BAB II
BENTUK-BENTUK PRAKTEK MONEY LAUNDERING DALAM SISTEM PERBANKAN ONLINE
A. Money Laundering
1. Sejarah Money Laundering
Masalah pencucian uang atau money laundering sebenarnya telah lama dikenal, yaitu semenjak tahun 1930. Munculnya istilah tersebut erat kaitannya dengan
perusahaan laundry (pencucian pakaian). Perusahaan ini dibeli oleh para mafia dan kriminal di Amerika Serikat dengan dana yang mereka peroleh dari kejahatannya.
Selanjutnya perusahaan laundry ini mereka pergunakan untuk menyembunyikan uang
yang mereka hasilkan dari hasil kejahatan gfdan transaksi ilegal sehingga tampak
seolah-olah berasal dari sumber yang halal. 43
Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari
usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia.
Lansky, seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu
(laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama money laundering. 44
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi
sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian
43
N.H.T Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, cet.1, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hal.6
44
J.E Sahetapy, Bisnis Uang Haram,
pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkemabang maju dan berbagai perolehan uang hasil
kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian
pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil usaha
pelacuran.
Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan
berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang
mencapai miliaran rupiah. Karenanya kemudian muncul istilah “narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik. 45
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan,
dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang
disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa instrumen lalu lintas
keuangan yangdapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul
suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau
bergerak melampaui batas yuridiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank
yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana
hasil kejahatan bergerak dari suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai
sistem hukum yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau
bahkan bergerak ke negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat
ketat.
45
Berdasarkan statistik IMF 46
Namun menurut Michael Camdessus (Managing Director IMF),
memperkirakan volume dari cross-border money laundering adalah antara 2% sampai dengan 5% dari Gross Domestic Product (GDP) dunia. Bahkan batas terbawah dari kisaran tersebut, yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan narcotics trafficking, arm trafficking, bank fraud, securities fraud, counterfeiting, dan kejahatan yang sejenis dengan kejahatan tersebut, dicuci di seluruh dunia setiap tahun mencapai
jumlah hampir US$ 600 milyar.
hasil kejahatan yang dicuci melalui bank
diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US $1.500 miliar per tahun. Sementara
itu, menurut Associated Press kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan
untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini
mampu menyerap nilai US$600 miliar per tahun. Ini berarti sama dengan 5% GDP
seluruh dunia.
47
Selain itu menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap
narkoba (illicit drug trade) berkisar US$ 300 miliar dan US$ 500 miliar. 48
Besarnya pasar perdagangan gelap di Kanada diperkirakan antara $7 miliar
sampai dengan $10 miliar. Menurut para ahli bahwa antara 50%-70% dari hasil
46
Yunus Husein, Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita, dalam Perkembangan Perbankan”, Mei-Juni 2001, hal.31-40
47 US Govenment,
Secretary of The Treasury dan Attorney General, The National Money Laundering Strategy 2000, March 2000, hal.6-7
48
penjualan narkoba tersedia untuk dicuci dan kemudian diinvestasikan. Apabila
diasumsikan bahwa 50%-70% uang yang dicuci di Kanada berasal dari perdagangan
gelap narkoba, jumlah uang haram (illicit funds) yang dicuci di Kanada setiap tahun adalah antara $5 miliar dan $ 14 miliar. 49
Berkenaan dengan sejarah istilah money laundering, Jeffry Robinson mengemukakan sebagai berikut :
“The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers, arms dealers, terrorist, extortionist, and tax evaders, myth has it that the term was coined by Al Capone, who, like his arc rival George ‘Bugs’ Moran, used a string of coin operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his revenue from gambling, prostitution, racketeering and violation of the Prohibition laws. “50
2. Pengertian Money Laundering
Pengertian money laundering telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, money laundering adalah :
“Money laundering is the process by which one counceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate.”51
Sedangkan Fraser mengemukakan bahwa :
“ Money laundering is quite simple the process through with ‘dirty’ money proceed of crime, is washed through ‘clean’ or legitimate sources and interprises so that the ‘bad guys’ may more safe enjoy their ill gotten gains“52
49
Ibid
50
Jeffry Robinson, The Laundryman. Simon&Schuster, 1994. Hal.3
51
Pamela H.Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime : Casesand Materials, defenisi money laundering diberikan pengertian sebagai berikut :
“Money Laundering is the concealment of the existence, nature of illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”53
Demikian juga dengan yang dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary,
54
“Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racekteering, drug transactions, adn either illegal sources into legitimate channels so that its original source can not be traced.”
money laundering diartikan sebagai berikut :
Dari beberapa defenisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud pencucian
uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah kegiatan-kegiatan yang
merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap
uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak kejahatan, dengan maksud
menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka keuangan
itu telah berubah menjadi uang sah.
52David Fraser, Lawyer,
Guns and Money, Economics and Ideology on The Money Trail, dalam
op.cit.,Brent Fisse, David Fraser and Graeme Coss, hal.66
53
Pamela H.Bucy, White Collar Crime : Case and Materials, St.Paul Minn: West Publishing Co.,1992, hal.128
54
Pengertian pencucian uang yang termuat dalam The United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and Psycotropic Substances of
1988 (Konvensi PBB) disahkan pada tanggal 19 Desember 1988 di Vienna, yang
kemudian diratifikasi di Indonesia dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1997 pada
tanggal 31 Desember 1997. Secara lengkap pengertian money laundering tersebut adalah :
“The convertion of transfer of property, knowing that such property is derived from any serious (indictable) offence of offences, or from act of participation in such offence of offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence of offences to evade the legal consequences of his action; or the concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence of offences of from an act participation in such an offence or offences”.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan,
memindahkan,dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi
kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat
dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal.
Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber
Money Laundering atau pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang
merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang
haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan, dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau
otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara
terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai
uang halal. 55
3. Proses Money Laundering
Secara sederhana terdapat 3 (tiga) tahap dalam proses money laundering, yaitu placement, layering dan integration. 56
Placement merupakan upaya menempatkan atau memasukkan dana atau instrumen keuangan lainnya yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan pada
sistem keuangan yaitu bank atau lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini terdapat
pergerakan fisik dari uang tunai atau surat berharga, misalnya melalui penyelundupan
uang tunai atau instrumen keuangan dari suatu negara ke negara lain,
menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang
diperoleh dari hasil kegaitan yang sah, ataupun dengan memecah uang tunai atau
55
instrumen keuangan dalam jumlah besar menjadi jumlah kecil ataupun didepositokan
di bank atau dibelikan surat berharga seperti misalnya saham-saham atau juga
mengkonversikan ke dalam mata uang lainnya atau ditukarkan ke dalam valuta asing.
