau untuk kepentingan pribadi) dan dapat menunjukan tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan alasan yang wajar serta itikad baik.9 Pihak yang menggugat keputusan dewan direksi menghadapi resiko akan adanya ketentuan akan ditolaknya gugatan jika pada akhirnya dapat dibuktikan bahwa direksi membuat keputusan bisnis yang tepat.10
Doktrin Business Judgement Rule merupakan cermin dari kemandirian dan diskresi dari direksi dalam memberikan putusan bisnisnya merupakan
perlindungan bagi direksi–direksi yang beritikad baik dalam menjalankan tugasnya sebagai direksi.11 Doktrin Business Judgment Rule ini sebenarnya berasal dari sistem hukum common law yang lebih mengandalkan yurisprudensi, khususnya awalnya berkembang dalam putusan pengadilan di Amerika Serikat. Konsep Business Judgement Rule yang berasal dari Amerika ini mencegah pengadilan–pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan pengambilan
7
Philip Lipton dan Abraham Herzberg, dalam makalah Bismar Nasution,
“Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”,
http://bismar.wordpress.com/2009/12/23 (diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 22.40).
8Ibid
keputusan sebagai usaha oleh direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan keyakinan yang dapat dipertanggung jawabkan bahwa mereka telah mengambil keputusan yang menguntukan perseroan.
Badan Usaha Milik Negara atau yang kita kenal dengan BUMN adalah suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum lainnya, hal ini dapat kita lihat dari definisi menurut Pasal 1 angka 1 Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (untuk selanjutnya disebut UU BUMN), yang berbunyi:
“Badan Usaha Milik Negara adalah Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam UU BUMN, dibagi atas persero dan perum. Perusahaan perseroan atau yang disebut dengan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.12
Prinsip-prinsip manajemen perseroan yang baik (Good Corporate Governance) merupakan tugas direksi yang harus terus dikembangkan olehnya dalam kepengurusan perseroan.13 Masing–masing komponen perusahaan, pemegang saham melalui lembaga RUPS, komisaris, dan direksi dituntut untuk mengerti dengan baik hak dan kewajiban, kewenangan serta dan tanggung jawabnya.
Penerapan doktrin Business Judgment Rule terhadap direksi dalam BUMN Persero apabila dilihat berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, masih perlu diteliti lebih lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul “PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT RULE TERHADAP DIREKSI DALAM BUMN PERSERO MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu :
12
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006), hlm. 62.
13
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang doktrin Business Judgment Rule di
Indonesia?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang doktrin Business Judgment Rule
terhadap direksi dalam BUMN Persero?
3. Bagaimanakah penerapan doktrin Business Judgment Rule pada direksi
BUMN Persero di Indonesia
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang doktrin Business Judgment Rule di
Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
2. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang doktrin Business Judgment Rule
terhadap direksi dalam BUMN (Persero).
3. Untuk mengetahui penerapan doktrin Business Judgment Rule terhadap direksi
BUMN (Persero) di Indonesia.
Hasil penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang antara lain :
1. Manfaat teoritis
a) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah literatur sekaligus dapat
memberi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan keilmuan
khususnya dalam bidang ilmu hukum perusahaan dan ilmu hukum
b) Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan
teoritis tentang doktrin hukum perusahaan khususnya mengenai doktrin
Business Judgment Rule terhadap direksi dalam BUMN Persero.
2. Manfaat praktis
a) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi rekan
mahasiwa dalam penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan
Business Judgment Rule.
b) Penulisan skripsi ini sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar
sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT
RULE TERHADAP DIREKSI DALAM BUMN PERSERO MENURUT
UNDANG–UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS” ini disusun berdasarkan pengumpulan bahan-bahan baik berupa
bahan pustaka, undang-undang, artikel terkait baik dari media cetak, atau media
elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul ini maka telah dilakukan
pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain
di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan
universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia. Dengan
demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan. Adapun
dibahas, yang pernah dilakukan oleh Rudi Dogar Harahap, Nim 067005078,
mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
dengan judul “Penerapan Business Judgment Rule dalam Pertanggungjawaban
Direksi Bank yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas”, dengan perumusan
masalah yang dibahas:
1. Bagaimana pengelolaan bank dikaitkan dengan manajemen risiko?
2. Bagaimana batasan Businesss Judgement Rule dalam pengelolaan perseroan
terbatas oleh direksi?
3. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Business Judgement Rule dalam
pertanggungjawaban direktur bank direktur terbatas?
Penelitian tersebut apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
dalam skripsi ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah merupakan hal
yang berbeda.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan bahwa:
“Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam Undang–Undang.”
Organ–organ perseroan terbatas seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2, terdiri atas rapat umum pemegang saham (RUPS), komisaris, dan direksi. Pasal 1 angka 4 UUPT menyatakan bahwa:
direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang–
undang ini dan/atau anggaran dasar.”
Rapat umum pemegang saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang memiliki kewenangan eksklusif. RUPS merupakan sebuah forum yang mewakili seluruh pemegang saham perseroan, dimana para pemegang saham memiliki kewenangan utama untuk memperoleh keterangan–keterangan mengenai perseroan, baik dari komisaris maupun direksi.14
Komisaris atau biasa disebut dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus, dan memberikan nasihat kepada direksi berdasarkan anggaran dasar perseroan.15 Pengawasan oleh komisaris meliputi pengawasan atas kebijakan direksi dalam melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan, baik mengenai perseroan maupun kegiatan usaha
perseroan.