Inilah tahap yang paling rawan dari proses pencucian uang, karena proses inilah yang
paling mudah dideteksi.
Dalam rangka mencegah industri jasa keuangan dipakai oleh para pelaku
tindak pidana untuk mencuci uangnya dan untuk mendeteksi proses placement
diciptakanlah Cash Transaction Report atau CTR (laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai). Kadangkala placement ini dapat dideteksi juga dengan
menggunakan Laporan Transaksi yang Mencurigakan (Suspicious Transaction Report atau STR). Kedua laporan ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Laporan transaksi
tunai yang diatur undang-undang adalah untuk transaksi tunai yang berjumlah
kumulatif sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih, baik dalam
rupiah maupun valuta asing. Suatu jumlah yang dianggap oleh sementara orang
sebagai jumlah yang terlalu besar.
Proses placement ini dideteksi juga dengan adanya kewajiban orang yang
membawa uang tunai ke dalam atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia
sejumlah Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih baik dalam rupiah maupun
valuta asing untuk melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai. Kemudian
Layering diartikan sebagai kegiatan memindah-mindahkan hasil kejahatan dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud agar sumber dan pemiliknya
dapat dikaburkan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa
rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui
sumber dana “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan
memanfaatkan ketentuan rahasia bank, terutama di negara-negara yang tidak
kooperatif dalam upaya memerangi kegiatan pencucian uang.
Proses layering ini dideteksi dengan adanya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan (Suspicious Transaction Report atau STR) seperti diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
No.10 Tahun 2008. Laporan STR ini mengingat memerlukan judgement dari bank sudah tentu lebih berbobot dibandingkan CTR. Sementara itu yang dimaksud dengan
transaksi keuangan yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil
dan karakteristik nasabah serta kebiasaan nasabah termasuk transaksi yang patut
diduga dilakukan dengan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang
bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan (Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
No.8 Tahun 2010).
berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi
sumber dari uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan
kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses
integration ini dideteksi dengan CTR atau STR.
Dalam ketiga tahap proses pencucian uang tersebut laporan yang disampaikan
oleh penyedia jasa keuangan sangat penting untuk digunakan sebagai upaya
melakukan deteksi. Itu pulalah sebabnya mengapa penyedia jasa keuangan yang
dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK dipidana dengan denda
paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Denda pidana ini sudah tentu diputuskan
melalui proses pengadilan. Pasal 8 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010 menjelaskan bahwa selain itu,
apabila tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh korporasi, misalnya penyedia
jasa keuangan, maka terhadap korporasi tersebut dapat dijatuhkan pidana denda
dengan ketentuan maksimum pidana ditambah satu per tiga. Korporasi tersebut dapat
juga dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau
pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi. Pasal 5 Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010
menjelaskan untuk bank, sanksi seperti ini merupakan suatu hal yang sangat berat,
karena bank begitu banyak memiliki kreditur, debitur dan pegawai serta mengingat
4. Modus Money Laundering57
a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil.
c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan memutarbalikkan transaksi untuk kemudian dikembalikan ke rekening asalnya.
d. Cuckoo Smurfing, upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil kejahatannya melalui rekening pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan “proceed of crime”.
e. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status kepemilikan dari aset/barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan.
f. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan. g. Underground Banking/Alternative Remittance Services, yaitu kegiatan
pengiriman uang melalui mekanisme jalur informal yang dilakukan atas dasar kepercayaan.
h. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
i. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujua untuk mengaburkan sumber asal dananya.
j. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang.
5. Transaksi Keuangan Mencurigakan58
Apabila tidak diperoleh penjelasan yang memuaskan maka
transaksi-transaksi di bawah ini harus dipandang sebagai transaksi-transaksi keuangan mencurigakan :
57
Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum berdasarkan Surat Edaran No.11/31/DPNP
58
(a) Setoran tunai yang cukup besar dalam satu transaksi atau kumpulan dari
transaksi, khususnya apabila :
- transaksi dari kegiatan usaha yang biasa dilakukan oleh nasabah tidak tunai
tetapi dalam bentuk lain seperti cek, bank draft, letter of credit, bills of exchange atau instrument lain.
- setoran ke dalam suatu rekening semata-mata agar nasabah dapat melakukan
transaksi bank draft, transfer atau instrument pasar uang yang dapat diperjualbelikan.
(b) nasabah atau kuasanya berupaya menghindari untuk berhubungan secara
langsung dengan PJK.
(c) penggunaan nominee accounts, trustee accounts dan client accounts yang sebenarnya tidak perlu dilakukan dan tidak konsisten dengan kegiatan usaha
nasabah.
(d) penggunaan banyak rekening dengan alasan yang tidak jelas.
(e) penyetoran dalam nominal kecil dengan frekuensi yang cukup tinggi, dan
kemudian dilakukan penarikan secara sekaligus.
(f) sering melakukan pemindahan dana antar rekening pada Negara/wilayah yang
berbeda.
(g) adanya jumlah yang hamper sama antara dana yang ditarik dengan yang disetor
secara tunai pada hari yang sama atau hari sebelumnya.
(i) penarikan dalam jumlah besar terhadap rekening yang baru menerima dana
yang tidak diduga dan tidak biasa dari luar negeri.
(j) nasabah yang memperlihatkan kehati-hatian yang berlebihan terutama terhadap
kerahasiaan identitas atau kegiatan usahanya, atau nasabah yang
menunda-nunda untuk memberikan informasi dan dokumen pendukung mengenai
identitasnya.
(k) nasabah yang berasal dari atau yang mempunyai rekening di Negara yang
dikenal sebagai tempat pencucian uang atau Negara yang kerahasaiaan
banknya sangat ketat.
(l) adanya transfer dana ke dalam suatu rekening dengan frekuensi yang sangat
tinggi dan secara tiba-tiba padahal sebelumnya rekening tersebut tergolong
tidak aktif.
(m)pembayaran atas pembelian saham yang dilakukan melalui transfer dari
rekening atas nama pihak lain.
6. Faktor Pendukung Maraknya Pencucian Uang
Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah tercapai memang telah
mempermudah kehidupan manusia. Kemajuan teknologi di satu pihak telah
membawa banyak dampak positif bagi pembangunan, namun di lain pihak kemajuan
yang telah tercapai juga mengakibatkan munculnya berbagai masalah dan akibat
negatif yang merugikan. Kemajuan justru seringkali menjadi lahan yang “subur” bagi
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,, terutama di bidang
komunikasi, permesinan, dan transportasi mempunyai dampak pada modus operandi
suatu kejahatan.
Pada saat ini, banyak tindak pidana dan kejahatan yang sudah dipengaruhi
oleh perkembangan teknologi, sehingga semakin sukar pengungkapannya.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan harganya yang terjangkau
seringkali dipergunakan sebagai alat bantu melakukan kejahatan. Modus operandi
kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status
sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap tenang, simpatik serta terpelajar.
Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan, kedudukan serta kekuasaannya,
seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana yang sangat besar untuk keperluan
pribadi atau kelompoknya saja. Modus kejahatan inilah yang dikenal dengan
kejahatan kerah putih atau white collar crime.
Dewasa ini, kejahatan kerah putih sudah mencapai taraf yang sangat
membahayakan. Kejahatan yang dilakukan pun sudah tidak lagi mengenal batas-batas
negara (transnasional). Bentuk kejahatannya pun semakin canggih dan sangat
terorganisasi sehingga sangat sulit dideteksi oleh para penegak hukum. Para pelaku
kejahatan ini selalu berusaha untuk menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan
berbagai cara, dan salah satunya adalah melalui pencucian uang. Salah satu sasaran
pokok pencucian uang ini adalah dengan melalui industri keuangan, khususnya
Industri perbankan merupakan sarana efektif untuk dijadikan sumber
pencucian uang dan juga sebagai mata rantai nasional dan internasional dalam proses
pencucian uang. 59
Praktek pencucian uang adalah merupakan salah satu kejahatan yang cepat
berkembang, hal ini dikarenakan begitu banyaknya faktor-faktor yang menjadi
pendorong maraknya perkemabngan kegiatan pencucian uang di berbagai negara.
Prof.Dr.St.Remy Sjahdeini, SH mengungkapkan sedikitnya ada 9 faktor pendorong,
yaitu :
Hal ini disebabkan sarana perbankan cukup banyak menwarkan
jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul suatu dana. Keadaan demikian ada yang memang telah
dikondisikan oleh undang-undang suatu negara, seperti halnya yang dianut Swiss,
Austria, Karibia, negara-negara Amerika Latin dan neegara-negara Asia Timur
dengan perbankan yang berskala internasional.
60
a. Faktor pertama adalah globalisasi. Dalam hal ini terjadinya globalisasi memang mengakibatkan para pelaku pencucian uang dapat memanfaatkan sistem financial dan perbankan internasional untuk melakukan kegiatannya. b. Faktor kedua adalah cepatnya perkembangan teknologi. Perkembangan
teknologi ini mungkin dapat dikatakan sebagai faktor yang paling mendorong berkembangnya pencucian uang. Perkembangan teknologi informasi seperti internet misalnya, dapat memgakibatkan hilangnya batas-batas antar negara. c. Faktor ketiga adalah mengenai ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan ini
mengakibatkan kesulitan bagi pihak berwenang untuk menyelidiki suatu rekening yang mereka curigai dimiliki oleh atau dengan cara yang ilegal. d. Faktor keempat adalah dimungkinkannya oleh ketentuan perbankan di suatu
negara untuk seseorang dapat menyimpan dana di suatu bank dengan nama samaran atau tanpa nama atau anonim.
59N.H.T Siahaan,
op.cit., hal 21
60
e. Faktor kelima adalah munculnya jenis uang baru yaitu electronic money atau
e-money, yaitu sehubungan dengan maraknya electronic commerce atau e-commerce melalui internet. Kegiatan pencucian yang dilakukan melalui jaringan internet ini biasa disebut sebagai cyber-laundering.
f. Faktor keenam adalah karena dimungkinanya praktek pencucian uang dengan cara yang disebut layering atau pelapisan. Dengan cara ini, pihak yang menyimpan dana di bank bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. deposan tersebut hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang tersebut di sebuah bank.
g. Faktor ketujuh, karena berlakunya ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan hubungan antara lawyer dengan kliennya, dan antara akuntan dengan kliennya.
h. Faktor kedelapan adalah karena seringkali pemerintah yang bersangkutan tidak bersungguh-sungguh untuk meberantas praktek pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan negara tersebut.
i. Faktor kesembilan adalah karena tidak adanya dikriminalisasi perbuatan pencucian uang di sebuah negara. Dengan kata lain, negara yang bersangkutan tidak memiliki undang-undang tentang pencucian uang yang menentukan perbuatan pencucian sebagai tindak pidana.
7. Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Perlunya kebijakan formulasi perundang-undangan yang baru di bidang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dilatarbelakangi oleh
adanya kebutuhan di dalam negeri, yaitu untuk meningkatkan efektifitas penegakan
hukum, khususnya penegakan hukum pidana pencucian uang melalui pendekatan anti
pencucian uang (anti money laundering strategy). Pengungkapan tindak pidana dan pelakunya dilakukan melalui penelusuran transaksi keuangan atau aliran dana (follow the money). Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru juga diperlukan guna menyesuaikan dengan standar internasional serta memenuhi
kewajiban Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB mengenai
Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, dengan
Undang-Undang No.5 Tahun 2009. 61
Penelusuran transaksi keuangan atau aliran dana merupakan cara yang paling
mudah untuk memastikan terjadinya kejahatan, menemukan pelakunya dan tempat
dimana hasil kejahatan disembunyikan atau disamarkan. Pendekatan ini tidak terlepas
dari pemikiran dan keyakinan bahwa hasil kejahatan (proceeds of crime) merupakan
life-blood of the crime. Artinya, hasil kejahatan merupakan “darah” yang menghidupi tindak kejahatan itu sendiri sekaligus merupakan titik terlemah dari mata rantai
kejahatan.
Upaya memotong mata rantai kejahatan ini selain relatif mudah dilakukan dan
juga akan menghilangkan motivasi para pelaku untuk mengulangi kejahatan.
Motivasi hilang karena pelaku terhalang dan sulit untuk menikmati hasil
kejahatannya. Pelaku tidak lagi memiliki kemampuan untuk melanjutkan kegiatannya
karena modalnya telah disita dan dirampas untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dengan pendekatan follow the money ini, selain dapat menelusuri dan menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk kepentingan negara, dalam beberapa
kasus, aliran dana yang berhubungan dengan suatu transaksi keuangan dapat pula
menghubungkan suatu kejahatan dengan pelaku utamanya (intellectual dader),
61
dimana dengan pendekatan konvensional (follow the suspect) hal tersebut sulit untuk dilakukan.