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.16 Direksi sebagai
pengurus perseroan secara otomatis mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Perlu diingat jika
kewenangan itu dimiliki direksi secara tidak terbatas dan tidak bersyarat, selama tidak bertentangan dengan undang–undang dan anggaran dasar serta keputusan RUPS.
Doktrin Business Judgement Rule merupakan suatu prinsip yang
memberikan perlindungan terhadap direksi, dimana direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab secara pribadi sekalipun tindakan nya mengakibatkan kerugian pada perseroan, baik karena salah perhitungan maupun hal lain di luar
kemampuan yang menyebabkan kegagalan dari tindakan tersebut, asalkan tindakan yang diambilnya tersebut dilakukan sebagai keputusan bisnis yang dibuat berdasarkan itikad baik semata–mata untuk kepentingan perseroan.17
14
Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar Terhindar dari Jerat Hukum (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm. 27.
15
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 6.
16
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 5.
17
Doktrin Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan doktrin ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai
keadilan khususnya bagi para direktur sebuah perseroan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis, ataupun dapat diartikan bahwa tidak terdapat kepentingan pribadi yang dilakukan oleh direksi dalam menjalankan perusahaan.
Prinsip Business Judgment Rule merupakan ketentuan yang dapat
dikesampingkan jika direktur bertindak lebih baik daripada pengadilan yang akan mendalilkan Business Judgment Rule dan apabila direksi bertindak dalam
keputusan bisnis yang bebas dari self-dealing (atau untuk kepentingan pribadi) dan dapat menunjukan tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan alasan yang wajar serta itikad baik. Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi seorang direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis dimana
perintah-perintah yang ditujukan kepada dewan direksi, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada keputusan-keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan.18
Badan usaha milik negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping badan usaha swasta dan
koperasi. BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.19 Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam UU BUMN, dibagi atas persero dan perum. Perusahaan perseroan atau yang disebut dengan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.20
Kekayaan negara yang dipisahkan dapat diinvestasikan kepada BUMN Persero. Direksi sebagai organ yang vital untuk melakukan pengurusan
bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan. Sebagai bentuk
18 Bismar Nasution, “
Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”,
http://bismar.wordpress.com/2009/12/23 (diakses pada tanggal 16 September 2015 pukul 21.30).
19
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 angka 1.
20
pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS. Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS ini adalah resiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN Persero oleh karena BUMN Persero adalah merupakan perseroan terbatas.
F. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian berupa:
1. Jenis dan sifat penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka skripsi ini
disusun dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dimana dalam
penelitian hukum normatif ini didasarkan pada norma norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang undangan, teori–teori serta konsep yang berkaitan
dengan hukum perusahaan khususnya terhadap “PENERAPAN DOKTRIN
BUSINESS JUDGMENT RULE TERHADAP DIREKSI DALAM BUMN
PERSERO MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS”.
Sifat penelitian penulisan ini yaitu bersifat deskriptif. Bersifat deskriptif
maksudnya dari penelitian ini diharapkan memberikan gambaran secara rinci dan
sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini mengenai bagaimana
sebenarnya penerapan doktrin Business Judgment Rule terhadap direksi dalam
BUMN Persero, apakah sudah berjalan dengan baik atau masih belum sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Penelitian ini pada
terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat,
karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.21
2. Jenis data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang mencakup:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya
mempunyai otoritas. Bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang
mengikat bagi pihak–pihak yang berkepentingan, yaitu berupa
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang–
Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, serta
peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas
dalam penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmu hukum, skripsi, tesis,
disertasi, jurnal hukum, laporan hukum, makalah dan media cetak atau
elektronik serta segala dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dan
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu kamus umum,
kamus hukum, majalah, internet, serta bahan-bahan di luar bidang hukum
yang berkaitan dengan skripsi ini guna melengkapi data.
21
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk pengerjaan skripsi ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Teknik pengumpulan data dengan sistem ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku , jurnal hukum, makalah, media cetak maupun media elektronik, dokumen pemerintahan yang juga termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diteliti.
4. Analisis data
Setelah mengumpukan bahan hukum yang diperoleh dari data penelitian, maka data tersebut akan diolah dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan maksud untuk menjawab permasalahan penelitian yang dibahas dalam skripsi ini. Data tersebut ditafsirkan menjadi kategori–kategori sehingga dapat dihasilkan klasifikasi yang sejalan dengan permasalahan tentang penerapan doktrin Business Judgment Rule terhadap direksi dalam BUMN Persero, yang berarti hal itu akan menjadi bagian dari teori atau yang mendukung teori. Sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab–bab tersebut disusun secara
sistematis dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I tentang pendahuluan. Bab ini memaparkan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab III membahas tentang pengaturan doktrin Business Judgment Rule pada direksi BUMN Persero di Indonesia. Bab ini menjelaskan hal hal tentang apa pengertian BUMN Persero secara umum, bagaimana pengaturan hukum tentang BUMN Persero di Indonesia, dan bagaimana pengaturan hukum mengenai doktrin Business Judgment Rule terhadap direksi BUMN Persero.
Bab IV membahas tentang penerapan doktrin Business Judgment Rule pada direksi BUMN Persero di Indonesia. Bab ini menguraikan tentang
kewenangan dan tanggung jawab direksi, tentang bagaimana pembelaan direksi berdasarkan doktrin Business Judgment Rule serta tentang bagaimana penerapan doktrin Business Judgment Rule dalam pembelaan direksi BUMN Persero.