Pengesahan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan respon serta langkah yang
progresif terhadap perkembangan tindak pidana pencucian uang yang semakin rumit
dan canggih (complicated and sophiscated). Sasaran dari pembentukan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun
2010 adalah untuk menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan nasional,
mencegah dan memberantas kejahatan yang melibatkan harta kekayaan yang sangat
besar, meningkatkan koordinasi di antara penegak hukum dalam menangani perkara
tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang, serta memenuhi dan
mengikuti standar internasional sebagaimana tercermin dalam Revised 40+9 FATF Recommendations dan ketentuan dalam anti-money laundering regime yang berlaku secara internasional (international best practices).
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang No.8 Tahun 2010 mengandung beberapa norma hukum yang lebih baik dan
maju dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.15
Tahun 2002 jo. Undang-Undang No.25 Tahun 2003. Beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 diyakini akan menjadikan penegakan hukum di
Substansi Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan industri
perbankan meliputi :
a. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau Customer Due Diligence atau CDD (Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang). Dalam Undang-Undang
ditentukan, bahwa ketentuan mengenai penerapan prinsip mengenali
pengguna jasa dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur, namun
dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, maka ketentuan
mengenai prinsip mengenali pengguna jasa dan pengawasannya diatur dan
dilakukan oleh PPATK.
b. Penyedia Jasa Keuangan (PJK) wajib memutuskan hubungan usaha dengan
pengguna jasa (Pasal 22 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010), jika pengguna jasa
menolak untuk mematuhi prinsip mengenali pengguna jasa, atau PJK
meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh pengguna jasa.
Pemutusan hubungan usaha tersebut wajib dilaporkan kepada PPATK sebagai
Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM).
c. Perluasan pelaporan oleh PJK (Pasal 23 Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010), dimana
Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), PJK juga wajib melaporkan
transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
d. Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari
ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan
(Pasal 28 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang No.8 Tahun 2010).
e. Pemberian kewenangan kepada PJK untuk menunda transaksi, paling lama 5
(lima) hari kerja (Pasal 26 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010), karena pengguna jasa
melakukan transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan yang
berasal dari hasil tindak pidana, memiliki rekening untuk menampung Harta
Kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana, atau diketahui dan/atau patut
diduga menggunakan dokumen palsu.
f. Penataan mengenai pengawasan kepatuhan (Pasal 31 s/d 33 Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun
2010), dimana pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan bagi pihak
pelapor dilakukan oleh lembaga pengawas dan pengatur dan/atau PPATK.
Namun dalam hal pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan tidak
dilakukan atau belum terdapat lembaga pengawas dan pengatur, pengawasan
kepatuhan atas kewajiban pelaporan dilakukan oleh PPATK. Dalam hal
diperlukan, PPATK akan melakukan audit khusus kepada setiap pihak pelapor
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun
2010.
g. Ketentuan anti tipping off, dimana diatur bahwa direksi, komisaris, pengurus atau pegawai pihak pelapor serta pejabat, pegawai PPATK, atau lembaga
pengawas dan pengatur dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau
pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, mengenai LTKM.
Namun demikian, ketentuan mengenai larangan tersebut tidak berlaku untuk
pemberian informasi kepada lembaga pengawas dan pengatur (Pasal 12 ayat
(2) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang No.8 Tahun 2010).
h. Lembaga pengawas dan pengatur dapat meminta LTKM kepada pihak pelapor
sebelum berlakunya Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010 sepanjang berkaitan dengan
pengawasan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan berdasarkan
Undang-Undang yang baru ini.
i. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi administratif (Pasal 30
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8
Tahun 2010). Apabila pihak pelapor tidak menyampaikan laporan ke PPATK,
dikenakan sanksi administratif yang berupa peringatan, teguran tertulis,
j. Perlindungan bagi pihak pelapor, meliputi :
1) Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, pihak pelapor, pejabat
dan pegawainya tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana,
atas pelaksanaan kewajiban pelaporan menurut Pasal 29 Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8
Tahun 2010.
2) Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian
uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk
keluarganya (Pasal 84 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010).
k. Penegak hukum dan PPATK wajib merahasiakan nama atau alamat atau hal
lain yang memungkinkan terungkapnya identitas pihak pelapor dalam proses
peradilan pidana TPPU (Pasal 85 Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010).
Sebagai bentuk implementasi asas legalitas maka dibentuklah
Undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang yaitu
Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
internasional disusunlah Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti atas aturan tindak
pidana pencucian uang yang sama.
Bolmer Hutasoit mengemukakan dalam tulisannya bahwa terdapat
perbandingan Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang jo. Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, dapat terlihat seperti pada tabel berikut : 62
Tabel 1
Perbandingan Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
No.
Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
jo.UU No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Ketentuan Umum
Adanya penambahan defenisi dan perluasan makna Contohnya :
Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang
Pasal 1 angka 1 bahwa : “Pencucian Uang
adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, menukarkan, atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan
maksud untuk menyembunyikan, atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta
kekayaan yang sah.”
Pengertian Tindak Pidana
Pencucian Uang Pasal 1 angka 1
bahwa “Pencucian Uang adalah
segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini”.
Pengertian Transaksi Keuangan yang
dilakukan secara tunai dalam Pasal 1
angka 8 bahwa “Transaksi Keuangan yang
dilakukan secara tunai adalah transaksi
Pengertian Transaksi Keuangan
Tunai Pasal 1 angka 6 bahwa
“Transaksi Keuangan Tunai
penarikan, penyetoran atau penitipan yang
dilakukan dengan uang tunai atau
instrumen pembayaran lain yang
dilakukan melalui Penyedia Jasa
Keuangan”.
yang dilakukan dengan
menggunakan uang kertas
dan/atau uang logam”.
Pasal 1 angka 5 diatur dalam 3(tiga)
bagian
Pasal 1 angka 5 yang awalnya
hanya 3 (tiga) poin dalam
Undang-Undang lama adanya
penambahan tentang transaksi
keuangan yang mencurigakan
bahwa “Transaksi Keuangan
oleh Pengguna Jasa yang patut
diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan
Transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh
Pihak Pelapor sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Pelapor tidak disebutkan secara rinci
hanya sebatas Penyedia Jasa Keuangan
yang melaporkannya ke PPATK.
Pasal 1 angka 11 bahwa “Pihak
pelapor adalah setiap orang
yang menurut Undang-Undang
ini wajib menyampaikan
laporan kepada PPATK “.
Pasal 2 ayat (1) mengenai hasil tindak
pidana
Pasal 2 ayat (1) Perluasan hasil
Pasal 2 ayat (2) yaitu “Harta Kekayaan
yang dipergunakan secara langsung atau
tidak langsung untuk kegiatan terorisme
dipersamakan sebagai hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
n”
Pasal 2 ayat (2) yaitu “Harta
kekayaan yang diketahui atau
patut diduga akan digunakan
dan/atau digunakan secara
langsung atau tidak langsung
untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris atau teroris
perseorangan disamakan
sebagai hasil tindak pidana
seperti pada ayat (1) huruf n.”
2
Pembagian tindak pidana pencucian uang dan besar pidananya disesuaikan
dengan subjek dan pidana pencucian keuangan yang dilakukan. Adanya
pidana pokok, pidana tambahan serta pidana pengganti.
Tidak dijelaskan pembagian besar pidana
untuk orang dan korporasi sesuai dengan
tindak pidana pencucian keuangan yang
dilakukan meskipun dalam
Undang-Undang No.25 Tahun 2003 sudah ada
perubahan memasukkan korporasi sebagai
subjek hukum.
Pasal 3 - 6 untuk orang
Pasal 7 – 9
3.
Pasal 8 -12
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan
tindak pidana
Pasal 11 – 16
Tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang diperluas
Pasal 25 ayat (1) bahwa “Setiap pihak
tidak boleh melakukan segalam bentuk
campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
dan kewenangan PPATK.
Pasal 14
“Setiap orang yang melakukan
campur tangan terhadap
pelaksanaan tugas dan
kewenangan PPATK
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
Pasal 26
“Dalam melaksanakan fungsinya PPATK
mempunyai tugas sebagai berikut :
1.a. mengumpulkan, menyimpan,
menganalis, mengevaluasi informasi yang
diperoleh oleh PPATK sesuai dengan
Undang-Undang ini ;
2.b. memantau catatan dalam buku daftar
pengecualian yang dibuat oleh Penyedia
Jasa Keuangan ;
3. c. Membuat pedoman mengenai tata
cara pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan ;
4. d. Memberikan nasihat dan bantuan
kepada instansi yang berwenang tentang
Pasal 44 ayat (1)
“Dalam rangka melaksanakan
fungsi analisis atau pemeriksaan
laporan dan informasi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf d, PPATK dapat
:
1.a. meminta dan menerima
laporan dan informasi dari
Pihak Pelapor ;
2.b. meminta informasi kepada
instansi atau pihak yang terkait ;
3.c. meminta informasi kepada
Pihak Pelapor berdasarkan
informasi yang diperoleh oleh PPATK
sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini ;
5.e. mengeluarkan pedoman dan publikasi
kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang
kewajibannya yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini atau dengan peraturan
perundang-undangan lain, dan membantu
dalam mendeteksi perilaku nasabah yang
mencurigakan ;
6.f. memberikan rekomendasi kepada
Pemerintah mengenai upaya-upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang ;
7.g. melaporkan hasil analisis transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana
pencucian uang kepada kepolisian dan
kejaksaan ;
8. membuat dan memberikan laporan
mengenai hasil analisis transaksi keuangan
dan kegiatan lainnya secara berkala 6
(enam) bulan sekali kepada Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga
yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap Penyedia Jasa Keuangan.”
PPATK ;
4.d. meminta informasi kepada
Pihak Pelapor berdasarkan
permintaan dari instansi
penegak hukum atau mitra kerja
di luar negeri ;
5. e. Meneruskan informasi
dan/atau hasil analisis kepada
instansi peminta, baik di dalam
maupun di luar negeri ;
6. f. Menerima laporan dan/atau
informasi dari masyarakat
mengenai adanya dugaan tindak
pidana Pencucian Uang ;
7. g. Meminta keterangan
kepada Pihak Pelapor dan pihak
lain yang terkait dengan dugaan
tindak pidana Pencucian Uang ;
8. h. Merekomendasikan kepada
instansi penegak hukum
keuangan untuk menghentikan
sementara seluruh atau sebagian
transaksi yang diketahui atau
dicurigai merupakan hasil
tindak pidana ;
10. j. Meminta informasi
perkembangan penyelidikan dan
penyidikan yang dilakukan oleh
penyidik tindak pidana asal dan
tindak pidana Pencucian Uang ;
11. k. Mengadakan kegiatan
administratif lain dalam lingkup
tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini ; dan
12. meneruskan hasil analisis
atau pemeriksaan kepada
penyidik.”
Sumber :
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat terdapat perbandingan antara
Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo.
Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang No.15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Undang-Undang No.8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara
1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang
2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif
4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa
5. Perluasan Pihak Pelapor
6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa
lainnya
7. Penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan
8. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi
9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar
daerah pabean
10.Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik
dugaan tindak pidana Pencucian Uang
11.Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan
PPATK
12.Penataan kembali kelembagaan PPATK
13.Penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk
menghentikan sementara Transaksi
14.Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang
15.Pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak
Romli Atmasasmita juga mengemukakan dilema Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang yang telah mengalami 2 (dua) kali perubahan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang terdapat beberapa ketentuan baru yang perlu mendapat
perhatian para pemangku kepentingan seperti pengusaha dan kalangan perbankan. 63
Perbedaan pertama adalah titel Undang-Undang. Undang-Undang lama secara
teoretis hukum (doktrin) merupakan lex specialis systematic, yaitu Undang-Undang administratif (bersifat regulatif) yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun
dengan titel baru (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang), secara teoretis (doktrin) mencerminkan Undang-Undang pidana
khusus (lex specialis) yang bersifat preventive measure dan repressive measures
dalam satu paket. Konsekuensi perubahan ttitel ini adalah Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menempatkan
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai tindak piadna khusus sehingga memerlukan
perhatian, sikap dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan
operasional pencucian uang di Indonesia.
Perbedaan kedua sebagai akibat dari perbedaan pertama, Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010
telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik (bersifat projustitia)
kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan (LPJK), termasuk
perbankan, untuk melaksanakan “penundaan transaksi” (suspension of transaction) terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 (Lima) hari. Perbedaan ketiga,
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
No.8 Tahun 2010 telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal
(lazimnya penyidik pegawai negeri sipil/PPNS) di bawah koordinasi PPATK untuk
melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan tindak
pidana asalnya (misalnya tindak pidana pabean, imigrasi).
Pemberian wewenang terhadap penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah
tentu akan merepotkan dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang ekspor dan
impor, karena mereka akan berhadapan dengan petugas kepabeanan dan perpajakan
selain Polri, Kejaksaan, KPK dan BNN. Perbedaan keempat Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah ketentuan
tentang rahasia bank dalam hal terdapat “transaksi keuangan yang mencurigakan”
dapat dikesampingkan, bahkan sejak proses penyidikan sampai pemeriksaan di muka
sidang pengadilan.
Pembukaan rekening bank seseorang yang dicurigai memiliki transaksi
keuangan tersebut merupakan mandatory obligation, tidak dapat ditolak oleh lembaga penyedia jasa keuangan maupun oleh nasabah yang bersangkutan. Perbedaan kelima,
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian
(lima belas) hari. Jadi total waktu dimana seseorang (yang dicurigai) tidak dapat
melakukan transaksinya adalah 25 (dua puluh lima) hari. Perbedaan keenam, perintah
pemblokiran rekening tersangka/terdakwa dibatasi lamanya sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari sehingga total waktu penundaan, penghentian sementara transaksi sampai
pada pemblokiran adalah 55 (lima puluh lima) hari.
Ketentuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang tidak jelas membedakan konsekuensi hukum antara tindakan
penundaan transaksi, penghentian sementara, dan pemblokiran kecuali hanya
mengatur siapa yang berwenang dan berapa lamanya, sedangkan hal-hal yang
berkaitan dengan prinsip due process of law dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. Perbedaan ketujuh, Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan
wewenang kepada PPATK untuk meminta keterangan kepada pihak pelapor (LPJK)
dan pihak lain terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketentuan ini mencerminkan perubahan fungsi PPATK dari fungsi
administratif kepada fungsi penegakan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa
lembaga PPATK bukan hanya supporting unit terhadap Polri dan Kejaksaan, melainkan telah merupakan bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan
pidana (penegakan hukum) di Indonesia. Dari perspektif mikro pencegahan dan
pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8 Tahun 2010
Indonesia dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dan keamanan internasional
khusus dari tindak pidana ini. Namun dalam perspektif makro sistem ekonomi
nasional dan langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi domestik, terutama
dari investor asing, keberadaan Undang-Undang ini bisa menjadi kontraproduktif.
B.Perbankan Online
a. Produk Perbankan Online
Produk yang dihasilkan oleh dunia usaha pada umumnya berbentuk 2 (dua)
macam, yaitu produk yang berwujud dan produk yang tidak berwujud. Produk yang
berwujud berupa barang yang dapat dilihat, dipegang dan dirasakan langsung
sebelum dibeli, sedangkan produk tidak berwujud berupa jasa dimana tidak dapat
dilihat atau dirasa sebelum dibeli. Satu hal lagi perbedaan kedua jenis produk ini
adalah untuk jenis produk yang tidak berwujud tidak tahan lama.
Secara umum defenisi produk adalah sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sedangkan pengertian produk bank menurut
Kotler dalam Kasmir adalah jasa yang ditawarkan kepada nasabah untuk
mendapatkan perhatian untuk dimiliki, digunakan atau dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan nasabah. 64
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produk adalah sesuatu
yang memberikan manfaat baik dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari atau
sesuatu yang ingin dimiliki oleh konsumen atau pelanggan, maka nasabah harus
mengorbankan sesuatu sebagai balas jasanya, misalnya dengan cara pembelian.
Bank merupakan sebuah industri jasa yang kinerjanya sangat dipengaruhi oleh
variabel ruang dan waktu meningkatkan pelayanan terhadap nasabah harus memiliki
usaha untuk menembus ruang dan waktu yang hanya dapat dilakukan dengan bantuan
teknologi komputer dan telekomunikasi. Pada saat yang bersamaaan, teknologi ini
pula yang menjadi senjata bagi bank yang bersangkutan untuk bersaing
denganbank-bank lain, terutama dalam usahanya untuk menciptakan suatu produk pelayanan yang
lebih murah, lebih baik dan lebih cepat. Berikut dijelaskan beberapa teknologi
layanan perbankan, antara lain : 65
a.Mobile Banking
Fasilitas perbankan melalui komunikasi bergerak seperti handphone. Dengan penyediaan fasilitas hampir sama dengan ATM kecuali mengambil uang tunai. Arti
istilah SMS Banking merupakan layanan yang disediakan Bank menggunakan sarana
SMS untuk melakukan transaksi keuangan dan permintaan informasi keuangan,
misalnya cek saldo, mutasi rekening dan sebagainya.
b.Internet Banking
65
Menurut Bank Indonesia 66
Pengertian Internet Banking adalah pemanfaatan teknologi internet sebagai media untuk melakukan transaksi yang berhubungan dengan transaksi perbankan.
Kegiatan ini menggunakan jaringan internet, sebagai perantara atau penghubung
antara nasabah bank dan pihak bank. Selain itu, bentuk transaksi yang dilakukan pun
bersifat maya, atau tanpa memerlukan proses tatap muka antara nasabah dan petugas
bank yang bersangkutan.
, Internet Banking merupakan salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet.
67
Dari pengertian Internet Banking tersebut, dapat diartikan sebagai sebuah proses pemindahan transaksi perbankan dari yang bersifat konvensional menjadi
digital. Transaksi konvensional adalah sebuah transaksi yang memerlukan interaksi
secara langsung antara nasabah dan petugas bank.
Di sini terjadi kontak fisik antara kedua pihak dan bisa memunculkan
komunikasi verbal. Sedangkan transaksi digital tidak memerlukan interaksi fisik dan
komunikasi yang terjalin melalui komunikasi tertulis dengan perantara internet.
Ada beberapa keunggulan dari Internet Banking sebagai alat untuk melakukan
pencucian uang: 68
66
Arie Sundari, Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia, Bank Indonesia : Jakarta, 2004
67
28 September 2012 jam 12.30 WIB
68
- Internet banking sangat mudah untuk diakses kapan saja dan dimana saja.
- Tidak perlu kontak langsung antara konsumen dengan Internet Banking.
- Internet Banking menyediakan fasilitas keuangan internasional, dan setiap transaksi dilakukan dengan nyaman dan aman.
c. Phone Banking
Layanan Phone Banking merupakan jasa yang disediakan bank untuk melakukan transaksi, antara lain :
1. Transaksi di mana dapat dilakukan selama waktu tertentu melalui phone banking dengan bantuan seorang anggota karyawan Bank yang menerima instruksi dengan menggunakan telepon
2. Transaksi di mana dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan jasa
otomatis dengan menggunakan telepon oleh nasabah tanpa bantuan staf bank
3. Transaksi yang lainnya yang dapat disediakan oleh bank dari waktu ke waktu
d. Automated Teller Machine (ATM)
Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan
lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening
simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo atau pemindahan dana.
e.Computer Banking
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke
pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan
f. Debit Card
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari
rekening banknya.
g.Direct Deposit
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya
pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji
atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening
nasabah.
h.Electronic Fund Transfer (EFT)
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya
melalui media elektronik.
i.Direct Payment
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar
tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer
dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari
j. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP)
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke
nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam
rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar
tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
k.Electronic Check Conversion
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah
transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana
elektronik atau proses lebih lanjut.
l.Payroll Card
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oleh pemberi kerja
sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayarannya
pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
m.Preauthorized Debit (or Automatic Bill Payment)
Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi
pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tanggal
tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran
listrik, tagihan telepon, dll). Dana secara elktronik ditransfer dari rekening pelanggan
n.Prepaid Card
Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit
kartu.
o.Smart Card
Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan,
atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi
pembelian, verifikasi saldo rekening,dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa
digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau
sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
p.Stored-Value Card
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui
pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh
pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa
tertentu (misalnya kartu telepon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi
card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan
antarbank.
2. Proses Pencucian Uang dengan Memanfaatkan Sistem Perbankan Online
Kemunculan internet dalam dunia maya secara nyata menunjukkan perkembangan kemajuan yang luar biasa di bidang teknologi-informasi, sehingga
batas-batas negara menjadi hilang, dan sekarang, dunia telah menjadi satu kesatuan
tanpa batas. 69
69
Abdullahi Y.Shchu mengemukakan bahwa “The 20th Century was characterized by a number of structural changes in the World economy. These changes were spawned by exponential technological breakthroughs in telecommunication and information sciences. In the last decade of that century, Globalization became the buzz-word:bringing together nation states, as it were, in what might be called a “global village”. The main pillars of this process were Liberalization and Deregulation of national economies. These developments combined, created both opportunities ad risks for the society. The powers of political authorities were now becoming limited as new non-state actors, both legitimate and illegitimate, energed in the global arena. Among these changes witnessed in the society was the proliferation of organised criminal groups, operating across national boundaries and sovereignties, prepetrating various heineous crimes of different patterns and manifestations”. Abdullahi Y.Shehu, “Money Laundering: The Challenge of Global Enforcement”, Paper Presented at a seminar of the Criminology Society of Hongkong, on November 9, 2000. Seperti yang dikutip di dalam
Namun salah satu dampak negatifnya adalah memberikan kesempatan
dan peluang yang jauh lebih banyak dan mudah bagi kelompok-kelompok kejahatan
terorganisir (organized crime) untuk melakukan berbagai bentuk tindak kejahatan secara lintas negara (cross-border) dan dalam perkembangannya sekarang telah bersifat transnasional (transnational crime). Dengan kata lain, organisasi-organisasi kejahatan dengan mudah dan cepat dapat memindahkan jumlah uang yang sangat
besar (hasil-hasil kejahatan) dari satu yuridiksi ke yuridiksi lain. Misalnya, dengan
fasilitas perbankan seperti Automated Teller Machines (ATMs) memungkinkan para penjahat untuk memindahkan dana (to wire funds) ke rekening-rekening di suatu negara dari negara-negara lain seketika itu juga dan dana tersebut dapat ditarik
melalui ATMs di seluruh dunia tanpa diketahui siapa pelakunya. Setiap harinya, dua
International Electronic Funds Transfer System yang cukup terkenal menangani transaksi keuangan lebih dari $ 6 triliun melalui wire transfers. 70
Seiring dengan maraknya e-commerce melalui internet, kegiatan pencucian uang yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet (cyberlaundering) menjadi semakin terbuka. Risiko yang terjadi adalah kemungkinan pengiriman dana
(cyberpayment) 71 dari pihak ketiga yang tidak dikenal dan selanjutnya dana tersebut ditransfer dari satu kartu ke kartu lainnya, yang dikenal dengan e-money. 72
Di
2012 jam 15.00 WIB. Pada industri perbankan di Indonesia, pengiriman uang melalui wire transfer telah lazim dilakukan. Credit card dan debit card telah menjadi alat yang biasa digunakan untuk melakukan pembayaran dalam kegiatan bisnis masyarakat perkotaan, antara lain untuk membayar belanja di mall, supermarket, restoran dan agen-agen penjualan yang menyediakan fasilitas tersebut.
71
Cyberpayment adalah suatu instrumen baru dari instrumen sistem pembayaran yang mendukung terjadinya transfer nilai secara elektronik. tanggal 3 September 2012 jam 15.00 WIB
72 Pengertian
e-money adalah sejumlah dana yang telah disimpan dalam medium elektronis dan diterima sebagai pembayaran oleh pihak ketiga. Lihat juga He Ping, “New trends in money laundering-form the real world to cyberspace”, Journal of Money Laundering Control Vol.8, No.1, (2004), yang mengemukakan bahwa kelebihan e-money dibanding uang tradisional, antara lain e-money: (1) menggunakan sebuah kartu atau alat yang dapat menyimpan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga tidak memerlukan tempat atau containeryang besar untuk membawanya ; (2) mudah ditransfer kapan dan dimana saja dengan bantuan internet ; dan (3) lebih sulit dilacak karena tidak memiliki nomor seri. Selain itu, teknologi penyandian dalam proses transfer secara e-money
samping itu, penggunaan digital cash (e-cash) 73
Pengembangan produk-produk e-money ditujukan terutama untuk digunakan melalui jaringan komputer terbuka (open computer networks). Para pengamat memperkirakan bahwa apabila penggunaan e-commerce yang dilakukan melalui jaringan komputer semakin meningkat akan mendorong pertumbuhan e-money. Dalam cyberspace, term e-money adalah nama generik yang diberikan kepada konsep mata uang yang secara digital ditandatangani oleh sebuah lembaga penerbit melalui
private encryption key (kunci enkripsi pribadi) dan ditransmisikan kepada seseorang. dalam transaksi melalui jaringan
internet telah diperkenalkan karena adanya tuntutan transaksi yang lebih efisien,
namun pihak-pihak yang bertransaksi tidak diketahui identitasnya (anonymous). Transfer ini dapat terjadi melalui networks seperti internet, atau melalui penggunaan “store value type smart cards”. Risiko terjadinya pencucian uang dengan cara yang relatif sama juga dapat terjadi pada “dompet elektronis” (electronic wallet) yang penggunaannya semakin berkembang akhir-akhir ini.
tercatat. Di samping itu, karena e-money memang didesain untuk memfasilitasi transaksi internasional, sehingga transaksi tersedia dalam mata uang yang beragam yang memudahkan money launderers melakukan kejahatannya dari suatu negara ke negara lain. Bismar Nasution, Rejim Anti Money-Laundering di Indonesia, (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hal 6-7.
Digital Cash adalah “a series of numbers that have an intrinsic value in some form of individually identified representations of bill and coins – similar to serial numbers on hard currency”. Digital Cash
(Digicash) adalah sebuah perusahaan yang berbasis di Amsterdam, yang diciptakan oleh seorang
Kemudian uang tersebut dinegosiasikan secara elektronik dengan pihak-pihak lain
sebagai pembayaran atas barang-barang dan jasa-jasa dimanapun di dunia. 74
Kemudahan dan manfaat fasilitas e-money yang lain adalah dimana institusi intermediasi tidak diperlukan oleh para pihak yang melakukan transaksi secara
online. Dengan demikian fasilitas e-money pada akhirnya diharapkan dapat bekerja seperti layaknya uang kertas, tanpa resiko, tanpa kesulitan dan tanpa biaya berkenaan
dengan penanganan, penatausahaan dan perlindungan yang diperlukan bagi mata
uang yang tradisional. 75 Dalam hubungan ini, para penjahat dan teroris dapat
menggunakan kriptografi dengan relatif mudah untuk mengantisipasi para penegak
hukum memperoleh informasi mengenai transaksi yang dilakukannya. Misalnya,
suatu bukti yang telah dienkripsi tidak dapat dibaca kecuali didekripsi (to be decrypted). Ketidakmampuan para penegak hukum untuk mendekripsi telah menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap pencegahan, deteksi, penyelidikan,
dan penuntutan kejahatan di bidang keuangan ini. 76
Pelaku pencucian uang di sektor perbankan biasanya memiliki rekening bank
dengan nama palsu atau nama seseorang atau perusahaan tertentu, yang dalam hal ini
termasuk pembukaan rekening oleh pengacara, akuntan dan perusahaan-perusahaan
gadungan. Untuk kepentingan pencuci uang, rekening-rekening dimaksud digunakan
74
Kriptografi (cryptography) atau enkripsi (encryption) secara khusus sangat penting dalam perkembangan e-commerce oleh karena merupakan cara untuk meyakinkan dalam hal otentikasi (authenticity), integritas (integrity), dan privasi (privacy) dari transaksi-transaksi dan komunikasi-komunikasi, serta memberikan pengamanan yang diperlukan bagi dunia digital.
75
Ibid
76
untuk memfasilitasi penyimpanan atau pentransferan dana ilegal, dan kegiatan
transaksi yang dilakukan sangat kompleks (berlapis-lapis) menyangkut berbagai
rekening atas nama sejumlah orang, bisnis atau perusahaan-perusahaan gadungan.
Karakteristiknya adalah kegiatan transaksi dengan menggunakan rekening-rekening
bank tersebut pada umumnya dalam jumlah yang sangat besar, diluar kelaziman
bisnis yang dikelola oleh si pemilik rekening. Di samping itu, dokumen-dokumen
pendukung transaksi seperti perjanjian kredit (loan agreements), jaminan (guarantees), perjanjian jual-beli (purchase or sale contracts), dan L/C (letter of credit) seringkali palsu atau mengandung cacat hukum. Apabila pemilik rekening adalah seorang pebisnis, besar kemungkinan kegiatan bisnisnya didaftarkan pada
kamar dagang setempat (local chamber of comers) hanya untuk waktu yang relatif singkat. Dalam banyak kasus, kedua belah pihak yang melakukan transaksi bisnis
memiliki keterkaitan, bahkan ada kemungkinan para pihak tersebut adalah orang
yang sama. 77
Fasilitas perbankan secara online telah mengurangi kontak face-to-face antara bank dn nasabahnya. Melalui personal computer (PC) nasabah bank dapat mengakses rekeningnya dengan menggunakan internet browser software dan world-wide web access melalui suatu Internet Service Provider (ISP). Akses dapat diperoleh apabila nasabah memberikan personal identification code kepada web server dari bank tersebut,dan apabila encryption software digunakan, maka kunci yang tepat (appropriate key) akan diberikan oleh browser software tersebut. Oleh karena akses
ini tidak langsung, lembaga keuangan yang bersangkutan sebenarnya tidak memiliki
cara-cara tertentu untuk memverifikasi identitas yang sesungguhnya dari orang yang
mengakses rekening tersebut. Dengan kata lain, bank yang bersangkutan tidak
mengetahui secara pasti apakah orang yang mengakses rekening tersebut adalah
pemilik sesungguhnya atau bukan. Lebih-lebih lagi dengan makin meningkatnya
mobilitas terhadap akses internet, seorang nasabah dapat mengakses rekeningnya dengan cepat dan mudah dari mana saja di dunia ini. Oleh karena akses tersebut
diperoleh melalui ISP, lembaga keuangan tersebut tidak mempunyai cara apapun
untuk melakukan verifikasi mengenai lokasi dari mana rekening tersebut di akses.
Seseorang yang menginginkan untuk menyembunyikan identitas sesungguhnya,
termasuk para pencuci uang (money launderers) atau unsur-unsur kejahatan lainnya, dapat memiliki on-lineaccess yang tidak terbatas dan mereka dapat mengendalikan rekening banknya dari belahan dunia manapun.
Kemungkinan besar praktek pencucian uang yang dilakukan oleh para
pelakunya sekarang bukan saja secara elektronik, tetapi juga dengan menggunakan
metode layering, sehingga menjadi sulit sekali untuk melacak kegiatan pencucian uang tersebut. Dengan kata lain, praktek pencucian uang sekarang baik yang
dilakukan oleh penjahat individu maupun kelompok-kelompok kejahatan terorganisir
78
78
Kelompok-kelompok kejahatan terorganisir baik yang beroperasi secara nasional maupun transnasional semakin banyak muncul setelah runtuhnya Tembok Berlin di Eropa. Penerapan skema
sudah semakin rumit dan kompleks dengan melibatkan banyak pihak yang bersedia